Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENGARUH MODEL PROPAGASI DAN PERUBAHAN TILT ANTENA TERHADAP COVERAGE AREA SISTEM LONG TERM EVOLUTION MENGGUNAKAN SOFTWARE ATOLL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) 1800 MHz DI WILAYAH MAGELANG MENGGUNAKAN BTS EXISTING OPERATOR XYZ

Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT.


PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)1800 Mhz DI WILAYAH MAGELANG MENGGUNAKAN BTS EXISTING OPERATOR XYZ

ABSTRAK. Kata kunci : LTE-Advanced, signal level, CINR, parameter, dense urban, urban, sub urban, Atoll. ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi MHz di Provinsi Papua Barat

HALAMAN PERNYATAAN. : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN

LAPORAN SKRIPSI ANALISIS DAN OPTIMASI KUALITAS JARINGAN TELKOMSEL 4G LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI AREA PURWOKERTO

ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI WILAYAH KOTA BANDA ACEH DENGAN FRACTIONAL FREQUENCY REUSE SEBAGAI MANAJEMEN INTERFERENSI

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Melakukan upgrading jaringan 2G/3G menuju jaringan Long Term Evolution (LTE) dengan terlebih

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda

Analisis Penataan Sel Untuk Layanan Sistem WCDMA di Area Jalan Tengah I Kerobokan

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN Analisis Hasil Pengukuran di Area Sekitar UMY

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz

ANALISIS RSCP PADA HSDPA DAN HSUPA DI WILAYAH KOTA MALANG

ABSTRACT. : Planning by Capacity, Planning by Coverage, Okumura-Hatta, Software Atoll

Simulasi Perencanaan Site Outdoor Coverage System Jaringan Radio LTE di Kota Bandung Menggunakan Spectrum Frekuensi 700 MHz, 2,1 GHz dan 2,3 GHz

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Udayana 1, 2,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS OPTIMASI COVERAGE JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TDD PADA FREKUENSI 2300 MHZ DI WILAYAH DKI JAKARTA

Setyo Budiyanto 1,Mariesa Aldila 2 1,2

BAB I PENDAHULUAN. Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division

Wireless Communication Systems Modul 9 Manajemen Interferensi Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Universitas Kristen Maranatha

ANALISIS PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION MENGGUNAKAN METODE SOFT FREQUENCY REUSE DI KAWASAN TELKOM UNIVERSITY

Analisis Pengaplikasian MCPA pada Perusahaan Provider GSM di Daerah Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell Identity (PCI) Pada Perancangan Jaringan 4G LTE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK

Pengaruh Penggunaan Skema Pengalokasian Daya Waterfilling Berbasis Algoritma Greedy Terhadap Perubahan Efisiensi Spektral Sistem pada jaringan LTE

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

ABSTRACT. Keywords : LTE, planning capacity, Planning Coverage, Average Signal Level

Wireless Communication Systems. Faculty of Electrical Engineering Bandung Modul 14 - Perencanaan Jaringan Seluler

DAFTAR SINGKATAN. xiv

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan LTE (Long Term Evolution). LTE merupakan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN I-1

Gambar 1 1 Alokasi Penataan Ulang Frekuensi 1800 MHz[1]

I. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut

Analisis Jaringan LTE Pada Frekuensi 700 MHz Dan 1800 MHz Area Kabupaten Bekasi Dengan Pendekatan Tekno Ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G. Penerbit Telekomunikasikoe

ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI JARINGAN UPLINK 4G-LTE DENGAN METODE INNERLOOP POWER CONTROL DI PT TELKOMSEL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

PERANCANGAN CAKUPAN AREA LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI DAERAH BANYUMAS

EVALUASI EFISIENSI PERANGKAT BASE STATION MENGGUNAKAN DRIVE TEST PADA ANTENA SINGLE-BAND DAN MULTI-BAND

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.2 Agustus 2015 Page 3145

Radio Resource Management dalam Multihop Cellular Network dengan menerapkan Resource Reuse Partition menuju teknologi LTE Advanced

ANALISIS PENINGKATAN KINERJA SOFT HANDOFF TIGA BTS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROPAGASI OKUMURA

PERCOBAAN 1 PERENCANAAN SELULER

Radio Propagation. 2

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis

Estimasi Luas Coverage Area dan Jumlah Sel 3G pada Teknologi WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) BERDASARKAN PARAMETER JARAK E Node-B TERHADAP MOBILE STATION DI BALIKPAPAN

Optimasi BTS Untuk Peningkatan Kualitas Jaringan CDMA 2000

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya dunia teknologi telekomunikasi dan informasi sejalan dengan kebutuhan akan kecepatan dan

Perencanaan Jaringan LTE TDD (Time Division Duplex) 2300 MHz di Kota Pekanbaru

BAB IV ANALISA HASIL SIMULASI

BAB I PENDAHULUAN. masalah, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan penelitian.

