BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna terletak kurang lebih 100 M 2 dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Nuangan terletak di Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow. a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tutuyan

BAB II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. Mongondow Utara. Secara geografis kecamatan Bintauna berada pada 125 0

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Nuangan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 30 Mei sampai 2 Juni 2012.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango. Wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone terdiri dari 9

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal april tahun Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah melaksanakan kegiatan klinik sanitasi,

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan. kepada orang lain (Adnani & Mahastuti, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tikupon. b) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tomini

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan menurut UU No. 23 Tahun 1992 adalah keadaan sejahtera dari

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia, menurut WHO 9 (sembilan) juta orang penduduk dunia setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis menular dan menahun yang

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan,

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB II KAJIAN PUSTAKA. paru,tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya. Kuman Mycobacterium

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan

HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT COMMON COLD PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMALATE KOTA GORONTALO TAHUN 2012

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS SIMPANG KIRI KOTA SUBULUSSALAM TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit

HUBUNGAN KONDISI RUMAH SEHAT DENGAN FREKUENSI SESAK PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK

KARAKTERISTIK KONDISI RUMAH PENDERITA KUSTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TURIKALE DAN MANDAI KABUPATEN MAROS

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM. Pulau Untung Jawa berada pada posisi ,21 Lintang Selatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dan untuk mengenang jasanya bakteri ini diberi nama baksil Koch,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Barat). Luas wilayah Kecamatan Kabila sebesar 193,45 km 2 atau sebesar. desa Dutohe Barat dan Desa Poowo.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Analisis Situasi

HUBUNGAN VENTILASI, LANTAI, DINDING, DAN ATAP DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI BLANG MUKO

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Syarat Rumah Sehat secara deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian.

KESEHATAN DAN SANITASI LINGKUNGAN TIM PEMBEKALAN KKN UNDIKSHA 2018

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL. Kelurahan Gandaria Selatan, Puskesmas Kelurahan Cipete Selatan, Puskesmas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing adalah Kelurahan Dembe I, Kecamatan Tilango Kab.

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

BAB III METODE PENELITIAN

BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA KEPUTUSAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 133 TAHUN 2012

BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA KEPUTUSAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 232 TAHUN 2012

Summery ABSTRAK. Kata kunci : Malaria, Lingkungan Fisik Kepustakaan 16 ( )

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Lokasi kelurahan Kampung Sawah. beberapa keterangan penduduk kampung sawah yang berdomisili di Bandar

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

OLEH: IMA PUSPITA NIM:

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP. TB Paru

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2016

III. KEADAAN UMUM LOKASI

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Tabumela Kecamatan Tilango

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta,

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DIWILAYAH PUSKESMAS YOSOMULYO KOTA METRO TAHUN 2014 ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM. Tabel 13 Letak geografis Jakarta Pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGEMPLAK BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan

BAB III METODE PENELITIAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. Kecamatan Bantul berada di Ibukota Kabupaten Bantul. Kecamatan Bantul

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control.

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

ANALISIS KEPADATAN PENGHUNI, LUAS LANTAI DAN LUAS VENTILASI TERHADAP SUHU DAN KELEMBABAN DI RUMAH KOS PUTRI KAJOR, NOGOTIRTO, GAMPING, SLEMAN, DIY

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB 5 HASIL. Universitas Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN. Variable bebas

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

Transkripsi:

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Geografis BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna terletak kurang lebih 100 M 2 dari jalan trans sulawesi. Wilayah Puskesmas Bintauna terdiri dari 14 desa, 1 Kelurahan. Secara geografis Kecamatan Bintauna sebagian besar merupakan dataran rendah dengan banyak persawahan sedangkan sisanya terdiri dari pegunungan. Puskesmas Bintauna terletak di desa Talaga Kecamatan Bintauna dengan batas-batas wilayah sebagai berikut. 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sangkub. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bolangitang Timur. Dari 14 desa dan 1 kelurahan yang ada, seluruhnya dapat di jangkau dengan kenderaan roda dua dan roda empat. 4.1.2 Luas Wilayah Luas wilayah Puskesmas Bintauna adalah 349,07 KM 2 terdiri dari 14 Desa 1 Kelurahan. Desa-desa yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Bintauna antara lain : Desa Bintauna Pantai, Desa Minanga, Desa Kopi, Desa Bunia, Desa Batulintik, Kelurahan Bintauna, Desa Pimpi, Desa Talaga, Desa Voa a, Desa Padang, Desa Padang Barat, Desa Kuhanga, Desa Bunong, Desa Mome, Desa Huntuk. 31

