Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral

dokumen-dokumen yang mirip
Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri

BAB I PENDAHULUAN. Hasil tambang baik mineral maupun batubara merupakan sumber

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Repub

- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL

DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

KEBIJAKAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN HASIL PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN BATUBARA

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel,

Oleh Rangga Prakoso. Batasan Ekspor Mineral Diperlonggar

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

Pemerintah Memastikan Larangan Ekspor Mineral Mentah

ARAH KEBIJAKAN PERTAMBANGAN

ARAH KEBIJAKAN ALOKASI SUMBERDAYA MINERAL & BATUBARA UNTUK KEBUTUHAN BAHAN BAKU SEBAGAI SUBSTITUSI IMPOR

KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

2017, No tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 06 Tahun 2017 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pemberia

POKOK-POKOK PERMENDAG NO. 04/M-DAG/PER/1/2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ketentuan ayat (1) Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 58 TAHUN 1998

Sosialisasi: Peraturan Menteri ESDM No. 48/2017 tentang Pengawasan Pengusahaan di Sektor ESDM (Revisi atas Permen ESDM No.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

Dampak Pembatasan Ekspor Bijih Besi Terhadap Penerimaan Sektor ESDM dan Perekonomian Nasional

Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi.

Jakarta, 15 Desember 2015 YANG SAYA HORMATI ;

Kajian SUPPLY DEMAND MINERAL

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI

Dilema Ancaman PHK dan UU Minerba. Ditulis oleh David Dwiarto Rabu, 08 Januari :27 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 08 Januari :29

Dr. Firman Muntaqo, SH, MHum Dr. Happy Warsito, SH, MSc Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM Irsan Rusmawi, SH, MH

(KOP SURAT PERUSAHAAN)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGIRIMAN KOMODITAS TAMBANG

- 3 - Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

4. Syarat IUP bagi Perseorangan (Perusahaan Firma dan Komanditer), yaitu : a. Surat permohonan; b. Profil Perusahaan;

Bambang Yunianto. SARI

BAB II KETIDAKSESUAIAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN MINERAL DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2014

2017, No Daya Mineral Nomor 05 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam N

Permen ESDM No 11 Tahun 2012

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN ATAU PERJANJIAN DI BIDANG PERTAMBANGAN YANG BERADA DI KAWASAN HUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Berikut penataan regulasi yang disederhanakan/dicabut Jilid II oleh Kementerian ESDM (belum termasuk peraturan lain pada SKK Migas):

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Ditulis oleh David Dwiarto Kamis, 21 Februari :41 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 21 Februari :47

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 1998 TENTANG

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peratur

PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PENJUALAN DAN/ATAU RENCANA PENGIRIMAN HASIL TAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

4*, 44n0300 MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMAKMURAN, PENYELAMATAN SDA UNTUK KESEJAHTERAAN BERSAMA: PRAKTIK BAIK DAN AKSI KOLEKTIF

OBJEK VITAL NASIONAL SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MONITORING DAN EVALUASI ATAS HASIL KOORDINASI DAN SUPERVISI PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PROVINSI BENGKULU, LAMPUNG, DAN BANTEN

Oleh: Hendra Sinadia/Resources

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA [LN 2009/4, TLN 4959]

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN ATAU PERJANJIAN DI BIDANG PERTAMBANGAN YANG BERADA DI KAWASAN HUTAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Orga

KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... 1 LEMBAR PENGESAHAN 2 LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS.. 3 KATA PENGANTAR. 4 ABSTRACK... 7 INTISARI 8 DAFTAR ISI...

PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM

DIY. 3. Dinas 1) 2) 3) 4) B. Permohonan 1)

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

BAB I PENDAHULUAN. bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Tailing yang dihasilkan dari industri pertambangan menjadi perdebatan karena volume

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE ALUMINA REFINERY, ANTAM DAN PLN DI KETAPANG KALIMANTAN BARAT. 2 4 April 2015

SOSIALISASI DAN SEMINAR EITI PERBAIKAN TATA KELOLA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERBA

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang terkandung dalam wilayah hukum. pertambangan Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

MONITORING DAN EVALUASI ATAS HASIL KOORDINASI DAN SUPERVISI PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PROVINSI MALUKU, PAPUA, DAN PAPUA BARAT

PENINGKATAN NILAI TAMBAH MINERAL LOGAM. Sekretariat Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral 2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

Disampaikan pada Sosialisasi dan Koordinasi Bidang Mineral dan Batubara

Dini Hariyanti.

