BAB I PENDAHULUAN. Kedudukan Bahasa Indonesia dalam dunia Internasional memang belum

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dititikberatkan pada kajian kemampuan berbahasa. upaya peningkatan kemampuan menulis kalimat bagi siswa asing dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Riqoh Fariqoh, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. bahasa Indonesia kepada para penutur asing. Di negara-negara yang dimaksud,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Winni Siti Alawiah, 2013

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen subjek tunggal (single

BAB I PENDAHULUAN. hanya bisa dilakukan dalam ruang dan waktu yang terbatas kini dapat dilakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengajaran bahasa asing merupakan salah satu ilmu yang popular

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menjadi daya tarik itu sendiri yaitu bahasa Indonesia. Dewasa ini, banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada dasarnya bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Proses pemerolehan bahasa dialami manusia sejak lahir. Seorang bayi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. orang dan urutan kedua adalah China dengan jumlah pembelajar Bagi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Robita Ika Annisa, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Retnosari, 2015

2015 PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN DESKRIPTIF MELALUI MEDIA LAGU BAGI PEMBELAJAR BIPA

Internasionalisasi Bahasa Indonesia melalui Program Pembelajaran BIPA Berbasis Budaya

-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- Mochamad Whilky Rizkyan i Abstract. Abstrak

BIPA Pendukung Internasionalisasi Bahasa Indonesia

BAB 3 METODE PENELITIAN. penyusunan struktur kalimat pada pembelajar asing tingkat dasar.

2016 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE ROUND TABLE DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS BERITA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meida Taftiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. hidup negara dan bangsa. Pendidikan merupakan suatu cara membentuk

PENGEMBANGAN TES KEMAMPUAN BERBAHASA INDONESIA RAGAM BISNIS BAGI PENUTUR ASING BERBASIS PENDEKATAN INTEGRATIF

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang akan dipasarkan. Dalam era teknologi informasi, keberhasilan suatu

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Dea Audia S anti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu hasil budaya manusia yang bernilai

2016 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METOD E COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) D ALAM MENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBUAT KALIMAT BAHASA JEPANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang mengungkapkan bahwa saat ini bahasa Indonesia telah dipelajari di tiga

BAB 1 PENDAHULUAN. keterampilan hidup (life skills) yang harus dikuasai. Bahasa sebagai alat untuk dapat berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. memahami bahasa masing-masing pun semakin tinggi. Oleh karena itu, wajar jika

PENINGKATAN MUTU PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA) YANG PROFESIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

peningkatan kualitas kehidupan, serta pertumbuhan tingkat intelektualitas, dimensi pendidikan juga semakin kompleks. Hal ini tentu membutuhkan desain

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi bagian yang sangat penting dalam kehidupan manusia sebagai alat

Kurikulum Bahasa Arab Berbasis Kompetensi Oleh Syihabuddin *)

Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Internasional

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin diminati oleh orang-orang asing atau

BAB I PENDAHULUAN. ide, gagasan, pikiran dan perasaan seseorang. Bahasa juga digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berkembang dengan pesatnya. Untuk itu manusia dituntut cepat pula

BAB I PENDAHULUAN. cukup meningkat. Hal ini, didasarkan akan kebutuhan masyarakat akan. pentingnya bahasa asing itu sendiri.

2015 PENERAPAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS BERITA

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

TA.pdf [6 Mei 2010] Idris, Nuny S. (2000). Ragam Media dalam Pembelajaran BIPA,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa lain atau bahasa kedua yang dikenal sebagai pengetahuan yang baru.

BAB I PENDAHULUAN. di tingkat dasar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TEKNIK PENGEMBANGAN BAHAN AJAR DWI BAHASA UNTUK KELAS INTERNASIONAL VINTA A. TIARANI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang diterapkan oleh pemerintah

2015 PENERAPAN METODE IMAGE STREAMING MELALUI MEDIA GAMBAR DALAM PEMBELAJARAN MENULIS PUISI

I. PENDAHULUAN. mengungkapkan gagasan dan perasaan, dan memahami beragam nuansa makna.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. demokratis, dan cerdas. Pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa dapat diungkapkan secara lisan maupun tulisan. Penggunaan

ANALISIS TEKS INFORMASI LALU LINTAS DI WILAYAH SURAKARTA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian tergantung dari ketepatan peneliti dalam menentukan metode

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN BAHASA INGGRIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Orang banyak menyangka bahwa penguasaan tiap bahasa pertama seakanakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat manusia adalah fenomena sosial (Chaer, 2007:32).

