STUDI AWAL PENDINGINAN PADA BATANG PEMANAS BERTEMPERATUR TINGGI MENGGUNAKAN BAGIAN UJI QUEEN-II

dokumen-dokumen yang mirip
PENGAMATAN PERPINDAHAN PANAS PENDIDIHAN SELAMA PROSES PENDINGINAN PADA BATANG PEMANAS BERTEMPERATUR TINGGI

ANALISIS VISUAL PENDINGINAN ALIRAN DUA FASA MENGGUNAKAN KAMERA KECEPATAN TINGGI ABSTRAK ABSTRACT

STUDI EKSPERIMENTAL PERPINDAHAN KALOR DI CELAH SEMPIT ANULUS SELAMA BOTTOM FLOODING BERDASARKAN VARIASI TEMPERATUR AWAL BATANG PANAS

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PENDIDIHAN PADA EKSPERIMEN REFLOODING MENGGUNAKAN BAGIAN UJI QUEEN

STUDI PERPINDAHAN PANAS SELAMA REWETTING PADA SIMULASI PENDINGINAN PASCA LOCA*

PENENTUAN PREDIKSI WAKTU EKSPERIMEN PERPINDAHAN KALOR PENDIDIHAN MENGGUNAKAN BUNDEL UJI QUEEN-1

Analisis Karakteristik Rewetting Dalam Celah Sempit Vertikal Untuk Kasus Bilateral Heating Berdasarkan Perubahan Temperatur Awal Plat

DISTRIBUSI TEMPERATUR SAAT PEMANASAN DAN PENDINGINAN PER- MUKAAN SEMI-SPHERE HeaTING-03 BERDASARKAN TEMPERATUR AWAL

STUDI AWAL PENDINGINAN PADA BATANG PEMANAS BERTEMPERATUR TINGGI MENGGUNAKAN BAGIAN UJI QUEEN-II

KARAKTERISTIK REWETTING DALAM CELAH SEMPIT VERTIKAL UNTUK KASUS BILATERAL HEATING

ANALISIS KARAKTERISTIKA FRAKSI VOID PADA KONDISI RE-FLOODING POST LOCA MENGGUNAKAN RELAP5

G bifenomena PERPINDAHAN PANAS PENDIDIHAN BERDASARKAN PERISTIWA LOCA DAN KECELAKAAN PARAH

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK

Analisis Eksperimental Fluks Kalor pada Celah Sempit Anulus Berdasarkan Variasi Suhu Air Pendingin Menggunakan Bagian Uji HeaTiNG-01

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP PERPINDAHAN PANAS DI CELAH ANULUS VERTIKAL

Fakultas Teknik Universitas Ibn Khaldun Bogor Jl. KH. Soleh Iskandar KM.2 Bogor 16162

PERHITUNGAN FLUKS KALOR UNTUK KURVA DIDIH SELAMA EKSPERIMEN QUENCHING MENGGUNAKAN SILINDER BERONGGA DIPANASKAN

TEKNIK PERBAIKAN SAMBUNGAN TERMOKOPEL TEMPERATUR TINGGI PADA HEATING-01

KONSTRUKSI DAN PENGUJIAN PERALATAN EKSPERIMEN PERPINDAHAN PANAS PADA CELAH SEMPIT ANULUS

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA COOLER TANK FASSIP - 01

PENELITIAN EKSPERIMENTAL PERPINDAHAN PANAS PADA CELAH SEMPIT ANULUS: KONSTRUKSI DAN PENGUJIAN ALAT

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

SIMULASI EKSPERIMENTAL KECELAKAAN PARAH PADA PEMAHAMAN ASPEK MANAJEMEN KECELAKAAN

MODEL AUTOMATA PENGOPERASIAN DAN PERSIAPAN UNTAI UJI TERMOHIDRAULIKA BETA

Diterima editor 12 Mei 2012 Disetujui untuk publikasi 04 Juni 2012

STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD

EKSPERIMEN AWAL ALIRAN SIRKULASI ALAMIAH PADA SIMULASI SISTEM KESELAMATAN PASIF

STUDI EKSPERIMENTAL DISTRIBUSI TEMPERATUR TRANSIEN PADA SEMI SPHERE SAAT PENDINGINAN. Amirruddin 1, Mulya Juarsa 2

STUDI KARAKTERISTIK ALIRAN PADA TUJUH SILINDER VERTIKAL DENGAN SUSUNAN HEKSAGONAL DALAM REAKTOR NUKLIR MENGGUNAKAN PAKET PROGRAM FLUENT

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

EFEK PERUBAHAN KETINGGIAN COOLER TERHADAP KECEPATAN ALIRAN AIR PADA SIMULASI SISTEM PASIF

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENELITIAN KECELAKAAN KEHILANGAN PENDINGIN DI KAKI DINGIN REAKTOR PADA UNTAI UJI TERMOHIDROLIKA REAKTOR