4.1.3 Iklim Iklim di Kecamatan Bintauna terdiri dari dua yaitu musim hujan dan musim kemarau, musim hujan terjadi pada sekitar bulan Mei-Juni dan musim kemarau terjadi sekitar bulan September dan Oktober. Perubahan iklim ini adakalanya bervariasi kadang terjadi curah hujan yang tinggi sehingga dapat mengakibatkan banjir. Dari perubahan iklim ini dapat memberikan dampak pada angka morbiditas atau kesakitan seperti tingginya penyakit diare, ispa, dan malaria. Pada musim kemarau yang panjang biasa berdampak pada daerah pertanian yang terkadang tidak memberikan hasil yang baik bagi para petani, sehinga banyak para petani yang pendapatannya rendah. hal ini dapat berimbas terhadap status kesehatan masyarakat itu sendiri. 4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Analisis Univariat Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan berupa analisis univariate, maka hasil penelitian tentang Gambaran Sanitasi Lingkungan Rumah pada Penderita Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Bintauna Tahun 2012 adalah sebagai berikut : 32

4.2.1.1 Distribusi Responden Menurut Umur Penderita Kusta Tabel 4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna Umur (Tahun) 5-14 8 28 15-24 3 10 25-34 4 14 35-44 4 14 45-54 9 31 55-64 1 3 29 100 Dari tabel 4.1 menunjukan bahwa distribusi responden menurut kelompok umur yang terbanyak adalah umur 45-54 tahun yaitu sebanyak 9 atau (31%), sedangkan kelompok umur yang jumlahnya sedikit yaitu >55 tahun sebesar 1 atau 3%. Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa distribusi sampel menurut jenis kelamin yang terendah adalah laki-laki sebesar 13 atau 45% dan perempuan sebesar 16 atau 55%. 33

4.2.1.3 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Penderita Kusta Tabel 4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna Jenis Kelamin Laki-laki 13 45 Perempuan 16 55 29 100 4.2.1.3 Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan Penderita Kusta Tabel 4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna Jenis Pekerjaan Siswa 9 31 IRT 7 25 Petani 2 6 Tidak Bekerja 11 38 29 100 34

Dari tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa distribusi responden menurut pekerjaan yang paling banyak adalah Tidak bekerja sebanyak 11 orang atau 38% dan yang paling sedikit adalah Petani sebanyak 2 orang atau 6%. Berdasarkan distribusi tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa sampel terbanyak terdapat di desa Bunia yaitu sebanyak 8 sampel atau 28 %, dan yang terendah berasal dari desa Kopi dan Talaga yaitu sebanyak 1 orang atau 3%. 4.2.1.4 Distribusi Responden Menurut Tempat Tinggal Penderita Kusta Tabel 4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Tempat Tinggal Menurut tempat tinggal (Desa) Bintauna Pantai 2 7 Minanga 3 10 Kopi 1 3 Bunia 8 28 Huntuk 3 10 Mome 4 15 Talaga 1 3 Voa a 2 7 Padang Barat 3 10 35

Kuhanga 2 7 29 100 4.2.1.5 Distribusi Responden Menurut Type Rumah Penderita Kusta Tabel 4.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Type Rumah Type Rumah Permanen 7 24 Semi Permanen 5 17 Non Permanen 17 59 29 100 Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa distribusi sampel menurut type rumah yang terbanyak adalah non permanen sebesar 17 atau 59% dan yang terendah adalah semi permanen sebesar 5 atau 17%. 4.2.1.6 Distribusi Variabel Berdasarkan Kepadatan Hunian Tabel 4.6 Distribusi Variabel Berdasarkan Kepadatan Penghuni Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Kepadatan hunian 36

Rumah Tidak Padat 0 0 Padat 29 100 29 100 Berdasarkan distribusi tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa kepadatan hunian semua rumah penderita terbilang padat yaitu sebesar 100%. 4.2.1.7 Distribusi Variabel Berdasarkan Pencahayaan Alami Tabel 4.7 Distribusi Variabel Berdasarkan pencahayaan Rumah Pencahayaan Rumah Cahaya Masuk 10 34 Cahaya Tidak Masuk 19 66 29 100 Berdasarkan Tabel 4.7 bahwa dari hasil analisis didapatkan pencahayaan yang memenuhi syarat sebanyak 10 atau 34 %, dan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 19 atau 66%. 37

