V. IDENTIFIKASI POTENSI WILAYAH KABUPATEN SITUBONDO. Abstrak

dokumen-dokumen yang mirip
X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

III. METODE PENELITIAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

KAJIAN RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (STUDI KASUS DESA PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR)

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN DI KABUPATEN BANDUNG SELAMA TAHUN Nina Herninawati 1)

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

LAPORAN AKHIR. Edi Basuno Ikin Sadikin Dewa Ketut Sadra Swastika

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

ANALISA PERBANDINGAN SOSIAL EKONOMI PETANI JAGUNG SEBELUM DAN SETELAH ADANYA PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN MUNGKA KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

SKRIPSI. Oleh : Desvionita Nasrul BP

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

Kontribusi Usahatani Padi dan Usaha Sapi Potong Terhadap Pendapatan Keluarga Petani di Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah

PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT MELALUI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS TERNAK SAPI POTONG DI KELURAHAN MERDEKA KECAMATAN KUPANG TIMUR KABUPATEN KUPANG

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

BAB IV GAMBARAN UMUM

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

S. Andy Cahyono dan Purwanto

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

V. DESKRIPSI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH. Mimi Hayatiˡ, Elfiana 2, Martina 3 ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

A. Realisasi Keuangan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

Perkembangan Ekonomi Makro

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar yang

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

Pengembangan Komoditas Unggulan Pertanian dengan Konsep Agribisnis di Kabupaten Pamekasan

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 146

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto

KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah

Transkripsi:

V. IDENTIFIKASI POTENSI WILAYAH KABUPATEN SITUBONDO Abstrak Dalam rangka mempercepat pembangunan pertanian dan perdesaan di wilayah Kabupaten Situbondo yang sebagian besar didominasi oleh sektor pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan adalah dengan pengembangan kawasan agropolitan. Untuk mengembangkan kawasan agropolitan perlu mengidentifkasi potensi wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi wilayah Kabupaten Situbondo dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan berbasis peternakan sapi potong terpadu. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis location quotient (LQ), analisis komoditas unggulan dan andalan, analisis usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Situbondo merupakan basis beberapa komoditas peternakan, seperti: ternak sapi potong, domba, kambing, dan itik. Namun demikian, dari beberapa komoditas ternak hanya ternak sapi potong yang merupakan komoditas unggulan wilayah Kabupaten Situbondo. Tingkat pendapatan peternak bervariasi, pendapatan tertinggi diperoleh oleh peternak penggemukan sapi potong dengan rata-rata sebesar Rp 4 250 000,- /ekor/tahun. Selain basis pengembangan peternakan sapi potong, wilayah Kabupaten Situbondo juga merupakan basis pengembangan tanaman pangan dan perkebunan. Tanaman jagung dan padi merupakan komoditas unggulan tanaman pangan, sedangkan tanaman tebu, tembakau, dan kopi merupakan komoditas unggulan tanaman perkebunan di wilayah Kabupaten Situbondo. Kata kunci: potensi wilayah, Kabupaten Situbondo. Abstract Development agropolitan area by identifying region potential is needed to accelerate agricultural and rural development at Situbondo Region which largely dominated by agriculture sector (plantation, animal husbandry, and fisheries). This study is aimed to identify potential areas in Situbondo Region to expand agropolitan area based on animal husbandry. Methods of data analysis used in this study were analysis of location quotient (LQ), analysis of superior and leading commodity, farm business analysis. The results showed that the Situbondo Region suitable for some farm commodities, such as cattle, sheep, goats, and ducks. However, from the number of livestock commodities only cattle becomes the best commodity in Situbondo. Proven by cattle farmer (fattening) incomes that the highest incomes earned by fattening beef cattle with an average income of Rp 4 250 000, - / year. Keywords: potential of the region, Situbondo.

