BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur adalah kondisi istirahat alami yang dilakukan oleh semua makhluk hidup, termasuk manusia. Tidur merupakan aktifitas fisiologis yang penting bagi kesehatan dan kesejahteraan tubuh. Tidur memiliki peran dalam memproses memori, fluktuasi hormonal, dan menjaga keseimbangan metabolik. Tidur juga berperan dalam proses pembelajaran dan memiliki pengaruh positif terhadap sistem imun tubuh (Kirsch, 2014). Untuk mencapai fungsi utama tidur, dibutuhkan tidur yang baik, dari segi kualitas maupun kuantitas atau durasinya. Namun dalam dunia yang terus berkembang, manusia dituntut untuk membuat inovasi-inovasi baru, bekerja, dan belajar terus menerus. Orang dewasa menghabiskan waktunya untuk bekerja atau belajar selama kurang lebih 10 jam setiap hari kerja. Padatnya aktivitas membuat berkurangnya waktu istirahat dan memengaruhi kualitas tidur. Menurut National Sleep Foundation (NSF), jutaan orang mengalami kekurangan tidur, sebagai contoh, survei yang diadakan NSF pada periode 1999-2004 1
2 menunjukkan bahwa setidaknya 60 persen orang dewasa Amerika melaporkan memiliki masalah tidur beberapa hari dalam seminggu atau lebih (American Psychological Association, 2005). Data ini didukung oleh beberapa survei lanjutan mengenai tidur di Amerika Serikat. Menurut data dari National Health Interview Survey, hampir 30% dewasa melaporkan rata-rata durasi tidur kurang dari 6 jam dalam satu hari. Survei selanjutnya yang diadakan oleh Behavioral Risk Factor Surveillance System (BRFSS) pada tahun 2008 dan 2009 melaporkan bahwa 35,3% dari 74,571 responden dewasa di 12 negara bagian Amerika Serikat tidur kurang dari 7 jam dalam satu hari (Centers for Disease Control and Prevention, 2015). Kekurangan tidur merugikan manusia. Efek langsung yang akan terjadi adalah kelelahan, sehingga dapat menurunkan performa kerja sehari-hari dan menurunkan motivasi untuk melakukan aktivitas lain seperti olahraga. Kekurangan tidur dapat mengganggu kemampuan kognitif dan status emosi, sehingga dapat menyebabkan berkurangnya konsentrasi, menurunnya kemampuan untuk mengambil keputusan rasional, memengaruhi memori jangka pendek dan jangka panjang secara negatif, dan perubahan
3 suasana hati (moody). Kekurangan tidur juga dapat melemahkan sistem imun karena sel imun yang seharusnya dihasilkan saat tidur terhambat pembentukkannya, sehingga meningkatkan kerentanan seseorang terhadap penyakit dan memperlambat penyembuhan penyakit. Kekurangan tidur juga dapat memengaruhi keseimbangan hormon ghrelin dan leptin, yang dapat meningkatkan nafsu makan dan menyebabkan seseorang cenderung mengonsumsi makanan berlebihan (Pietrangelo, 2014). Jika dibiarkan terus menerus, hal tersebut dapat memengaruhi bentuk tubuh dan berakibat terhadap peningkatan berat tubuh bahkan obesitas, yang dapat diukur dengan indeks massa tubuh (IMT). Beberapa penelitian telah memaparkan hubungan antara kekurangan tidur dan IMT. Penelitian pada 6391 wanita di Iran menunjukkan durasi tidur kurang dari 5 jam per hari meningkatkan nilai IMT dilihat dari peningkatan odds ratio overweight [OR=1.75 (95% CI 1.07-2.85)] (Najafian et al., 2010). Hairston et al. (2010) menyatakan bahwa durasi tidur kurang dari 5 jam juga berhubungan dengan peningkatan IMT (+ 1,8 kg/m 2, P<0,001) pada pasien di bawah 40 tahun. Penelitian cohort oleh Anic et al. (2010) pada 5549 subjek wanita dewasa di Amerika