ANALISIS MODEL PROPAGASI PATH LOSS SEMI- DETERMINISTIK UNTUK APLIKASI TRIPLE BAND DI DAERAH URBAN METROPOLITAN CENTRE

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

ANALISIS PENYEBAB BLOCKING CALL DAN DROPPED CALL PADA HARI RAYA IDUL FITRI 2012 TERHADAP UNJUK KERJA CDMA X

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan informasi dan komunikasi terus

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang)

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TIME DIVISION DUPLEX (TDD) 2300 MHz DI SEMARANG TAHUN

Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Menggunakan Model Propagasi Cost 231 Hata di Kota Sabang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TESIS PERENCANAAN PENEMPATAN E-NODE B 4G LTE 1800 MHZ PADA BTS EXISTING DI KOTA DENPASAR MENGGUNAKAN METODE FUZZY C-MEANS DAN HARMONY SEARCH

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TIME DIVISION DUPLEX (TDD) 2300 MHz DI SEMARANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH FREQUENCY SELECTIVITY PADA SINGLE CARRIER FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) Endah Budi Purnomowati, Rudy Yuwono, Muthia Rahma 1

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi peningkatan jumlah pengguna jaringan GSM (Global System for

Analisis Simulasi Vertical Handover dari LTE ke Wi-Fi n pada Layanan Video Streaming

Modul 4 Introduction to atoll

Transkripsi:

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll Putra, T.G.A.S. 1, Sudiarta, P.K. 2, Diafari, I.G.A.K. 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Udayana Email: tjok.aris@gmail.com 1, sudiarta@unud.ac.id 2, igakdiafari@yahoo.com 3 Abstrak Performansi jaringan komunikasi seluler sistem LTE dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktornya adalah coverage area dari Base Transceiver Station. Jauh dekatnya coverage area ini dipengaruhi oleh power transmitter, frekuensi, spesifikasi perangkat, dan sudut kemiringan (tilt) antena. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu perhitungan dan simulasi menggunakan software Atoll untuk menentukan coverage area yang dihasilkan pada frekuensi 900 MHz dengan model propagasi Okumura-Hatta dan ITU-R P.529, dan frekuensi 1800 MHz dengan model propagasi Cost-231 Hatta dan Standard Propagation Model, serta mengubah tilt antena hingga 10º untuk mengetahui perubahan jarak jangkauannya. Hasil yang didapatkan adalah pada frekuensi 900 MHz model propagasi Okumura-Hatta menghasilkan jarak jangkauan yang lebih jauh dibandingkan dengan model propagasi ITU-R P.529, dan pada frekuensi 1800 MHz Standard Propagation Model menghasilkan jarak jangkauan yang lebih jauh jika dibandingkan dengan Cost-231 Hatta. Dengan menambah sudut kemiringan (tilt) antena,maka jarak jangkauan yang dihasilkan semakin kecil. Dengan perubahan sudut 10º jarak jangkauan pada frekuensi 900 MHz dan 1800 MHz berkurang sebesar 3,491 km dan 1,606 km. Simulasi perencanaan yang dilakukan di Kota Semarang memerlukan 15 site untuk mendapatkan coverage area yang menyeluruh dengan sistem jaringan LTE 900 MHz. Kata Kunci: Coverage area, model propagasi, tilt antena, Long Term Evolution, Atoll 1. PENDAHULUAN Performansi jaringan komunikasi seluler dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktor tersebut adalah coverage area dari Base Transceiver Station (BTS). Jauh dekatnya coverage area ini dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti power transmitter, frekuensi, spesifikasi perangkat, dan sudut kemiringan antena [1]. Menggunakan teknologi Long Term Evolution (LTE) yang merupakan teknologi seluler terbaru yang memiliki kecepatan akses tinggi. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan pengaruh model propagasi, perubahan frekuensi, dan perubahan tilt antena terhadap coverage area yang dihasilkan, serta melakukan perencanaan cell pada suatu wilayah untuk mendapatkan coverage area menyeluruh. Penelitian terhadap pengaruh model propagasi dan frekuensi ini dilakukan karena terdapat model propagasi yang secara karakteristik perhitungannya sama misalnya ditinjau dari rentang frekuensi yang digunakan, sehingga dapat dilihat perubahan coverage area yang terjadi. Penelitian mengenai pengaruh perubahan tilt antena bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengurangan jarak jangkauan antena pada setiap penambahan sudut sebesar 1º. Pengurangan jarak jangkauan pada antena dengan cara menambah tilt antena dilakukan pada tahap optimasi untuk menghindari overlapping pada masing-masing sektor antena. Penelitian berikutnya adalah membuat perencanaan site untuk mendapatkan coverage area menyeluruh pada suatu wilayah. Setiap daerah memiliki kontur wilayah yang berbeda-beda sehingga jika hanya menggunakan perhitungan saja hasil yang didapatkan tidak optimal, maka dibuatlah simulasi perencanaan menggunakan peta wilayah yang berkontur sehingga saat melakukan perencanaan dapat terlihat wilayah yang memiliki ketinggian yang berbeda dan seluruhnya dapat tercakupi oleh sistem jaringan seluler yang direncanakan. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu perhitungan dan simulasi menggunakan software Atoll untuk menentukan coverage area yang dihasilkan pada frekuensi 900 MHz dengan model propagasi Okumura- Hatta dan ITU-R P.529, dan frekuensi 1800 MHz dengan model propagasi Cost-231 Hatta dan Standard Propagation Model, serta mengubah tilt antena hingga 10º untuk mengetahui perubahan jarak jangkauannya. Penelitian ini dibuat dengan mengembangkan penelitian yang pernah dilakukan mengenai perbandingan model propagasi Surya Putra, T.G.A., Sudiarta, P.K., Diafari, I.G.A.K 46