98 5.1. Pendahuluan Kabupaten Situbondo merupakan daerah agraris. Hal ini disebabkan sebagian besar wilayah ini dimanfaatkan untuk pertanian. Potensi sektor pertanian di Kabupaten Situbondo pada tahun 2007 yang memberikan kontribusi terbesar di antaranya adalah: produksi pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan laut, tambak, dan kehutanan. Subsektor peternakan mempunyai potensi yang sangat baik untuk dikembangkan. Hal ini berdasarkan beberapa fakta di lapangan. Pertama, permintaan pasar terhadap komoditas peternakan cukup tinggi. Kedua, potensi lahan yang tersedia dan ketersediaan sumber pakan sangat mendukung untuk pengembangan usaha peternakan. Ketiga, kesesuaian kondisi agroklimat terutama untuk ternak ruminansia. Keempat, budaya masyarakat dan tenaga kerja yang terdapat di daerah ini cukup mendukung pengembangan usaha peternakan. Kelima, dukungan pemerintah daerah terhadap sektor peternakan cukup baik. Hal ini ditandai dengan disediakannya fasilitas-fasilitas peternakan, seperti: rumah potong hewan (RPH), pasar hewan, inseminasi buatan (IB), dan penyediaan bibit rumput unggul. Keenam, pasar produk peternakan memberikan peluang pasar yang sangat baik. Selain produk peternakan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat Kabupaten Situbondo, juga untuk melayani permintaan dari kota-kota lain seperti Surabaya dan Jakarta. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya ternak dan unggas yang dipotong serta ternak yang keluar setiap tahunnya. Kontribusi sektor peternakan dan hasil-hasilnya pada tahun 2007 dapat menyumbangkan produk domestik regional bruto (PDRB) sebanyak 9.87 % atau sebesar Rp 146 804 670 000,- (Bappekab dan BPS Kabupaten Situbondo 2008). Sebagai suatu sistem, pengembangan peternakan pada saat ini masih menghadapi berbagai kendala. Menurut Dinas Peternakan Kabupaten Situbondo (2006) bahwa permasalahan-permasalahan yang sering muncul di daerah ini adalah sebagai berikut: (1) harga obat hewan yang semakin tinggi, (2) kesulitan untuk memperoleh bibit, (3) kesulitan untuk akses ke sumber modal, (4) rendahnya nilai tambah yang diperoleh peternak, (5) rendahnya angka kelahiran dan masih tingginya angka kematian ternak, (6) masih tingginya angka pemotongan ternak betina produktif, (7) manajemen pakan yang kurang baik, (8) masih rendahnya tingkat keberhasilan teknologi inseminasi buatan, dan

99 (9) rendahnya upaya pemanfaatan limbah pertanian sebagai sumber pakan dan kotoran ternak sebagai pupuk organik secara intensif. Wilayah Kabupaten Situbondo mempunyai potensi sumberdaya yang cukup besar untuk dimanfaatkan secara optimal untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Potensi sumberdaya yang dapat dikembangkan adalah sektor peternakan disamping potensi sumberdaya lainnya. Dari luas wilayah sebesar 48 236.7 ha (lokasi Studi lima kecamatan) sektor peternakan sangat potensial untuk dikembangkan. Dalam pengembangan sektor peternakan ini, harus berintegrasi dengan pembangunan wilayah. Salah satu program pembangunan wilayah yang dapat dilakukan dengan mensinergikan potensi yang dimiliki adalah pengembangan kawasan agropolitan. Melalui pengembangan kawasan agropolitan diharapkan dapat berfungsi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang mendorong pertumbuhan pembangunan perdesaan dan desa-desa hinterland atau wilayah sekitarnya melalui pengembangan ekonomi yang tidak terbatas sebagai pusat pelayanan sektor peternakan, tetapi juga pembangunan sektor secara luas seperti usahatani (on farm dan off farm), industri kecil, pariwisata, jasa pelayanan, dan pelayanan lainnya. Penelitian yang terkait dengan pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Situbondo masih belum pernah dilakukan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mendalam untuk mengetahui potensi yang dimiliki wilayah Kabupaten Situbondo dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi yang dimiliki wilayah Kabupaten Situbondo dalam pengembangannya sebagai kawasan agropolitan berbasis peternakan sapi potong terpadu. 5.2. Metode Analisis Identifikasi Potensi Wilayah Kabupaten Situbondo a. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penetapan kawasan agropolitan berbasis peternakan terdiri atas data primer dan data sekunder. Adapun data primer yang diambil adalah total biaya dan penerimaan usahatani peternakan.