Ditulis oleh David Dwiarto Rabu, 20 November :02 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 20 November :20

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mekanisme Investasi Modal Asing Dalam Pertambangan Nasional

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG

Kontribusi Ekonomi Nasional Industri Ekstraktif *) Sekretariat EITI

Transkripsi:

Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral

LATAR BELAKANG 1. Selama ini beberapa komoditas mineral (a.l. Nikel, bauksit, bijih besi dan pasir besi serta mangan) sebagian besar dijual ke luar negeri dalam bentuk bijih (raw material/ore). 2. Untuk menjamin keberlanjutan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri pada masa yang akan datang, maka mutlak perlu dilakukan pelarangan penjualan mineral ke luar negeri dalam bentuk bijih sesuai amanat UU Minerba. 3. Permen ESDM No. 7/2012 menjadi dasar hukum yang kuat bagi Pemerintah guna mendorong perusahaan melakukan peningkatan nilai tambah pertambangan mineral melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. 4. Perlu dukungan semua pihak pemangku kepentingan untuk mewujudkan peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri sesuai amanah UU No 4/2009.

DASAR HUKUM 1. Pasal 33 UUD 1945: a. Ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara b. Ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat 2. UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara: a. Pasal 95 huruf c Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara b. Pasal 102 Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara c. Pasal 103 ayat (1) Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri d. Pasal 103 ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah sebagaimana dimaksud dalam pasal 102 serta pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah e. Pasal 170 Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan

DASAR HUKUM (LANJUTAN) 3. PP No 23 Tahun 2010, tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara: a. Pasal 84 ayat (1) Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi harus mengutamakan kebutuhan mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri b. pasal 93 ayat (1) Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi mineral wajib melakukan pengolahan dan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah mineral yang diproduksi, baik secara langsung maupun melalui kerja sama dengan perusahaan, pemegang IUP dan IUPK lainnya c. Pasal 95 : (2) Peningkatan nilai tambah mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan melalui kegiatan : a. pengolahan logam; atau b. pemurnian logarn. (3) Peningkatan nilai tambah mineral bukan logarn sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui kegiatan pengolahan mineral bukan logam. (4) Peningkatan nilai tambah batuan sebagahana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan melalui kegiatan pengolahan batuan.

DASAR HUKUM (LANJUTAN) 3. PP No 23 Tahun 2010, tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara: a. Pasal 96 ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peningkatan nilai tambah mineral dan batubara sebagaimana dimaksud dalam pasal 95 diatur dengan Peraturan Menteri b. Pasal 112 angka 4 huruf c Kuasa pertambangan, surat izin pertambangan daerah, dan surat izin pertambangan rakyat, yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhir serta wajib melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara 4. PP No 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No 1/2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu 5. PerMen ESDM No. 34/2009, tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Minerba untuk Kepentingan Dalam Negeri

KONDISI PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN a. Beberapa komoditas mineral telah diolah dan dimurnikan di dalam negeri, diantaranya: Bijih Tembaga telah diproses menjadi konsentrat tembaga (PT. Freeport Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara) yang terutama mengandung tembaga, emas dan perak. Sekitar 30% konsentrat ini diproses di dalam negeri (PT. Smelting Gresik) menjadi katoda tembaga dan produk sampingnya (anoda slime). Bijih Nikel sebagian telah diproses menjadi ferronickel (PT. Aneka Tambang, Tbk) dan nickel matte (PT INCO, Tbk), sebagian masih diekspor dalam bentuk bijih nikel Bijih Emas dan Perak telah seluruhnya diproses menjadi logam emas dan perak (PT Nusa Halmahera Minerals, PT. Antam, PT. Natarang Mining, dll). Bijih Timah telah seluruhnya diproses menjadi logam timah (PT. Kobatin, PT. Timah,dll) b. Beberapa mineral hasil penambangan belum diproses di dalam negeri dan langsung diekspor antara lain: Bijih besi, pasir besi Bauksit Mangan Di sisi lain, Indonesia mengimpor besi sponge/pellet untuk industri baja dalam negeri ( PT Krakatau Steel) dan alumina untuk industri aluminium (PT. Inalum)

POKOK -POKOK SUBSTANSI PERMEN ESDM NO. 7 TAHUN 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral

Tata Cara Peningkatan Nilai Tambah Mineral Mineral Logam Pengolahan Pemurnian Mineral Bukan Logam Pengolahan Batuan

