BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,

BAB II LANDASAN TEORI

HASIL DAN PEMBAHASAN

Macam macam mikroba pada biogas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BIOGAS. KP4 UGM Th. 2012

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN BIOGAS dari LIMBAH PETERNAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

SNTMUT ISBN:

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Adelia Zelika ( ) Lulu Mahmuda ( )

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Bel akang

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. masyarakat terhadap pentingnya protein hewani, maka permintaan masyarakat

TINJAUAN LITERATUR. Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB XV LIMBAH TERNAK RIMINANSIA

PENGARUH SUHU DAN C/N RASIO TERHADAP PRODUKSI BIOGAS BERBAHAN BAKU SAMPAH ORGANIK SAYURAN

PENGARUH EM4 (EFFECTIVE MICROORGANISME) TERHADAP PRODUKSI BIOGAS MENGGUNAKAN BAHAN BAKU KOTORAN SAPI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

SNTMUT ISBN:

BAB II LANDASAN TEORI

MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Pengolahan Limbah Cair Tahu secara Anaerob menggunakan Sistem Batch

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon kelapa sawit terdiri dari dua spesies besar yaitu Elaeis guineensis

TINJAUAN PUSTAKA. Fresh Fruit Bunch (FFB) Loading ramp. Steriliser. Stripper. Digester. Press. Oil. Vacuum Dryer Hydrocyclone

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

I. PENDAHULUAN. sebagai salah satu matapencaharian masyarakat pedesaan. Sapi biasanya

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

MAKALAH KIMIA ANALITIK

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Bahan Organik Tanah

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

TINJAUAN PUSTAKA. Fresh Fruit Bunch (FFB) Loading ramp. Steriliser. Stripper. Digester. Press. Oil. Vacuum Dryer Hydrocyclone

PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI BIOETANOL MELALUI PROSES ANAEROB (FERMENTASI)

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung.

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN BIOGAS

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial di

Gambar 1. Buah Tandan Kelapa Sawit (Sumber : Hasna,2011)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Situasi energi di Indonesia tidak lepas dari situasi energi dunia. Konsumsi energi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PERAN LIMBAH CAIR TAHU DALAM PRODUKSI BIOGAS

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

Transkripsi:

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Pembuatan Biogas Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida. Mikroorganisme secara alami terdapat pada limbah yang mengandung bahan organik seperti kotoran hewan, kotoran manusia, dan sampah organik rumah tangga (Haryati, 2006). Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah 30 55 o C. Pada suhu tersebut mikroorganisme dapat bekerja secara optimal merombak bahan-bahan organik (Ginting, 2007). 2.2. Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan dari produk akhir pencernaan atau degradasi anaerobik bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerobik dalam lingkungan bebas oksigen atau udara. Biogas merupakan hasil akhir dari proses anaerobik dengan komponen utama CH 4, CO 2, H 2, N 2 dan gas lain seperti H 2 S (Wagiman, 2007). Biogas berasal dari proses biodegradasi material organik oleh bakteri dalam kondisi anaerob (tanpa udara) (Jimmy dan Huda, 2011). Kandungan utama dalam biogas adalah gas metan (CH 4 ) dan karbon dioksida (CO 2 ) (Haryanti, 2006). Gas metan dalam biogas, bila terbakar relatif lebih bersih dari pada batu bara dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi