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa yang

PEMANFAATAN SASTRA SEBAGAI BAHAN AJAR PENGAJARAN BIPA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan berbahasa Inggris adalah kemampuan dasar yang diperlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi

PENERAPAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS LAPORAN HASIL OBSERVASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pendidikan mengalami perubahan yang disesuaikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Andina Pernatawaty,2014 PEMBELAJARAN BERBICARA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sangat banyak. Tuntutan tersebut diantaranya adalah anak membutuhkan

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN

M 2015 PENERAPAN TEKNIK BBM (BERPIKIR-BERBICARA-MENULIS) DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS TANGGAPAN DESKRIPTIF

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bahasa adalah alat komunikasi paling penting yang dimiliki oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia di Internasional kini menginjak tahap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran bahasa asing seperti bahasa Jepang, kita mengenal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. dan guru yang menerapkan komponen-komponen pembelajaran seperti strategi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai alat penghubung dan pengenal bagi masing-masing. merupakan alat kontrol utama manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan mulai dari kurikulum lama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan Nasionalisme

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ghyna Amanda Putri, 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU. No Kompetensi Sub Kompetensi Indikator Esensial

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Pembelajaran dan pendidikan merupakan sarana yang penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Yulia, 2014 EFEKTIVITAS TEKNIK CLUSTERING (PENGELOMPOKAN) DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS LAPORAN HASIL OBSERVASI

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam. Selain bahasa Inggris di SMA, SMK dan MA, peserta didik juga

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Komunikasi digunakan manusia untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. mereka sehingga terwujud keprofesionalan yang mantap. Seorang guru dituntut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Paradigma pendidikan mengalami perubahan yang disesuaikan dengan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Kedudukan Bahasa Indonesia dalam dunia Internasional memang belum setenar bahasa lainnya yang ada di dunia, seperti bahasa Inggris, bahasa Jerman, bahasa Spanyol, dan bahasa Perancis. Hal ini memang wajar adanya, mengingat usia bahasa Indonesia yang belum mencapai usia genap 100 tahun (Rusli, 1994: 1). Keberadaan bahasa Indonesia saat ini telah diketahui sepenuhnya sebagai bahasa nasional bangsa Indonesia. Hal ini tentu saja memberikan pengaruh positif pada kemandirian bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa yang digunakan oleh bangsa Indonesia. BIPA diibaratkan sebagai bayi yang baru lahir dan perlu didewasakan secara profesional dengan tanggung jawab keilmuan semua pihak. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa BIPA dapat dikembangkan secara sistematis dan sekaligus responsif terhadap keperluan pembelajar maka diperlukan telaah dan penataan saksama terhadap pola tutur esensial yang terdapat dalam Bahasa Indonesia. Kegiatan ini harus membuahkan deskripsi baku pola tutur pokok bahasa Indonesia lengkap dengan deskripsi bentuk, makna, dan distribusinya dalam wacana yang bersifat semesta. Dalam perjalanannya, bahasa Indonesia sekarang ini memberikan masukan yang cukup besar pada kemajuan bangsa Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dari semakin besarnya ketertarikan bangsa lain untuk mempelajari bahasa Indonesia.