EFEK BATASAN COUNTER CURRENT FLOW PADA PERPINDAHAN PANAS PENDIDIHAN DALAM CELAH SEMPIT

ANALISIS FLUKS KALOR PADA CELAH SEMPIT ANULUS DENGAN VARIASI TEMPERATUR AWAL MENGGUNAKAN BAGIAN UJI HeaTiNG-01

L untuk 4 ss o i PROSIDING SEMINAR. kalor dapat. didih. (boiling. diklasifikasikan. saturasi (1) menjadi dua. benda yaitu. diperlihatkan (2) dengan,

EFEK VARIASI TEMPERATUR PELAT PADA CELAH SEMPIT REKTANGULAR TERHADAP BILANGAN REYNOLDS

INTEGRASI UNTAI UJI BETA (UUB) DENGAN BAGIAN UJI HeaTING-01 PADA BAGIAN MEKANIK

KARAKTERISTIK PENDIDIHAN DALAM CELAH SEMPIT REKTANGULAR VERTIKAL DENGAN VARIASI TEMPERATUR AWAL PLAT

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Skema pressurized water reactor ( September 2015)

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR)

STUDI EKSPERIMENTAL KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOR MODEL WATER HEATER KAPASITAS 10 LITER DENGAN INJEKSI GELEMBUNG UDARA

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGUJIAN IRADIASI KELONGSONG PIN PRTF DENGAN LAJU ALIR SEKUNDER 750 l/jam. Sutrisno, Saleh Hartaman, Asnul Sufmawan, Pardi dan Sapto Prayogo

MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK LABVIEW. Kussigit Santosa, Sudarno, Dedy Haryanto

REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION

PENGARUH LAJU ALIRAN PADA PERPINDAHAN KALOR PENDIDIHAN DI VERTICAL RECTANGULAR NARROW GAP

PEMODELAN TERMOHIDROLIKA SUB-KANAL ELEMEN BAKAR AP-1000 MENGGUNAKAN RELAP5

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Fenomena Transport Heat Exchanger Sistem Untai

PENINGKATAN EFISIENSI SISTEM PEMANAS AIR KAMAR MANDI MENGGUNAKAN INJEKSI GELEMBUNG UDARA

Kata kunci: analisis transient aliran, SSSR, aliran sirkulasi alam, loop primer, kondisi normal.

ANALISA FLUKS KALOR KRITIS PADA PERUBAHAN SUHU PELAT DAN LAJU ALIRAN AIR PENDINGIN UNTUK KASUS PEMANASAN-GANDA DI CELAH SEMPIT REKTANGULAR

REAKTOR PEMBIAK CEPAT

ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR

ANALISIS KEHILANGAN ALIRAN PENDINGIN PRIMER RSG-GAS MODA SATU JALUR

PENGARUH DAYA TERHADAP UNJUK KERJA PIN BAHAN BAKAR NUKLIR TIPE PWR PADA KONDISI STEADY STATE

KARAKTERISASI PERUBAHAN TEKANAN DAN TEMPERATUR PADA UNTAI UJI BETA (UUB) BERDASARKAN VARIASI DEBIT ALIRAN

MODUL 2 ANALISIS KESELAMATAN PLTN

PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKA T NUKLIR. Pusat Teknologi Akselerator don Proses Bahan Yogyakarta, 28 Agustus 2008

Website : jurnal.ftumj.ac.id/index.php/semnastek

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR

PERHITUNGAN LAJU ALIR PENDINGIN AIR SISI PRIMER PADA UNTAI UJI BETA UNTUK EKSPERIMEN SISTEM PASIF

Analisis Perpindahan Panas Pada Cooler Tank FASSIP - 01

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

ANALISIS SUDU KOMPRESOR AKSIAL UNTUK SISTEM TURBIN HELIUM RGTT200K ABSTRAK ABSTRACT

Simulasi Efek Ukuran dan Lokasi Kebocoran Pipa Pendingin Reaktor Nuklir Menggunakan Fasilitas Eksperimen UUTR.Mod-l

ANALISIS KECELAKAAN KEHILANGAN PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR TIPE PIUS MENGGUNAKAN RELAP5/MOD2. Ign. Djoko Irianto*

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

PENGARUH PENAMBAHAN ALIRAN DARI BAWAH KE ATAS (BOTTOM-UP) TERHADAP KARAKTERISTIK PENDINGINAN TERAS REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RANCANG BANGUN MODEL ALAT UJI TERAS REAKTOR NUKLIR SMALL MODULAR REACTOR (SMR)

TINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR

KARAKTERISTIKA PERPINDAHAN PANAS TABUNG COOLER PADA FASILITAS SIMULASI SISTEM PASIF MENGGUNAKAN ANSYS

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

ANALISIS POMPA PENDINGIN REAKTOR TRIP PADA REAKTOR TRIGA-2000 MENGGUNAKAN RELAP/SCDAPSIM/MOD3.4. A. R. Antariksawan *)