100 Data sekunder seperti data produksi peternakan dan pertanian, komoditas unggulan, jumlah penduduk, kegiatan utama masyarakat di sektor peternakan dan pertanian, aksesibilitas kawasan ke kawasan/daerah lainnya, kedekatan dengan pasar, kelengkapan sarana dan prasarana pendukung, potensi lahan untuk mendukung pengembangan kawasan agropolitan, dan perolehan PDRB, fasilitas pendidikan latihan dan penyuluhan, fasilitas kesehatan hewan dan inseminasi buatan (IB), fasilitas ibadah, fasilitas olah raga, fasilitas keamanan, fasilitas ekonomi seperti ketersediaan pasar dan koperasi unit desa (KUD). b. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara, diskusi, pengisian kuesioner, dan pengamatan langsung terhadap kegiatan di lokasi penelitian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Responden di wilayah studi yang terdiri atas berbagai pakar dan stakeholder yang terkait dengan kegiatan pengembangan kawasan agropolitan berbasis peternakan. Data sekunder diperoleh dari beberapa sumber, seperti: hasil studi pustaka, hasil penelitian terdahulu, laporan, dan dokumen dari beberapa instansi yang terkait dengan penelitian. c. Metode Analisis Data Metode analisis data, dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: c.1. Analisis Location Quotient (LQ) Penentuan kecamatan sampel berdasarkan hasil analisis location quotient yaitu untuk menentukan keadaan apakah suatu kecamatan merupakan sektor basis atau non basis dalam hal populasi ternak. Kecamatan yang dijadikan sampel adalah kecamatan yang populasi ternaknya merupakan sektor basis, sedangkan peternak yang dijadikan sampel diambil secara acak. Metode ini dapat juga digunakan terhadap beberapa komoditas penting lainnya. Rumus location quotient (LQ) adalah sebagai berikut:

101 Xij/Xi. LQij = -------- X.j/X. Keterangan: Xij = Produksi sektor tertentu (i) di kecamatan j. Xi. = Produksi seluruh sektor di kecamatan j. X.j = Produksi total sektor (i) di kabupaten. X.. = Total produksi seluruh sektor di kabupaten. Jika LQ >1, maka aktivitas yang diamati tersebut adalah aktivitas basis, artinya sektor tersebut menjadi komoditi utama bagi wilayah tersebut. Jika LQ = 1, maka aktivitas yang diamati di wilayah kecamatan adalah aktivitas yang sama dengan produksi keseluruhan. Jika LQ <1, maka aktivitas yang diamati adalah aktivitas non basis, artinya sektor tersebut tidak menjadi kegiatan utama dalam wilayah tersebut. Penilaian terhadap basis atau bukan suatu komoditas didasarkan pada nilai LQ yaitu LQ>1, LQ = 1, dan LQ < 1. Nilai LQ > 1 memberikan pengertian bahwa komoditas tersebut merupakan basis pengembangan di kecamatan tersebut. Sebaliknya jika nilai LQ < 1, dapat diartikan bahwa komoditas tersebut merupakan bukan basis pengembangan di kecamatan tersebut. Nilai LQ = 1, dapat diartikan bahwa komoditas mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan di kecamatan tersebut. Dalam penelitian ini, analisis LQ menggunakan data populasi ternak (ekor) pada tahun 2007. Dalam penghitungan nilai LQ untuk beberapa komoditas ternak digunakan faktor konversi kesetaraan nilai, karena nilai setiap jenis ternak sangat berbeda jauh. Berdasarkan harga beberapa komoditas ternak menurut Bappekab dan BPS Kabupaten Situbondo (2008) adalah sebagai berikut: sapi potong Rp 6 000 000,-/ekor, kambing Rp 480 000,-/ekor, domba Rp 540 000,-/ekor, ayam buras Rp 30 000,-/ekor, ayam buras Rp 30 000,-, itik Rp 30 000,-/ekor, sapi perah Rp 8 400 000,-/ekor, kerbau Rp 6 000,-/ekor, dan ayam ras Rp 24 000,-/ekor, sehingga untuk sapi potong faktor konversi kesetaraan nilai dikalikan (200), kambing (16), domba (18), ayam buras (1), itik (1), sapi perah (280), kerbau (200), dan ayam ras (0.8).