E-Journal SPEKTRUM Vol. 2, No. 4 Desember 2015 secara perhitungan, perencanaan perhitungan tilt antena, dan penelitian mengenai perencanaan coverage jaringan LTE pada suatu wilayah. Pengembangan yang dibuat pada penelitian ini adalah membuat simulasi menggunakan software Atoll dengan mengambil topik penelitian sebelumnya yaitu perbandingan pengaruh model propagasi, tilt antena, dan perencanaan coverage jaringan dimana hasil perbandingan yang dilakukan digunakan untuk membuat simulasi perencanaan sistem LTE pada suatu wilayah. 2. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka pada penelitian ini mengacu kepada beberapa literatur yang terkait dengan penelitian yang dilakukan. Teori yang diambil berupa teori teknologi LTE, MAPL, model-model propagasi, tilt antena, dan Atoll. 2.1 Teknologi Long Term Evolution LTE atau Long Term Evolution merupakan generasi teknologi seluler keempat yang dikembangkan oleh 3GPP (3 rd Generation Partnership Project) yang merupakan teknologi lanjutan dari UMTS (Universal Mobile Telephone Standard). Organisasi 3GPP memutuskan kriteria teknologi LTE sebagai berikut [2]. 1. Kecepatan data puncak downlink mencapai 100 Mbps saat pengguna bergerak cepat dan 1 Gbps saat bergerak pelan atau diam. Sementara untuk uplink kecepatan data puncak mencapai 50 Mbps 2. Delay sistem berkurang hingga 10 ms 3. Efisiensi spektrum meningkat hingga empat kali lipat dari teknologi 3.5 G High Speed Packet Access (HSPA) 4. Migrasi sistem yang hemat biaya dari HSPA ke LTE 5. Meningkatkan layanan broadcast 6. Bandwidth yang fleksibel mulai dari 1,4 MHz,3 MHz, 5 MHz, 10 MHz, 15 MHz, hingga 20 MHz 7. Dapat bekerja di berbagai spektrum frekuensi. 8. Dapat bekerjasama dengan sistem 3GPP maupun sistem non 3GPP. LTE memiliki kecepatan downlink 100 Mbps dan downlink 50 Mbps dengan teknologi akses yang digunakan adalah Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) pada arah downlink dan Single Carrier Frequency Division Multiplex (SC-FDMA) pada arah uplink, yang digabungkan dengan penggunaan Multiple Input Multiple Output (MIMO). 2.2 Maximum Allowable Path Loss (MAPL) Maximum Allowable Path Loss adalah nilai maksimum dari perhitungan redaman propagasi dari perangkat enodeb dan mobile station. Nilai perhitungan MAPL ini dibagi menjadi dua yaitu untuk MAPL arah uplink dan downlink. Nilai uplink digunakan untuk menentukan nilai maksimum redaman propagasi dari mobile station ke enodeb, dan nilai downlink merupakan nilai maksimum redaman propagasi dari enodeb ke mobile station agar tetap dapat melayani keperluan dari komunikasi untuk seluruh user dalam suatu cakupan daerah[3]. 2.3 Model Propagasi Okumura-Hatta Model propagasi Okumura-Hata digunakan untuk mengetahui radius sel pada wilayah urban dan sub urban. Range frekuensi yang digunakan adalah 150 hingga 1500 MHz. Persamaan untuk menghitung redaman propagasi di daerah urban yakni sebagai berikut [4]. L u = 69,55 + 26,16 log f 13,83 log h b + a(h m ) + (44,9 6,55 log h b ) log d...(1) Persamaan tersebut digunakan untuk kondisi berikut. 150 fr 1500 MHz 30 h b 200 m 1 dr 20 km a(h m ) adalah faktor koreksi antenna mobile yang nilainya adalah sebagai berikut. a(h m ) = 3,2 (log 11,75 h m ) 2 4,97 db...(2) L u = Path loss rata-rata (db) f = frekuensi ( MHz) h b = tinggi antena Base Station (m) h m = tinggi antena Mobile Station (m) d = jarak antara MS dan BS (km) 2.3 Model Propagasi Cost-231 Hatta Model propagasi COST 231 Hatta digunakan untuk mengetahui radius sel pada wilayah urban. Range frekuensi yang digunakan adalah 1500-2000 MHz. Adapun persamaan untuk menghitung redaman propagasi di daerah urban adalah sebagai berikut [4]. L u = 46,3 + 33,9 log f 13,82 log h b + a(h m ) + (44,9 6,55 log h b ) log d + C m (3) Persamaan tersebut digunakan untuk kondisi berikut. Surya Putra, T.G.A., Sudiarta, P.K., Diafari, I.G.A.K 47

