264 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan : 5.1.1 Syarat-syarat dan ketentuan dalam kontrak EPCI di bidang usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Alam mengandung asas-asas dari prinsip-prinsip unidroit. Peraturan perundangan serta kebijakan yang diambil pemerintah tidak mampu menyelesaikan masalah yang muncul dalam pengelolaan kegiatan usaha hulu migas. PP 79 tahun 2010 tentang cost recovery menjadi penyebab utama terjadinya berbagai masalah dalam pengelolaan migas oleh Badan Pelaksana dan sekarang oleh SKK migas. PP 79 tahun 2010 dan Peraturan Menteri ESDM no.22 tahun 2008 Tidak Mampu Menjamin Efektifitas terhadap amanah pencapaian tujuan / sasaran yang ditetapkan dalam UUD 1945 dan UU no.22 tahun 2001 Ketentuan cost recovery memberikan ruang yang terlalu luas kepada kontraktor dalam menyusun Planning Of Development (POD) yang nantinya akan diklaim kepada pemerintah sebagai cost recovery, sehingga memberi ruang terjadinya manipulasi dan pembengkakan biaya dengan memasukkan biaya yang tidak seharusnya masuk biaya operasional seperti biaya umum dan biaya administrasi kantor pusat yang berada diluar negeri dan biaya lainnya yang dapat merugikan negara. Hasil pemeriksaan BPK membuktikan bahwa akuntabilitas penggunaan anggaran BP Migas di bidang cost recovery tidak transparan dan tidak
265 wajar sehingga laporan keuangan yang dibuat BP Migas mendapat opini Disclaimer. Biaya operasi yang terdiri dari berbagai macam biaya rawan manipulasi, mark up dan KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme). Besarnya cost recovery tidak pasti dan merupakan cost plus fee yang dilarang pemerintah dalam Kepres pelaksanaan APBN. Hal ini bertentangan dengan UU no. 22 tahun 2001 pasal 44 ayat 2. Pajak merupakan iuran yang dibebankan kepada setiap warga Negara dan orang asing yang tinggal dan mencari rezeki di Indonesia untuk membiayai kegiatan Negara untuk kepentingan, kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Pengembalian pajak tidak adil, membebani administrasi dan tidak dikenall dalam perpajakan di Indonesia yang hanya mengenal restribusi pajak (pengembalian kelebihan membayar pajak, beban pajak seharusnya dimasukkan dalam kontrak yang langsung dipungut Negara tanpa ada recovery sesuai peraturan perpajakan yang berlaku. Biaya operasi dalam bisnis merupakan ruang lingkup hukum perdata lazimnya dan seluruh biaya menjadi beban perusahaan dan pengusaha mendapatkan keuntungan yang wajar dari penerimaan kontrak. Hal ini diatur dalam kontrak. 5.1.2 UU Nomor 22/2001 tentang Minyak Bumi dan Gas Alam atau UU Migas tidak efektif untuk menyeimbangkan cost recovery terhadap produksi Migas melalui pembentukan lembaga independence (BP Migas)
266 Kelemahan ketentuan UU no 22/2001 dalam mengatur pengendalian / pengawasan dan pelaksanaan pengelolaan kegiatan hulu migas - Bahwa pembangunan nasional harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat dengan melakukan reformasi disegala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. - Bahwa migas merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai Negara serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional, sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. - Bahwa dengan tetap mempertimbangkan perkembangan national dan internasional dibutuhkan perubahan peraturan perundangan tentang pertambangan migas yang dapat menciptakan kegiatan usaha migas yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien dan berwawasan pelestarian lingkungan serta mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional. Beberapa kelemahan UU no.22 tahun 2001 tersebut, antara lain sebagai berikut : a. Bentuk pengorganisasian kegiatan usaha hulu migas yang ditetapkan UU No. 22 tahun 2001 lemah.