102 c.2. Analisis Komoditas Unggulan dan Andalan Analisis komoditas unggulan dan andalan digunakan untuk menentukan komoditas unggulan dan andalan di suatu wilayah. Komoditas unggulan dan andalan merupakan komoditas basis atau penggerak utama pertumbuhan ekonomi dari sektor peternakan. Selain komoditas unggulan dan andalan, dikenal juga istilah komoditas penunjang yang lebih mengarah pada komoditas yang dapat diusahakan dengan komoditas utama untuk tujuan efisiensi pemanfaatan sumberdaya. Komoditas andalan, memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) Merupakan komoditas yang dominan yang diusahakan masyarakat. b) Merupakan komoditas spesifik lokasi. c) Dapat dibudidayakan berdasarkan agroklimat. Komoditas unggulan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) Merupakan salah satu komoditas andalan. b) Besaran ekonominya menguntungkan. c) Memiliki prospek pasar. d) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga. e) Potensi dan sumberdaya lahan yang besar. f) Secara sosial digemari oleh masyarakat dan diusahakan sepanjang tahun. g) Merupakan komoditas dominan. Dalam analisis komoditas unggulan dan andalan, ada 7 (tujuh) kriteria yang dapat dijadikan sebagai dasar penilaian, antara lain: 1. Kesesuaian lahan dengan indikator penilaian adalah arahan pengembangan komoditas dengan kesesuaian lahan agroklimat. Analisis dilakukan dengan menemukan persyaratan kesesuaian lahan untuk pengembangan komoditas peternakan berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan. 2. Pengusahaannya dominan, dengan indikator penilaian adalah hirarkhi jumlah terbanyak atau terluas komoditas.

103 3. Tingkat produktivitas wilayah dengan indikator penilaian adalah nilai relatif produktivitas komoditas. 4. Memiliki keunggulan komparatif, dengan indikator penilaian adalah nilai LQ banyaknya usaha ternak. 5. Memiliki keunggulan kompetitif, dengan indikator penilaian perbandingan produksi relatif dan harga relatif antar komoditas. 6. Komoditas diperdagangkan antar wilayah, dengan indikator penilaian adalah nilai LQ nilai produksi komoditas. 7. Keterkaitan produk ke depan, dengan indikator penilaian adalah merupakan bahan baku industri dan memiliki peluang pengembangan ke depan. Untuk komoditas peternakan, pengelompokan komoditas unggulan dan andalan dilakukan dengan menilai tujuh kriteria yaitu: (1) nilai populasi (Rp), (2) kesesuaian wilayah (arahan kesesuaian wilayah), (3) laju perkembangan (%), (4) nilai relatif perkembangan wilayah terhadap wilayah hirarkhi lebih tinggi (ratio), (5) keunggulan kompetitif antar komoditas, (6) komoditas diperdagangkan antar wilayah (LQ), dan (7) prospek permintaan (permintaan daging, susu, dan telur). Pemberian bobot pada setiap komponen yang dinilai sama dengan cara komoditas lainnya dari satu (1) sampai dengan lima (5). Total bobot dan cara klasifikasi bobot adalah sama dengan komoditas tanaman yang hanya diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu kelompok komoditas andalan total nilai 6-20 dan komoditas unggulan total nilai 21-30. c.3. Analisis Usahatani Analisis usahatani dilaksanakan untuk mengetahui biaya dan manfaat usahatani dalam menghasilkan suatu produk. Salah satu teknik analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui kelayakan usahatani (Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1999 dan Djamin, 1993) adalah revenue cost ratio (R/C ratio) yang menggambarkan ratio pendapatan dengan nilai biaya total selama musim usaha, dengan rumus sebagai berikut:

104 R/C = R/ ( Cs + Ct ) Keterangan: R/C = Rasio pendapatan terhadap modal. R = Pendapatan total. Cs = Biaya tunai. Ct = Biaya terhitung. 5.3. Hasil dan Pembahasan Analisis Potensi Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu di Kabupaten Situbondo 5.3.1. Basis Komoditas Pertanian a. Komoditas Peternakan Wilayah studi terdiri atas 5 (lima) kecamatan, yaitu: Kecamatan Asembagus, Jangkar, Arjasa, Kapongan, dan Mangaran merupakan objek kajian dalam penelitian ini. Setiap kecamatan mempunyai potensi untuk pengembangan beberapa komoditas peternakan, sehingga dapat menjadi basis bagi pengembangan komoditas peternakan tertentu. Untuk mengetahui apakah setiap kecamatan yang dianalisis di wilayah Kabupaten Situbondo merupakan basis (dominan) pengembangan komoditas ternak tertentu dapat dilakukan dengan menggunakan analisis location quotient (LQ) seperti terlihat pada Tabel 29 dan Lampiran 1. Tabel 29 Nilai LQ beberapa jenis ternak di wilayah Kabupaten Situbondo No Jenis Ternak Kec. Asembagus Kec. Jangkar Kec. Arjasa Kec. Kapongan Kec. Mangaran 1. Sapi Potong 1.03 1.07 1.04 1.00 1.01 2. Sapi Perah 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3. Kerbau 0.00 0.00 0.22 0.20 0.00 4. Kambing 0.47 0.19 0.63 0.87 0.99 5. Domba 0.80 0.49 0.82 1.07 0.99 6. Ayam Buras 0.94 0.39 0.47 1.04 1.14 7. Ayam Ras 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 8. I t i k 0.47 0.25 0.64 1.03 0.65 Sumber: Data diolah dari data sekunder: Bappekab dan BPS Kabupaten Situbondo 2008