4 karbondioksida yang lebih sedikit (Luthfianto et al., 2012). Kandungan biogas selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Biogas (Widarto dan Sudarto, 2002) Kandungan Biogas Komposisi --------(%)------- Gas metan 54-70 Karbon dioksida 27-45 Nitrogen 3-5 Hidrogen 0-1 Karbon monoksida 0,1 Gas metan (CH 4 ) yang merupakan komponen utama biogas merupakan bahan bakar yang berguna karena mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi. Nilai kalor yang cukup tinggi tersebut menjadikan biogas dapat dipergunakan untuk keperluan penerangan, memasak, menggerakkan mesin dan sebagainya (Abdullah et al., 1991; Nurhasanah et al., 2006). Untuk menghasilkan biogas, bahan organik ditampung dalam biodigester. Proses penguraian bahan organik terjadi secara anaerob (tanpa oksigen). Biogas terbentuk pada hari ke 4-5 sesudah biodigester terisi penuh dan mencapai puncak pada hari ke 20-25. Biogas yang dihasilkan sebagian besar terdiri dari 50-70% metan (CH 4 ), 30-40% karbon dioksida (CO 2 ) dan gas lainnya dalam jumlah kecil. Komposisi biogas sebagian besar hanya terdiri dari gas metan dan karbondioksida (Muryanto et al., 2006). 2.3. Feses Sapi Peranakan Fries Holland (PFH) Selama ini pemanfaatan kotoran sapi masih belum optimal. Biasanya hanya digunakan sebagai pupuk kandang atau bahkan hanya ditimbun sehingga

5 dapat menimbulkan masalah lingkungan. Padahal kotoran sapi dapat dijadikan bahan baku untuk menghasilkan energi terbarukan (renewable) dalam bentuk biogas. Penanganan feses sapi dengan digesti secara anaerob dapat menghasilkan energi terbarukan (Herawati dan Wibawa, 2010). Salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan biogas yang perlu diperhatikan agar mendapat produksi yang optimal yaitu rasio karbon nitrogen (C/N). Rentang rasio C/N antara 25-30 merupakan rentang optimum untuk proses penguraian anaerob (Hartono, 2009). Kotoran ternak ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas. Kotoran sapi memiliki imbangan rasio C/N sebesar 27,56 : 1 dengan total karbon organik sebesar 34,72%; 1,26% total nitrogen; 0,73% phosfat; dan 0,68% kalium (Lingaiah dan Rajasekaran, 1986). Pembuatan biogas dengan bahan baku kotoran sapi, nilai kalor yang diperoleh antara 4.800 dan 6.700 kkal/m 3, yang akan menghasilkan biogas dengan komposisi 54-70% metan, 27-45% karbon dioksida, 0,5-3% nitrogen, 0,1% karbon monoksida, 0,1% oksigen, dan sedikit sekali hidrogen sulfida, amonia dan nitrogen oksida (Muryanto et al., 2006). 2.4. Limbah Cair Tepung Tapioka Limbah cair merupakan sisa dari hasil proses produksi berupa cairan yang berasal dari industri peternakan, pabrik, pertanian dan rumah tangga, umumnya mengandung konsentrasi bahan organik sangat tinggi. Bahan organik tersebut terdiri dari karbohidrat, protein, lemak dan selulosa atau ligno selulosa yang dapat didegradasi secara biologi. Besar atau kecilnya pencemaran limbah organik diukur

6 dengan melihat kandungan chemical oxygen demand (COD), dan biological oxygen demand (BOD) untuk limbah cair, sedangkan untuk yang berbentuk sludge atau lumpur diukur dengan total volatile solid (TVS) (Jenie dan Winiati, 1993). Tepung tapioka umumnya berbentuk butiran pati yang banyak terdapat dalam sel umbi singkong. Kandungan nutrisi tepung tapioka ditampilkan pada Tabel 2. Proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka, menghasilkan produk samping berupa limbah baik berupa padatan maupun cairan. Limbah cair industri tapioka dihasilkan dari pencucian bahan baku sampai pada proses pemisahan pati dari airnya atau proses pengendapan. Padatan sisa pemerasan ketela berupa onggok dan sisa pengendapan tepung tapioka berupa limbah cair. (Riyanti et al., 2010). Tabel 2. Kandungan Nutrisi Pada Tepung Tapioka (Soemarno, 2007) Kandungan Komposisi -------(%)------- Karbohidrat 88,2 Kadar air 9 Lemak 0,5 Protein 1,1 Limbah cair dari industri tepung tapioka mengandung senyawa-senyawa organik tersuspensi seperti protein, lemak, dan karbohidrat yang mudah membusuk serta menimbulkan bau tak sedap maupun senyawa anorganik yang berbahaya seperti CN, nitrit, amonia, dan sebagainya (Riyanti et al., 2010). Komposisi limbah cair tepung tapioka disajikan pada Tabel 3. Limbah cair tepung tapioka mengandung bahan organik yang tinggi, apabila penanganan terhadap