2 Tujuan utama bangsa lain mempelajari bahasa Indonesia tidak lain adalah untuk dapat berkomunikasi bila mereka berada di Indonesia. Selain itu, bila mereka dapat menggunakan bahasa Indonesia secara benar, mereka pun dapat lebih mendalami kekayaan budaya Indonesia yang sangat beraneka ragam. Pengetahuan akan kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam itulah yang menjadi salah satu idealisme dalam pembelajaran BIPA. Dalam praktiknya, membelajarkan BIPA kepada pembelajar asing memang harus secara tidak langsung disertai dengan memberikan pengetahuan tentang karakter atau jati diri bangsa Indonesia. Hal ini tecermin dalam penyusunan bahan ajar BIPA yang tidak terlepas dengan karakter bangsa Indonesia yang majemuk dan kaya akan sumber daya alam dan kebudayaannya. Mulyana (2009) menyebutkan, Dalam pembelajaran BIPA, kita bisa sekaligus mengaitkan bahan pembelajarannya dengan hal-hal yang bersentuhan dengan dimensi ideal dari sebuah proses pendidikan, yakni pembelajaran BIPA yang kita lakukan selama ini harus mampu memperkenalkan dan mendidik aspek karakter dan jati diri bangsa Indonesia. Hal tersebut menjadi penting untuk dijadikan pilihan kebijakan dan tindakan dalam pembelajaran BIPA karena pembelajaran BIPA sebenarnya bukan hanya mengajarkan bahasa Indonesia sebagai ilmu pengetahuan atau keterampilan, tetapi yang lebih utama ialah pembelajaran BIPA sebagai sebuah peluang menjadi jalan masuk untuk pendidikan karakter dan jati diri bangsa Indonesia, termasuk pula ke dalamnya sebagai kesempatan emas untuk mengenalkan karakter dan jati diri bangsa Indonesia kepada penutur asing. Tidak dapat dimungkiri bahwa pada masanya nanti bahasa Indonesia akan memegang peranan besar dalam hubungan antarbangsa. Budaya yang beragam dan unik, alam yang memiliki kandungan kekayaan, serta letak yang ada pada posisi silang merupakan beberapa faktor yang akan menyebabkan pentingnya bahasa tersebut di masa yang akan datang. Itulah sebabnya, kepedulian terhadap

3 bahasa Indonesia dengan segala aspeknya perlu terus dipupuk dan ditumbuhkembangkan. Kepedulian terhadap bahasa Indonesia tidak hanya datang dari orang Indonesia, tetapi juga dari bangsa asing. Kepedulian orang asing itu diwujudkannya dengan berbagai cara. Di antaranya dengan mempelajari bahasa Indonesia, baik di negerinya sendiri maupun di Indonesia dan dengan orang Indonesia. Dari tahun ke tahun, jumlah pemakai bangsa-bangsa lain yang mempelajari bahasa Indonesia selalu menunjukkan perkembangan dan kemajuan yang menggembirakan. Tak hanya itu, jumlah pemakai bahasa Indonesia dari waktu ke waktu memang mengalami peningkatan. Hal ini seiring dengan apa yang diutarakan Suhardi dan Dardjowidjojo (dalam Kariman dan Roswaty, 1994: 147). Dari segi penyebarannya, bahasa Indonesia sebagai bahasa asing telah diajarkan hampir di seluruh dunia. Perinciannya adalah Amerika Serikat: 9 Universitas, Jerman : > 6 Universitas, Jepang : 28 Universitas. Di negara-negara tersebut, pada umumnya, bahasa Indonesia telah diajarkan semenjak tingkat SMP. Australia merupakan negara yang sangat antusias melaksanakan program pengajaran bahasa Indonesia. Selain bahasa Jepang, bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran wajib di Australia. Selain itu, di Australia bahasa Indonesia diajarkan dan dijadikan sebagai salah satu bahasa asing utama di tingkat sekolah maupun universitas, lebih banyak daripada di negara lain manapun di dunia (Sneddon dalam Kariman dan Roswaty, 1994:147).