105 Jenis ternak yang paling dominan dan merupakan basis pengembangan ternak di lima kecamatan adalah ternak sapi potong, sedangkan ternak sapi perah, kerbau, dan ayam ras bukan merupakan basis pengembangan di lokasi studi. Ternak domba, ayam buras, dan itik cukup dominan pengembangannya di Kecamatan Kapongan, demikian juga ayam buras cukup dominan pengembangannya di Kecamatan Kapongan. Ternak kambing dan domba mempunyai potensi untuk dikembangkan di Kecamatan Mangaran (Tabel 29). Jenis ternak yang dominan ini didasarkan pada populasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi wilayah di atasnya yaitu Kabupaten Situbondo dan ini didasarkan pada nilai LQ >1. Nilai LQ >1 dapat dijadikan petunjuk bahwa kecamatan tersebut surplus akan komoditas tertentu (merupakan kantong ternak) dan telah mengekspornya ke daerah lain atau memiliki tingkat kebutuhan konsumen yang tinggi yang berasal dari daerah lain di luar kecamatan tersebut. Komoditas-komoditas ini juga telah banyak diminati oleh masyarakat setempat untuk dibudidayakan, dan cukup sesuai dengan kondisi agroklimat, sehingga dapat dikatakan komoditas-komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan baik dilihat dari keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif. Namun demikian perhitungannya masih sederhana yang hanya didasarkan pada nilai LQ saja, sehingga perlu analisis lebih lanjut untuk memasukkan ke dalam kategori sebagai komoditas unggulan. Jumlah ternak sapi potong di daerah ini cukup dominan dibandingkan daerah lainnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 23, 24, 25, 26, dan 27. Dalam rangka lebih meningkatkan pendapatan peternak. upaya peningkatan produksi terhadap komoditas-komoditas ternak yang telah dikembangkan oleh masyarakat perlu terus digiatkan baik terhadap komoditas yang memiliki nilai LQ > 1 dan LQ = 1 maupun komoditas dengan nilai LQ < 1 mengingat komoditas-komoditas ini sudah banyak dikembangkan oleh masyarakat setempat secara turun-temurun. Upaya peningkatan produksi dapat dilakukan melalui kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi, mengingat wilayah ini masih memiliki lahan yang cukup untuk pengembangan komoditas dominan dengan tingkat penggunaan sarana produksi peternakan (sapronak) dan