4 Serikat menunjukkan bahwa efek durasi tidur pendek bahkan lebih kuat pada obesitas ekstrim (adjusted OR IMT 40 kg/m 2 3,12 untuk tidur < 6 jam, CI 1,70-5,75). Kekurangan tidur juga diasumsikan menjadi faktor risiko sindrom metabolik. Beberapa penelitian terhadap laki-laki remaja (Klingenberg et al., 2013) dan dewasa (Schmid et al., 2011) menunjukkan bahwa kekurangan tidur selama beberapa hari mengganggu toleransi glukosa yang disebabkan oleh penurunan sensitivitas insulin. Insensitivitas insulin dapat menjadi awal berkembangnya sindrom metabolik terhadap seseorang. Salah satu prediktor sindrom metabolik adalah obesitas abdominal, yang dapat diukur dengan rasio lingkar pinggangpinggul. Menurut Najafian et al. (2010), durasi tidur kurang dari 5 jam per hari dibandingkan dengan 7 sampai 8 jam per hari meningkatkan odds ratio untuk obesitas abdominal pada subjek di bawah 60 tahun [OR=2.49 (95% CI 1.40-4.43)]. Hasil ini signifikan pada subjek lakilaki [OR=2.64 (95% CI 1.16-6.02)] maupun perempuan [OR=2.38 (95% CI 1.05-5.39)]. Mahasiswa, sebagai individu dewasa muda produktif memiliki kerentanan terhadap kekurangan tidur. Seorang dewasa muda diperkirakan membutuhkan 8 jam tidur setiap
5 harinya (Wehr et al., 1993). Kebanyakan mahasiswa mengalami kekurangan tidur, dengan 70,6% melaporkan durasi tidur kurang dari 8 jam (Lund et al., 2010). Sebuah universitas arsitektur di Midwest melaporkan hanya 4% dari mahasiswanya yang tidur malam setidaknya 7 jam, dengan rata-rata durasi tidur 5,7 jam (Bachman & Bachman, 2006). Kekurangan tidur dapat memengaruhi bentuk tubuh dan menjadi faktor risiko sindrom metabolik, oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk meneliti hubungan kualitas dan durasi tidur terhadap indeks massa tubuh dan rasio lingkar pinggangpinggul pada mahasiswa. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah penelitian yaitu apakah terdapat hubungan antara kualitas dan durasi tidur terhadap indeks massa tubuh dan rasio lingkar pinggang-pinggul pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. C. Tujuan Penelitian Mengetahui hubungan kualitas dan durasi tidur terhadap indeks massa tubuh dan rasio lingkar pinggang-pinggul
6 pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian 1. Association between Sleep Duration and Body Mass Index and Waist Circumference (Najafian et al., 2010). Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara durasi tidur dan indeks obesitas yaitu indeks massa tubuh dan lingkar pinggang pada populasi subjek di Iran. Metode penelitian ini adalah cross sectional. Hasil penelitian ini adalah durasi tidur kurang dari 5 jam per hari dibandingkan dengan 7 sampai 8 jam per hari meningkatkan odds ratio untuk obesitas abdominal pada subjek di bawah 60 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Penelitian ini memiliki persamaan yaitu melihat hubungan antara durasi tidur dengan indeks massa tubuh. Perbedaan penelitian ini adalah subjek penelitian, tidak digunakannya kualitas tidur sebagai variabel bebas, dan penggunaan lingkar pinggang sebagai indikator obesitas sentral. 2. Hubungan Pola Tidur terhadap Asupan Energi dan Obesitas pada Remaja SMP di Kota Yogyakarta (Utami, 2013). Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan pola tidur terhadap asupan energi dan obesitas. Metode
7 yang digunakan adalah case-control. Hasil penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas dan durasi tidur terhadap asupan energi maupun obesitas, namun terdapat hubungan bermakna antara asupan energi dan obesitas. Penelitian ini memiliki persamaan yaitu menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) sebagai instrumen untuk menilai kualitas tidur, dan melihat pengaruhnya terhadap indeks massa tubuh sebagai indikator obesitas. Perbedaan dari penelitian ini adalah metode penelitian, subjek penelitian, dan tidak digunakannya rasio lingkar pinggang-pinggul sebagai variabel terikat. 3. Hubungan Pola Tidur dengan Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010, 2011, dan 2012 (Hasiana, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola tidur dengan indeks massa tubuh pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Metode yang digunakan adalah cross sectional. Hasil penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara pola tidur dengan indeks massa tubuh. Penelitian ini memiliki persamaan yaitu metode penelitian, menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) sebagai instrumen untuk menilai