E-Journal SPEKTRUM Vol. 2, No. 4 Desember 2015 1500 fr 2000 MHz 30 h b R 200 m 1m h m 10 m 1 dr 20 km C m = 3 db (daerah urban) a(h m ) adalah faktor koreksi antena mobile yang nilainya sebagai berikut. a(h m ) = 3,2 (log 11,75 h m ) 2 4,97 db... (4) 2.4 Model Propagasi ITU-R P.529 Model propagasi ITU-R P.529 merupakan modifikasi dari model propagasi Hatta yang bertujuan untuk memperbaiki berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh model Hatta. Model propagasi ITU-R P.529 bekerja pada rentang frekuensi 150-1500 MHz, Adapun persamaan untuk menghitung propagasi di daerah urban adalah sebagai berikut [5]. L u = 69,82 + 7,37 log f + 13,82 log h b a(h m ) + (44,9 6,55 log h b ) log d (5) a(h m ) = (1,1 log f 0,7) h m 1,56 log f 0,8...(6) 2.5 Standard Propagation Model Standard propagation model merupakan model propagasi yang didasarkan dari model propagasi Okumura-Hatta yang mendukung frekuensi yang lebih tinggi dari 1500 MHz. Standard propagation model didasari oleh persamaan 7 [6]. L u = K 1 + K 2 log d + K 3 log H Txeff + K 4 + K 5 (log d)(log H Txeff ) + K 6 H Rxeff + K clutter...(7) K merupakan konstanta yang digunakan pada Standard Propagation Model dengan keterangan seperti berikut. K 1 = Frekuensi konstan (db) K 2 = Jarak redaman konstan d = jarak antara transmitter dan receiver K 3, K 4 = Koefisien koreksi dari tinggi mobile station K 5, K 6 = koefisien koreksi dari tinggi antenna base station K clutter = koefisien koreksi dari redaman clutter H Txeff R = tinggi efektif dari transmitter pada base station H Rxeff = dan receiver pada mobile station Nilai dari parameter K dapat dilihat pada Tabel 1 berikut Tabel 1 K-Parameter Untuk Wilayah Asia K Dense Urban Sub- Rural Highways Values Urban Urban K 1 68,02 69,02 69,02 57,02 78,02 K 2 48 45,9 44,9 48 40,1 K 3 34,9 34,9 34,9 34,9 34,9 K 4 8,2 8,2 8,2 8,2 8,2 K 5-6,55-6,55-6,55-6,55-6,55 K 6 0 0 0 0 0 K clutter 5 5 5 5 5 2.6 Tilting Antena Tilt antena merupakan besar sudut kemiringan pada antena dengan satuan derajat, semakin besar sudutnya maka posisi antena akan semakin turun/menunduk. Proses mengubah tilt antena dinakamakan tilting antena. Tilting antena merupakan tahapan optimasi yang dapat langsung dilakukan setelah mengadakan drive test. Tilting antena bertujuan untuk menambah jangkauan yang dapat dijangkau oleh antena. Tilting terbagi menjadi dua yaitu mechanical tilting dan electrical tilting [7]. 1. Mechanical tilting adalah mengubah azimuth antenna dan tingkat kemiringan antena secara fisik. Dampak yang d- ihasilkan oleh mechanical tilting adalah berubahnya luas coverage area secara keseluruhan. 2. Electrical tilting adalah kegiatan mengubah daya pancar antenna dengan cara mengatur parameter kelistrikan pada antena. Berbeda dengan mechanical tilting, perubahan pada electrical tilt hanya akan berdampak pada ukuran main lobe yang dipancarkan oleh antenna. 2.7 Software Radio Planning Atoll Atoll merupakan sebuah software radio planning yang menyediakan satu set alat dan fitur yang komperhensif dan terpadu yang memungkinkan user untuk membuat suatu proyek perencanaan microwave ataupun perencanaan radio dalam satu aplikasi. Beberapa prediksi study dari cakupan area dapat dikonfigurasikan sesuai kehendak perancang [8]. Study yang disuguhkan diantaranya. 1. Coverage by signal level : Menghitung area yang tertutupi oleh level sinyal dari tiap cell. 2. Coverage by C/(I+N) level (DL) : Menghitung area yang tertutupi oleh SINR downlink. SINR adalah perbandingan antara kuat sinyal dengan kuat interferensi ditambah noise yang dipancarkan oleh cell. 3. Coverage by C/(I+N) level (UL) : Menghitung area yang tertutupi oleh SINR uplink. Surya Putra, T.G.A., Sudiarta, P.K., Diafari, I.G.A.K 48