106 pemanfaatan teknologi yang masih kurang, sehingga komoditas dominan tersebut masih mempunyai peluang yang besar untuk ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya. Ternak ruminansia, khususnya ternak sapi potong sangat potensial untuk dikembangkan di wilayah Kabupaten Situbondo dan pemerintah daerah serta masyarakat sangat antusias dan merespon kebijakan ini. Hal ini disebabkan antara lain: (1) permintaan pasar terhadap komoditas peternakan cukup tinggi, untuk tahun 2007 saja jumlah ternak yang dipotong: 8 464 ekor; (2) potensi lahan yang tersedia dan ketersediaan sumber pakan sangat mendukung untuk pengembangan usaha peternakan. Kondisi ini ditunjukkan oleh pemanfaatan tanah di Kabupaten Situbondo untuk kehutanan (44.80 %), sawah (18.56 %); pertanian tanah kering (17.09 %); padang rumput (4.56 %) dari total luas wilayah 163 850 ha. (3) kesesuaian kondisi agroklimat dengan jenis ternak sapi potong. Seperti halnya daerah lain di Indonesia, Kabupaten Situbondo memiliki iklim tropis yang ditandai dengan adanya dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau atau panas berlangsung antara bulan Mei September, sedangkan musim penghujan berlangsung antara bulan Oktober April dengan curah hujan rata-rata 994 mm hingga 1 053 mm per tahun dengan temperatur lebih kurang antara 24.7 0 C 27.9 0 C. Kondisi ini cukup ideal untuk pengembangan usaha peternakan, terutama untuk ternak sapi potong, (4) budaya masyarakat dan tenaga kerja yang terdapat di daerah ini cukup mendukung pengembangan usaha peternakan sapi potong. Jumlah penduduk di Kabupaten Situbondo sampai dengan tahun 2007 adalah sebesar 638 537 jiwa, yang terdiri atas 311 119 jiwa penduduk laki-laki dan 327 338 jiwa penduduk perempuan. Dengan luas wilayah 1 638.50 km 2, maka kabupaten Situbondo memiliki kepadatan penduduk sebesar 390 jiwa/km 2. Sebagian besar masyarakat Kabupaten Situbondo adalah Suku Madura dan Jawa yang banyak bekerja di bidang pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan) karena daerah ini dikenal daerah agraris. Selain itu Suku Madura dikenal sangat dekat dan senang memelihara sapi potong, karena ada kaitannya dengan hoby Karapan Sapi. Kondisi ini sangat mendukung perkembangan usaha peternakan sapi potong di wilayah ini. (5) dukungan pemerintah daerah terhadap sektor

107 peternakan cukup baik. Hal ini ditandai dengan disediakannya fasilitas-fasilitas peternakan, seperti: rumah potong hewan (RPH), pasar hewan, inseminasi buatan (IB), penyediaan bibit rumput unggul, serta bibit sapi potong unggul, seperti Limousin, Simmental dan Brahman, Brangus, dan Hereford. (6) pasar produk peternakan (permintaan daging segar) memberikan peluang pasar yang sangat baik. Selain produk peternakan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat Kabupaten Situbondo, juga untuk melayani permintaan dari kota-kota lain seperti Surabaya, Malang, dan Jakarta. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya ternak yang dipotong serta ternak yang keluar setiap tahunnya. Kontribusi sektor peternakan dan hasil-hasilnya pada tahun 2007 dapat menyumbangkan produk domestik regional bruto (PDRB) sebanyak 9.87 % atau sebesar Rp 146 804 670 000,- (Bappekab dan BPS Kabupaten Situbondo 2008). b. Basis Komoditas Tanaman Pangan Hasil analisis nilai LQ untuk komoditas tanaman pangan pada Tabel 30, menunjukkan bahwa setiap kecamatan di lima kecamatan wilayah studi memiliki komoditas tanaman pangan yang dominan dikembangkan oleh masyarakat. Di Kecamatan Asembagus, komoditas tanaman pangan yang merupakan komoditas dominan adalah jagung dan kacang tanah. Di Kecamatan Jangkar komoditas yang dominan adalah tanaman padi, jagung, dan kacang tanah, sedangkan di Kecamatan Arjasa komoditas dominan adalah tanaman jagung, kacang tanah, dan ketela pohon. Di Kecamatan Mangaran tanaman padi merupakan komoditan dominan. Tabel 30 Nilai LQ komoditas tanaman pangan di wilayah Kabupaten Situbondo No Komoditas Kec. Asembagus Kec. Jangkar Kec. Arjasa Kec. Kapongan Kec. Mangaran 1. Padi 0.54 1.00 0.55 1.49 1.32 2. Jagung 1.31 1.08 1.13 0.42 0.58 3. Kacang Tanah 1.56 2.91 2.06 0.53 0.21 4. Kedelai 0.48 0.89 0.27 1.81 0.51 5. Ketela Pohon 0.08 0.12 4.81 0.48 0.19

