BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. suatu kondisi dimana pembuluh darah secara terus-menerus mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease atau penderita tidak

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan darah adalah tenaga pada dinding pembuluh darah arteri saat

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data WHO

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. dimana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah normal. The Seventh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. cerebrovascular disease (CVD) yang membutuhkan pertolongan dan penanganan

BAB 1 PENDAHULUAN. serius karena termasuk peringkat kelima penyebab kematian di dunia.sekitar 2,8 juta

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan gejala terlebih dahulu dan ditemukan secara kebetulan saat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Depkes (2008), jumlah penderita stroke pada usia tahun berada di

BAB I PENDAHULUAN. abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus

BAB I PENDAHULUAN. menular (noncommunicable diseases). Terjadinya transisi epidemiologi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. menular juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih muda. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. normal yang ditunjukkan oleh angka bagian atas (systolic) dan angka

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah hipertensi. Hipertensi adalah keadaan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini kesehatan semakin menjadi perhatian luas diseluruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah kesehatan utama di

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tekanan darah tinggi menduduki peringkat pertama diikuti oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menghadapi masalah kesehatan yang kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara sekitar dari jumlah penduduk setiap tahunnya.gastritis

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB 1 PENDAHULUAN. transisi epidemiologi. Secara garis besar proses transisi epidemiologi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara

BAB I PENDAHULUAN. sistolic dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmhg (Baradero, Dayrit &

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya angka harapan hidup penduduk Indonesia (BPS, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

PENDAHULUAN. Pola penyakit yang ada di Indonesia saat ini telah. mengalami pergeseran atau sedang dalam masa transisi

FAKTOR-FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI PENGUNJUNG PUSKESMAS MANAHAN DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya tekanan darah arteri lebih dari normal. Tekanan darah sistolik

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BARA-BARAYA MAKASSAR HERIANI

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia mengalami transisi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi yang biasa disebut sebagai silent

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang ke orang. PTM mempunyai durasi yang panjang dan umumnya berkembang lambat. PTM saat ini menyebabkan hampir 2 per 3 dari semua kematian di seluruh dunia. Pada abad ke-21 ini, diperkirakan terjadi peningkatan insidensi dan prevalensi PTM secara cepat, yang merupakan tantangan utama masalah kesehatan di masa yang akan datang. WHO memperkirakan, pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia (WHO, 2013). Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini adalah hipertensi. Hipertensi disebut sebagai the silent killer atau pembunuh diam-diam karena umumnya terjadi tanpa tanda dan gejala, sehingga penderita tidak mengetahui jika dirinya terkena hipertensi. Hasil penelitian mengungkapkan sebanyak 76,1% tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi (Kemenkes RI, 2013a). Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah (Anand et al., 2014; Redwine et al., 2012; Wang et al., 2014; Xi et al., 2012). Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa laki-laki Universitas Harvard yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara peningkatan tekanan darah dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler (Gray et al., 2011). Hipertensi sering tidak menunjukkan gejala, sehingga baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung atau stroke. Ada beberapa faktor risiko hipertensi yang tidak dapat diubah, seperti riwayat keluarga, umur, jenis kelamin, dan etnis. Akan tetapi, fakta yang sering terjadi justru faktor-faktor di luar yang menjadi pemicu terbesar terjadinya hipertensi dengan komplikasi stroke dan serangan jantung, seperti obesitas, nutrisi, dan stres (Kurniadi & Nurrahmani, 2014). Hipertensi merupakan salah satu penyakit mematikan di dunia (Russel, 2011). Menurut catatan WHO tahun 2011, ada 1 miliar orang di dunia menderita hipertensi, dan 2 per 3 di antaranya berada di negara berkembang yang berpenghasilan rendah dan sedang. Prevalensi hipertensi diperkirakan akan terus 1