Berdasarkan Tabel 4.8 bahwa dari hasil analisis didapatkan Ventilasi yang memenuhi syarat sebanyak 5 atau 17 %, dan ventilasi yang tidak memenuhi syarat sebanyak 24 atau 83%. 4.2.1.8 Distribusi Variabel Berdasarkan Ventilasi Tabel 4.8 Distribusi Variabel Berdasarkan Ventilasi Rumah Ventilasi Rumah Memenuhi Syarat 5 17 Tidak Memenuhi Syarat 24 83 29 100 Berdasarkan Tabel 4.9 bahwa dari hasil analisis didapatkan Suhu yang memenuhi syarat sebanyak 2 atau 7 %, dan Suhu yang tidak memenuhi syarat sebanyak 27 atau 93%. 4.2.1.9 Distribusi Variabel Berdasarkan Suhu Tabel 4.9 Distribusi Variabel Berdasarkan Suhu Kamar 38

Suhu Memenuhi Syarat 2 7 Tidak Memenuhi Syarat 27 93 29 100 4.2.1.10 Distribusi Variabel Berdasarkan Kelembaban Tabel 4.10 Distribusi Variabel Berdasarkan Kelembaban Kelembaban Memenuhi Syarat 0 0 Tidak Memenuhi Syarat 29 100 29 100 Dari hasil analisis didapatkan bahwa Kelembaban yang memenuhi syarat sebanyak 0 atau 0 %, dan yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebanyak 29 atau 100%. 4.2.1.11 Distribusi Variabel Kepadatan Hunian Berdasarkan Pada Penderita Kusta 39

Penderita Kusta Kusta Type PB 17 59 Kusta Type MB 12 41 29 100 Berdasarkan Tabel 4.11 bahwa dari hasil analisis didapatkan Penderita Kusta yang lebih banyak Penderita Kusta Type PB sebesar 17 atau 59 %, dan Penderita Kusta Type MB sebesar 12 atau 41%. Berdasarkan tabel 4.12 terlihat bahwa jumlah Penderita Kusta baik Type PB maupun Type MB pada kepadatan hunian yang tidak padat (0%). Sedangkan jumlah penderita kusta Type PB Pada kepadatan hunian yang padat sebesar 58,6% lebih banyak dibandingkan jumlah penderita kusta Type MB pada kepadatan hunian yang padat sebesar 41.4%. 4.2.1.12 Distribusi Variabel Berdasarkan Kepadatan Hunian Pada Penderita Kusta Tabel 4.12 Distribusi Variabel Berdasarkan Kepadatan Hunian Penderita Kusta Penderita Kusta Kepadatan Type PB Type MB 40

Hunian N % Tidak Padat 0 0 0 0 0 0 Padat 17 58,6 12 41,4 29 100 17 58,6 12 41,4 29 100 4.2.1.13 Distribusi Variabel Berdasarkan Pencahayaan Pada Penderita Kusta Tabel 4.13 Distribusi Variabel Berdasarkan Pencahayaan Penderita Kusta Penderita Kusta Pencahayaan Type PB Type MB Cahaya Masuk 6 60,0 4 40,0 10 34,5 Cahaya Tidak Masuk 11 57,9 8 42,1 19 65,5 17 58,6 12 41,4 29 100 Berdasarkan tabel 4.13 terlihat bahwa jumlah Penderita Kusta Type PB pada pencahayaan yang memenuhi syarat sebesar (60,0%) lebih banyak dari Type MB pada pencahayaan yang memenuhi syarat sebesar (40,0%). Sedangkan jumlah penderita kusta Type PB Pada pencahayaan yang tidak memenuhi syarat 41