4. Coverage by throughput (DL) : Menghitung area yang tertutupi oleh throughput downlink. 5. Coverage by throughput (UL) : Menghitung area yang tertutupi oleh throughput uplink. 3. METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan perhitungan dan simulasi menggunakan software Atoll untuk menentukan coverage area yang dihasilkan pada frekuensi 900 MHz untuk model propagasi Okumura-Hatta dan ITU-R P.529, dan frekuensi 1800 MHz untuk model propagasi Cost-231 Hatta dan Standard Propagation Model, serta pada sudut kemiringan yang berbeda. Data spesifikasi antena yang digunakan adalah spesifikasi standar LTE yang direkomendasikan oleh 3GPP. Untuk lebih jelasnya, flowchart penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. Mulai Studi Literatur 1. Mengidentifikasi parameter antena 2. Menentukan model propagasi 3. Mempersiapkan software radio planning Atoll 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pengaruh model propagasi dan perubahan tilt antena terhadap coverage area dilakukan dengan perhitungan dan simulasi menggunakan Atoll. Data yang digunakan adalah spesifikasi standar sistem LTE yang direkomendasikan 3GPP dengan menggunakan power transmitter berbeda dari 30 43 dbm. Perhitungan dan simulasi redaman model propagasi dilakukan pada frekuensi 900 MHz dengan model propagasi Okumura-Hatta dan ITU-R P.529, dan frekuensi 1800 MHz dengan model propagasi Cost-231 Hatta dan Standard Propagation Model untuk mendapatkan jarak jangkauan antena dari masingmasing frekuensi dan model propagasi. Hasil perhitungan dan simulasi untuk masingmasing frekuensi dan model propagasi dibandingkan berdasarkan frekuensi yang sama untuk model propagasi yang berbeda, serta frekuensi dan model propagasi yang berbeda. 4.1 Pengaruh Perubahan Model Propagasi Terhadap Jarak Jangkauan Antena Perhitungan dan simulasi yang dilakukan untuk frekuensi 900 MHz dan 1800 MHz pada masing-masing model propagasi dan power transmitter didapatkan hasil seperti Gambar 2 dan Gambar 3 berikut. Menghitung jarak jangkauan pada masing-masing model propagasi Membuat simulasi jarak jangkauan pada masing-masing model propagasi Menganalisa hasil perhitungan dan simulasi jarak jangkauan antena Membuat simulasi pengaruh perubahan tilt antena terhadap jarak pancar antena Menganalisa hasil simulasi perubahan tilt antena terhadap jarak jangkauan antena Membuat simulasi perencanaan sistem LTE Menganalisa hasil simulasi perencanaan sistem LTE Seles Gambar 1. Flowchart Penelitian Gambar 2. Grafik Perbandingan Jarak Jangkauan Antena pada Frekuensi 900 MHz Gambar 2 merupakan grafik perbandingan jarak jangkauan antena pada frekuensi 900 MHz dari hasil perhitungan dan simulasi. Model propagasi Okumura-Hatta menghasilkan jarak jangkauan yang lebih jauh jika dibandingkan dengan model propagasi ITU-R P.529 baik secara perhitungan maupun simulasi. Dengan power maximum 43 dbm secara perhitungan dan simulasi model propagasi Okumura-Hatta menghasilkan jarak jangkauan sebesar 5,69 km dan 5,828 km, sedangkan model propagasi ITU-R P.529 menghasilkan jarak jangkauan sebesar 4,57 km dan 4,671 km. Surya Putra, T.G.A., Sudiarta, P.K., Diafari, I.G.A.K 49