REAKTOR PENDINGIN GAS MAJU

RANCANG BANGUN TEMPORARY AIR CONDITIONER BERBASIS PENYIMPANAN ENERGI TERMAL ES

Analisis Termal Hidrolik Gas Cooled Fast Reactor (GCFR)

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SIMULASI KECELAKAAN KEHILANGAN PENDINGIN DI KAKI PANAS REAKTOR PADA UNTAI UJI TERMOHIDROLIKA REAKTOR

PENGUJIAN THERMOELECTRIC GENERATOR (TEG) DENGAN SUMBER KALOR ELECTRIC HEATER 60 VOLT MENGGUNAKAN AIR PENDINGIN PADA TEMPERATUR LINGKUNGAN

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1)

ANALISIS LAJU ALIRAN AIR DI COOLER PADA HEAT SINK SYSTEM UNTAI UJI FASSIP

Pengaruh Penggunaan Baffle pada Shell-and-Tube Heat Exchanger

REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK)

Studi Numerik Pengaruh Gap Ratio terhadap Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Susunan Setengah Tube Heat Exchanger dalam Enclosure

PEMBUATAN KODE KOMPUTER UNTUK ANALISIS AWAL TERMOHIDROLIK SUBKANAL PENDINGIN REAKTOR LWR

BAB I PENDAHULUAN I.1.

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA PERANGKAT BAHAN BAKAR PLTN TIPE PWR AP 1000 DAN PWR 1000 MWe TIPIKAL DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KOMPUTER

Reactor Safety System and Safety Classification BAB I PENDAHULUAN

STUDI EKSPERIMENTAL PERPINDAHAN KALOR KONVEKSI PAKSA PADA NANOFLUIDA AIR-ZrO 2 DI DALAM SUB-BULUH VERTIKAL SEGIEMPAT. Ketut Kamajaya, Efrizon Umar

EVALUASI PARAMETER DESAIN TERMOHIDROLIKA TERAS DAN SUB KANAL PLTN AP1000 PADA KONDISI TUNAK

Rancang Bangun Model Alat Uji Teras Reaktor Nuklir Small Modular Reactor (SMR) Dengan Fluida Pendingin H2O Untuk Kondisi Konveksi Paksa

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE

Transkripsi:

STUDI AWAL PENDINGINAN PADA BATANG PEMANAS BERTEMPERATUR TINGGI MENGGUNAKAN BAGIAN UJI QUEEN-II Mulya Juarsa, Puradwi I.W. Pusat Teknologi reaktor dan Keselamatan Nuklir PTRKN Gd.8 Kawasan PUSPIPTEK Tangerang 1531 BANTEN email: juars@batan.go.id ABSTRAK STUDI AWAL PADA PENDINGINAN BATANG PEMANAS BERTEMPERATUR TINGGI MENGGUNAKAN BAGIAN UJI QUEEN-II. Pengamatan untuk memahami pendinginan pada peristiwa pasca LOCA merupakan langkah awal untuk menganalisis perpindahan panas pendidihan. Rewetting yang timbul pada pendinginan batang pemanas bertemperatur tinggi merupakan fenomena yang juga timbul pada proses penggenangan kembali teras reaktor setelah LOCA, dimana temperatur pembungkus bahan bakar masih bertemperatur tinggi. Bagian uji QUEEN-II telah dikonstruksi dan diuji untuk penelitian perpindahan panas pendidihan transien pada eksperimen pendinginan pasca LOCA. Pengujian dilakukan dengan memanaskan batang pemanas hingga mencapai temperatur hampir 9 o C, kemudian didinginkan baik secara radiasi maupun didinginkan dengan air bertemperatur 85 o C. Fenomena rewetting yang terjadi pada proses pendinginan dengan air diindikasikan dengan timbulnya rejim didih film yang memperlambat laju aliran pendinginan. Kecepatan rata-rata rewetting yang diperoleh adalah 9,68 mm/detik pada laju aliran air 15,76 mm/detik. Kata kunci: temperatur, rewetting, pendinginan. ABSTRACT PRELIMINARY STUDY ON HIGH TEMPERATURE HEATED ROD COOLING USING QUEEN-II TEST SECTION. An Observation to understand cooling process in Post-LOCA event is a preliminary step to analyze boiling heat transfer. Rewetting which appears during cooling on high temperature heated rod is a phenomenon which also appears in reflooding process on reactor core after LOCA, where cladding fuel temperature is still high. The QUEEN-II test section was constructed and tested for research on transient boiling heat transfer on cooling experiment during Post-LOCA. Testing has been done by heated-up the rod until 9 o C, and then cooling down by radiation and also by water with temperature of 85 o C. Rewetting phenomena which occurs on cooling process by water is indicated by film boiling regime which slows down the water flow rate. Rewetting average velocity is 9.68 mm/s for water flow rate of 15.67 mm/s. Key Words: temperature, rewetting, cooling. 1