4 Berdasarkan urutan waktu yang menandai dimulainya pengajaran BIPA, Perancis boleh dikatakan merupakan negara pertama (Alwi, 1996). Bersama-sama dengan negara Arab, Persia, dan Turki, sejak tahun 1795 bahasa Indonesia (pada saat itu tentu saja masih bernama bahasa Melayu) diajarkan di Institut National Langues et Civilisations Orientales, terutama untuk kepentingan politik dan perdagangan pemerintah Perancis. Setelah itu, berturut-turut BIPA mulai diajarkan di Jepang (1925), Amerika (1948), Cina (1950), Australia (1957), Italia (1964), Korea Selatan (1964), Inggris (1967), dan Selandia Baru (1968). Bila tidak ada hal-hal yang mengecewakan, berkemungkinan bahasa Indonesia akan menjadi mata pelajaran wajib di banyak negara (Gani, 2000: 58). Fakta tersebut diperkuat oleh temuan Wahyana (2000: 327) dari 40 siswa asing yang datang ke Salatiga, kira-kira 80% - 100% ingin meningkatkan keterampilan berbahasa (seperti berbicara, menyimak, menulis, dan membaca) secara menyeluruh. Selain itu, data menunjukkan bahwa antara 70% - 100% pengetahuan tata bahasa, peningkatan kosakata, dan latihan mengucapkan dianggap sangat penting. Dengan meningkatnya pengguna bahasa Indonesia dan orang asing yang ingin belajar bahasa Indonesia, hal ini menjadi tantangan bagi para pengajar BIPA. Bagaimana mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua kepada pembelajar (siswa) asing yang memiliki latar belakang bahasa ibu yang berbedabeda. Berita gembira tersebut tentu saja harus dilayani sepenuhnya dengan materi-materi yang menarik minat bangsa asing untuk mempelajari bahasa

5 Indonesia. Salah satunya, yaitu dengan materi dalam bahan ajar BIPA yang terintegrasi, mencakup segala aspek untuk melatih kompetensi berbahasa para pembelajarnya. Namun, begitu besarnya minat bangsa asing untuk mempelajari bahasa Indonesia tidak didampingi dengan bahan ajar yang selaras dengan keinginan bangsa asing dalam mempelajari bahasa Indonesia. Hal ini terkait dengan langkanya buku-buku bahan ajar yang beredar di toko buku yang sekait dengan bahan ajar BIPA. Hal ini sejalan dengan beberapa fenomena pengajaran BIPA di luar negeri seperti yang dapat penulis temukan yang berkaitan dengan tawaran BIPA di berbagai negara. Di Australia, seperti yang dituturkan Sarumpaet dalam Hamied (2009), hambatan khas terhadap perkembangan BIPA adalah "kurangnya lowongan pekerjaan atau jabatan untuk mereka yang mempunyai kemahiran dalam BI." Di Korea, menurut Young-Rhim dalam Hamied (2009), "hambatan lain yang kami rasakan hanyalah mengenai materi pelajaran." Di Amerika Serikat, persoalan mutu pelajaran masih harus diupayakan pemecahannya, sebagaimana diutarakan oleh Sumarmo dalam Hamied (2009). Di Jerman, karena minat mempelajari bahasa dan kebudayaan Indonesia terus meningkat, upaya perlu dilakukan "melalui peningkatan penulisan dan penerbitan buku tentang Indonesia baik dalam bahasa asing maupun dalam bahasa Indonesia" (Soedijarto dalam Hamied, 2009). Di Jepang, guru BIPA "membutuhkan kamus yang lengkap, terutama kamus yang lengkap dengan contoh pemakaian kata yang cukup banyak" (Shigeru dalam Hamied, 2009).