Gambar 3. Grafik Perbandingan Jarak Jangkauan Antena pada Frekuensi 1800 MHz Gambar 3 merupakan grafik perbandingan jarak jangkauan antena pada frekuensi 1800 MHz dari hasil perhitungan dan simulasi. Model propagasi Standard Propagation Model menghasilkan jarak jangkauan yang lebih jauh jika dibandingkan dengan model propagasi Cost-231 Hatta baik secara perhitungan maupun simulasi. Dengan power maximum 43 dbm secara perhitungan dan simulasi model propagasi Standard Propagation Model menghasilkan jarak jangkauan sebesar 2,57 km dan 2,74 km, sedangkan model propagasi Cost- 231 Hatta menghasilkan jarak jangkauan sebesar 1,6 km dan 1,744 km. Gambar 2 dan Gambar 3 menunjukkan, setiap model propagasi mendapatkan hasil jarak jangkauan yang berbeda walaupun menggunakan frekuensi dan spesifikasi perangkat yang sama. Perbedaan ini disebabkan karena persamaan yang digunakan dalam perhitungan model propagasi yang berbeda. Seperti pada model propagasi Okumura-Hatta dengan ITU-R P.529 meskipun menggunakan parameter yang sama dalam perhitungan seperti frekuensi, tinggi antena base station, dan tinggi mobile station tetapi variabel yang digunakan yang berbeda serta penggunaan tanda hitung yang berbeda seperti yang terlihat pada Persamaan 1 dan 5. 4.2 Pengaruh Perubahan Tilt Antena Terhadap Jarak Jangkauan Antena Pengaruh perubahan tilt antena terhadap jarak jangkauan dilakukan dengan simulasi. Simulasi dilakukan pada frekuensi 900 MHz dan 1800 MHz, model propagasi yang digunakan adalah Okumura-Hatta untuk frekuensi 900 MHz dan Standard Propaation Model untuk frekuensi 1800 MHz. Tilt antena yang digunakan adalah 0º sampai 10º. Simulasi yang dilakukan pada masingmasing frekuensi didapat hasil seperti pada Gambar 4. Gambar 4. Grafik Perbandingan Jarak Jangkauan Antena Berdasarkan Perubahan Tilt Antena Gambar 4 merupakan grafik perbandingan jarak jangkauan antena berdasarkan perubahan tilt antena pada frekuensi 900 MHz dan 1800 MHz. Pada frekuensi 900 MHz dengan tilt 0º jarak jangkauannya sebesar 5,828 km dan dengan tilt 10º jarak jangkauannya sebesar 2,337 km. Pada frekuensi 1800 MHz dengin tilt 0º jarak jangkauannya sebesar 2,74 km dan dengan tilt 10º jarak jangkauannya sebesar 1,134 km. Tilt antenna berpengaruh terhadap jarak jangkauan antena, dimana dengan semakin besar tilt antena maka posisi antena akan semakin menunduk sehingga mengakibatkan jarak jangkauan antena yang semakin kecil. Pada tiap-tiap perubahan sudut mengalami perubahan jarak yang tidak konstan, artinya setiap satu derajat perubahan sudut untuk sudut 1º, 2º, 3º, hingga 10º terjadi perubahan jarak yang tidak sama, ini berlaku di kedua frekuensi yang diujikan. Secara keseluruhan dengan perubahan sudut 10º jarak jangkauan pada frekuensi 900 MHz dan 1800 MHz berkurang sebesar 3,491 km dan 1,606 km. 4.3 Simulasi Perencanaan Sistem LTE Simulasi jarak jangkauan berdasarkan model propagasi, frekuensi, dan sudut kemiringan antena yang sudah dilakukan merupakan simulasi dalam kondisi ideal dimana tidak memperhitungkan kontur wilayah perencanaannya. Untuk simulasi perencanaan sistem LTE akan dilakukan dengan memperhitungkan kontur wilayah dengan mengambil wilayah perencanaan pada Kota Semarang. Perencanaan yang dibuat adalah perencanaan sistem LTE 900 MHz dengan model propagasi Okumura-Hatta untuk mendapatkan coverage menyeluruh pada wilayah Kota Semarang. Luas coverage area untuk satu site berdasarkan hasil simulasi coverage area pada frekuensi 900 MHz dengan model Surya Putra, T.G.A., Sudiarta, P.K., Diafari, I.G.A.K 50