2 meningkat, dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% atau 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia menderita hipertensi (Kemenkes RI, 2013a). Data American Heart Association tahun 2013 menunjukkan sebanyak 77,9 juta atau 1 dari 3 orang dewasa di Amerika Serikat menderita hipertensi (AHA, 2013). Hipertensi yang diderita di kawasan Asia Tenggara, menyerang Thailand sebesar 17% dari total penduduk, Vietnam 34,6%, Singapura 24,9%, Malaysia 29,9%, dan Indonesia memiliki angka yang cukup tinggi, yaitu 15%. Dari 230 juta penduduk Indonesia, hampir 35 juta terkena hipertensi (Susilo & Wulandari, 2011). Prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara mengalami kenaikan dari 7,6% tahun 2007 menjadi 9,5% tahun 2013. Prevalensi hipertensi yang tertinggi berdasarkan wawancara pada tahun 2013 ialah di Provinsi Sulawesi Utara (15,2%), kemudian disusul Provinsi Kalimantan Selatan (13,3%), dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) (12,9%), sedangkan prevalensi hipertensi yang didapat melalui pengukuran pada umur 18 tahun mengalami penurunan dari 31,7% tahun 2007 menjadi 25,8% tahun 2013. Prevalensi hipertensi di DIY juga mengalami penurunan dari 35,8% tahun 2007 menjadi 25,7% tahun 2013 (Kemenkes RI, 2014). Hipertensi merupakan salah satu dari 10 besar penyakit yang didiagnosis pada pasien rawat jalan di puskesmas dan rumah sakit sesuai dengan laporan sistem survailans terpadu. Hal ini menarik bahwa pada banyak kasus kunjungan, penyakit hipertensi telah menjadi penyakit paling dominan kedua bagi kelompok keluarga di DIY, setelah penyakit ISPA (Dinkes DIY, 2013). Menurut Obarzanek et al. (2010), hipertensi yang terjadi pada orang dewasa berakar pada masa kanak-kanak. Hipertensi umumnya dianggap sebagai masalah kesehatan pada orang dewasa, namun pada kenyataannya remaja pun dapat mengalami kondisi ini. Hipertensi yang paling banyak dijumpai pada remaja adalah hipertensi esensial (Yoon et al., 2014). Hipertensi esensial disebut juga hipertensi primer, yaitu tidak memberikan gejala (asimtomatik) dan diduga ada keterlibatan faktor keluarga dengan riwayat hipertensi atau penyakit kardiovaskuler. Rabaity & Sulchan (2012) menyatakan bahwa remaja merupakan individu yang sedang berada pada masa perubahan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial. Penelitian di Amerika menemukan sebanyak 1% remaja memiliki tekanan darah di atas persentil ke-95 berdasarkan usia, jenis kelamin, dan tinggi badan.

3 Hal ini didukung juga peneltian Babinska et al. (2012) di Kanada, sebanyak 109 pasien dengan usia obesitas primer 7-18 tahun mengalami hipertensi sebanyak (3%). Hasil penelitian yang dilakukan Bin & Junbo (2014) menemukan remaja usia 11-17 tahun, mengalami prahipertensi sebesar 18% (14,2% perempuan dan 22,1% laki-laki), hipertensi stadium I sebesar 8,3% (8,2% perempuan dan 8,3% laki-laki), dan hipertensi stadium II sebesar 1,3%(1,3% perempuan dan 1,3% lakilaki) pada 4 sekolah di Shanghai. Menurut hasil laporan Riskesdas tahun 2013, prevalensi hipertensi pada remaja usia 15-17 tahun, menurut Joint National Committee (JNC) VII 2003 didapatkan prevalensi nasional sebesar 5,3% (laki-laki 6,0% dan perempuan 4,7%) (Kemenkes RI, 2013b). Hal ini menunjukkan angka yang lebih besar dari hasil penelitian sebelumnya (sekitar 1%-5%) (Anyaegbu & Dharnidharka, 2015; Chiolero et al., 2007; Din-Dzietham et al., 2007). Pergeseran pola makan yang terjadi di kota-kota besar, dari pola makan tradisional ke pola makan barat, menimbulkan ketidakseimbangan konsumsi gizi, yang merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit degeneratif seperti hipertensi dan masalah kesehatan lain (Widyarsana et al., 2014). Hal ini didukung oleh pernyataan Obarzanek et al. (2010) bahwa pola makan diketahui sebagai salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi pada remaja. Pola makan yang sehat menjadi kunci penting dalam kesehatan tekanan darah remaja. Ada perubahan pola makan/konsumsi remaja yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, tinggi lemak dan kolesterol tetapi rendah serat, terutama makanan siap saji, yang berdampak meningkatkan risiko obesitas (Brown et al., 2015; Saing, 2005; Saraswati & Rachmadi, 2010). Hasil penelitian tentang perilaku makan dan kejadian obesitas anak di sekolah dasar negeri favorit Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukkan subjek yang mempunyai perilaku makan sehat mempunyai peluang 8,3 kali lebih besar untuk terhindar dari terjadinya obesitas (Supiati, 2011). Prevalensi kejadian hipertensi dengan tingkat obesitas tinggi pada remaja mempunyai risiko 5,6 kali dapat meningkat di masa depan. Obesitas pada remaja disebabkan oleh berbagai faktor antara lain : faktor genetika, faktor lingkungan, faktor psikologi, dan faktor fisiologi (Riyadi, 2013). Selain faktor pola makan, ada faktor risiko lain yang dapat menyebabkan hipertensi. Faktor risiko tersebut adalah gaya hidup, seperti aktivitas fisik. Aktivitas