Pengolahan Produk Samping Komoditas Tembaga Timah Timbal dan Seng Pasir Besi Mineral Bukan Logam Produk samping/mineral ikutan Lumpur Anoda (telurium, selenium, bissmuth,dll), Tembaga Telurid Zirkon, Ilmenit, Rutil, Monasit, Xenotim, Terak Emas dan Perak Terak Unsur/mineral logam yang ekonomis Pemegang IUP/IUPK OP dan IUP OP Khusus Pengolahan dan/atau Pemurnian: Tembaga, Timah, Pasir Besi yang memiliki produk samping mineral ikutan yang belum memenuhi batasan minimum pengolahan dan/atau pemurnian wajib diamankan

Pelaksanaan Peningkatan Nilai Tambah IUP OP Sendiri Kerja Sama IUP/IUPK OP lain IUP OP khusus pengolahan dan pemurnian Jual bijih/ konsentrat Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Membangun sarana dan prasarana

Pelaksanaan Peningkatan Nilai Tambah (Lanjutan) Dalam hal pemegang IUP/IUPK Eksplorasi berdasarkan hasil studi kelayakan, tidak ekonomis untuk melakukan pengolahan dan/atau pemurnian atau tidak dapat melakukan kerja sama atau kemitraan, harus berkonsultasi dengan Direktur Jenderal Berdasarkan hasil konsultasi, Direktur Jenderal antara lain dapat menunjuk pemegang IUP/IUPK Operasi Produksi lainnya dan/atau IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian untuk melakukan pengolahan dan/atau pemurnian komoditas tambangnya sepanjang memenuhi spesifikasi sesuai dengan kapasitas fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian

Pelaksanaan Peningkatan Nilai Tambah (Lanjutan) Direktur Jenderal dapat memfasilitasi pemegang IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, dan/atau IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian untuk menampung komoditas tambang dari Pemegang IUP/IUPK Operasi Produksi, IPR, izin sementara pengangkutan dan penjualan, IUP OP untuk penjualan, dan IUP OP khusus untuk pengangkutan dan penjualan yang tidak ekonomis untuk melakukan pengolahan dan/atau pemurnian sendiri sepanjang memenuhi spesifikasi sesuai dengan kapasitas smelting

Kewajiban Pemegang IUP Pemegang IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, dan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian yang melakukan pengolahan bijih, konsentrat, atau produk antara dari pemegang IUP Operasi Produksi lainnya dan/atau IPR berdasarkan kerjasama tidak dikenakan iuran produksi kecuali mineral ikutan yang dimanfaatkan dibayarkan oleh pembeli mineral IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian yang melakukan kerjasama pengolahan dan/atau pemurnian dengan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian lainnya, iuran produksi atas mineral ikutan yang dimanfaatkan dibayarkan oleh pembeli mineral

Kerjasama Untuk Penelitian Dan Pengembangan Pengolahan Dan Pemurnian Pemegang IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, atau IUP operasi khusus pengolahan dan pemurnian dapat melakukan kerja sama dengan: lembaga penelitian dan pengembangan pada Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertambangan mineral dan batubara; lembaga penelitian dan pengembangan independen yang kompeten; perguruan tinggi negeri dan/atau swasta; Penelitian dan pengembangan dalam pengolahan dan pemurnian antara lain meliputi kegiatan: pemecahan masalah dan efisiensi proses; validasi teknologi baru dan belum teruji; penguasaan teknologi, alih teknologi, dan inovasi teknologi; dan/atau Kelayakan tekno-ekonomi Hasil penelitian dan pengembangan dalam pengolahan dan pemurnian dapat dijadikan dasar bagi Menteri untuk melakukan peninjauan kembali batasan minimum pengolahan dan/atau pemurnian mineral

Ketentuan Lain-Lain Pemegang izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan yang akan menjual mineral yang tergali pada tahap kegiatan eksplorasi atau studi kelayakan wajib menjualnya di dalam negeri. Pemegang IUP Operasi Produksi untuk penjualan yang tidak bergerak pada bidang usaha pertambangan yang akan menjual mineral yang tergali wajib menjualnya di dalam negeri

Ketentuan Peralihan Pemegang IUP operasi produksi dan IPR yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dilarang untuk menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini Pemegang IUP/KK Tahapan Jangka waktu Penyesuaian IUP Eksplorasi, KK Studi kelayakan 3 tahun sejak berlakunya permen IUP OP,KK Konstruksi 4 tahun sejak berlakunya permen IUP OP, KK Produksi 5 tahun sejak UU 4/20009 Pemegang IUP dan KK, wajib menyampaikan laporan perkembangan secara berkala untuk dievaluasi Dalam hal tidak dapat melakukan penyesuaian, pemegang IUP dan KK wajib berkonsultasi dengan Direktur Jenderal