BAB IV PEMBAHASAN. Sebelum melangkah dalam penghitungan nilai instrinsik melalui pendekatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. Ketiga perusahaan tersebut adalah PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dengan

Hasil akhir dari proses pencatatan keuangan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan cerminan dari prestasi manajemen pada satu periode

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kalah baik dari pelaku usaha pendahulunya. Hal ini mendorong para pelaku

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia khususnya dalam bidang investasi saham. Pasar modal merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Perindustrian dan Perdagangan mengeluarkan target pertumbuhan sektor

Analisa Rasio Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Salah satu bidang investasi yang cukup menarik namun tergolong berisiko

BAB I PENDAHULUAN. (subprime mortgage crisis) telah menimbulkan dampak yang signifikan secara

BAB I PENDAHULUAN. investor atau calon investor menilai bahwa perusahaan berhasil dalam mengelola

Analisis Fundamental untuk menentukan nilai intrinsik saham sebagai dasar pengambilan keputusan investasi saham pada PT. Kimia Farma, Tbk.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja keuangan dapat diartikan sebagai kondisi perusahaan. Untuk

ANDRI HELMI M, SE., MM ANALISIS INVESTASI DAN PORTOFOLIO ANALISIS PERUSAHAAN

ANALISIS RASIO KEUANGAN

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS EKONOMI, KEUANGAN PERUSAHAAN & INVESTASI ANALISIS KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak diminati masyarakat saat ini. Menerbitkan saham merupakan salah

Bab 2: Analisis Laporan Keuangan

MATERI 10 ANALISIS PERUSAHAAN

Analisis Laporan Keuangan

RASIO LAPORAN KEUANGAN

BAB IV PEMBAHASAN. kewajiban lancar. Rasio ini menunjukkan sampai sejauh mana tagihan-tagihan jangka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Return investasi dapat berupa return realisasi dan return ekspektasi. Return

ANALISA LAPORAN KEUANGAN ERDIKHA ELIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saham merupakan instrumen keuangan yang paling diminati. masyarakat dan populer untuk diperjualbelikan di pasar modal.

: Ahmad Zaky Mubarok NPM : Jurusan : Akuntansi Pembimbing : Dr. Sigit Sukmono, SE., MM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA JAKARTA 2015

ANALISIS FUNDAMENTAL. 1

Bab I PENDAHULUAN. ekspansi dengan lingkup ekonomi global seiring perkembangan ekonomi dunia.

ANALISIS KEUANGAN. o o

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini berjudul Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Dan Likuiditas

BAB 11 ANALISIS LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN

BAB II LANDASAN TEORI

LAPORAN KEUANGNAN DAN ANALISIS LAPORAN KEUANGAN. Febriyanto, S.E., M.M.

LAPORAN KEUANGAN DEPRESIASI

CAKUPAN PEMBAHASAN 1/23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya bagi pemegang saham sebagai pemilik perusahaan, dengan

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Kinerja Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum dan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Bab ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu landasan teori dan pengembangan hipotesis.

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi utama pasar modal adalah sebagai sarana untuk

MATERI 10 ANALISIS PERUSAHAAN. Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si. CAKUPAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Financial Performance (2)

MATERI 10 ANALISIS PERUSAHAAN. Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si.

Analisa Laporan keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saham juga berarti sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seorang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia usaha saat ini semakin pesat, menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. modal dan industri-industri sekuritas yang ada pada suatu negara tersebut. Peranan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi saat ini, keadaan perekonomian semakin tidak stabil.

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti saat ini, dimana persaingan usaha sangat ketat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemegang saham maupun calon investor sangat berkepentingan terhadap

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan dan struktur permodalan yang lemah dan sebagainya.

MAKALAH Untuk Memenuhi Tugas Manajemen Keuangan ANALISIS RASIO KEUANGAN : PT. HOLCIM tbk

Analisis Fundamental Terkait Pengambilan Keputusan Investasi Pada PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT. Indosat Tbk, dan PT. XL Axiata Tbk.

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengambil keputusan investasi. Investor tidak terlibat secara langsung dalam

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. SURAT PERNYATAAN RIWAYAT HIDUP. KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR ISTILAH.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

MEET 05 FOR E LEARNING ANALISA RASIO

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengalami perbaikan. Hal tersebut dikarenakan perekonomian merupakan

Manajemen Keuangan. Memahami Kondisi dan Kinerja Keuangan Perusahaan. Basharat Ahmad. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan property dan real estate semakin marak diberbagai penjuru

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal memiliki peranan penting dalam menunjang perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dan berarti perusahaan telah melakukan financial leverage. Semakin besar utang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan kegiatan operasionalnya akan membutuhkan struktur. modal yang kuat untuk meningkatkan laba agar tetap mampu

Analisis Laporan Keuangan PT. UNILEVER Indonesia, Tbk Periode Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi saat ini memberikan dampak yang signifikan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini, keadaan perekonomian semakin tidak stabil. Dimana

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang membutuhkan dana. Transaksi yang dilakukan dapat dengan