4 fisik juga berhubungan dengan kejadian hipertensi. Hal ini diketahui berdasarkan penelitian bahwa aktivitas fisik yang rendah merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi obesitik pada remaja awal. Pada penelitian tersebut, aktivitas fisik mempunyai risiko sebesar 3,5 kali untuk menjadi hipertensi obesitik pada remaja awal (Rabaity & Sulchan, 2012). Gaya hidup lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi adalah kebiasaan merokok. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sulastri & Sidhi (2011), diketahui bahwa hipertensi pada siswa merokok sebesar 33.3%, lebih tinggi dibandingkan dengan pada siswa yang tidak merokok sebesar 8.7%. Hasil uji statistik menyimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara merokok dengan kejadian hipertensi. Biasanya, remaja mulai merokok karena pengaruh dari teman untuk tampak lebih gagah dan dorongan tambahan dapat berasal dari orangtua dan media massa. Selain aktivitas fisik dan kebiasaan merokok, ada faktor gaya hidup lain yang berkaitan dengan hipertensi, yaitu stres. Penelitian yang dilakukan oleh Bansal et al. (2012) menunjukkan hasil bahwa stres memiliki hubungan dengan hipertensi, responden yang mengalami stres memiliki peluang yang lebih besar menderita hipertensi jika dibandingkan dengan responden yang tidak mengalami stres. Hasil penelitian yang dilakukan peneliti sebelumnya, menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara gaya hidup dengan kejadian hipertensi dengan OR = 9,6, artinya orang yang mempunyai gaya hidup yang tidak sehat mempunyai risiko 9,6 kali akan mengalami penyakit hipertensi dibandingkan dengan orang yang gaya hidupnya sehat (Susanti, 2012). Penelitian tersebut menemukan bahwa responden pada waktu mudanya (remaja) kurang memperhatikan gaya hidupnya seperti mempunyai kebiasaan merokok, olahraga kurang teratur, kebiasaan minum kopi dan minum alkohol yang dapat merugikan kesehatan serta sering mengalami stres karena banyaknya masalah yang dihadapi dalam hidupnya. Perbaikan pola hidup ke arah pola hidup sehat dipengaruhi oleh adanya kemauan, kemampuan, kesempatan, pemahaman dan persepsi positif. Memasuki masa remaja, ada banyak faktor yang mempengaruhi persepsi individu terhadap penyesuaian sosialnya (Pattinasarany, 2004). Penelitian Nelwetis (2009) membuktikan bahwa persepsi pada orang dewasa terhadap keseriusan dan

