BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB II PENGERTIAN ANAK PIDANA DAN HAK-HAKNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah tingkah laku atau perbuatan manusia yang melanggar

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin maju masyarakat,

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pidana penjara atau pemasyarakatan merupakan salah satu bagian dari

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga telah. yang dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

IMPLEMENTASI PEMBINAAN ANAK PIDANA BERDASARKAN PASAL 20 UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Setelah adanya Keputusan Konferensi Dinas Para

UU 12/1995, PEMASYARAKATAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:12 TAHUN 1995 (12/1995) Tanggal:30 Desember 1995 (JAKARTA) Tentang:PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan dan tujuan dari bangsa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa

BAB II. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga. Pemasyarakatan Anak

1 dari 8 26/09/ :15

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia tahun, korban berusia 6 12 tahun sebanyak 757 kasus (26 %)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. Ketika seseorang yang melakukan kejahatan atau dapat juga disebut sebagai

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

2016 PROFIL JUMLAH WAKTU AKTIF BELAJAR SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI DI SEKOLAH TARUNA WIYATA MANDIRI

PP 57/1999, KERJA SAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keluarga, suku dan masyarakat. untuk menjunjung tinggi norma-norma kehidupan mencapai masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. tahun), termasuk anak yang masih dalam kandungan. 1 Anak adalah amanah

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 1999 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB I PENDAHULUAN. landasan pendiriannya yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 1999 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemidanaan di Indonesia secara berangsur mengalami

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan. mereka yang telah melanggar peraturan tersebut 1

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak. dalam kandungan. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk melaporkan aneka kriminalitas. di berbagai daerah menunjukkan peningkatan.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No: 164/Pid.B/2009/PN.PL) SAHARUDDIN / D

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. lain dalam melangsungkan kehidupannya. 1. menjadi latar belakang diperlukannya hukum dalam kehidupan manusia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur masyarakat itu, kaidah hukum itu berlaku untuk seluruh masyarakat. Kehidupan manusia di dalam pergaulan masyarakat diliputi oleh norma-norma, yaitu peraturan-peraturan hidup yang mempengaruhi tingkah laku manusia di dalam masyarakat. 1 Apabila dalam kehidupan mereka melanggar kaidah-kaidah hukum itu, baik yang berupa kejahatan maupun pelanggaran, maka akan dikenakan sanksi yang disebut pidana. Masyarakat terdiri dari kumpulan individu maupun kelompok yang mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam melakukan proses interaksi sering terjadi benturan-benturan kepentingan yang dapat menimbulkan konflik diantara pihak-pihak yang bertentangan tersebut. Disinilah hukum berperan sebagai penegak keadilan, dapat dikatakan bahwa perbuatan yang merugikan orang lain dan hanya menguntungkan pribadi atau kelompoknya saja merupakan tindakan yang jahat. Maka wajar apabila setiap perbuatan melanggar hukum harus berhadapan dengan hukum, karena kita adalah negara hukum, dan pelakunya harus mempertanggung jawabkan perbuatannya di depan hukum dengan adil, salah satunya yaitu dengan menjalani hukuman. Perbuatan melanggar hukum tersebut tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa pada umumnya, tetapi pada masa modern sekarang ini pelanggaran hukum juga banyak dilakukan oleh anak dibawah umur. Hal ini kadang 1 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 4 10