Modul ke: MANAJEMEN KEUANGAN. Analisa Rasio Keuangan Analisa Dupont Analisa MNA & EVA. 3Fakultas EKONOMI. Program Studi AKUNTANSI

BAB I PENDAHULUAN. dapat mereka peroleh dengan melakukan penerbitan saham kepada masyarakat luas yang

BAB I PENDAHULUAN. menginvestasikan dananya adalah sektor properti. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan sektor properti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang pengaruh faktor ekonomi makro dan faktor

Dalam menganalisa laporan keuangan terdapat beberapa metode yang bisa dijadikan tolak ukur untuk menilai posisi keuangan perusahaan antara lain:

BAB V PENUTUP. Ace Hardware Indonesia Tbk adalah sebagai berikut: 1. Rasio likuiditas PT Ace Hardware Indonesia Tbk bila dilihat dari current

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN. Nurochman, SST,.Akt,.MT

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang

DAFTAR ISI... Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... PRAKATA...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Investasi dapat diartikan sebagai suatu komitmen penempatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PEMANFAATAN LAPORAN KEUANGAN.

Transkripsi:

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Analisis Fundamental Sebelum melangkah dalam penghitungan nilai instrinsik melalui pendekatan dividend discount model (DDM) dan penilaian kewajaran harga saham, sebagaimana kewajiban yang menjadi bagian dari proses valuasi, terlebih dahulu kita menganalisis tiga (3) hal penting sebagai bagian dalam analisis fundamental, yaitu: 4.1.1 Analisis Perekonomian Nasional Pendapatan Domestik Brutto Kinerja perekonomian Indonesia pada tahun 2010 turut diwarnai oleh dinamika perekonomian global. Membaiknya pertumbuhan ekonomi global yang mendorong naiknya volume perdagangan internasional serta memicu kenaikan harga-harga komoditas berdampak pada tingginya pertumbuhan ekspor Indonesia. Pada tahun 2010, ekspor menjadi penyumbang terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kinerjanya yang meningkat tinggi mampu mempertahankan surplus transaksi berjalan, walaupun terjadi peningkatan yang tinggi baik di sisi impor maupun pembayaran profit transfer. Di sisi transaksi modal dan finansial, pemulihan ekonomi global yang disertai derasnya aliran modal menyebabkan surplus neraca modal yang besar dalam NPI. Perkembangan kondisi makroekonomi yang membaik ini membawa perkembangan positif bagi pasar modal Indonesia. Harga saham meningkat cukup tinggi hingga menjadikan Bursa Efek Indonesia sebagai bursa terbaik di negara-negara kawasan. Sementara itu, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) terus mengalami penurunan yang signifikan sejak 2009. Derasnya arus 23

modal masuk juga mengakibatkan terjadinya penguatan nilai tukar rupiah yang cukup signifikan dan peningkatan likuiditas di pasar uang jangka pendek. Kondisi ini mendorong suku bunga PUAB over night (O/N) bergerak di bawah BI rate dan cenderung mendekati batas bawah koridor. Dari sisi domestik, meningkatnya keyakinan konsumen dan daya beli masyarakat menjadi faktor utamaa cukup tingginya pertumbuhan konsumsi pada tahun 2010. Kondisi ini kemudian direspons oleh peningkatan pertumbuhan investasi seiring dengan membaiknya tendensi bisnis dan permintaan ekspor yang tinggi. Di sisi lain, realisasi belanja pemerintah tumbuh lebih lambat dibanding tahun sebelumnya. Berbagai perkembangan ini membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat menjadi 6,1% dari 4,6% pada tahun sebelumnya (grafik 4.1.1.1). Grafik 4.1.1.1 Pertumbuhan PDB Sumber: Bank Indonesia,2011 24

Inflasi Sementara itu, inflasi pada tahun 2010 meningkat cukup tinggi dengan perkembangan inflasi yang mencapai 5.1% (grafik 4.1.1.2) ), atau naik dari tahun sebelumnya yang hanya 4.8%. Meskipun demikian, secara fundamental perkembangan inflasi pada dasarnya cukup terkendali, sejalan dengan penguatan rupiah, terjaganya ekspektasi inflasi masyarakat, serta kondisi sisi penawaran yang masih memadai dalam merespons kenaikan permintaan. Grafik. 4.1.1.2 Perkembangan Komponenn Inflasi Sumber: Bank Indonesia,2011 Kebijakan Moneter (Suku Bunga Bank Indonesia) Sepanjang tahun 2010, BI Rate dipertahankan pada level 6,5%. Penetapan BI Rate pada level yang stabil sepanjang tahun didasarkan pada pertimbangan agar mendorong aktivitas transaksi antarbank dalam pemenuhan kebutuhan likuiditas jangka pendek. Penetapan BI Rate yang stabil juga diharapkan dapat berdampak dalam mengundang investor untuk menginvestasikan modalnya di Pasar Saham Indonesia. 25