6 Selain itu, oleh karena bagian terbesar peminat BIPA adalah orang dewasa yang memiliki tujuan khusus dalam belajar, kurikulum BIPA seyogyanya memberikan ruang bagi masukan dari pembelajar yang perumusannya dapat dilakukan melalui proses negosiasi dalam kelas. Dengan model kurikulum yang dinegosiasi oleh para anggota paguyuban pembelajar ini dapatlah diharapkan adanya keterlibatan optimal para pembelajar dalam mempelajari BIPA. Riasa dan Wartini (2001) mengatakan bahwa pengajaran BIPA pun kini menghadapi sejumlah dilema yang memerlukan penyelesaian, seperti (1) dilema akademis, yaitu penelitian, forum ilmiah dan publikasi, standardisasi tes uji kemahiran yang belum tersedia; (2) dilema nonakademis, seperti organisasi, manajemen yang belum terbentuk dengan baik; dan (3) dilema eksternal, seperti isu politik yang berdampak pada pembelajaran BIPA. Adapun yang berkaitan dengan dilema akademis adalah minimnya hasil penelitian pengajaran BIPA yang dihasilkan dari perguruan tinggi. Padahal, perguruan tinggi memiliki peran dan kedudukan yang sangat strategis untuk merangsang pelaksanaan penelitian ke-bipa-an, baik oleh mahasiswa maupun dosen. Untuk melaksanakan penelitian semacam ini, perguruan tinggi harus dapat bekerja sama dengan sekolah-sekolah yang mengajarkan BIPA, seperti sekolah internasional dan lembaga-lembaga kursus independen. Kendala lain dalam pengajaran BIPA adalah terbatasnya penguasaan kosakata bahasa Indonesia yang mengakibatkan penutur asing mengalami kesulitan dalam memahami teks berbahasa Indonesia. Hidayat (2000: 301-318) menemukan bahwa (1) kemampuan membaca mahasiswa asing dalam membaca wacana bahasa Indonesia masih belum memuaskan, (2) ada hubungan yang tinggi antara kemampuan efektif membaca dan kemampuan penguasaan kebahasaan

7 pembaca, (3) ada hubungan antara kemampuan membaca wacana pendek dengan membaca wacana panjang, (4) ada hubungan antara kemampuan membaca dan penguasaan kosakata. Berdasarkan permasalahan di atas, kiranya peneliti merasa tertarik untuk meneliti keotentikan model integratif bahan ajar BIPA untuk tingkat menengah sebagai bentuk apresiasi bahan ajar BIPA yang langka di pasaran. Konsep bahan ajar yang diusung dalam penelitian ini disesuaikan dengan profil pembelajar BIPA itu sendiri, yakni disesuaikan dengan keperluan pembelajar tersebut dalam mempelajari bahasa Indonesia, apakah untuk keperluan akademik atau untuk keperluan kunjungan wisata ke Indonesia. 1.2 Identifikasi Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, peneliti mengidentifikasi dari permasalahan penelitian ini di antaranya sebagai berikut. 1. Langkanya bahan ajar untuk BIPA yang tersedia di toko-toko buku. Minat pembelajar asing mempelajari bahasa Indonesia kurang didukung oleh ketersediaan bahan ajar yang ada di pasaran. Oleh karena itu, perlu adanya bahan ajar BIPA yang terintegrasi dan otentik sebagai penyeimbang besarnya minat bangsa asing untuk belajar bahasa Indonesia. Selain itu, bahan ajar BIPA yang terintegratif dan otentik sangat besar manfaatnya bagi program BIPA karena dalam bahan ajar BIPA yang terintegrasi, kita dapat sekaligus memasukkan kekayaan jati diri dan karakter kita sebagai bangsa Indonesia.

8 2. Rendahnya kualitas berbahasa Indonesia pembelajar asing tingkat menengah. Keterbatasan penguasaan kosakata penutur asing tingkat menengah dalam belajar bahasa Indonesia menyebabkan penutur asing mengalami kesulitan dalam memahami teks berbahasa Indonesia. Selain itu, pengaplikasian kemampuan empat keterampilan bahasa, kosakata, dan struktur bahasa Indonesia mahasiswa asing belum memuaskan. 3. Materi BIPA. Materi BIPA yang berkembang saat ini belum ditata dengan baik sesuai kebutuhan. Oleh karena itu, penyusunan kurikulum pun dapat disusun dengan model kurikulum BIPA yang dinegosiasi oleh para anggota paguyuban pembelajar sehingga diharapkan adanya keterlibatan optimal para pembelajar dalam mempelajari BIPA. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan pada apa yang dijelaskan sebelumnya dalam latar belakang masalah, penelitian ini akan difokuskan pada masalah yang perumusan jawabannya adalah sebagai berikut Apakah bahan ajar integratif BIPA tingkat menengah ini dapat melengkapi koleksi bahan ajar membaca untuk BIPA tingkat menengah otentik yang sudah ada? Berikut adalah pertanyaan operasionalnya. 1. Bagaimana profil kemampuan komunikatif berbahasa Indonesia penutur asing tingkat menengah? 2. Bagaimana profil model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah?