PENDAHULUAN Dalam pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dimungkinkan terjadinya kecelakan berdasarkan prediksi yang ditentukan selama rancangan desainnya. Salah satunya adalah kecelakaan kehilangan air pendingin (Loss-Of-Coolant Accident, LOCA) yang merupakan jenis peristiwa kecelakaan yang dipostulasikan dan menjadi dasar desain (Desain Basic Accident, DBA) pada sistem keselamatan PLTN. Saat terjadinya LOCA, di mana teras kekurangan air akibat bocornya salah satu dan atau kedua pipa pendingin primer pada reaktornya akan mengakibatkan naiknya temperatur permukaan kelongsong bahan bakar yang diakibatkan oleh panas peluruhan yang masih tinggi, meskipun reaktor telah mengalami shutdown, sehingga sistem pendingin teras darurat (emergency core cooling sistem, ECCS) akan bekerja secara otomatis [1]. Proses dari terjadi kebocoran hingga terendamnya kelongsong bahan bakar merupkan peristiwa Post- LOCA (pasca LOCA) yang terdiri dari tahapan pengosongan (blowdown), pengisian kembali (refill) dan penggenangan kembali (reflooding). Peristiwa melelehnya teras jika reflooding gagal mendinginkann teras termasuk kategori kecelakaan parah yang dapat dianggap bagian akhir Post-LOCA. Pada reaktor air tekan (Pressurized Water Reactor, PWR), proses pendinginan bahan bakar di dalam teras dilakukan dengan menggenangi teras dari bagian bawahnya (bottom reflooding) dengan mengoperasikan pompa ECCS. Fenomena yang muncul selama periode pendinginan salah satunya adalah terlihatnya fluktuasi temperatur cladding pada bahan bakar yang timbul mulai awal penggenangan hingga tenggelamnya seluruh bahan bakar oleh air, dimana temperatur maksimal cladding akan mencapai 93 o C [2], seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1 berdasarkan kelayakan analisisnya. Pemahaman Post-LOCA seperti disebut di atas telah dilakukan sejak tahun 23 hingga tahun 25 oleh penulis melalui penelitian tentang fenomena rewetting selama quenching [3,4] untuk menghitung kecepatan rewetting dengan menggunakan bagian uji QUEEN-I [4]. Meskipun capaian temperatur maksimal pada batang pemamanas hanya 6 o C. Hasil penelitian menggunakan bagian uji QUEEN-I menunjukkan dan membuktikan adanya pembagian rejim pendidihan selama pendinginan berlangsung. Sedangkan, eksperimen menggunakan bagian uji QUEEN-II (alat eksperimen baru) pada tahun 26 dengan kondisi temperatur batang pemanas mencapai hampir 9 o C memiliki keadaan yang cukup berbeda. Sehingga, pernjelasan terkait hasil pengamatan pada fenomena rewetting yang timbul menjadi bahan diskusi yang menarik. 2

14 Temperatur Tube Cladding Bahan Bakar, T [ o C] 12 1 8 6 4 2 Temperatur puncak, 93 o C Bahan bakar terendam ECCS beroperasi Perubahan temperatur akibat fluktuasi aliran pendingin di dalam reaktor Terjadinya Kebocoran 5 1 15 2 25 3 35 Waktu, t [detik] Kriteria keputusan (1.2 o C) Temperatur menurun akibat Cladding terendam kembali Gambar 1. Perubahan temperatur kelongsong bahan bakar pasca LOCA[2] TEORI Selama quenching pada temperatur permukaan suatu batang pemanas yang bertemperatur tinggi (di atas temperatur saturasi air pendinginnya), batang pemanas tidak akan serta merta dapat ditenggelamkan dan dibasahi oleh air pendingin, dikarenakan ketika air akan menyentuh permukaan batang pemanas, penguapan terjadi sehingga permukaannya tetap kering. Selanjutnya, peristiwa kontaknya air dengan permukaan terjadi secara berulang, sembari batang pemanas mengalami penurunan temperatur dan pada saat tertentu air akhirnya dapat membasahi permukaan batang pemanas. Pada bagian di mana terjadi kontak antara air dan permukaan kelongsong disebut sebagai batas basah (quenching front) atau rewetting, titik ini membatasi daerah kering dan daerah basah. Dengan kata lain rewetting dapat pula diartikan bahwa permukaan kelongsong untuk pertama kalinya terbasahi kembali setelah sebelumnya kering akibat LOCA. Sedangkan istilah, quenching dapat berarti lebih umum, yaitu terjadinya pendinginan secara cepat oleh fluida pada dinding yang awalnya bertemperatur tinggi, dan lebih sering disebut peristiwa penenggelaman mendadak benda panas dalam suatu media pendingin. Pendingin yang dimaksud adalah penurunan panas pada batang pemanas oleh media pendingin dengan beda temperatur yang lebih rendah. Pendinginan disertai proses pendidihan apabila temperatur batang pemanas memiliki temperatur di atas temperatur saturasi air. Proses pendinginan terjadi dengan mekanisme perpindahan panas pendidihan yang dimulai dari rejim didih film kemudian rejim didih transisi di mana temperatur minimum didih film (minimum film boiling) tercapai, kemudian pendidihan berakhir pada 3