7 limbah cair ini kurang tepat maka akan menghasilkan gas yang dapat mencemari udara. Tabel 3. Komposisi Limbah Cair Tepung Tapioka (Soemarno, 2007) Parameter Kadar Biologycal Oxygen Demand (BOD) 3.000-7.500 (Mg/l) Chemical Oxygen Demand (COD) 7.000 30.000 (Mg/l) Total Volatile Solid (TVS) 1.500 5.000 (Mg/l) ph 5 6,5 Permasalahan pengelolaan limbah cair tepung tapioka tersebut dapat diminimalkan dengan menerapkan pengelolaan limbah yang terpadu (Integrated Solid Waste Management/ISWM), diantaranya waste to energy atau pengolahan limbah menjadi energi (Damanhuri, 2010). 2.5. Mekanisme Pembentukan Biogas Biogas terbentuk dengan cara fermentasi dari pemecahan bahan organik oleh aktivitas mikroorganisme metanogenik dan mikroorganisme asidogenetik dengan kondisi anaerob. Mikroorganisme ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik (Haryati, 2006). Tahapan terbentuknya gas metan adalah hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis, dan metanogenesis. 2.5.1. Hidrolisis Biogas terbentuk diawali dengan proses hidrolisis. Hidrolisis merupakan pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana (Deublein dan Steinhauser, 2008). Senyawa kompleks berupa protein, karbohidrat dan lemak,

8 yang diubah menjadi senyawa sederhana berupa asam amino, glukosa, dan asam lemak oleh bakteri dengan bantuan eksoenzim karena senyawa-senyawa kompleks terlalu besar untuk dapat diserap secara langsung (Yani dan Darwis, 1990). (C 6 H 10 O 5 )n + n H 2 O C 6 H 12 O 6 (Pemecahan selulosa) 2.5.2. Asidogenesis Asidogenesis merupakan tahapan terusan dari hidrolisis, proses asidogenesis merupakan proses penguraian bahan kompleks organik menjadi monomer organik terlarut yang kemudian diurai menjadi asam-asam organik volatile seperti asam asetat (CH 3 COOH), hidrogen (H 2 ), asam propionat, asam butirat, asam laktat, asam valerat, metanol dan karbon dioksida (CO 2 ) oleh bakteri anaerobik (Deublein dan Steinhauser, 2008). C 6 H 12 O 6 + 2 H 2 O 2 CH 3 COOH + 2 CO 2 + 4 H 2 C 6 H 12 O 6 CH 3 CH 2 CH 2 COOH + 2 CO 2 + 2 H 2 C 6 H 12 O 6 + 2H 2 2 CH 3 CH 2 COOH + 2 H 2 O (Pembentukkan VFA) 2.5.3. Asetogenesis Asetogenesis merupakan proses pembentukkan asam asetat dan hidrogen. Bakteri yang berperan dalam proses ini adalah bakteri asetogenik seperti Acetobacterium woodii dan Syntrophobacter wolinii (Weissman, 1991).. CH 3 CH 2 COOH CH 3 COOH + CO 2 + 3H 2. CH 3 CH 2 CH 2 COOH 2 CH 3 COOH + 2H 2. (Pembentukkan asam asetat)

