BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perwakafan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum dengan menyerahkan sebagian dari harta bendanya untuk kepentingan umum dan kesejahteraan umat sebagai wujud ibadah kepada Allah SWT. Hukum mengenai perwakafan terdapat dalam Al Qur an yang merupakan dasar hukum wakaf, demikian juga dengan yang dikatakan Rasulullah SAW dimana apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali 3 (tiga) hal, yaitu sedekah jariyah (menurut pemahaman para ulama menafsirkan istilah sedekah jariyah tersebut dengan wakaf), ilmu yang bermanfaat dan doa anak saleh kepada orang tuanya. Wakaf menurut Mazhab Syafi i adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya dengan tetap utuhnya barang dan barang tersebut hilang kepemilikannya dari waqif, serta dimanfaatkan pada sesuatu yang dibolehkan. Jadi dengan terjadinya wakaf, maka status kepemilikan atas harta yang telah diwakafkan tersebut menjadi hilang. 1 Praktek wakaf di Indonesia masih dilaksanakan secara konvensional yang memungkinkan rentan terhadap berbagai masalah dan tidak sedikit yang berakhir di pengadilan. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan berbagai macam peraturan yang mengatur mengenai masalah perwakafan. Pada dasarnya, Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 1 Suhrawardi K.Lubis, dkk, 2010, Wakaf & Pemberdayaan Umat, Cetakan Pertama, Sinar Grafika Offset, Jakarta, hlm. 5 1
Tahun 1960 memuat ketentuan khusus mengenai masalah perwakafan. Akan tetapi, mengingat arti pentingnya wakaf, maka pemerintah juga mengeluarkan peraturan lainnya di bidang perwakafan. Salah satu diantaranya yaitu dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf ini maka sudah memberikan kejelasan mengenai harta wakaf di Indonesia. Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, ditentukan wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Sedangkan pengertian wakaf menurut Pasal 215 Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Dalam surat wasiat yang diteliti oleh penulis, ditegaskan bahwa tanah diwakafkan oleh orang tua kepada anak-anak beserta saudaranya. Jenis wakaf yang dilakukan oleh pewasiat adalah merupakan wakaf ahli, hal ini didasarkan bahwa wakaf tersebut ditujukan kepada anak dan sanak saudara dari si pewasiat. Selain itu, oleh karena wakaf tersebut diikrarkan melalui surat wasiat, maka wakaf ini juga termasuk dalam wakaf dengan wasiat. Ketentuan mengenai wakaf dengan wasiat di Indonesia diatur secara jelas dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. 2
Wakaf ahli merupakan salah satu bentuk dari macam-macam wakaf menurut syariat Islam yang disebut juga dengan wakaf dzurri. Wakaf ahli adalah wujud wakaf yang diperuntukkan bagi sanak keluarga, dimana pihak yang menerima manfaat atas pengelolaan tanah tersebut adalah keluarga yang tersebut di dalam pernyataan wakaf yang dibuat oleh wakif. Wakaf jenis ini oleh hukum Islam dibenarkan. Salah satu tujuannya adalah untuk menghindarkan dari terjadinya perpecahan keluarga karena pewarisan dan juga menghindarkan dari kemiskinan. Akan tetapi, tidak semua ahli waris mengetahui secara benar bagaimana kedudukan wakaf itu sendiri terhadap harta benda yang diwakafkan. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya perselisihan diantara keluarga. Wakaf dengan wasiat dalam penelitian ini terjadi pada tahun 1913 dimana pada tahun tersebut belum ada ketentuan yang mengatur mengenai wakaf di Indonesia. Hal ini dapat menimbulkan akibat hukum pada masa sekarang, yaitu apakah harta benda yang diwakafkan harus didaftarkan kembali atau dapat menjadi hilang statusnya setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Selain itu, dalam surat wasiat tersebut dituliskan bahwa tanah tersebut diwakafkan kepada anak-anaknya beserta para keturunannya serta saudaranya, sedangkan menurut Pasal 40 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dinyatakan bahwa harta benda wakaf tidak dapat diwariskan. Pasal 40 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf menyebutkan bahwa harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang untuk dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, atau dialihkan dalam bentuk pengalihan 3
hak lainnya. Dari keterangan pasal tersebut, jelas bahwa harta benda wakaf tidak dapat diwariskan. Sehubungan dengan paparan tersebut di atas, terdapat beberapa permasalahan yang timbul mengenai wakaf ahli dalam surat wasiat tersebut. Wakaf ahli tersebut dilakukan jauh sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, sedangkan setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf tersebut tidak ada satu pasal pun yang mengatur mengenai wakaf ahli. Peraturan perundang-undangan ini hanya mengatur mengenai wakaf secara garis besar, mengatur mengenai jenis harta benda wakaf maupun tentang keberadaan Badan Wakaf Indonesia (BWI). Akan tetapi tidak ada pasal yang mengatur mengenai wakaf ahli. Pasal 1 Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf mendefinisikan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Dari bunyi Pasal 1 tersebut di atas dimaksudkan bahwa wakaf hanya diperuntukkan guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah, tidak ada pengaturan bahwa wakaf itu ditujukan untuk keluarga. Dengan begitu, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf tidak mengenal mengenai wakaf ahli, yang dikenal hanya wakaf umum atau wakaf Khairi yaitu wakaf yang ditujukan untuk kepentingan umum dan tidak dikhususkan untuk orang-orang tertentu. 4