rejim didih inti sesaat setelah harga maksimum dari fluks kalor tercapai. Proses reflooding dideskripsikan pada Gambar 2 yang menunjukkan aliran dan rejim perpindahan panas yang diamati termasuk fenomena rewetting. Arah aliran pada Gambar 2 adalah menuju ke atas secara konveksi paksa. Rejim pendidihan dari bagian bawah tersusun sebagai berikut: didih inti, didih transisi dan didih film. T q = T mfb, merupakan temperatur batas basah atau temperatur didih film minimum yang memisahkan rejim didih transisi dan rejim didih film. Gambar 2. Proses reflooding dari bawah [5] Berbeda dengan pendidihan kolam (pool boiling) rejim perpindahan panas pada pendidihan aliran (flow boiling) ditentukan oleh berbagai variabel: laju alir massa, jenis fluida, geometri sistem, fluks panas dan distribusi aliran [6]. Beberapa studi eksperimental terkait rewetting yang timbul pada penggenangan dari bawah (bottom refolding) diperlihatkan pada table 1. Tabel 1. Beberapa studi eksperimental terkait rewetting yang timbul pada penggenangan dari bawah (bottom refolding) [7]. No Peneliti Panjang Temperatur Interval Interval laju Geometri bagian awal batang kecepatan aliran air bagian uji panas pemanas rewetting (lpm) (m) ( o C) (mm/detik) 1. Duffey & Porthouse (1973) Annulus -,6-1,2 3-8 1-5 2. Piggot & Duffey (1975) Annulus.5,1,55 7 1,5 6, 3. Piggot & Porthouse (1975) Annulus 1,2,36 3,6 4-7 1-33 4. Lee et al. (1978) Tube 4, 1,2 6,1 45-65 25-17 5. Neti & Chen (1982) Tube 1,45,45,94 4-6 5-95 6. Bankoff et al. (1985) Tube 3,5,5 3,6 55 28-1 7. Tuzla et al. (1991) Rod bundle 1,2,56 2,1 8 1-5 8. Burnea et al. Annulus,8-35 - 6 16-38 4

KONSTRUKSI BAGIAN UJI QUEEN-II Pada bagian ui QUEEN-II, selain rongga silindernya diharuskan tidak terisi oleh pemanas atau material lain dan dengan pencapaian temperatur awal yang tinggi (8 o C- 9 o C), juga titik-titik pengukuran temperature (termokopel) diperbanyak menjadi 8 titik yang dipasang secara vertikal sepanjang batang pemanas, mengingat untuk bagian uji QUEEN-I hanya 2 titik pengukuran saja. Hal ini akan lebih menajamkan analisis pada perhitungan kecepatan rewetting yang akan menjadi parameter acuan pada analisis perpindahan panas pendidihannya. Konstruksi bagian uji QUEEN-II dapat dilihat pada Gambar 3a dan diagram untai ui BETA termodifikasi diperlihatkan pada Gambar 3b. Gambar 3a. Bagian Uji QUEEN-II dan Susunan 8 Titik Termokopel QUEEN-II GAMBAR. DIAGRAM ALIR UNTAI UJI BETA - TS. QUEEN-II Rev-1 KONDENSER TANKI RESERVOAR Plenum ATAS Drain (outlet) POMPA V-1 V-4 V-2 PlenumBAWAH V-3 PRE-HEATER Gambar 3b. Diagram Alir Untai Uji BETA (modifikasi 1) 5

METODE PENELITIAN Penelitan awal untuk memahami karakteristik temperatur transien selama pendingan pada batang pemanas bertemperatur tinggi (T=85oC) dilakukan dalam beberapa tahap. Tahapan tersebut dilakukan agar setiap tahapan penelitian dapat memberikan gambaran yang jelas tentang perpindahan panas radiasi dan konveksi. Tahapan metode penelitiannya, adalah : 1. Melakukan karakterisasi pemanasan batang pemanas hingga mencapai temperatur tinggi (85 o C), berdasarkan data tegangan, daya dan temperatur batang pemanas. 2. Melakukan pengamatan proses pendingan batang pemanas bertemperatur tinggi (85 o C) tanpa air (pendinginan radiasi murni). Pendinginan radiasi yang diamati berdasarkan dua kasus, yaitu keadaan pertama tanpa tabung kuarsa dan keadan kedua dengan tabung kuarsa. Catatan, eksperimen yang akan dilakukan untuk kasus pendinginan dengan tabung kuarsa. 3. Melakukan pengamatan proses pendingan batang pemanas bertemperatur tinggi (85 o C) dengan menggunakan air bertemperatur lebih dari 85 o C pada laju aliran tertentu. Pengamatan dititik beratkan pada kemampuan mekanik dan termal dari bagian uji QUEEN-II dan mengamati fenomana rewetting yang timbul selama pendinginan dengan air. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Pemanasan Radiasi (Keadaan Tunak) Pada tahap pertama dilakukan dengan menaikkan tegangan tahap demi setahap, hingga tegangan maksimalnya. Gambar 4. Kondisi pemanasan pada bagian uji QUEEN-II 6