9 2.5.4. Metanogenesis Metanogenesis merupakan proses pembentukan gas metan oleh bakteri Methanobacterium, Methanobacillus, Methanococcus, dan Methanosacaria. Tahapan ini mendekarboksilasi asam asetat dan bersamaan dengan hidrogen (H 2 ), menghasilkan gas metan (CH 4 ) dan karbon dioksida (CO 2 ), dalam proses bakteri metanogenik memerlukan waktu selama 14 hari dengan suhu rataan 25 o C (Sofian, 2008).. CH 3 COOH CH 4 + CO 2 2 H 2 + CO 2 CH 4 + 2 H 2 O (Pembentukkan gas metan) 2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Biogas Faktor-faktor dalam pembentukan gas metan perlu diperhatikan, agar pembentukkan gas metan dalam biogas dapat optimal. Faktor-faktornya yang perlu diperhatikan antara lain mikroorganisme, lingkungan anaerob, senyawa inhibitor, derajat keasaman dan temperature. Produksi biogas sangat tergantung pada lingkungan dan kondisi anaerob ditempat mikroorganisme berkembang biak (Wati dan Rukmasari, 2009). 2.6.1. Mikroorganisme Mikroorganisme memiliki peran penting dalam produktivitas gas metan, apabila kelangsungan hidup mikroorganisme metanogenik tidak terjaga maka produktivitas gas metan yang terbentuk akan rendah. Mikroorganisme pembentuk gas metan antara lain Methanobacterium, Methanobacillus, Methanococcus, dan

10 Methanosacaria (Sofian, 2008). Wati dan Rukmanasari (2009) menyatakan bahwa untuk tumbuh dan perkembangbiakan mikroorganisme maka nutrisi dalam substrat dan suasana ph yang stabil adalah hal yang dibutuhkan. 2.6.2. Lingkungan anaerob Digester harus tetap dijaga dalam keadaan anaerobik (tanpa kontak langsung dengan oksigen (O 2 ). Bakteri metanogenik hanya dapat berkembang biak pada keadaan bebas oksigen (O 2 ) (Wati dan Rukmasari, 2009). Siddharth (2006), menyatakan bahwa proses digestasi anaerobik merupakan proses fermentasi bahan organik oleh aktivitas bakteri anaerob pada kondisi tanpa oksigen dan mengubahnya dari bentuk tersuspensi menjadi terlarut dan biogas. Oksigen (O 2 ) yang memasuki digester menyebabkan penurunan produksi metan, karena bakteri pembentuk gas metan tidak bekerja pada kondisi yang tidak sepenuhnya anaerob. Hal ini diperkuat oleh Sangyoka et al. (2007), bahwa kondisi anaerob adalah kondisi dalam ruangan tertutup (kedap udara) dan tidak memerlukan oksigen. 2.6.3. Senyawa inhibitor Tahapan metanogenesis sangat peka terhadap senyawa inhibitor, salah satunya adalah amonia. Amonia merupakan nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri anaerob, namun pada konsentrasi yang tinggi akan menghambat proses metanogensis (McCarty, 1994). Kayhanian (1999)

11 menyatakan bahwa amonia terbentuk dari degradasi senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen terutama protein dan urea. 2.6.4. Derajat keasaman (ph) Bakteri berkembang dengan baik pada keadaan yang agak asam (ph antara 6,6-7,0) (Wahyuni, 2011). Oleh sebab itu kunci utama dalam kesuksesan kinerja digester dengan derajat keasaman agar tetap pada kisaran 6-7. Proses fermentasi oleh bakteri anaerob pada suasana ph 6-7 (Sofian, 2008). 2.6.5. Temperatur Produktivitas gas metan tergantung dari pertumbuhan bakteri pembentuk gas metan, dan bakteri metanogenik dapat tumbuh dan bekerja pada suhu 25 o C (Sofian, 2008). Darmanto et al. (2012) menyatakan bila temperatur lingkungan berada pada suhu tinggi akan menyebabkan protein dan komponen sel akan mati, demikian pula bila temperatur rendah di bawah batas suhu normal maka transportasi nutrisi dan kehidupan mikroorganisme akan terhenti maka temperatur berperan penting terhadap perombakan anaerob bahan organik menjadi gas.