ABSTRAK. Kata Kunci: Mycobacteriun tuberculose, Homogenisasi. PENDAHULUAN. penyakit AIDS serta bertambahnya penderita Diabetes Mellitus yang merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

BAB I PANDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Mycobacterium Tuberculosis (MTB) telah. menginfeksi sepertiga pendududk dunia (Depkes RI,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch

Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

Hubungan Pemeriksaan Dahak Dengan Kelainan Radiologis Pada Penderita TBC Paru Dewasa

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

repository.unimus.ac.id

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang umumnya menimbulkan tanda-tanda dan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

I. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

PENUNTUN KETRAMPILAN KLINIS PEWARNAAN BASIL TAHAN ASAM ( BTA ) Acid Fast Staining

ARTIKEL PENELITIAN Akurasi Deteksi Mycobacterium tuberculosis

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk percikan dahak (droplet nuclei) ( Lippincott, 2011). 39 per penduduk atau 250 orang per hari. Secara Global Report

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kuman Myiobakterium Tuberculosis. WHO mencanangkan keadaan darurat

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERIKSAAN BTA ( BAKTERI TAHAN ASAM )

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat secara global. TB Paru menduduki peringkat ke 2 sebagai

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah:

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

S T O P T U B E R K U L O S I S

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

KARAKTERISTIK HASIL UJI BAKTERI TAHAN ASAM (BTA) PADA PASIEN YANG DICURIGAI MENDERITA TUBERKULOSIS (TB) DI RSU SURYA HUSADHA TAHUN 2013 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. oleh Myobakterium Tuberk ulosis, sejenis bakteri berbentuk batang (basil) tahan

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis, sejenis bakteri berbentuk batang (basil) tahan asam

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengisi rongga dada, terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab. yang penting di dunia sehingga pada tahun 1992 World Health

ABSTRAK. Kata Kunci: Tuberkulosis, Mikroskopis Zn, Kultur LJ, Sensitivitas, Spesifisitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Unit. Terbitan : 2014 No. Revisi : Tanggal mulai berlaku 01 Januari 2014 Halaman : 1-7

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

Transkripsi:

PENINGKATAN EFEKTIFITAS PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM TERSANGKA PENDERITA TUBERKULOSIS ( TBC ) PARU DI BALAI PENGOBATAN PEI{YAKIT PARU ( BP4 ) SEMARANG S. Darmawatil, S.Sinto Dewi2 ABSTRAK Trrberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculose. Diagnosis pasti ditegakkan bila detemukan kuman Mycobacterium tuberculose pada pemeriksaan mikroskopis secara langsung atau biakan dahak,. Pemeriksaan sputum dengan mikroskopis secara langsung mempunyai banyak kelemahan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan efektifitas pemeriksaan mikroskopis sputum (pengecatan Ziehl Nelseen ) tersangka penderita tuberkulosis paru dengan perlakuan homogenisasi dibandingkan dengan pemeriksaan secara langsung. Penelitian ini dilakukan dengan tahapan pengumpulan sputum tersangka secara klinis yang ditetapkan oleh dokter terserang tuberculosis paru baik yang telah diobati maupun yang baru, kemudian dilakukan pengecatan sputum secara langsung maupun dengan perlakuan homogenisasi menggunakan NaOH 4% selanjutnya dilakukan pengecakn dengan metode Ziehl Nelseen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: kenaikan jumlah sputum yang dinyatakan positip sebesar l0% dengan perlakuan homogenisasi apabila d ibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopis secara langsung. Kata Kunci: Mycobacteriun tuberculose, Homogenisasi. PENDAHULUAN Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang bersifat persisten dan kronis, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculose. Di Jawa tengah dijumpai 7167 kasus tuberkulosis paru baru pada tahun 2000 dan diperkirakan pada tahun 2001 akan ditemukan 16.262 kasus baru serta akan dijumpai penderita TB baru 4065 setiap tahun sampai dengan tahun 2005. Sehingga pada tahun 2005 diperkirakan akan dijumpai 28.458 penderita TB paru yang tersebar luas di 35 Kabupaten di Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan di BP4 Semarang pada bulan Januari sampai dengan Desember 2000 dijumpai 974 penderita TB paru baru dan 8.955 penderita TB paru lama. Meningkatnya kasus baru tuberkulosis seiring dengan peningkatan penyebaran penyakit HIV dan penyakit AIDS serta bertambahnya penderita Diabetes Mellitus yang merupakan r t{ttp://j urna l. u ni mus.ac.igl