Grafik 4.1.1.3 Suku Bunga Pasar Uang Sumber: Bank Indonesia, 2011 IHSG Pasar modal juga masih meningkat didorong oleh persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik. Meskipun sempat mengalami tekanan pada Desember 2010, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih dalam tren menguat dimana IHSG sampai dengan akhir Desember 2010 ditutup pada level 3.703,5 atau menguat sebesar 4,9% (Grafik 4.1.1.4) secara bulanan atau 46,13% (ytd). Perjalanan tahun 2010 juga ditandai oleh pencapaian level all time high di level 3.786,1 pada 12 Desember 2010. Peningkatan IHSG pada tahun 2010 menjadikan Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai bursa dengan pertumbuhan harga tertinggi di antara negara kawasan. Grafik 4.1.1.44 Perkembangan IHSG Sumber: Bank Indonesia, 2011 26

4.1.2. Analisis Industri Masuk dalam sektor industri Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi, sektor telekomunikasi menjadi sektor yang paling ramai dalam perdagangan bursa saham. Dengan volume mencapai 70,124,292,000 sepanjang tahun 2010 (grafik 4.1.2). Sektor telekomunikasi dinilai para pelaku pasar termasuk industri yang tahan terhadap badai krisis, kendati pertumbuhannya termasuk stagnan dan beberapa waktu sempat terkoreksi nilai sahamnya. Grafik 4.1.2. Perkembangan Industri Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Sumber: duniainvestasi.com, 2011 Penyelenggaraa telekomunikasi Indonesia berkembang dengan sangat cepat merespon potensi pasar yang juga sangat besar. Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan terus meningkat serta wilayah yang luas merupakan pasar sekaligus tantangan bagi indstri telekomunikasi Indonesia. Perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia ditandai dengan jumlah pelaku usaha layanan telekomunikasii yang terus meningkat. Namun berbeda dengan negara lain dimana pelaku usaha penyelenggara telekomunikasi tidak terlalu banyak, usaha penyelengara industri telekomunikasi di Indonesia ditandai dengan jumlah pelaku telekomunikasi yang banyak. Hal ini tidak lepas dari kebijakan 27

persaingan bebas yang diterapkan serta keterbukaan dalam penanaman modal di Indonesia termasuk dalam bidang telekomunikasi khususnya telekomunikasi seluler. Disisi lain, jumlah penduduk yang besar dan wilayah yang luas dan berbentuk kepulauan merupakan pasar yang sangat potensial bagi industri telekomunikasi. Peran industri telekomunikasi dalam kehidupan masyarakat maupun perekonomian nasional. Pertumbuhan sektor jasa telekomunikasi merupakan yang tertinggi dalam perekonomian nasional dibanding sektor-sektor lainnya. Kelompok transportasi dan komunikasi juga kini menjadi salah satu kelompok kebutuhan pokok yang digunakan dalam penghitungan inflasi. Perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat tidak dapat dipungkiri telah memberikan perubahan yang sangat mendasar dalam pengelolaan aktifitas bisnis. Jarak dan batas teritorial suatu negara tidak menjadi hambatan lagi dengan adanya teknologi telekomunikasi. Perusahaan telekomunikasi di Indonesia telah menyediakan produk berupa jasa jasa telekomunikasi, baik domestik maupun internasional. Jasa jasa telekomunikasi yang ditawarkan meliputi sambungan tetap dan bergerak, komunikasi data dan sewa sambungan, dan berbagai jasa bernilai tambah. Industri telekomunikasi di Indonesia pada tahun ini terus mengalami pertumbuhan. Ini ditandai dengan pesatnya pertumbuhan pesat sejumlah operator telekomunikasi. Dengan jumlah yang sudah go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebanyak 6 perusahaan yang dalam hal ini Penulis hanya mengambil tiga (3) perusahaan telekomunikasi terbesar dalam hal kepemilikan modal dan juga pengguna jasa telekomunikasi, yakni: TLKM, ISAT, dan EXCL. 28

4.1.3. Analisis Perusahaan Menganalisis kondisi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan menganalisis rasio keuangan perusahaan tersebut. Rasio keuangan dapat memberikan gambaran singkat mengenai kondisi perusahaan. Ada bermacam-macam rasio keuangan yang dapat digunakan. Rasio-rasio keuangan yang akan digunakan saat ini mencakup rasio likuiditas, manajemen aset, manajemen hutang, profitabilitas, dan nilai pasar beserta kebijakan deviden. Dengan menggunakan rasio-rasio diatas kita akan dapat melihat kondisi perusahaan lebih dalam. Untuk menganalisis rasio yang digunakan dalam analisis perusahaan, penulis mengolah data Laporan Keuangan 2010 yang diambil dari www.idx.co.id, 2011. Berikut tabel ringkasan data keuangan perusahaan yang didapat dari Laporan Keuangan Tahunan yang didapat penulis dari data mutakhir Bursa Efek Indonesia: Tabel 4.1.3.1. Data Keuangan Perusahaan Sektor Telekomunikasi Tahun 2010 Ringkasan Data Keuangan TLKM ISAT EXCL Current Liabilities 20,472,898.00 11,946,853.00 4,563,033.00 Inventories 515,536.00 105,885.00 61,044.00 Accounts Receivable 4,433,849.00 1,558,457.00 558,601.00 Credit Sales 68,629,181.00 19,796,515.00 17,458,639.00 Cost of Sales 46,138,061.00 16,322,571.00 12,294,152.00 Average Inventory 515,536.00 105,885.00 61,044.00 Sales 68,629,181.00 19,796,515.00 17,458,639.00 Current Assets 18,730,627.00 6,158,854.00 2,228,017.00 Fixed Assets 75,832,408.00 43,571,010.00 23,197,199.00 Total Assets 99,758,447.00 52,818,187.00 27,251,281.00 Total Debt 43,343,684.00 34,581,701.00 15,536,207.00 Total Equity 44,418,742.00 17,850,646.00 11,715,074.00 EBIT 21,416,351.00 1,081,817.00 3,867,981.00 EAT 11,536,999.00 647,174.00 2,891,261.00 29