dikarenakan anak dalam proses pertumbuhan, dan pencarian jati diri anak sering kita jumpai adanya bentuk penyimpangan sikap perilaku dikalangan anak yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain adanya pengaruh dari nilai-nilai dalam masyarakat, pola pikir mereka yang masih labil, dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi dibidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua telah membawa perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Dalam berbagai hal upaya pembinaan dan perlindungan tersebut, dihadapkan pada permasalahan dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai penyimpangan perilaku di kalangan anak, bahkan lebih dari itu terdapat anak yang melakukan perbuatan yang melanggar hukum, tanpa mengenal status sosial dan ekonomi. Perbuatan seperti inilah yang disebut sebagai kejahatan anak, dinyatakan dengan istilah Juvenile delinquency. Menurut Kartini Kartono, yang dikatakan Juvenile delinquency adalah perilaku jahat atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda yang merupakan gejala sakit (patologi) secara sosial pada anakanak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk pengabaian tingkah laku yang menyimpang. 2 Pada Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan yang dimaksud dengan anak adalah Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.. Sedangkan yang dimaksud anak yang berkonflik dengan hukum seperti yang tercantum dalam Pasal 1 Butir 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2 Kartini Kartono, Patologi Sosial dan Kenakalan Remaja. PT. Raja Grafindo Grafika: Jakarta, 2010, hal. 6 11

2012 tentang Sistem Peradilan Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.. Dalam pelaksanaan menjalani hukuman serta pembinaan tersebut baik orang dewasa maupun anak dibawah umur yang melakukan perbuatan hukum yang telah divonis bersalah oleh hakim di tempatkan disebuah rumah tahanan atau Lembaga Permasyarakatan berdasarkan Sistem Pemasyarakatan. Sistem Pemasyarakatan yang sebelumnya diatur dalam Ordonasi 10 desember 1917 (staatsblad 1917 nomor 708), dinilai sangat menekankan unsur balas dendam dan penjeraan yang disertai rumah penjara. Hal ini dipandang tidak sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai dari pembinaan tersebut yaitu untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan, agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana. Dengan harapan setelah terpidana menjalani hukumannya dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup wajar sebagai warga baik dan bertanggung jawab. Pemikiran untuk mengadakan pembaharuan pada sistem pemasyarakatan tersebut pada mulanya merupakan gagasan dari Sahardjo pada waktu menjabat sebagai Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Menurut beliau lembaga pemasyarakatan itu bukan saja semata-mata sebagai tempat memidana orang, melainkan juga sebagai tempat untuk mendidik orang-orang terpidana, agar mereka setelah menjalani pidananya mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan diluar lembaga pemasyarakatan sebagai 12

warga Negara yang baik dan taat pada hukum yang berlaku. 3 Sistem pemasyarakatan merupakan suatu rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan konsepsi umum mengenai pemidanaan. Narapidana yaitu orang-orang yang telah dijatuhi pidana-pidana tertentu oleh putusan hakim atau yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewisjde), khususnya pada pidana penjara ditempatkan dalam suatu lembaga pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Lapas. Di Lapas ini narapidana dibina dengan tujuan tersendiri, yaitu bukan saja dengan maksud untuk memisahkan narapidana dari masyarakat atau kehidupan sosialnya, melainkan untuk memperbaiki narapidana, terutama dengan mewajibkan mereka untuk menaati peraturan-peraturan dan mendidik mereka secara sistematis untuk melakukan berbagai macam pekerjaan. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, pemasyarakatan merupakan salah satu bagian akhir dari sistem peradilan pidana terpadu (Integreted Criminal Justice System) yang juga meliputi Lembaga Pemasyarakatan Anak, dimana sasaran akhir dari kehadiran lembaga pemasyarakatan dan lembaga pemasyarakatan anak adalah pembinaan terhadap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan dengan tujuan pemulihan kesatuan tertib hukum. Didalam Lembaga Pemasyarakatan Anak bukan saja dihuni oleh anak yang melakukan kejahatan, tetapi dibedakan yang yercantum di dalam Pasal 1 butir 8 Anak Didik Pemasyarakatan adalah: 3 PAF. Lamintang, hukum penitensier, Bandung, 1984, hlm. 67 13

a. Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun; b. Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan tempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun; c. Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan adalah suatu bentuk pelayanan pemerintah melalui sistem pembinaan berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Menurut badan penelitian dan pengembangan HAM, tercatat jumlah narapidana anak atau disebut juga sebagai Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak sebanyak 3.772 anak. Badan pusat statistik kriminal mencatat jumlah narapidana anak dari tahun 1995 sampai tahun 1997 secara berturut-turut adalah pada tahun 1995 terdapat 5.234 narapidana anak, pada tahun 1996 terdapat 4.479 narapidana anak dan pada tahun 1997 terdapat 4.079 narapidana anak. 4 Pada awal tahun 2002 ditemukan 4.325 tahanan anak di rumah tahanan dan Lembaga Pemasyarakatan di seluruh Indonesia 5 dari data di atas dapat kita simpulkan masih banyaknya anak yang mendapatkan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak, dan oleh sebab itu didalam Pasal 12 ayat 1 4 http://www.bapenas.go.id/index.php?/contentexpress/kkp/pnba/buku perlindungan anak-final. di akses 4 september 2013 5 http://www.ypha.or.id/files/praktek-praktek sistem peradilan anak.pdf. diakses 4 september 2013 14

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan dalam rangka pembinaan terhadap narapidana di Lapas dilakukan penggolongan atas dasar: a. Umur b. Jenis kelamin c. Lama pidana yang dijatuhkan d. Jenis kejahatan; dan e. kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. Pemisahaan penggolongan ini yang khususnya bagi narapidana anak dalam rangka pembinaan dapat dikaitkan dengan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa setiap anak mempunyai hak untuk dapat perlindungan dari sasaran kekerasan, penganiayaan atau penghukuman yang tidak manusiawi. Jelas saja bahwa kondisi anak akibat perlakuan yang diterimanya dalam lembaga pemasyarakatan cenderung membuat kondisi kejiwaan anak rapuh dan rentan terhadap trauma psikologis. Dalam Pembinaan Anak Pidana, hendaknya Anak Pidana dibina dan dibimbing agar bisa berintegrasi didalam masyarakat, yang mana merupakan salah satu tujuan dari Pemasyarakatan. Demi terwujudnya tujuan dari pemasyarakat tersebut, pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan dikenal adanya pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian yang merupakan suatu pola sistim pemasyarakatan dalam membenahi kembali fisik dan mental Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan, sebagaimana yang dijelaskan didalam penjelasan Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan 15

meliputi program pembinaan dan bimbingan yang berupa kegiatan pembinaan kepribadian dan kegiatan pembinaan kemandirian. Pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian juga tertera didalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Didalam Pasal 2 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dicantumkan bahwa program pembinaan dan pembimbingan meliputi kegiatan pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian. Didalam Pasal 2 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, program pembinaan diperuntukan bagi Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Jadi jelas bahwa Anak Pidana yang juga termasuk sebagai Anak Didik Pemasyarakatan juga mendapatkan pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan Pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi hal-hal yang berkaitan dengan: a. Ketaqwaan kepada ketuhanan yang maha esa; b. Kesadaran berbangsa dan bernegara; c. Intelektual; d. Sikap dan perilaku; e. Kesehatan jasmani dan rohani; f. Kesadaran hukum g. Reintegrasi sehat dengan masyarakat; 16

h. Keterampilan kerja; dan i. Latihan kerja dan produksi. Didalam penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dipertegas bahwa program pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan di LAPAS dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan oleh BAPAS ditekankan pada kegiatan pembinaan kepribadian dan kegiatan pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga, dan masyarakat, sedangkan pembinaan kemandirian diarahkan pada pembinaan bakat dan keterampilan agar Warga Binaan Pemasyarakatan dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Sebagaimana program pembinaan dan bimbingan kepribadian dan kemandirian yang dimaksud didalam Pasal 3 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan di kenal adanya pembinaan Intelektual, pembinaan Intelektual merupakan bagian dari pembinaan kepribadian yang tercantum didalam Bab VII Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02-PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan Menteri Kehakiman Republik Indonesia yakni pembinaan Intelektual (kecerdasan) Usaha yang diperlukan agar pengetahuan serta kemampuan berfikir warga binaan pemasyarakatan semakin meningkat sehingga dapat menunjang kegiatan-kegiatan positif yang diperlukan selama masa pembinaan. Pembinaan intelektual (kecerdasan) dapat dilakukan baik melalui pendidikan formal maupun melalui pendidikan non-formal. Pendidikan formal, 17

diselenggarakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ada yang ditetapkan oleh pemerintah agar dapat ditingkatkan semua warga binaan pemasyarakatan. Pendidikan non-formal, diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan melalui kursus-kursus, latihan ketrampilan dan sebagainya. Bentuk pendidikan non-formal yang paling mudah dan paling murah ialah kegiatan-kegiatan ceramah umum dan membuka kesempatan yang seluasluasnya untuk memperoleh informasi dari luar, misalnya membaca koran/majalah, menonton TV, mendengar radio dan sebagainya. Untuk mengejar ketinggalan di bidang pendidikan baik formal maupun non formal agar diupayakan cara belajar melalui Program Kejar Paket A dan Kejar Usaha. Pembinaan Intelektual sangatlah penting dalam mewujudkan pola pembinaan demi tercapainya tujuan pembinaan itu sendiri Pembinaan Intelektual sangat berperan didalam pembinaan, dikarenakan Anak Pidana adalah anak yang juga berhak mendapatkan pendidikan, sebagaimana diatur didalam Pasal 22 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yakni Anak Pidana memperoleh hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 kecuali huruf g. Didalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang merupakan hak-hak Narapidana berarti sama dengan hak Anak Pidana, kecuali huruf g sebagaimana yang disebutkan di atas, huruf g didalam pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yakni mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan. Hak-hak lainnya Narapidana dan Anak Pidana sama termasuk hak mendapat pendidikan dan pengajaran yang tertera didalam pasal 14 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang merupakan hak yang dimiliki Anak Pidana demi 18

terwujudnya pembinaan Intelektual yang dijelaskan diatas. Hak pendidikan demi terwujudnya intelektual tersebut juga dipertajam didalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, yakni setiap Lapas wajib melaksanakan kegiatan pendidikan dan pengajaran bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan, serta didalam Pasal 10 ayat 1 dan 2 juga dijelaskan, pada setiap Lapas wajib disediakan petugas pendidikan dan pengajaran. Dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran sebagaimana yang dimaksud didalam ayat 1 kepala Lapas dapat bekerjasama yang lingkup tugasnya dapat meliputi bidang pendidikan dan kebudayaan, dan atau badan-badan kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan dan pengajaran. Anak Pidana juga merupakan Warga Negara Indonesia yang juga memerlukan perhatian dan sekaligus pemikiran bahwa Anak Pidana bagian dari anak tunas harapan bangsa yang akan melanjutkan eksistensi nusa dan bangsa untuk selama-lamanya. 6 Secara yuridis juga tercantum didalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan Pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia yakni setiap Warga Negara berhak mendapatkan pendidikan. Oleh karena itu pemerintah sangat memprioritaskan pendidikan tidak saja bagi masyarakat umum, tetapi juga Anak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan. Pembinaan Intelektual Anak Pidana dengan wujud pendidikan tidak saja merupakan tanggung jawab petugas lembaga pemasyarakatan saja, karena anak pidana masih kategori anak yang mana pemerintah saat ini memprioritaskan pemerataan pendidikan dengan 6 Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Akademika Presindo, Jakarta, 1989, hal. 2 19