2 pendukung meningkatnya tuberkulosis akibat daya tahan tubuh yang rendah. Pada penderita Imunodefisiensi tingkat kematian karena tuberkulosis sebesar 70-90 %. Tuberkulosis di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena termasuk sepuluh penyakit terbanyak, sebagai penyebab kematian nomor 2 pada semua kelompok usia dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi, padahal pada tahun 1986 merupakan penyebab kematian nomor 4. Sekitar 500.000 kasus baru dan 175.000 orang meninggal setiap tahunnya serta 260.000 kasus tidak terdiagnosis tanpa nrendapat pelayanan yang memadai (Survey Kesehatan Rumah Tatggga,l992). Diagnosis tuberkulosis ditegakkan berdasarkan adanya keluhan, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan penunjang, radiologi, pengecatan sediaan langsung dan kultur. Diagnosis pasti ditegakkan bila ditemukan kuman Mycobacterium tuberkulosis pada pemeriksaan mikroskopis secara langsung atau biakan dahak, sekresi atau jaringan sakit. Identifiksi kuman ini sangat penting untuk pengobatan dan mengetahui status penularan penderita ( Wardle, EN., 1995; Bahar A, 1994 ). Berbagai masalah dihadapi sehingga belum tuntasnya pemberantasan tuberkulosis paru, seperti masalah diagnostik karena sulitnya menemukan Mycobacterium tuberkulosis baik pada pemeriksaan dahak secara larrgsung maupun kultur, di samping pemeriksaan biakan memerlukan waktu yang lama sehingga penderita sering terlambat. Terbatasnya kemampuan pemerintah untuk menangani penyakit TB melalui program penemuan dan pemberantasan kasus BTA positif dengan pengobatan cuma - cuma sehingga banyak kasus TB yang tidak dapat penanganan sebagaimana mestinya ( Croffon j, et all.,1992). Mengingat hal tersebut diatas maka perhatian perlu lebih ditingkatkan untuk penyakit ini baik dalam diagnosis, pengobatan, pencegahan maupun penemuan kasus sedini mungkin. Pemeriksaan sputum dengan mikroskopik langsung mempunyai banyak kelemahan karena harus terkandung minimal 5.000 kuman / cc sputum untuk mendapatkan hasil positip, sehingga hasil negatip belum tentu berarti tidak ada kuman. Pemeriksaan ini merupakan sarana diagnostik yang termudah, tercepat dan termurah. Pemeriksaan sputum langsung atau tanpa pengolahan yang telah banyak dilakukan di Puskesmas - puskesmas tempat pemeriksaan awal penderita, demikian juga di BP4 Semarang. Kelemahan cara ini karena masih banyaknya jaringan, lendir yang akan memperbesar volume sampel, sehingga akan memperkecil kemungkinan untuk dapat mengambil sampel yang mengandung kuman Mycobacterium tubercculosis. Oleh

3 karena itu untuk rnengatasi kelemahan tersebut seria meningkatkan efektifitas pemeriksaan mikroskopis sputum dapat dilakukan pengolahan sputum dengan metode Kubico ( homogenisasi ) yaitu dengan NaOH 4Yo akan mencernakan jaringan sehingga kuman BTA akan dikumpulkan dalam volume yang lebih kecil, serta akan memperbesar kemungkinan untuk dapat mengambil sampel yang mengandung kuman. Di Jawa Tengah khususnya Semarang belum pernah dilakukan penelitian tentang efektifitas pemeriksaan mikroskopis sputum penderita tuberkulosis paru dengan perlakuan homogenisasi, oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan efektifitas pemeriksaan mikroskopis sputum dengan perlakuan homogenisasi pada penderita tersangka tuberkulosis paru dibandingkan dengan pemeriksaan langsung dalam upaya menegakkan diagnosis paru sedini mungkin. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan dengan tahapan pengumpulan sputum tersangka secara klinis yang ditetapkan oleh dokter terserang tuberculose paru baik yang telah diobati mallpun yang baru, kemudian dilakukan pengecatan sputum secara langsung maupun dengan perlakuan homogenisasi menggunakan NaOH 4% selanjutnya dilakukan pengecatan dengan metode Ziehl Nelseen. Hasil dinyatakan positip ( + ) dan negatip ( - ). Positip apabila ditemukan BTA minimal 1 kali dari 3 kali pemeriksaan dan negatip apabila tidak ditemukan kuman BTA dalam 3 kali pemeriksaan berturut - turut. Pengecatan Sputum secara langsung dengan Metode Zihl Nelseen Obyek glass dibersihkan dengan kapas alcohol sampai bebas lemak, kemudian dibuat smear sampai kering angin dan setelah itu difiksasi di atas nyala api spiritus Kemudian di atas smear diberi kertas saring selanjutnya digenangi dengan carbolfuchsin, dan dipanaskan di atas nyala api spiritus selama tiga menit, dipertahankan jangan sampai cat mengering. Kertas saring diambil kemudian dicuci air mengalir, selanjutnya digenangi dengan alcohol asam sampai warna merah menghilang, dicuci air mengalir, selanjutnya digenangi methylen blue selama I menit, dicuci air mengalir, ditunggu kering angin, diamati di bawah mikroskop pada perbesaran 1000 kali dengan bantuan minyak imersi. Positip apabila ditemukan BTA minimal 1 kali dari 3 kali i t