Stockholder's Equity 44,418,742.00 17,850,646.00 11,715,074.00 Earnings Per Share 572.27 119.1 339.83 Stock Price 7,950.00 5,400.00 5,300.00 Book Value Per Share 2,203.31 3,285.03 1,376.95 Dividends (Current) Per Share 322.59 59.55 107 Expected Dividends Per Share 80.64 54.34 85.08 Sumber: BEI, 2010 Berdasarkan data Laporan Keuangan Tahunan tahun 2010 dari masing-masing perusahaan sektor telekomunikasi tersebut, penulis melakukan penghitungan berupa analisis rasio keuangan perusahaan (Tabel 4.1.3.2) yang hasilnya akan digunakan penulis untuk melakukan penilaian atau valuasi saham. Tabel 4.1.3.2 Analisis Rasio Perusahaan Sektor Telekomunikasi Tahun 2010 Ratio Definition TLKM ISAT EXCL Industry Average Liquidity 1 Current Ratio Current assets/ Current liabilities 0.91 0.52 0.49 0.64 x 2. Quick Ratio (acid test) Asset Management 3. Average collection period 4. Inventory turnover 5. Fixed-asset turnover 6. Total asset turnover Financial Leverage Management 7. Debt ratio 8. Debt-to-equity Profitability 11. Gross profit margin Current assets - Inventories/ Current liabilities 0.89 0.51 0.47 0.62 x Accounts receivable/ Credit sales/365 23.58 28.73 11.68 21 days Cost of sales/ Average inventory 89.50 154.15 201.40 148.35 x Sales/ Fixed assets 0.91 0.45 0.75 0.70 x Sales/ Total assets 0.69 0.37 0.64 0.57x Total debt/ Total assets 0.43 0.65 0.57 0.55x Total debt/ Total equity 0.98 1.94 1.33 1.41x Sales-Cost of sales/ Sales 32.77% 17.55% 29.58% 27 percent 30

12. Net profit margin 13. Return on investment 14. Return on stockholders' equity Market-Based 15. Price-to-earnings ratio 16. Market-to-book ratio Divident Policy 17. Payout ratio 18. Dividend yield Earnings after Taxes (EAT)/ Sales 16.81% 3.27% 16.56% 12 percent Earnings after Taxes (EAT)/ Total assets 11.56% 1.23% 10.61% 8 percent Earnings after Taxes (EAT)/ Stockholder's equity 25.97% 3.63% 24.68% 18 percent Market price per share/ Earnings per share 13.89 45.34 15.60 24.94 times Market price per share/ Book value per share 3.61 1.64 3.85 3.03 Dividends per share/ Earnings per share 56.37% 50.00% 31.49% 46 percent Expected Dividend per share/ Market price per share 1.01% 1.10% 1.61% 1 percent *) Sumber: Hasil Pengolahan Data Laporan Keuangan tahun 2010 Dari hasil analisis rasio keuangan tabel 4.1.3.2 di atas, penulis dapat membandingkan kinerja tiga perusahaan sektor telekomunikasi tersebut dari aspek-aspek berikut ini: a. Rasio Likuiditas Di sini kita dapat melihat bahwa TLKM adalah perusahaan dengan current ratio tertinggi sebesar 0.91 kali dibandingkan dengan ISAT senilai 0.52 kali dan EXCL 0.49 kali. Ke tiga perusahaan ini rasionya lebih kecil dari 1, yang artinya modal kerja perusahaan sedang negatif dan menghadapi krisis keuangan. Quick ratio tertinggi juga dimiliki TLKM senilai 0.89 kali, diikuti dengan ISAT senilai 0.51 kali, dan EXCL senilai 0.47 kali, yang artinya TLKM bisa lebih cepat dalam pelunasan kewajiban jangka pendek tanpa dikaitkan dengan penjualan persediaan kendati nilai rasionya juga lebih kecil dari 1. 31