5 hambatan terhadap faktor risiko hipertensi mempengaruhi kesediaan seseorang dalam melakukan tindakan preventif. Menurut Marliany (2010), persepsi merupakan pemahaman individu terhadap berbagai stimulus yang datang dari luar, menghubungkan dengan pengalaman masa lalu melalui penggunaan daya pikir dan daya tafsir. Daya pikir dan daya tafsir berada dalam otak yang akan merespon dengan membuat suatu kesimpulan. Persepsi akan timbul, baik positif atau negatif, setelah melalui proses kognitif. Walgito (2004) menyatakan bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah individu itu sendiri yang juga dipengaruhi oleh sistem fisiologis dan psikologis. Sistem psikologis antara lain adalah pengalaman, motivasi, kerangka dalam berpikir serta perasaan, sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah stimulus dan lingkungan atau situasi. Persepsi dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap suatu objek dan situasi lingkungannya. Sementara, perilaku seseorang juga dipengaruhi persepsinya terhadap sesuatu, baik benda maupun peristiwa. Salah satu teori klasik yang dikembangkan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah Health Belief Model (HBM) yang mencoba menjelaskan sebab akibat kegagalan individu dalam menjalani program pencegahan penyakit. Selain itu, HBM sering digunakan untuk menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (preventive health behaviour) (Bartholomew et al., 2011; Carpenter, 2010; Davies & Macdowall, 2006; Renuka & Pushpanjali, 2014). Model tersebut terdiri atas 5 variabel yang mempengaruhi perilaku pencegahan berupa kerentanan yang dirasakan, keseriusan yang dirasakan, manfaat yang dirasakan, hambatan yang dirasakan dan efikasi diri yang dirasakan (Glanz et al., 2008) Persepsi remaja tentang hipertensi dalam hubungannya dengan perilaku pencegahan hipertensi menjadi salah satu hal yang mempengaruhi terjadinya hipertensi. Perilaku pencegahan hipertensi sangat diperlukan, khususnya pada remaja, dalam membentuk gaya hidup sehat untuk dapat menurunkan atau menghindari terjadinya prevalensi hipertensi dan komplikasinya pada kehidupan dewasa di masa mendatang. Gaya hidup yang sehat termasuk menjaga pola makan, pengontrolan berat badan, melakukan aktivitas fisik, tidak merokok, konsumsi buah-buahan dan sayuran, tidak minum minuman beralkohol serta menghindari stres.

6 Masa remaja menjadi kunci sukses dalam memasuki tahapan kehidupan selanjutnya. Masa SMA merupakan usia remaja karena berada pada usia antara 15 sampai 18 tahun. Masa tersebut merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa yang cenderung lebih suka mencoba hal-hal baru yang belum pernah dilakukan, sehingga pola hidup siswa SMA menarik untuk diamati. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian mengenai persepsi remaja tentang hipertensi dalam hubungannya dengan perilaku pencegahan hipertensi di SMA Kota Yogyakarta perlu untuk dilakukan. B. Perumusan Masal Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ada hubungan antara persepsi remaja tentang hipertensi dengan perilaku pencegahan hipertensi di SMA Kota Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui persepsi remaja tentang hipertensi dalam hubungannya dengan perilaku pencegahan hipertensi di SMA Kota Yogyakarta. 2. Tujuan khusus a. Mendeskripsikan proporsi berat badan lebih remaja sebagai salah satu faktor risiko hipertensi. b. Mendeskripsikan persepsi remaja tentang hipertensi. c. Mendeskripsikan perilaku pencegahan hipertensi oleh remaja. d. Mengetahui hubungan antara persepsi remaja tentang kerentanan hipertensi dan perilaku pencegahan hipertensi. e. Mengetahui hubungan antara persepsi remaja tentang keseriusan hipertensi dan perilaku pencegahan hipertensi. f. Mengetahui hubungan antara persepsi remaja tentang manfaat pencegahan hipertensi dan perilaku pencegahan hipertensi. g. Mengetahui hubungan antara persepsi remaja tentang hambatan pencegahan hipertensi dan perilaku pencegahan hipertensi. h. Mengetahui hubungan antara persepsi remaja tentang efikasi diri pencegahan hipertensi dan perilaku pencegahan hipertensi. i. Mengetahui faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku pencegahan risiko hipertensi.

7 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hipertensi merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang cukup berat sehingga perlu dicegah kejadiannya dengan tepat. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang perilaku pencegahan hipertensi pada remaja. 2. Manfaat praktis a. Bagi peneliti Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan menjadikan pengalaman yang nyata dalam melakukan penelitian secara baik dan benar, terutama tentang pelaksanaan pencegahan hipertensi pada remaja. b. Bagi pelayanan kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada bidang pelayanan kesehatan mengenai gambaran tentang pencegahan hipertensi pada remaja, sehingga bagi pelayanan kesehatan dapat menjadi perantara untuk memberikan pengetahuan kepada remaja atau pengembangan strategi pencegahan hipertensi atau kardiovaskuler lainnya yang dimulai dari dini atau usia remaja. c. Bagi responden Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada remaja tentang pentingnya mengetahui faktor risiko remaja terhadap kesehatan dan melakukan pencegahan hipertensi untuk menjaga kesehatan, baik di masa sekarang atau untuk masa mendatang. d. Bagi dunia pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi guna menambah referensi tentang risiko remaja terhadap kejadian penyakit hipertensi. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran literatur yang dilakukan, ditemukan beberapa penelitian relevan terkait dengan penelitian tentang hipertensi dan pengaruhnya terhadap remaja. Namun, dengan judul, lingkup, sasaran, konsep,