Uji pemanasan secara radiasi ini dilakukan tanpa menggunakan tabung gelas kuarsa, sehingga panas yang muncul dari open coil heater pada daya maksimalnya langsung memanaskan batang pemanas. Dari Gambar 4, diperlihatkan proses pemanasan batang pemanas hingga mencapai temperatur tertinggi (pembacaan termokopel sebesar 85 o C). Gambar 5a dan 5b secara bertururt-turut menjelaskan karakterisasi pemanasan pada parameter terukur seperti daya versus tegangan dan temperatur versus posisi TC. Pemanasan (Gambar 6a) dilakukan dengan menaikkan daya tegangan slide regulator voltage, setiap 5 menit sebesar 2 volt. Kurva pada gambar 5a menunjukkan interpolasi polynomial orde-2, dengan membandingkan hitungan teoritis: P( V ) 2 V R (1) dimana daya, P(V) dan tegangan, V adalah variabel. Sedangkan resistansi kawat, R merupakan nilai konstan. Kurva hasil perhitungan dan pengukuran menunjukkan hampir tidak adanya perbedaan. Dalam hal ini, pengukuran tegangan dan arus menggunakan alat multitester digital adalah sebagai berikut: V max = 22 Volt I max = 51 Ampere Hasil pengujian menunjukkan daya pada tegangan maksimal 22 Volt antara perhitungan dan pengukuran adalah P ukur = 1,43 kw dan P hitung =1,76 kw. Daya Heater, P [watt] Kurva Karakterisasi Pemanasan 12 11 1 9 8 7 6 5 4 Kurva. Daya vs Tegangan Daya Pengukuran Daya Perhitungan P(V) = (.21)V 2 + (1.7)V - 19.15 P(V) = (.22)V 3 2 1 5 1 15 2 25 Tegangan Regulator, V [volt] (a) Kurva. Posisi TC vs Temperatur Posisi Termokopel, L (mm) 8 7 6 5 4 3 2 1 Kurva. Distribusi Temperatur pada L= 7 mm T = 553 o C posisi Vertikal L= 6 mm Temperatur TC T = 788 o C L= 5 mm T = 867 o C L= 4 mm ATAS T = 86 o C L= 3 mm T = 845 o C L= 2 mm T = 79 o C L= 1 mm T = 686 o C L= mm BAWAH T = 331 o C -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 TC Temperatur, T [ o C] (b) Gambar 5. Kurva-kurva karakteristik pemanasan 7

Gambar 5b, memperlihatkan posisi termokopel versus temperatur yang memperjelas kondisi pemanasan di dalam pemanas semi-silinder keramik. Aliran panas secara alamiah akan mengalir dari arah bawah ke atas, dan ini dibuktikan (melalui pengamatan visualisasi) adanya pola panas pada bagian atas keramik. Kurva pada gambar 5b menunjukkan perbedaan temperatur dari arah bawah ke atas, terlihat bahwa temperatur di bawah lebih dinging dari tujuh pembacaan temperatur lainnya. Pada posisi 2 mm hingga 6 mm, pembacaan temperatur menunjukkan besar temperatur yang hampir sama (rentang 8 o C-9 o C). Pada bagian atas, pembacaan temperatur mengindikasikan adanya drop temperatur. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh posisi termokopel yang dekat dengan keluaran aliran udara panas. Keadaan yang menarik dari gambar 5b adalah distribusi panas membentuk pola sinusoidal dan akan diperjelas pada bahasan selanjutnya. Hasil Pendinginan Radiasi (Tanpa Air) Gambar 6a dan 6b secara berturut-turut menunjukkan temperatur transien pendinginan secara radiasi tanpa melalui tabung kuarsa dan melalui tabung kuarsa. TC Temperatur, T [ o C] 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Kurva. Temperatur transien Pendinginan radiasi Tanpa Tabung Kuarsa TC No.1 TC No.2 TC No.3 TC No.4 TC No.5 TC No.6 TC No.7 TC No.8 TC Temperatur, T [ o C] 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Kurva. Temperatur transien Pendinginan radiasi Dengan Tabung Kuarsa TC No.1 TC No.2 TC No.3 TC No.4 TC No.5 TC No.6 TC No.7 TC No.8 2 4 6 8 1 12 14 16 18 2 Waktu, t [detik] (a) Tanpa tabung kuarsa 2 4 6 8 1 12 14 16 18 2 Waktu, t [detik] (b) Dengan tabung kuarsa Gambar 6. Kurva pendinginan radiasi tanpa air untuk T o =85 o C Pada gambar 6a, selang waktu detik hingga 12 detik temperatur tertinggi turun sebesar 7 o C. Sedangkan pada gambar 6b, pada selang yang sama, temperatur tertinggi turun hanya 65 o C. Kedua gambar tersebut (Gambar 6) menjelaskan pengaruh tabung kuarsa yang telah menahan laju aliran panas, meskipun hanya sedikit. Pada interval temperatur 2 o C hingga 1 o C, kapasitas panas tabung kuarsa cenderung meningkat[8]. Namun, kenaikan ini dianggap linier dan dengan gradien temperatur yang tidak tajam kenaikannya. 8