b. Rasio Pengungkit/leverage Rasio ini digunakan untuk mengukur permodalan perusahaan, dan secara tidak langsung juga untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya membayar utang. Di sini kita melihat debt ratio (rasio hutang) memperlihatkan persentase total asset yang dibiayai hutang. Semakin rendah debt ratio, semakin rendah pula financial leverage (sumber pembiayaan melalui hutang). Demikian pula sebaliknya, semakin tinggi debt ratio semakin tinggi pula financial leverage. Debt ratio ISAT adalah perusahaan yang dibiayai oleh hutang tertinggi sebesar 0.65 kali, diikuti dengan EXCL sebesar 0.57 kali, dan TLKM yang terkecil sebesar 0.43 kali. Sedangkan debt to equity dari ISAT adalah yang tertinggi yakni 1.94 kali. Ini berarti perbandingan antara jumlah utang dan jumlah ekuitas adalah 1.94 berbanding 1. Dengan kata lain, total utang dapat di atasi dengan 194% dari total ekuitas. Diikuti dengan EXCL 1.33 kali atau 133% berbanding 1 dan TLKM 0.98 kali atau 98% berbanding 1. c. Rasio Efesiensi/Perputaran Rasio perputaran dikenal dengan rasio manajemen aset, digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mengelola aset-asetnya sehingga memberikan aliran kas masuk bagi perusahaan. Di sini kita melihat average collection period (rata-rata jumlah hari yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk menagih piutang dari pelanggan) dari EXCL adalah yang paling cepat, yakni sekitar 11.68 hari kerja, dan TLKM sekitar 23.58 hari kerja, sedangkan ISAT yang paling lama, yakni sekitar 28.73 hari kerja. Untuk perputaran 32

persediaan (inventory turnover), EXCL juga memliki rasio yang tinggi sebesar 201.40 kali dibandingkan TLKM dan ISAT sebesar 89.50 dan 154.15 kali. Ini berarti EXCL paling cepat menjual persediaan dan tidak menganggur terlalu lama di gudang. Dalam hal fixed asset turnover, ISAT memiliki rasio yang paling rendah sebesar 0.45 kali. Ini artinya perputaran fixed asset yang digunakan untuk menghasilkan sales adalah 0.45 kali dalam setahun. Rasio yang rendah mengandung arti bahwa modal yang ditanamkan pada basis aset terlalu banyak, sedangkan rasio yang tinggi mungkin mengimplikasikan perusahaan hanya memiliki sedikit aset, atau aset-aset tersebut mungkin sudah usang. Dalam hal total asset turnover TLKM memiliki efektivitas perusahaan tertinggi dalam menggunakan total asetnya untuk menghasilkan penjualan, yakni dengan rasio sebesar 0.69 kali diikuti oleh EXCL dengan rasio sebesar 0.64 kali dan ISAT sebesar 0.37 kali. d. Rasio Profitabilitas Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Dalam mengukur rasio GPM (Gross Profit Margin), TLKM adalah perusahaan dengan efektivitas tertinggi dalam memanfaatkan sumber daya material dan buruh untuk menghasilkan penjualan dengan rasio laba kotor sebesar 32.77%, diikuti oleh EXCL sebesar 29.58% dan ISAT sebesar 17.55%. Dalam mengukur rasio NPM (Net Profit Margin), TLKM masih merupakan perusahaan dengan keberhasilan tertinggi dalam menghasilkan laba bersih dengan rasio sebesar 16.81%, diikuti oleh EXCL sebesar 16.56% dan ISAT dengan rasio terkecil 33

sebesar 3.27%. Rasio ISAT yang terlalu rendah wajib diwaspadai. NPM semestinya berdasarkan pada net income yang bersumber dari operasional utama yang berkelanjutan karena para analis lebih mengutamakan kelangsungan usaha di masa mendatang, bukan dari keuntungan yang sifatnya hanya terjadi sekali (one time gains), misalnya keuntungan kurs atau penjualan aset. Dalam mengukur rasio ROI (Return On Investment), TLKM memiliki rasio pengembalian investasi tertinggi sebesar 11.56%, diikuti EXCL sebesar 10.61% dan ISAT sebesar 1.23% saja. Dalam mengukur rasio ROE (Return On Equity),atau atau return on stockholders equity, TLKM masih merupakan perusahaan dengan rate of return ekuitas tertinggi dengan rasio sebesar 25.97%, diikuti oleh EXCL sebesar 24.68% dan ISAT sebesar 3.63% saja. Para analis sekuritas dan pemegang saham umumnya sangat memperhatikan rasio ini. Semakin tinggi return yang dihasilkan sebuah perusahaan, akan semakin tinggi sahamnya. e. Rasio Nilai Pasar Rasio yang mengukur harga pasar relatif terhadap Nilai Buku perusahaan. Dalam mengukur PER (Price Earning Ratio), ISAT memiliki nilai PER tertinggi sebesar 45.34 kali. Berdasarkan harga penutupan saham ISAT periode 31 Desember tahun 2010 sebesar Rp 5,400.00, harga pasarnya adalah sebesar 45.34 kali EPS-nya (lihat tabel 4.1.3.1). Artinya, untuk memiliki satu saham ISAT, kita harus membayar sebesar 45.34 x Rp 119.1 = Rp 5,400.00. Diikuti oleh EXCL sebesar 15.60 kali dan TLKM sebesar 13.89 kali. 34