108 Jenis tanaman pangan yang dominan ini didasarkan pada tingkat produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan produksi wilayah di atasnya yaitu Kabupaten Situbondo dan ini didasarkan pada nilai LQ >1. Nilai LQ >1 dapat dijadikan petunjuk bahwa kecamatan tersebut surplus akan komoditas tertentu dan telah mengekspornya ke daerah lain atau memiliki tingkat kebutuhan konsumen yang tinggi yang berasal dari daerah lain di luar kecamatan tersebut. Komoditaskomoditas ini juga telah banyak diminati oleh masyarakat setempat untuk dibudidayakan, dan cukup sesuai dengan kondisi agroklimat, sehingga dapat dikatakan komoditas-komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan baik dilihat dari keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif. Namun demikian perhitungannya masih sederhana yang hanya didasarkan pada nilai LQ saja, sehingga perlu analisis lebih lanjut untuk memasukkan ke dalam kategori sebagai komoditas unggulan. Dalam rangka lebih meningkatkan pendapatan masyarakat, upaya peningkatan produksi terhadap komoditas-komoditas tanaman pangan yang telah dikembangkan oleh masyarakat perlu terus digiatkan terutama terhadap komoditas yang memiliki nilai LQ > 1 mengingat komoditas-komoditas ini sudah banyak dikembangkan oleh masyarakat setempat secara turun-temurun. Upaya peningkatan produksi tanaman pangan dapat dilakukan melalui kegiatan intensifikasi, yaitu dengan penggunaan sarana produksi pertanian dan pemanfaatan teknologi pertanian yang tepat, sehingga komoditas dominan tersebut masih mempunyai peluang yang cukup besar untuk ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya. Komoditas tanaman pangan, khususnya tanaman padi dan jagung sangat potensial untuk dikembangkan di wilayah Kabupaten Situbondo. Hal ini disebabkan antara lain: (1) masyarakat daerah ini sudah terbiasa menanam padi dan jagung, luas panen padi tahun 2007, yaitu 32 602 ha dengan produksi 2 057 277.37 kwintal, sedangkan luas panen jagung: 42 089 ha dengan produksi 2 048 242.58 kwintal, (2) potensi lahan yang tersedia sangat mendukung untuk pengembangan usaha tanaman pangan, khususnya padi dan jagung. Kondisi ini ditunjukkan oleh pemanfaatan tanah di Kabupaten Situbondo untuk kehutanan

109 (44.80 %), sawah (18.56 %); pertanian tanah kering (17.09 %); padang rumput (4.56 %) dari total luas wilayah 163 850 ha. (3) komoditas tanaman pangan cukup sesuai dengan kondisi agroklimat daerah ini. Seperti halnya daerah lain di Indonesia, Kabupaten Situbondo memiliki iklim tropis yang ditandai dengan adanya dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau atau panas berlangsung antara bulan Mei September, sedangkan musim penghujan berlangsung antara bulan Oktober April dengan curah hujan rata-rata 994 mm hingga 1 053 mm per tahun dengan temperatur lebih kurang antara 24.7 0 C 27.9 0 C. Kondisi ini cukup ideal untuk pengembangan usaha tanaman pangan padi dan jagung. Namun sejak akhir tahun 1980 an, ketersediaan pasokan air dari Sungai Sampean yang selama ini menjadi andalan petani Kabupaten Situbondo untuk pengairan lahan pertanian, ketersediaannya semakin berkurang. Hal ini disebabkan hutan di hulu Sungai Sampean banyak yang rusak, apalagi kalau sudah menghadapi musim kemarau yang sangat panjang. Petani yang sebelumnya bisa menanam padi sepanjang tahun (3 kali per tahun), saat ini paling banyak 1-2 kali dalam setahun dan sisanya ditanami palawija atau dibiarkan saja. Untuk meningkatkan pendapatan, selain menanam tanaman pangan, petani juga banyak yang beternak secara semi intensif maupun intensif. Jenis ternak yang dipelihara pada umumnya sapi, domba, dan kambing. Jenis ternak ini sangat mudah dipelihara dan petani dalam memberikan pakan kepada ternaknya pada umumnya memanfaatkan limbah tanaman padi dan jagung (jerami padi dan daun jagung) yang cukup tersedia di daerah ini. Keuntungan dari beternak sapi potong cukup menjanjikan dalam rangka meningkatkan pendapatan petani, di saat pendapatan usaha pertanian tanaman pangan dan perkebunan semakin menurun dan prospeknya kurang menggembirakan, (5) dukungan pemerintah daerah terhadap sektor tanaman pangan dan perkebunan cukup baik. Hal ini ditandai dengan disediakannya fasilitas-fasilitas tanaman pangan dan perkebunan, (6) pasar produk tanaman pangan dan perkebunan sangat baik. Selain produk tanaman pangan dan perkebunan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat Kabupaten Situbondo, juga untuk melayani permintaan dari kota-kota lain seperti Surabaya, Malang, Denpasar, dan Jakarta. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya komodtas tanaman pangan dan perkebunan yang keluar setiap tahunnya.