Meskipun timbul perbedaan besarnya penurunan temperatur pada kedua kasus di atas, perbedaan tersebut dapat dianggap tidak akan mempengaruhi laju aliran pendinginan saat menggunakan air. Perbedaan tersebut tidak akan berpengaruh begitu air mulai mengalir dari arah bawah yang secara bertahap menggenangi batang pemanas. Hasil pendinginan dengan temperatur air 85 o C Pendinginan secara bottom reflooding dengan air bertemperatur 85 o C dilakukan sesaat setelah temperatur awal batang pemanas dicapai. Dalam penelitian awal ini, temperatur tertinggi yang tercapai adalah 876 o C. Kurva yang diperlihatkan pada gambar 7 mengulas kembali kurva pada gambar 5b, dimana distribusi temperatur searah posisi vertikal termokopel menunjukkan bentuk sinusoidal. Bentuk sinusoidal dimungkinkan tercapai karena adanya aliran konveksi udara yang masuk melalui bagian bawah semisilinder keramik heater dan keluar pada bagian atasnya (lihat gambar 8). 8 Posisi Termokopel, L [mm] 7 6 5 4 3 2 1 Kurva. Distribusi Temperatur TC Rod pada posisi vertikal Temperatur Awal TC, T o L= mm; T o =265 o C L=7 mm; T 7 =474 o C L=5 mm; T 5 =873 o C L=4 mm; T 4 =876 o C L=3 mm; T 3 =848 o C L=2 mm; T 2 =798 o C L=6 mm; T 6 =789 o C L=1 mm; T 1 =78 o C -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Temperatur Awal TC, T o [ o C] Gambar 7. Kurva distribusi temperatur awal Batang pemanas pada posisis vertikal Proses ini merupkan sifat alamiah yang telah dikenal secara umum, bahwa udara akan akan bergerak ke arah daerah panas. Pada gambar 7, jelas terlihat adanya perbedaan temperatur di bagian bawah (TC8), bagian tengah (TC2-TC7) dan bagian atas (TC1). Bagian bawah temperatur TC paling rendah, ini diakibatkan TC8 berada pada daerah semburan aliran udara yang berasal dari udara lingkungan bertemperatur rendah dan fluks kalor yang kurang rapat dibandingkan pada bagian tengah. Bagian tengah memperjelas adanya kerapatan fluks kalor yang tinggi (memuncak pada TC3 dan TC4) selama proses 9

pemanasan yang terkumpul pada bagian tengah, namun dorongan aliran konveksi udara membentuk kurva sinusoidal yang lonjong ke arah atas. Bagian atas, temperatur jauh lebih rendah dari bagian tengah, namun masih lebih tinggi dibandingkan dari bagian bawah. Gambar 8. Pola airan udara selama pemanasan. Distribusi temperatur sinusoidal yang terbentuk dapat dikatakan cukup mewakili keadaan fluks kalor pada reaktor nuklir. TC Temperatur, T [ o C] 1 9 8 7 6 5 4 3 Proses pendinginan bottom reflooding Rew. TC6 Rew. TC7 Rew. TC5 Rew. TC8 Rew. TC4 Rew. TC3 Rew. TC2 Rew. TC1 Kurva. T-vs-t Parameter : T air = 85 o C T rod =875 o C TC No.1 TC No.2 TC No.3 TC No.4 TC No.5 TC No.6 TC No.7 TC No.8 2 1 2 4 6 8 1 12 14 16 18 2 22 24 26 28 3 Waktu, t [detik] Gambar 9. Kurva pendinginan pada T air = 85 o C 1