Dalam mengukur market to book ratio atau PBV (Price to Book Value), saham EXCL memiliki rasio tertinggi sebesar 3.85 kali. Ini berarti harga saham EXCL diperdagangkan pada harga 3.85 kali Nilai Buku per Sahamnya. Sedangkan TLKM tertinggi ke-dua sebesar 3.61 kali dan ISAT sebesar 1.64 kali. Sedangkan dividend policy dalam pengukuran pembayaran saham kepada para pemegang saham atau investor, TLKM memiliki rasio tertinggi sebesar 56.37%, diikuti ISAT dan EXCL sebesar 50% dan 31.49%. dalam hal dividend yield, EXCL memiliki rasio tertinggi sebesar 1.61%, diikuti ISAT sebesar 1.10% dan TLKM sebesar 1.01%. 4.2 Valuasi Saham Biasa Dalam melakukan estimasi terhadap harga wajar saham ketiga perusahaan yang tergolong dalam sektor industri telekomunikasi, penulis menggunakan pendekatan Discounted Cash Flow Techniques. Sebagaimana yang sudah dijelaskan pada Bab II Discounted Cash-Flow Techniques adalah teknik menilai Cash Flow yang diterima masa akan datang menjadi nilai sekarang dengan tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor. Pendekatan ini menggunakan metode Dividend Discount Model (DDM). Para investor mempunyai anggapan bahwa deviden yang sehat merupakan gambaran kondisi keuangan yang sehat. Mereka hanya fokus pada pertumbuhan deviden. Dalam melakukan valuasi saham melalui metode Dividend Discount Model (DDM) ini, diperlukan beberapa estimasi, yaitu: 35

4.2.1 Estimasi Pertumbuhan Deviden (g) Berdasarkan hasil analisis rasio keuangan pada masing-masing perusahaan sektor telekomunikasi (tabel 4.1.3.2) tersebut di atas, penulis mengambil data deviden tahun sekarang (D 0 ) dari ringkasan data keuangan perusahaan (tabel 4.1.3.1), yang mana penetapan nilai D 0 akan dihitung nilai Divident Payout Ratio-nya dan menjadi dasar penghitungan Retention Rate, serta Return of Equity yang berujung pada hasil estimasi tingkat pertumbuhan deviden seperti yang diuraikan pada tabel 4.2.1.1 di bawah ini. Tabel 4.2.1.1. Estimasi Tingkat Pertumbuhan Deviden Dividen RR=1- ROE= Divident Growth, No. Emiten DPR=D/EPS (D 0 ) DPR NI/E g = RR X ROE 1 TLKM Rp 322.59,- 0.56 0.44 0.2597 11.43% 2 ISAT Rp 59.55,- 0.5 0.5 0.0363 1.82% 3 EXCL Rp 107,- 0.32 0.68 0.2468 16.78% Sumber: hasil pengolahan data, 2011 Melalui pengukuran tabel 4.2.1.1 estimasi tingkat pertumbuhan deviden di atas, didapat bahwa estimasi pertumbuhan saham EXCL adalah saham dengan pertumbuhan deviden terbaik, yakni sebesar 16.78% dan TLKM sebesar 11.43% dan ISAT hanya sebesar 1.82%. Meskipun dari sisi dividend policy (payout ratio) TLKM dan ISAT menampilkan persentase yang lebih besar dibanding EXCL, namun dari sisi besarnya retention rate dikalikan return of equity, justru EXCL mampu memberikan kontribusi pada penghitungan dividend growth. Di sini kita juga bisa melihat, bahwa nilai penghasilan bersih (EAT) EXCL dan TLKM jauh lebih baik daripada ISAT (lihat tabel 4.1.3.1). Sehingga pada saat penghitungan ROE yang berujung pada penilaian dividend growth, keduanya menghasilkan estimasi pertumbuhan dividend yang baik pula. 36

4.2.2 Estimasi Nilai Deviden (D n ) Penghitungan dengan Constant Growth Model Sesuai acuan penulis pada Bab II landasan teori, beserta gambaran laju pertumbuhan industri sektor telekomunikasi yang cenderung stabil dan stagnan (poin 4.1.2 dan 4.1.3). Pendekatan ini juga penulis pilih karena TLKM, ISAT, dan EXCL adalah perusahaan sektor telekomunikasi yang memegang posisi pangsa pasar terbesar, dan cukup rajin memberikan deviden. Penulis mengasumsikan bahwa deviden akan mengalami pertumbuhan secara konstan dengan periode selama 5 tahun berturut-turut dengan estimasi nilai deviden selama periode 2011 hingga 2015 sebagaimana tersaji pada tabel 4.2.1.2 di bawah ini: Tabel 4.2.1.2 Estimasi Nilai Deviden Periode 2011-2015 Tahun Dividen tahun ke-n TLKM ISAT EXCL Tahun I - 2011 D 1 =D 0 (1+g) 1 Rp 322.59 (1.1143) = Rp 359.46 Tahun D 2 =D 1 (1+g) 2 Rp 359.46 (1.2417) II-2012 =Rp 446.34 Tahun D 3 =D 2 (1+g) 3 RP 446.34 (1.3836) III-2013 = Rp 617.56 Tahun D 4 =D 3 (1+g) 4 Rp 952.09(1.5417) IV-2014 = Rp 1,467.84 Tahun D 5 =D 4 (1+g) 5 Rp 1,467.84 (1.7180) V-2015 Rp 2,614.22 Sumber: hasil pengolahan data, 2011 Rp 59.55 (1.0182) = Rp 60.63 Rp 60.63 (1.0367) = Rp 62.86 Rp 62.86 (1.0556) = Rp 66.35 Rp 66.35 (1.0748) = Rp 71.31 Rp 71.31 (1.0944) = Rp 78.044 Rp 107 (1.1678) = Rp 124.95 Rp 124.95 (1.3638) = Rp 170.41 Rp 170.41 (1.5926) = Rp 271.40 Rp 271.40 (1.8598) = Rp 504.75 Rp 504.75 (2.1719) = Rp 1,096.27 Dari hasil penghitungan tabel 4.2.1.2 di atas, kita dapat melihat bahwa estimasi pertumbuhan deviden dari saham TLKM dan EXCL lebih memuaskan dibandingkan saham ISAT. Hal ini disebabkan oleh dividend policy yang melibatkan unsur keputusan nilai deviden yang dibagikan kepada para pemegang saham (D 0 ) dan juga estimasi dividend growth mempengaruhi asumsi pertumbuhan tahun-tahun berikutnya melalui constant growth model. 37