Sehubungan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf di Indonesia, peneliti sangat tertarik untuk meninjau kembali terhadap surat wasiat dari Hadji Jahja bin Oemar kepada anak-anak beserta sanak saudaranya pada tahun 1913 tersebut yang merupakan wujud dari wakaf ahli untuk menganalisa persoalan-persoalan yang muncul terkait dengan surat wasiat tersebut. Oleh karena itu, dalam tesis ini peneliti mengambil judul Wakaf Ahli Dalam Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Wakaf di Indonesia (Studi Kasus Wakaf Tuan Hadji Jahja bin Oemar Tahun 1913). B. Rumusan Masalah Melihat kompleksnya permasalahan yang ada dan luasnya masalah yang harus diteliti dalam surat wasiat tersebut di atas, maka peneliti membatasi permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana keberadaan wakaf ahli dalam ketentuan peraturan perundangundangan mengenai perwakafan di Indonesia? 2. Bagaimana keabsahan perbuatan hukum wakaf ahli yang dilakukan oleh wakif melalui wasiat menurut hukum Islam? 3. Bagaimana kedudukan dan kewenangan penerima wasiat dalam wakaf ahli terhadap objek wakaf tersebut setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf? 4. Apakah dengan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai wakaf di Indonesia para ahli waris wajib mendaftarkan harta benda wakaf tersebut? 5
C. Keaslian Penelitian Dalam penelitian ini, sebelumnya penulis telah melakukan penelusuran kepustakaan. Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang telah dilakukan, terdapat beberapa karya ilmiah yang berkaitan, di antaranya adalah sebagai berikut : 1. Penelitian oleh Imam Suhadi pada Juni 1983 sampai dengan Februari 1992 tentang Pengembangan Tanah Wakaf Dalam Rangka Pelaksanaan Undang- Undang Pokok Agraria di Kabupaten Bantul. 2. Penelitian oleh Abdul Ghofur Anshori tentang Peran Nadzir Dalam Pengelolaan Tanah Wakaf di Ngawi. 3. Penelitian Tesis yang disusun oleh Anif Rahmawati pada tahun 2002 dengan judul Tinjauan Hukum Tentang Pelaksanaan Perwakafan Tanah Pada Lembaga Muhammadiyah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 di Kota Yogyakarta. 4. Penelitian Tesis yang disusun oleh Sakinah Nur pada tahun 2005 dengan judul Peranan Nadzir Dalam Pendayagunaan Tanah Wakaf di Kota Makassar. 5. Penelitian Tesis yang disusun oleh Harlina pada tahun 2007 dengan judul Tinjauan Yuridis Mengenai Persyarikatan Muhammadiyah Sebagai Nadzir Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Dalam Pengelolaan Wakaf di Kota Yogyakarta. 6. Penelitian oleh Abdullah Srudhadi pada tahun 2008 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Nazhir Dalam Pengelolaan Tanah Wakaf Persyarikatan Muhammadiyah di Kabupaten Sleman. 6
7. Penelitian oleh Sri Anah pada tahun 2008 tentang Analisis Yuridis Terhadap Pengelolaan Tanah Wakaf Secara Produktif oleh Nadzir Muhammadiyah di Kota Yogyakarta. 8. Penelitian Tesis yang disusun oleh Nanda Umi Kalsum pada tahun 2010 dengan judul penelitian Tinjauan Yuridis Tanah Wakaf, Studi Kasus Penjaminan Sertifikat Tanah Wakaf Masjid Fathul Qorib di Kelurahan Pra Wirodirjan Kecamatan Gondomanan Yogyakarta. Sejauh yang diketahui oleh penulis, belum ada penelitian yang membahas mengenai tema yang penulis teliti yaitu mengenai kedudukan wakaf ahli dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang studi kasusnya melalui surat wasiat dari Tuan Hadji Jahja bin Oemar kepada anak-anak beserta sanak saudaranya pada tahun 1913. Penelitian ini jelas mempunyai perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu, baik itu dari segi pembahasan mengenai jenis wakaf, permasalahan maupun lokasi penelitiannya. Jadi, penelitian yang penulis ambil adalah asli. Dengan adanya penelitian ini, maka diharapkan dapat saling melengkapi dengan penelitian-penelitian yang telah ada. D. Manfaat Penelitian Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik itu berupa manfaat teoritis maupun manfaat praktis. Adapun manfaat tersebut adalah sebagai berikut : 7
1. Manfaat teoritis Sebagai karya tulis yang bersifat akademik, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan atau sumbangan pikiran bagi pengembangan ilmu serta pengetahuan tentang kenotariatan khususnya mengenai wakaf ahli yang menurut ketentuan perundang-undangan tidak mengatur mengenai hal tersebut. Selain itu peneliti berharap agar penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan penelitianpenelitian selanjutnya. 2. Manfaat praktis Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mengenai wakaf ahli dan pengetahuan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf mengenai tujuan pelaksanaan wakaf di Indonesia. E. Tujuan Penelitian Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah penelitian, yaitu : 1. Untuk mengetahui keberadaan wakaf ahli dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perwakafan di Indonesia. 2. Untuk mengetahui keabsahan perbuatan wakaf ahli melalui wasiat yang dilakukan oleh wakif menurut hukum Islam. 8
3. Untuk mengetahui kedudukan dan kewenangan penerima wasiat dalam wakaf terhadap objek wakaf tersebut setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. 4. Untuk mengetahui kewajiban para ahli waris dalam hal pendaftaran harta benda wakaf. 9