4 pemeriksaan dan negatip apabila tidak ditemukan kuman BTA dalam 3 kali pemeriksaan berturut - turut. Pengecatan Sputum dengan perlakuan Homogenisasi (Metode Kubica) Sputum sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, kemudian ditambah 2 ml larutan NaOH 4yo, dikocok-kocok selama 15 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm. selama 15 menit, supernatant dibuang kemudian filtrate dibuat smear dan siap untuk dilakukan pengecatan dengan metode Ziehl Nelseen. HASIL DAN PEMBAHASAN Sputum dari penderita secara klinis terserang tuberkulose paru yang dicat secara langsung maupun dengan perlakuan homogenisasi menggunakan NaOH 4oh hasilnya dapat dilihat pada table I berikut ini: Tabel l: Hasil Pemeriksaan Mikroskopis Langsung dan Dengan Pengolahan Homogenisasi ( Dengan Pengecatan Ziehl Nelseen ) dari sputum penderita secara klinis terserang tuberkulose paru di BP4 Semarang No Hasil Pemeriksaan Lanssung Homosenisasi Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase (o/"\ (ohl 1. Negatip (-) t7 56,7 t4 46,7 2. Positip 1+; 13 43,3 t6 53,3 Jumlah 30 r00 30 100 Jumlah sputum dari 30 pasien yang dinyatakan negatip dari hasil pemeriksaan secara langsung ada 17 (56,7Yo), dan menunjukkan jumlah yang menurun hingga menjadi 14 (46,7%) setelah dilakukan perlakuan dengan homogenisasi. Penurunan terjadi sampai l0 oh, hal ini menunjukkan bahwa dengan perlakuan homogenisasi menggunakan NaOH 4Yo dapat membantu mencernakkan jaringan sehingga dengan dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm. selama 15 menit kuman BTA (Basil Tahan Asam) akan terkumpul pada volume yang lebih kecil, sehingga akan memperbesar kemungkinan untuk dapatmengambil sample yang mengandung kuman.

5 Peningkatan jumlah sputum yang dinyatakan positip dari 13 pasien (43,3%) menjadi 16 pasien (53,3%) tersangka secara klinis tuberkulosis paru pada pemeriksaan mikroskopis dengan perlakuan homogenisasi sebesar l0%. Tentunya perlakuan homogenisasi pada sputum ini menunjukkan adanya peningkatan efektifitas dalam melakukan pemeriksaan mikroskopis sputum pada penderita tersangka tuberkulosis paru apabila dibandingkan dengan pemeriksaan langsung dalam upaya menegakkan diagnosis paru sedini mungkin. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai peningkatan efektifitas pemeriksaan mikroskopis sputum tersangka penderita tuberculosis (TBC) Paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4) Semarang dapat disimpulkan bahwa: terdapat kenaikan jumlah pasien yang dinyatakan positip sebesar l}yo dengan perlakuan homogenisasi apabila dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopis secara langsung. DAFTAR PUSTAKA Aditama TY.1996. Resistensi Ganda Terhadap Obat Tuberkulosis. J Respi Indo. 1994 Bahar N 1994. Tatalaksana Baru Tuberkulosis Paru. Acta Medica Indonesiana Crofton J, Horne N, Miller F. lgg2. Pumonary Tuberculosis In Adult Clinical Tuberculosis. Hongkong. The Macmillan press LTD. Dewi Muliaty. 1995. Diagnosis Tuberkulosis. Forum Diagnosticum. Prodia Diagnostics Educations Services. Jakarta Koneman, EW.et all.l992. Diagnostics Microbiolory. J.B. Lippincott Company. Margumnegoro H, Suryatenggara W. 1994. Pedoman Praktis Diagnosis Dan Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru. Jakarta. Yayasan Penerbit IDI. Sudijo. 1997. Pengobatan Tuberkulosis Paru Dengan Strategi Baru Rejimen WHO di Kabupaten Sidoharjo, Jawa Timur. Cermin Dunia Kedokteran. Tabrani,R. 1996. Tuberkulosa Paru Dalam : Qlintang S, Ed. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta. Hipokrates. Wardle, EN. 1995. Immunopatholory of Tuberculosis. Medicine digest.