267 Perbandingan organisasi pengelolaan perusahaan yang berlaku umum pada perusahaan perseroan terbatas (PT) dengan pengelolaan kegiatan usaha hulu migas dan kegiatan usaha hilir migas. 5.1.3 Peraturan perundangan yang ada dan kebijakan yang diambil pemerintah belum memihak kepada kepentingan pertambahan perekonomian rakyat dalam negeri Indonesia. Bahkan ada kecenderungan mengikuti kehendak dan menguntungkan kontraktor asing. Ketentuan Domestik Market Obligation (DMO) yang mengakibatkan kebutuhan migas dalam negeri tidak dapat dipenuhi oleh produksi migas, melainkan harus impor dengan harga dan biaya yang tentunya lebih mahal dibandingkan dari lifting migas hasil produksi KKKS sendiri apabila diolah oleh kilang-kilang minyak dalam negeri, sedangkan produksi migas yang dihasilkan K3S sebagian besar di ekspor. Kebutuhan migas dalam negeri mendapat porsi seolah-olah dijatah oleh kontraktor, seharusnya Indonesia lebih memiliki kuota ekspor yang mengutamakan kebutuhan dalam negeri, kalau ada sisa baru diekspor. Dalam hal PLN, pabrik pupuk dan industri lainya kekurangan pasokan migas, pemerintah tidak mampu menegosiasikan dengan kontraktor berdasarkan prinsip-prinsip UNIDROIT yang mendasarkan atas mandatory law dan untuk kepentingan nasional, karena peraturan
268 perundangan yang ada terdapat banyak kelemahan yang menguntungkan K3S. Dengan demikian efek domino yang diharapkan pada pertumbuhan ekonomi dalam negeri kurang maksimal dan pertumbuhan ekonomi terhambat, tidak dapat tumbuh dengan baik seperti sektor pertanian yang kekurangan pupuk dapat mengakibatkan kurangnya produksi pangan, sehingga harus impor besar yang menguntungkan petani beras luar negeri. Demikian pula sektor perdangan, transportasi dan berkurangnya kesempatan kerja dalam negeri, urbanisasi, keamanan, dsb. 5.2 Saran : Dalam upaya efisiensi dan efektifitas pengendalian kegiatan hulu migas maka : 1. Pelaksanaan pengelolaan kegiatan hulu migas agar dilakukan dengan professional sesuai prinsip-prinsip bisnis yang baik yaitu dapat menunjuk BUMN sebagai wakil Negara yang terikat kontrak dengan K3S secara perdata. Dalam hal ini agar diserahkan kepada PT. Pertamina sesuai bidang dan keahliannya di bidang migas. 2. Sebagai pengawas dan pengendali pelaksana kontrak kegiatan usaha hulu migas diserahkan kepada Badan Pengatur yang sekarang hanya berfungsi pengawasan dan pengendalian migas di bidang usaha hilir.
269 3. Perlu diperkuat dengan tenaga professional yang handal di bidangbidang yang diperlukan seperti : ahli hukum bisnis internasional, ahli pertambangan migas dan ahli-ahli yang dibutuhkan lainnya seperti auditor dalam SPI. 4. Perlu merevisi UU No. 22 tahun 2001 dengan mesingkronkan dengan peraturan UU lainnya serta mencabut PP 79 tahun 2010 tentang cost recovery dan aturan turunannya, kemudian meningkatkan status aturan standar termasuk yang dikeluarkan BP Migas untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam UU No. 22 tahun 2001 yang telah direvisi dengan PP atau Kepres dengan demikian peraturan pengelolaan migas telah mengadopsi ketentuan hukum bisnis internasional UNIDROIT dan mempunyai kekuatan sebagai mandatory rules dalam kegiatan usaha hulu migas. 5. Terhadap kontrol migas yang habis masa kontraknya, terutama yang dikelola perusahaan asing agar tidak diperpanjang dan diserahkan kepada PT.Pertamina demi profesionalisme dan kemajuan bangsa dimasa depan dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi pengelolaan hulu migas. 6. Untuk mengantisipasi kebutuhan energi dimasa yang akan datang, Indonesia secepatnya mengembangkan pemanfaatan teknologi tepat guna dari seluruh sumber daya alam yang ada di Indonesia terutama yang terbarukan tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan alamnya.