sebesar 57,9% lebih banyak dibandingkan jumlah penderita kusta Type MB pada pencahayaan yang tidak memenuhi syarat sebesar 42.1%. Berdasarkan tabel 4.14 terlihat bahwa jumlah Penderita Kusta Type PB pada ventilasi yang memenuhi syarat sebesar (40,0%) lebih sedikit dari Type MB pada ventilasi yang memenuhi syarat sebesar (60,0%). Sedangkan jumlah penderita kusta Type PB Pada ventilasi yang tidak memenuhi syarat sebesar 62,5% lebih banyak dibandingkan jumlah penderita kusta Type MB pada ventilasi yang tidak memenuhi syarat sebesar 37,5%. 4.2.1.14 Distribusi Variabel Berdasarkan Ventilasi Pada Penderita Kusta Tabel 4.14 Distribusi Variabel Berdasarkan Ventilasi Penderita Kusta Penderita Kusta Ventilasi Type PB Type MB N % Memenuhi Syarat 2 40,0 3 60.0 5 17 Tidak Memenuhi Syarat 15 62,5 9 37,5 24 83 17 58,6 12 41,4 29 100 4.2.1.15 Distribusi Variabel Berdasarkan Suhu Pada Penderita Kusta Tabel 4.15 Distribusi Variabel Berdasarkan Suhu Penderita Kusta Penderita Kusta 42

Suhu Type PB Type MB N % Memenuhi Syarat 2 100 0 0 2 7 Tidak Memenuhi Syarat 15 55,6 12 44,4 27 93 17 58,6 12 41,4 29 100 Berdasarkan tabel 4.15 terlihat bahwa jumlah Penderita Kusta Type PB pada suhu yang memenuhi syarat sebesar (100%) lebih sedikit dari Type MB pada suhu yang memenuhi syarat sebesar (0%). Sedangkan jumlah penderita kusta Type PB Pada suhu yang tidak memenuhi syarat sebesar 55,6% lebih banyak dibandingkan jumlah penderita kusta Type MB pada suhu yang tidak memenuhi syarat sebesar 44,4%. 4.2.1.16 Distribusi Variabel Berdasarkan Kelembaban Pada Penderita Kusta Tabel 4.16 Distribusi Variabel Berdasarkan Kelembaban Penderita Kusta Penderita Kusta Kelembaban Type PB Type MB N % Memenuhi Syarat 0 0 0 0 0 0 Tidak Memenuhi Syarat 17 58,6 12 41,4 29 100 17 58,6 12 41,4 29 100 43

Berdasarkan tabel 4.16 terlihat bahwa jumlah Penderita Kusta Type PB pada kelembaban yang memenuhi syarat sebesar (0%) dan Type MB pada kelembaban yang memenuhi syarat sebesar (0%). Sedangkan jumlah penderita kusta Type PB Pada kelembaban yang tidak memenuhi syarat sebesar 58,6% lebih banyak dibandingkan jumlah penderita kusta Type MB pada kelembaban yang tidak memenuhi syarat sebesar 41,4%. 4.3 Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian tentang gambaran sanitasi lingkungan rumah pada Penderita penyakit kusta di wilayah kerja puskesmas Bintauna, selanjutnya akan dibahas sesuai dengan variabel yang diteliti. 4.3.1 Kepadatan Hunian Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa untuk ketetapan luas rumah, jumlah, dan ukuran ruangan harus disesuaikan dengan jumlah orang yang akan menempati rumah tersebut agar tidak terjadi kelebihan jumlah penghuni rumah. Luas lantai bangunan rumah sehatharus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan penghuninya akan menyebabkan padat (over crowded). Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Bintauna yang tercantum pada tabel 4.6 bahwa kepadatan hunian pada rumah penderita kusta yaitu sebesar 100%, dan ratarata tempat tinggal penderita kusta rumahnya terbilang cukup sederhana dan penghuni di dalam rumah melebihi kententuan yang ada. Apabila kondisi rumah penderita padat maka Kuman Mycrobacterium leprae mudah menyebar pada keluarga yang tidak menderita kusta. Karena kepadatan hunian yang memenuhi syarat kesehatan yaitu 44