8 metode, dan kerangka teori penelitian yang berbeda. Penelitian-penelitian tersebut antara lain : 1. Anand et al. (2014) melakukan penelitian berjudul Hypertension and Its Correlates Among School Adolescents in Delhi dengan tujuan untuk menentukan prevalensi hipertensi di kalangan remaja sekolah perkotaan dan korelasinya dengan pengukuran antropometri. Metode yang digunakan adalah studi cross sectional yang dilakukan di sebuah sekolah di Central Delhi. Pada penelitian tersebut ditemukan anak laki-laki lebih gemuk dibandingkan dengan anak perempuan. Ada 5 siswa yang ditemukan memiliki hipertensi sistolik, sedangkan 17 siswa ditemukan memiliki hipertensi diastolik, sementara 13 siswa berapa di tahap sistolik prahipertensi dan 82 siswa berada di tahap diastolik prahipertensi. Indeks massa tubuh (IMT) dan umur ditemukan merupakan prediktor independen untuk hipertensi sistolik. Siswa yang mengalami prahipertensi berpotensi menjadi hipertensi. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan ini adalah rancangan penelitian dan subjek penelitian, sedangkan perbedaannya pada tujuan penelitian dan lokasi penelitian. 2. Redwine et al. (2012) melakukan penelitian yang berjudul Development of Hypertension in Adolescents with Pre-Hypertension. Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan cox proportional yang bertujuan untuk mengevaluasi risiko dalam mengembangkan insiden hipertensi pada remaja dengan prahipertensi. Hasil penelitiannya adalah peningkatan tekanan darah meningkatkan risiko untuk pengembangan hipertensi selama masa remaja. Strategi yang efektif diperlukan untuk mencegah hipertensi pada remaja. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah subjek penelitiannya remaja, sedangkan perbedaannya pada tujuan penelitian, rancangan penelitian dan lokasi penelitian. 3. Kumboyono, et al. (2011) melakukan penelitian berjudul Hubungan Persepsi Keparahan Penyakit dengan Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Hipertensi di Poliklinik Jantung Rumah Sakit Umum Daerah dr. Saiful Anwar Malang. Penelitian tersebut menggunakandesain cross sectional. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar pasien hipertensi memiliki persepsi dalam kategori parah dan kepatuhan minum obat sebagian besar berada dalam kategori sedang, serta adanya hubungan yang signifikan antara

9 persepsi keparahan penyakit dengan kepatuhan minum obat. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah rancangan penelitian, sedangkan perbedaannya terletak pada variabel bebas yang hanya meneliti persepsi keparahan saja sementara dalam penelitian ini semua komponen persepsi HBM diteliti, tujuan penelitian, subjek penelitian, dan lokasi penelitian. 4. Nelwetis (2009) melakukan penelitian yang berjudul Faktor Demografi dan Persepsi terhadap Risiko Hipertensi Kaitannya dengan Perilaku Pencegahannya pada Penderita Obesitas di Kota Padang. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor demografi dan persepsi terhadap risiko hipertensi dengan perilaku pencegahan pada penderita obesitas di Kota Padang, Sumatera Barat. Metode penelitian tersebut adalah observasional dengan rancangan cross sectional dengan teknik simple random sampling. Sampel penelitian berjumlah 96 orang, yaitu penderita obesitas yang berumur 20-50 tahun. Hasil dari penelitian tersebut adalah persepsi hambatan untuk mencegah risiko merupakan faktor yangpaling dominan berhubungan dengan perilaku pencegahan risiko hipertensi pada penderita obesitas di Kota Padang. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah ruang lingkup dan rancangan penelitian, sedangkan perbedaannya pada variabel penelitian, subjek penelitian dan lokasi penelitian. Perbedaan penelitian-penelitian tersebut dengan yang dilakukan peneliti adalah variabel independen mengenai persepsi remaja tentang hipertensi dalam hubungannya dengan perilaku pencegahan penyakit hipertensi, dan lokasi penelitian yang berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya di SMA Kota Yogyakarta.