9 3. Bagaimana gaya penyusunan model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah? 4. Seberapa besar pengaruh model integratif bahan ajar BIPA untuk meningkatkan kemampuan komunikatif pembelajar BIPA tingkat menengah? 1.4 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. profil kemampuan komunikatif berbahasa Indonesia penutur asing tingkat menengah; 2. profil model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah; 3. gaya penyusunan model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah; 4. pengaruh model integratif bahan ajar BIPA untuk meningkatkan kemampuan komunikatif pembelajar BIPA tingkat menengah. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi nyata baik secara teoretis maupun praktis. Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut.. 1. Bagi pembelajar BIPA, diharapkan dapat menikmati proses pembelajaran BIPA guna meningkatkan kemampuan komunikatif pembelajar dalam mempelajari bahasa Indonesia. 2. Bagi guru bidang studi BIPA, diharapkan dapat menambah kajian inovasi pembelajaran BIPA dengan mengaplikasikan model integratif bahan ajar

10 untuk BIPA tingkat menengah yang otentik yang sesuai dengan keinginan para pembelajar. 1.6 Definisi Operasional 1.6.1 Model Integratif Bahan Ajar BIPA Yang dimaksud dengan model integratif bahan ajar BIPA dalam penelitian ini adalah sebuah model yang dapat diterapkan terhadap segala sesuatu yang dapat dipakai atau dijadikan pedoman atau pegangan untuk mengajar dengan melakukan pembauran seluruh aspek yang ada dalam bahasa seperti keterampilan membaca, mendengarkan, berbicara, menulis, tata bahasa, dan kosakata sehingga menjadi kesatuan yang utuh dalam sebuah bahan ajar. Dalam penyusunan bahan ajar, peneliti akan mengolaborasikan dan memadupadankan aspek-aspek yang ada dalam pengembangan keterampilan berbahasa. Aspek keterampilan tersebut akan peneliti sesuaikan dengan kebutuhan yang harus ada di tiap babnya. Oleh karena itu, dalam penerapannya, tidak semua aspek keterampilan berbahasa ada di bab tersebut, misalnya bab tertentu hanya ada aspek membaca, menyimak, kosakata, dan struktur. 1.6.2 Kemampuan Komunikatif Bahasa Indonesia Penutur Asing (BIPA) Tingkat menengah Bahasa Indonesia Penutur Asing (BIPA) tingkat menengah adalah penggunaan bahasa Indonesia yang dikhususkan untuk para pembelajar bangsa asing yang telah belajar bahasa Indonesia dengan ditandai dengan kemampuan

11 untuk berkomunikasi dengan kombinasi-kombinasi elemen-elemen bahasa yang dipelajari. Mulyono (2004: 41) menyebutkan bahwa seseorang mendapatkan profisiensi bahasa kedua peringkat atau tingkat menengah, dikhususkan pada tingkat menengah. Dalam penelitian ini pula, kemampuan komunikatif yang diberikan peneliti lebih dikhususkan pada keterampilan komunikatif berbicara siswa BIPA yang berada pada tingkat menengah. Hal tersebut berdasarkan landasan hasil penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa siswa asing belajar bahasa Indonesia karena kebutuhan komunikatif yang mendesak yakni untuk berkomunikasi selama mereka berada di Indonesia. Parameter penilaian berbicara yang digunakan dalam penelitian ini adalah parameter tingkat kefasihan berbicara yang dikemukakan oleh Nurgiyantoro (2009). Tingkat menengah yang ada dalam penelitian ini ditandai dengan kemampuan untuk berkomunikasi dengan bahan yang dipelajari, yakni memunculkan pertuturan dengan kombinasi-kombinasi elemen bahasa yang dipelajari, memulai dan menutup pertuturan dengan cara sederhana sesuai dengan tugas-tugas komunikatif yang mendasar, bertanya dan menjawab pertanyaan sederhana, mengembangkan narasi atau deskripsi sederhana dengan penandapenanda hubungan wacana yang terbatas. 1.7 Asumsi Penelitian ini dilakukan berdasarkan beberapa asumsi sebagai berikut. 1. Bahasa Indonesia berpeluang menjadi bahasa pengantar dalam era globalisasi.