Selama proses pendinginan dengan air, femonena pendidihan yang muncul sangat menarik. Gambar 9 menjelaskan kurva pola penurunan temperatur secara transien, jika diperhatikan pada salah satu garis (misal TC4), nampak adanya beberapa sloop penurunan temperatur. Sloop tersebut diawali oleh radiasi dari detik ke-6 hingga detik ke-56. Kemudian sloop rewetting, dari detik ke-56 sampai detik ke-64, sloop ini dikatakan sebagai area rejim didih film, kemudian disusul pada sloop ketiga, area didih transisi dan didih inti, dari detik ke-64 hingga detik ke-16. Keadaan ini sangat berbeda dengan riset terdahulu dengan menggunakan bagian uji QUEEN-I pada temperatur awal 6 o C. Terbentuknya rejim didih film, didih transisi dan didih inti jelas terlihat selama eksperimen berlangsung. Kurva pada gambar 9 menunjukkan temperatur transien selama proses pendinginan bottom reflooding pada temperatur awal batang pemanas 876 o C. Rewetting terjadi secara berturut-turut dari arah bawah ke atas dan terjadi pada temperatur yang berbeda sepanjang arah vertikal batang pemanas. Rewetting pada TC8, terjadi pada detik ke-38 dan pada temperatur 25 o C. Pada TC1, rewetting terjadi pada temperatur 385 o C di detik ke-1. Kecepatan rata-rata rewetting dapat dihitung berdasarkan waktu ketika rewetting terjadi pada TC8 dan TC1, diperoleh nilai kecepatan rata-rata rewetting adalah 9,68 mm/detik. Jika dibandindingka dengan laju aliran air pada operasi dingin (tanpa pemanasan Batang pemanas), yaitu 15,67 mm/detik, dengan kecepatan aliran selama proses pendinginan, maka terjadi hambatan akibat timbulnya didih film. Temperatur MFB terjadi pada selang temperatur 25 o C 7 o C. KESIMPULAN Telah diperoleh hasil studi awal proses pendinginan batang pemanas bertemperatur tinggi (876 o C) pada bagian uji QUEEN-II yang telah desain pada tahun 24 dan dikonstruksi pada tahun 25. Selama tahun 26, fokus kegiatan adalah memahami karakteristik temperatur transien selama pendinginan. Adapun kesimpulan hasil penelitian awal ini adalah : - Tercapainya temperatur pemanasan hingga hampir mencapai 9 o C (realistik, 876 o C). - Pemahan penurunan temperatur transien secara radiasi (tanpa air pendingin) untuk temperatur awal 85 o C, baik yang melalui tabung kuarsa maupun tanpa tabung kuarsa. Hasil ini membuktikan bahwa desain dan konstruksi QUEEN-II mampu beroperasi sesuai dengan yang direncanakan. 11

- Pemahan penurunan temperatur transien selama pendinginan dengan air bertemperatur 85 o C pada temperatur awal 876 o C. Konstruksi tabung kuarsa terbukti mampu mengalami proses pendinginan yang ekstrim. - Kecepatan rata-rata prewetting adalah 9,68 mm/detik pada laju aliran air 15,67 mm/detik (1,562 lpm). Meskipun memiliki geometri yang berbeda, penelitian No.1, No.2 dan No.1 (Tabel 1.) hasilnya mendekati hasil pengamatan pada eksperimen ini. - Rejim pendidihan yang teramati adalah rejim didih film, didih transisi dan didih inti. Dengan diperolehnya data dan validasi kemampuan bagian uji QUEEN-II pada eksperimen awal ini, maka penelitian dengan variasi laju aliran dan variasi tempearur awal batang pemanas dapat dilakukan pada tahun-tahun berikutnya. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih yang tak terhingga, disampaikan kepada Dr. Ir. Anhar Riza Antariksawan yang telah membimbing penulis selama melakukan desian hingga pengujian bagian uji QUEEN-II. Kepada rekan-rekan sub bidang termohidrolika BOFa PTRKN saya mengucapkan beribu terimakasih atas bantuan dan dukungannya. DAFTAR PUSTAKA 1. J.M. BROUGHTON et al., A Scenario on The Three Mile Island Unit 2 Accident, Nuclear Technology, Vol. 87, No. 1, 1989. 2. AGENCY OF NATURAL RESOURCES AND ENERGY, MITI-JAPAN, Hopes to Make Safe More Secured How the Safety of NPP is Secured in Policy Terms, Serial Publication of NPP Safety Demonstration /Analysis, Tokyo-Japan, 21. 3. KHAIRUL HANDONO dkk., Eksperimental Reflooding Pada Untai Uji BETA: Karakterisasi dan Eksperimen Awal, Prosiding Presentasi Ilmiah Teknologi Keselamatan Nuklir VI, Serpong 21. 4. MULYA JUARSA dkk, Studi Eksperimental Rejim Pendidihan Selama Proses Quenching pada Bundel Pemanas QUEEN, Prosiding Seminar ke-ix Teknologi dan Keselamatan PLTN serta Fasilitas Nuklir, Jakarta, 23. 5. CARBAJO, J.J., A Study On The Rewetting Temperature, Nuclear Engineering and Design, Vol, 84 page 21 52, 1984. 6. N.E. TODREAS and M.S. KAZIMI, Nuclear Sistem I: Thermal Hydraulic Fundamentals, Hemisphere Publishing, 1 st ed., 199. 7. A.K. SAXENA et al., Experimental Studies on Rewetting of Hot Vertical Annular Channel, Nuclear Engineering and Design,Vol. 28, page 283 33, 21. 8. http://www.quartz.com/ge Quartz - Heat Capacity Chart.htm 12