4.2.3 Estimasi Tingkat Keuntungan (Eks i ) Selanjutnya setelah nilai Deviden tahun pertama (D 1 ) hingga tahun ke-lima (D 5 ) dan estimasi tingkat pertumbuhan deviden (g) nya sudah diketahui, penulis harus menghitung estimasi tingkat keuntungan atau nilai dari required rate of return (Eks i ). Dalam menaksir tingkat keuntungan, investor perlu memasukkan faktor resiko. Karena semakin tinggi resiko yang ditanggung investor, semakin tinggi tingkat keuntungan yang diharapkan. Artinya ada hubungan positif antara resiko dan tingkat keuntungan. Penafsiran tingkat keuntungan (Eks i ) ini penulis lebih memilih menggunakan metode Capital Assets Pricing Model (CAPM) dikarenakan nilai beta (β i ) saham dari masing-masing perusahaan berbeda-beda sesuai return sahamnya. Formulasinya adalah: Eks i = R f + β i (ER m R f ) Penulis menggunakan metode CAPM ini, agar setelah dilakukan pencarian required of return, penulis dapat melanjutkan penghitungan nilai wajar saham dan menentukan apakah harga saham saat ini undervalued atau overvalued. Berdasarkan data yang diperoleh dari www.bi.go.id untuk tahun 2010 diketahui: R f = SBI = 6.5% ER m = IHSG = 46.13% Sedangkan nilai β i didapat dari hasil pengolahan data yang bersumber dari http://finance.yahoo.com, yaitu data historis harga saham harian periode Januari hingga Desember tahun 2010 (penghitungan pada tabel I.1, I,2, dan I.3 lampiran) dengan hasil beta sebagai berikut: β TLKM = 0.7421 β ISAT = 0.8346 38

β EXCL = 0.6578 Dari penghitungan beta saham dari tiga perusahaan tersebut di atas, kita dapat melihat bahwa ketiganya memiliki nilai beta < 1, yang artinya saham-saham tersebut mempunyai kepekaan lebih kecil dibanding pergerakan pasar, dan bisa dikategorikan sebagai saham defensif. Meskipun demikian, di antara ketiganya, saham ISAT memiliki rasio mendekati 1 paling besar dalam merespon kenaikan ataupun penurunan indeks pasar. Setelah nilai β didapat, maka hasil estimasi tingkat keuntungan akan tampak sebagai berikut: Ek s TLKM = R f + β TLKM (ER m R f ) = 0.065 + 0.7421 (0.4613 0.065) = 0.8081 (0.3963) = 0.3199 atau = 31.99% Ek s ISAT = R f + β ISAT (ER m R f ) = 0.065 + 0.8346 (0.4613 0.065) = 0.8996 (0.3963) = 0.3565 atau = 35.65% Ek s EXCL = R f + β EXCL (ER m R f ) = 0.065 + 0.6578 (0.4613 0.065) = 0.7228 (0.3963) = 0.2864 atau = 28.64% 39

Dari estimasi tingkat imbal hasil yang diharapkan (required rate of return) pada saham TLKM, ISAT, dan EXCL, diketahui bahwa nilai k sisat adalah yang tertinggi sebesar 35.65%, diikuti TLKM dan EXCL sebesar 31.99% dan 28.64%. 4.2.4 Estimasi Nilai Saham Wajar (V) Selanjutnya, setelah estimasi pertumbuhan deviden konstan selama lima (5) tahun (D 1 hingga D 5 ) diketahui sebagaimana tabel 4.2.1.2, dengan memasukkan rumus nilai saham (V) dari masing-masing perusahaan telekomunikasi tersebut, didapat estimasi nilai saham wajar (V) periode 30 Desember 2010, dengan formulasi pertumbuhan konstan sebagai berikut: V = D (1+g) (1+k ) + +D (1+g) jual tahun ke n +Harga (1+k ) (1+k ) V TLKM = Rp 359.46 + 446.34 + 617.56 + 1,467.84 + 2,614.22 1.3199 1.7421 2.2994 3.0350 4.0059 = 26.86 + 256.21 + 268.57 + 483.64 + 652.59 = Rp 1.687,87 V ISAT = Rp 60.63 + 62.86 + 66.35 + 71.31 + 78.04 1.3565 1.8401 2.4961 3.3859 4.5930 = 44.70 + 34.16 + 26.58 + 21.06 + 16.99 = Rp 143.49 V EXCL = Rp 124.95 + 170.41 + 271.40 + 504.75 + 1,096.27 1.2864 1.6548 2.1288 2.7384 3.5227 = 97.13 + 102.98 + 127.49 + 184.32 + 311.20 = Rp 823.12 40