12 2. Model integratif adalah pembauran seluruh aspek yang ada dalam bahasa seperti keterampilan membaca, mendengarkan, berbicara, menulis, tata bahasa, dan kosakata sehingga menjadi kesatuan yang utuh dalam sebuah bahan ajar. 3. Model integratif bahan ajar BIPA dapat membantu meningkatkan kemampuan komunikatif pembelajar asing dalam berbahasa Indonesia. 4. Bahan ajar BIPA terintegrasi menjadi sebuah peluang dan jalan masuk untuk pendidikan karakter dan jati diri bangsa Indonesia, termasuk pula ke dalamnya sebagai kesempatan emas untuk mengenalkan karakter dan jati diri bangsa Indonesia kepada penutur asing. 5. BIPA tingkat menengah adalah pembelajaran dengan ciri-ciri tuturannya terdiri atas lebih dari dua atau tiga perkataan dengan disertai jeda panjang dan pengulangan kata yang diucapkan partisipan (pendengar). Pembicara mengalami banyak kesulitan dalam memproduksi tuturan yang sederhana sekalipun. Tuturan mereka bisa dipahami partisipan dengan kesulitan tinggi. 1.8 Hipotesis Hipotesis yang muncul dalam penelitian ini adalah H o = Tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikatif BIPA tingkat menengah dengan menggunakan model integratif bahan ajar BIPA. H 1 = Terdapat perbedaan kemampuan komunikatif BIPA tingkat menengah dengan menggunakan model integratif bahan ajar BIPA.

13 1.9 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen subjek tunggal. Alasan digunakannya metode ini karena masalah yang mendasar dalam pembelajaran BIPA yakni permasalahan partisipan yang minim dan tidak mungkin dilakukan pembagian kelompok antara kelompok eksperimen dan kontrol. Metode penelitian ini sesuai dengan hakikat penelitian yang akan dilakukan, yaitu untuk melihat perubahan perilaku dan perbedaan secara individu dari subjek yang diteliti. Dengan demikian, hasil eksperimen disajikan dan dianalisis berdasarkan subjek secara individual (Sukmadinata, 2005: 209). Selain itu, metode penelitian ini merupakan suatu desain eksperimen sederhana yang dapat menggambarkan dan mendeskripsikan perbedaan setiap individu disertai dengan data kuantitatif yang disajikan secara sederhana dan terinci. Desain yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan desain A-B-A, yaitu desain yang menunjukkan adanya kontrol terhadap variabel bebas yang lebih kuat dibandingkan desain lainnya. Oleh karena itu, validitas internal lebih meningkat. Dengan membandingkan dua kondisi baseline sebelum dan sesudah intervensi, keyakinan adanya pengaruh intervensi lebih dapat diyakinkan. Pada desain A-B-A ini langkah pertama adalah mengumpulkan data perilaku sasaran (target behavior) pada kondisi garis dasar (baseline) pertama sampai data stabil. Setelah data menjadi stabil pada kondisi garis dasar pertama, intervensi diberikan. Pengumpulan data pada kondisi intervensi dilaksanakan secara terus menerus sampai data mencapai kecenderungan arah dan level data yang jelas. Setelah itu, masing-masing kondisi, yaitu garis pertama dan intervensi

14 diulang kembali pada subjek yang sama pada kondisi garis perlakuan. Prosedur utama desain A-B-A ini secara visual dapat digambarkan sebagai berikut. Bagan 1.1 Prosedur Utama Desain A-B-A Baseline (A1) ---------- Intervensi (B1) ---------- Baseline (A2)