propagasi Okumura-Hatta adalah sebesar 88,309 km. Dengan luas coverage area sebesar 88, 309 km maka diperlukan 5 site untuk dapat mencakupi seluruh wilayah Kota Semarang. Hasil tersebut merupakan hasil perhitungan tanpa memperhitungkan kontur ketinggian pada wilayah tersebut. Kota Semarang memiliki kontur ketinggian wilayah yang berbedabeda sehingga dapat mempengaruhi coverage area yang dihasilkan. Maka dari itu perlu dilakukan lagi simulasi untuk mendapatkan hasil pemetaan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam realisasinya. Hasil simulasi perencanaan yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6 berikut perhitungan dan simulasi. Hasil perhitungan hanya memerlukan 5 site sedangkan hasil simulasi memerlukan 15 site untuk mencakupi seluruh wilayah kota Semarang. Hal ini disebabkan kondisi kontur kota Semarang tidak diperhitungkan saat melakukan perhitungan sedangkan dalam melakukan simulasi, kontur wilayah diperhitungkan karena menggunakan peta wilayah yang memiliki kontur ketinggian. Perbedaan ketinggian wilayah akan berpengaruh terhadap coverage area yang dihasilkan, dimana jika pada wilayah dengan kontur yang rata coverage area akan mencakupi wilayah secara maksimum seperti pada Gambar 7 berikut Gambar 5. Hasil Perhitungan Coverage Pada Atoll Gambar 5 merupakan hasil perencanaan yang ditampilkan pada software Atoll. Gambar 7. Hasil Coverage Area pada Daerah yang Landai Gambar 7 merupakan hasil perencanaan pada wilayah dengan permukaan yang landai. Dapat dilihat pada gambar 7 bahwa coverage area pada tingkat ketinggian yang sama akan mendapatkan hasil yang merata pada tiap-tiap sektor. Sementara hasil coverage untuk daerah yang memiliki tingkat ketinggian yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 8 berikut. Gambar 6. Hasil Perencanaan Pada Google Earth Gambar 6 merupakan hasil perencanaan yang sudah dikonversi dan ditampilkan pada aplikasi Google Earth. Pada Gambar 5 dan Gambar 6 terlihat bahwa kota Semarang telah tercakupi oleh jaringan yang direncanakan. Untuk mendapatkan coverage menyeluruh pada kota Semarang dibutuhkan 15 site tiga sektor dengan jari-jari cell dan spesifikasi yang mengacu pada analisis yang telah dilakukan sebelumnya. Terdapat perbedaan hasil jumlah site yang digunakan jika dilakukan secara Gambar 8. Hasil Coverage Area pada Daerah dengan Ketinggian Berbeda Gambar 8 merupakan hasil perencaan pada wilayah yang memiliki ketinggian yang berbeda. Dapat dilihat pada Gambar 8 bahwa pada daerah dengan tingkat ketinggian yang berbeda coverage yang dihasilkan dari masing-masing sektor akan berbeda tergantung dari kontur di sekitarnya. Dengan kondisi seperti ini maka diperlukan lebih Surya Putra, T.G.A., Sudiarta, P.K., Diafari, I.G.A.K 51