8 kualitas tidur, dan melihat pengaruhnya terhadap indeks massa tubuh sebagai indikator obesitas. Perbedaan penelitian ini adalah subjek penelitian, dan tidak digunakannya rasio lingkar pinggang-pinggul sebagai variabel terikat. 4. Association Between Body Mass Index and Sleep Duration Assessed by Objective Methods in a Representative Sample of the Adult Population (Moraes et al., 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hubungan antara indeks massa tubuh dan durasi tidur yang diukur dengan Actigraphy (Acti), polysomnography, dan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Metode yang digunakan adalah cross sectional. Hasil penelitian ini adalah durasi tidur, short sleep wave (SWS), dan REM sleep yang lebih pendek berhubungan dengan peningkatan indeks massa tubuh, pengukuran adiposit sentral, dan faktor risiko kardiovaskular ketika diukur dengan metode objektif. Penelitian ini memiliki perbedaan yaitu subjek penelitian, instrumen penilaian durasi tidur, dan instrumen penilaian obesitas sentral.
9 5. Hubungan Durasi Tidur, Asupan Energi, dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Obesitas pada Tenaga Kesehatan Puskesmas di Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh (Ramadhaniah, 2014). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan durasi tidur, asupan energi, dan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada tenaga kesehatan puskesmas di Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh. Metode yang digunakan adalah cross sectional. Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan antara durasi tidur dengan kejadian obesitas, terutama pada durasi tidur yang kurang dengan aktivitas fisik yang kurang aktif. Penelitian ini memiliki persamaan yaitu menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) sebagai instrumen untuk menilai kualitas tidur, dan melihat pengaruhnya terhadap indeks massa tubuh sebagai indikator obesitas. Perbedaan dari penelitian ini adalah subjek penelitian, instrumen pengukuran aktivitas fisik, dan variabel bebas. 6. Sleep Quality and Body Mass Index in College Students: The Role of Sleep Disturbance (Vargas, Flores & Robles, 2014). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola tidur, termasuk durasi dan gangguan tidur, terhadap indeks massa tubuh (IMT). Metode penelitian ini adalah cross sectional. Hasil penelitian
10 ini adalah sepertiga dari subjek memiliki IMT 25 dan 51% diantaranya memiliki kualitas tidur buruk (PSQI > 5), namun hanya gangguan tidur yang berhubungan dengan overweight. Penelitian ini memiliki persamaan yaitu menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) sebagai instrumen untuk menilai kualitas tidur, dan melihat pengaruhnya terhadap indeks massa tubuh sebagai indikator obesitas. Perbedaan penelitian ini adalah subjek penelitian, tidak digunakannya durasi tidur sebagai variabel bebas dan rasio lingkar pinggangpinggul sebagai variabel terikat. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk dunia akademik, mengetahui hubungan antara kualitas dan durasi tidur terhadap indeks massa tubuh dan rasio lingkar pinggang-pinggul pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan sebagai acuan penelitian berikutnya. 2. Untuk peneliti, menambah wawasan dan pengalaman mengenai topik penelitian.
11 3. Untuk mahasiswa sebagai subjek, mengetahui indeks massa tubuh dan rasio lingkar pinggang-pinggul masingmasing.