penjaminan wajib belajar yang tertuang didalam Pasal 9 ayat 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 tentang wajib belajar yakni warga negara indonesia yang berusia di atas 15 (lima belas) tahun dan belum lulus pendidikannya sampai lulus atas biaya pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut mencangkup seluruh warga negara indonesia, tidak terkecuali anak pidana yang menetap di lembaga pemasyarakatan. Didalam hal tentang pendidikan demi mewujudkan Intelektual Anak Pidana, terutama dalam menghadapi Ujian Akhir Nasional yang juga merupakan Hak Anak Pidana, seperti yang dikutip oleh penulis di Warta Pemasyarakatan, 2 orang Anak Pidana Lembaga Pemasyarakatan Paledang Bogor mengikuti Ujian Akhir Nasional SMP, yang selama empat hari dikawal petugas Lembaga Pemasyarakatan berhasil mencapai nilai yang cemerlang. Tidak itu saja, setingkat dengan Ujian Akhir SD sampai SMA juga merata di Indonesia yang dilaksanakan oleh Anak pidana mencapai nilai yang sangat memuaskan. 7 Semua tidak lepas dari peran Petugas Lembaga Pemasyarakatan memberikan latihan dan modul dari pihak sekolah sebulan sebelum Ujian Akhir Nasional dimulai. Petugas Lembaga Pemasyarakatan juga mendatangkan tiga kali dalam seminggu guru sekolah untuk membina Anak Pidana menjelang menghadapi Ujian Akhir Nasional. Dan tidak itu saja, seperti yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang, petugas Lembaga Pemasyarakatan juga menyediakan Rumah Pintar (RUPIN) agar Anak Pidana bisa belajar, kreatif, dan berkreasi. Hal ini tercapai dengan adanya kesepakatan menteri Hukum dan HAM dengan menteri pendidikan nasional dan 7 Warta Pemasyarakatan, Nomor 53 Tahun XIV/2013 hal. 4 20

kebudayaan tanggal 17 desember 2009. Wujud dari kerjasamanya adalah dengan pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), dengan pelaksanaan pendidikan kejar paket A, B, dan C. 8 Dengan dilaksanakan Pembinaan Intelektual Anak Pidana ini, diharapkan dapat mewujudkan Anak Pidana yang berprestasi dan cakap di tengah masyarakat nantinya. Masyarakat sangat menyambut positif tehadap pelaksanaan Intelektual Pembinaan Anak Pidana tersebut, yang dilakukan survey melalui berita Online dan situs Kelembagaan Pemasyarakatan. 9 Dalam hal ini penulis memilih untuk melakukan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas IIB Tanjung Pati, karena jika dikaitkan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak seperti yang dipaparkan diatas, sudah seharusnya anak lebih diprioritaskan dalam pembinaannya. Selanjutnya penulis memilih untuk melakukan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Klas IIB Tanjung Pati. Penelitian ini penulis beri judul: PELAKSANAAN PEMBINAAN INTELEKTUAL ANAK PIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KLAS IIB TANJUNG PATI. B. Rumusan Masalah Dalam melakukan penulisan karya ilmiah, perlu memberikan batasan ruang lingkup dari penulisan itu sendri. Hal ini penting artinya untuk memberikan arahan kemana penulisan ini ditujukan, agar tidak menyimpang dari sasaran dan tujuan yang sebenarnya, permasalahan tersebut adalah: 8 Ibid hal. 6 9 Ibid hal. 42 21

1. Bagaimana pelaksanaan program pembinaan Intelektual Anak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas IIB Tanjung Pati? 2. Apa saja faktor-faktor dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pembinaan Intelektual Anak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas IIB Tanjung Pati? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan program Pembinaan intelektual Anak Pidana, di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas IIB Tanjung Pati. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pembinaan intelektual Anak Pidana, di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas IIB Tanjung Pati. D. Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah serta tujuan dari penelitian tersebut, dapat diperoleh manfaat penelitian yakni : 1. Secara Teoristis a. Untuk melengkapi salah satu syarat dan tugas guna mengikuti ujian Sarjana bagi penulis di Fakultas Hukum Universitas Andalas. b. Untuk menambah pengetahuan atau wawasan tentang ilmu hukum khususnya mengenai hukum pidana 22