Apabila luas bangunan < 9 m 2 perorang. Hal ini menyebabkan pengaruh kepadatan hunian pada penderita kusta, sehingga pederita kusta mengalami kesulitan dalam melakukan proses pengobatan yang di anjurkan dari Puskesmas Bintauna Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. 4.3.2 Pencahayaan Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen dalam rumah, misalnya Kusta, TBC, ISPA. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup (Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Bintauna yang tercantum pada tabel 4.7 bahwa pencahayaan yang masuk di dalam rumah penderita sebagian besar (66%) tidak memenuhi syarat, karena rata-rata rumah penderita non permanen dan ventilasinya sebagian besar tidak memenuhi syarat, sehingga cahaya matahari susah masuk di dalam rumah. Hal ini menyebabkan pengaruh pada rumah penderita kusta, apabila cahaya matahari susah masuk di dalam rumah penderita maka tidak mudah untuk membunuh kuman Mycrobacterium leprae yang menyebar di dalam rumah penderita karena cahaya matahari merupakan salah satu cara yang dapat membunuh bakteri-bakteri patogen dan kuman Mycrobacterium leprae. (Notoatmodjo, 2007). Sehingga proses pengobatan yang dilakukan oleh penderita cukup sulit sesuai yang di anjurkan oleh tenaga kesehatan Puskesmas Bintauna. 4.3.3 Ventilasi Udara yang bersih merupakan komponen utama di dalam rumah dan sangat diperlukan oleh manusia untuk hidup secara sehat. Sirkulasi udara berkaitan dengan masalah keberadaan ventilasi. Ventilasi adalah suatu usaha untuk memelihara kondisi 45

atmosfir yang menyenangkan dan menyehatkan bagi manusia (Harun, 2011). Untuk itu ventilasinya harus mencapai 10% dari luas lantai sesuai dengan syarat kesehatan. Ventilasi aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh barang barang besar, misalnya lemari, dinding, sekat dan lain lain. Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Bintauna yang tercantum pada tabel 4.8 bahwa sebagian besar ventilasi rumah penderita tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar (83%). Dan ventilasi rumah yang memenuhi syarat kesehatan sebesar (17%) akan tetapi ventilasinya ditutupi dengan koran bekas dan plastik. Apabila ventilasi rumah penderita kusta ditutupi dengan plastik ataupun koran bekas maka aliran udara dalam rumah tersebut tidak lancar sehingga mengakibatkan udara tidak dapat membawa kuman Mycrobacterium leprae keluar. Dan ada juga rumah penderita tidak memiliki ventilasi dan ukuruan jendelanya sangat kecil menyebabkan kuarangnya masuk cahaya matahari di rumah penderita sehingga menyebabkan terjadinya kelembaban udara di dalam rumah penderita. Hal ini menyebabkan ventilasi berpengaruh pada kondisi kesehatan penderita kusta. 4.3.4 Suhu Suhu adalah panas atau dinginnya udara yang dinyatakan dengan satuan derajat tertentu. Secara umum, penilaian suhu kamar dengan menggunakan termometer ruangan. Berdasarkan indikator pengawasan perumahan, suhu kamar yang memenuhi syarat kesehatan adalah antara 25-30 ºC, dan suhu rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 25ºC atau > 30 ºC. (Walton, 1991) Sesuai observasi pada saat melakukan penelitian di Puskesmas Bintauna yang tercantum pada tabel 4.9 bahwa sebagian besar rumah penderita kusta suhu kamarnya 46

tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar (93%). Apabila suhu kamar rumah penderita kusta naik turun dan tidak memenuhi syarat kesehatan maka tidak mudah untuk membunuh kuman Mycrobacterium leprae di dalam rumah penderita kusta. Hal ini menyebabkan suhu kamar berpengaruh terhadap kondisi kesehatan penderita kusta. 4.3.5 Kelembaban Kuman Mycobacterium leprae seperti halnya kuman lain, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban tinggi karena air membentuk lebih dari 80 % volume sel kuman dan merupakan hal yang essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel kuman (Gould & Brooker, 2003). Selain itu menurut Notoatmodjo (2003), kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk kuman Mycobacterium leprae. Berdasarkan oservasi pada saat melakukan penelitian di Puskesmas Bintauna yang tercantum pada tabel 4.10 bahwa kelembaban udara pada rumah penderita sebesar 100%. Apabila rumah penderita kelembaban udaranya tinggi karena air membentuk lebih dari 80% volume, maka kuman Mycobacterium leprae akan tumbuh subur. Sehingga tidak mudah untuk memebunuh kuman Mycobacterium leprae karena kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kuman Mycobacterium leprae. Hal ini menyebabkan kelembaban berpengaruh pada kondisi kesehatan penderita kusta. 47