banyak site untuk menutupi wilayah yang tidak terjangkau akibat adanya penghalang karena kontur ketinggian. Hal inilah yang menyebabkan site yang diperlukan untuk mencakupi seluruh wilayah menjadi lebih banyak jika dibandingkan dengan perhitungan secara teoritis saja yang mengabaikan kontur wilayah. Jadi dari perencanaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kontur wilayah saat melakukan perencanaan akan berpengaruh terhadap coverage area yang dihasilkan. Hasil perencanaan yang dilakukan, Kota Semarang telah tercakupi seluruhnya dengan jaringan yang diinginkan. Walaupun masih terdapat beberapa blank spot dikarenakan Kota Semarang merupakan kota yang memiliki ketinggian wilayah yang berbeda-beda, tetapi wilayah tersebut merupakan wilayah hutan dan perbukitan yang sifatnya tidak urgent untuk mendapat coverage jaringan seluler. Selain itu untuk memastikan wilayah tersebut dikategorikan blank spot atau tidak, maka perlu dilakukan pengukuran langsung dilapangan setelah melakukan realisasi perencanaan. 5. SIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Pada frekuensi 900 MHz model propagasi Okumura-Hatta menghasilkan jarak jangkauan yang lebih jauh dibandingkan dengan model propagasi ITU-R P.529, dan pada frekuensi 1800 MHz Standard Propagation Model menghasilkan jarak jangkauan yang lebih jauh jika dibandingkan dengan Cost-231 Hatta. 2. Perubahan sudut kemiringan antena berpengaruh terhadap jarak jangkauan yang dihasilkan, dimana semakin besar tilt antena maka jarak jangkauan yang dihasilkan akan semakin kecil. Dengan perubahan sudut 10º jarak jangkauan pada frekuensi 900 MHz dan 1800 MHz berkurang sebesar 3,491 km dan 1,606 km. 3. Simulasi perencanaan yang dilakukan di Kota Semarang memerlukan 15 site untuk mendapatkan coverage area yang menyeluruh dengan sistem jaringan LTE 900 MHz. [2] Hikmaturokhman, A., Wardhana, L. 2014. 4G Handbook. Jakarta Selatan: www.nulisbuku.com. [3] Dewi, K.L.K. 2014. Perencanaan Coverage Pada Sistem Long Term Evolution 700 Mhz di Kota Denpasar (tugas akhir). Denpasar : Universitas Udayana [4] Primadasa, I.G.P.B. 2014. Perencanaan Coverage Jaringan LTE 1900 MHz Di Wilayah Kota Denpasar Dengan Memperhitungkan Offered Bit Quantity (OBQ) (tugas akhir). Denpasar : Universitas Udayana [5] Spectrum Planning Team. 2001. Investigation of Modified Hata Propagation Models (spectrum planning report). Radiofrequency Planning Group Australian Communications Authority [6] Rani, M.S., Behara, S., Suresh, K. 2012. Comparison of Standard Propagation Model (SPM) and Stanford University Interim (SUI) Radio Propagation Models for Long Term Evolution (LTE). India : Department of ECE, Chaitanya Engineering College Visakhapatnam. [7] Kautsar, F.A. 2009. Optimasi Pelayanan Jaringan Berdasarkan Drive Test. (tugas akhir). Jakarta: Universitas Indonesia. [8] Fauzi, M.R., Sukiswo. 2014. Perencanaan Jaringan Lte (Long Term Evolution) Menggunakan Software Radio Planning (Atoll) (tugas akhir). Semarang : Universitas Diponegoro. 6. DAFTAR PUSTAKA [1] Purba, B.D., Santoso, I., Christyono, Y. 2008. Simulasi Prediksi Cakupan Antena pada BTS (tugas akhir). Semarang : Universitas Diponegoro Surya Putra, T.G.A., Sudiarta, P.K., Diafari, I.G.A.K 52