Dan hasil perhitungan ketiga saham tersebut apabila dirangkum dalam tabel berikut ini, jika dikomparasikan dengan harga pasar, hasilnya terlihat sebagai berikut: Tabel 4.2.4 Penilaian Harga Wajar Saham No. Emiten Harga Wajar (V) Harga Pasar* 1 TLKM Rp 1.687,87 Rp 7,950 2 ISAT Rp 143.49 Rp 5,400 3 EXCL Rp 823.12 Rp 5,300 *Harga penutupan saham 2010 Jika dilihat pada tabel 4.2.4 hasil perhitungan diatas, harga wajar dari ketiga saham tersebut lebih kecil dari harga pasar yang berlaku pada 30 Desember 2010, atau dengan kata lain harga saham > nilai intrinsik. Berarti saham TLKM, ISAT dan EXCL saat ini berada dalam kondisi Overvalued, atau dapat diartikan juga harga pasar saham ke tiga perusahaan tersebut sangat mahal. 4.3 Dampak Valuasi saham Menurut Parahita (2008) dalam dunia investasi, investor dibedakan menjadi tiga yaitu investor yang menyukai resiko (risk taker), investor yang tidak menyukai resiko (risk averter) dan investor yang selalu mencari penyandang dana (netral). Berkaitan dengan hal tersebut, hasil dari analisis valuasi saham dapat menjadi informasi yang sangat penting bagi investor sebelum mengambil keputusan investasi. Investor yang dimaksud disini adalah jenis investor yang tidak menyukai resiko (risk averter). Karena investor jenis ini akan selalu mencari cara untuk meminimalisasi resiko yang bisa timbul pada investasi dalam bentuk saham. Berdasarkan analisis valuasi yang telah dilakukan terhadap saham TLKM, ISAT dan EXCL, diketahui bahwa ketiga saham tersebut secara mayoritas berada dalam 41

kondisi overvalued atau dengan kata lain ketiga saham tersebut masuk dalam kategori mahal. Ini juga berarti ketiga saham tersebut mengandung resiko yang cukup besar. Sehingga hal tersebut akan berdampak terhadap keputusan investasi investor yang tidak menyukai resiko. Secara fundamental, investor jenis ini akan sulit menginvestasikan dananya pada ketiga saham tersebut. Karena ketiga saham tersebut mengandung resiko yang cukup besar. Mengapa harga ketiga saham ini sangat mahal jauh melampaui nilai intrinsiknya? Namun ketiga saham tersebut sangat diminati para pemegang saham atau investor. Menurut Arif Habib: 2008, saham yang diperdagangkan di bursa, sering dilakukan klasifikasi oleh para pelaku pasar. Klasifikasinya berdasar pada nilai kapitalisasi saham. Artinya, jumlah saham beredar dikalikan harga saham di pasar. Hingga tercipta 4 kategori saham, yaitu: a. Blue chip atau alpha stock, disebut demikian karena saham ini mempunyai kapital yang sangat besar. Dengan banyak saham beredar mengakibatkan perdagangan saham menjadi sangat likuid dan mudah diperdagangkan, sehingga menjadi daya tarik bagi investor. b. Second liner atau beta stock, saham-saham ini mempunyai kapital di bawah blue chip, tidak menutup kemungkinan potensi pertumbuhan saham-saham ini dapat masuk kelompok blue chip. c. Third liner atau gamma stock, kapitalnya di bawah saham lapis ke-dua. d. Saham tidur, adalah saham yang tidak pernah ditransaksikan sama sekali. Berdasarkan kategori pertama dan ke-dua tersebut di atas (blue chip dan second liner), dengan volume transaksi PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) sebanyak 6,841,000,000, PT. Indosat Tbk (ISAT) sebanyak 1,094,000,000, dan PT. XL Axiata Tbk 42

(EXCL) sebanyak 2,755,000,000 dan ekuitas TLKM, ISAT dan EXCL sebesar Rp 44,418,742, Rp 17,850,646, dan Rp 11,715,074 (dalam juta) selama periode tahun 2010 (lihat daftar lampiran 4. Ringkasan Kinerja Perusahaan Sektor Telekomunikasi tahun 2010) inilah mengapa ke tiga perusahaan sektor telekomunikasi terbesar ini begitu diminati banyak investor saham terutama bagi investor dengan modal besar. 43