110 Kontribusi sektor tanaman pangan dan perkebunan hasil-hasilnya pada tahun 2007 dapat menyumbangkan produk domestik regional bruto (PDRB) sebanyak 17,18% dan 12.37 % (Bappekab dan BPS Kabupaten Situbondo 2008). c. Basis Komoditas Perkebunan Hasil analisis nilai LQ untuk komoditas tanaman perkebunan, menunjukkan bahwa setiap kecamatan di lima kecamatan wilayah studi memiliki komoditas tanaman perkebunan yang dominan dikembangkan oleh masyarakat. Tanaman tebu (luas tanam 7 878 ha) merupakan komoditas tanaman perkebunan yang paling dominan di wilayah studi, karena di 5 (lima) kecamatan wilayah studi (Kecamatan Asembagus, Jangkar, Arjasa, Kapongan, dan Mangaran) tanaman tebu merupakan tanaman dominan dan luasan pengusahaannya paling luas dibandingkan tanaman perkebunan lainnya (Tabel 31). Tanaman tebu sudah sangat familiar dengan petani, karena di Kabupaten Situbondo terdapat 5 (lima) pabrik gula (PG) yang dibangun sejak zaman Belanda, yaitu: PG. Asembagus, PG. Panji, PG. Olean, PG. Wringin Anom, dan PG. Demas. Sejak lama Kabupaten Situbondo dikenal dengan sebutan Penghasil Gula di Jawa Timur. Tanaman tebu selain menghasilkan gula, oleh petani limbah tanaman tebu (daun pucuk tebu) dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi, demikian juga limbah pabrik gula dari hasil pengelolaan tanaman tebu, yang berupa tetes (molases) dimanfaatkan petani untuk pakan ternak sapi. Oleh karena itu, perkembangan ternak sapi di daerah ini cukup baik. Jenis tanaman perkebunan lainnya yang merupakan komoditas dominan adalah tanaman tembakau (luas tanam 762 ha) dan kopi (luas tanam 1 197 ha) yang pada umumnya terletak di Kecamatan Arjasa, khususnya di Desa Kayumas. Tembakau asal Desa Kayumas merupakan salah satu jenis tembakau yang cukup terkenal di Situbondo dan banyak diminati oleh masyarakat setempat maupun luar Kabupaten Situbondo (pabrik rokok di Jawa Timur) karena aromanya yang harum dan terkenal di pasaran dengan sebutan Tembakau Kayumas. Desa Kayumas yang terletak di Kecamatan Arjasa, selain terkenal penghasil tembakau, juga dikenal penghasil kopi, oleh karena itu Desa Kayumas dikenal dengan sebutan Perkebunan Kayumas.

111 Dalam rangka lebih meningkatkan pendapatan masyarakat,. upaya peningkatan produksi terhadap komoditas-komoditas tanaman perkebunan yang telah dikembangkan oleh masyarakat, seperti: tanaman tebu, tembakau, dan kopi perlu terus digiatkan mengingat komoditas-komoditas ini sudah banyak dikembangkan oleh masyarakat setempat. Upaya peningkatan produksi tanaman perkebunan dapat dilakukan melalui kegiatan intensifikasi, yaitu dengan penggunaan sarana produksi perkebunan dan pemanfaatan teknologi pertanian yang tepat guna, sehingga komoditas dominan tersebut masih mempunyai peluang yang cukup besar untuk ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya. Tabel 31 Nilai LQ komoditas tanaman perkebunan di wilayah Kabupaten Situbondo No Komoditas Kec. Asembagus Kec. Jangkar Kec. Arjasa Kec. Kapongan Kec. Mangaran 1. Tebu 1.99 1.39 1.11 2.66 2.66 2. Tembakau 0.19 0.32 2.60 0.05 0.06 3. Kopi 0.00 0.00 6.50 0.00 0.00 4. Kelapa 0.15 0.09 0.09 0.16 0.10 5. Kapuk 0.22 0.19 0.17 0.16 0.10 5.3.2. Komoditas Unggulan dan Andalan a. Komoditas Unggulan dan Andalan Peternakan Komoditas unggulan dan andalan komoditas peternakan terdiri atas 5 (lima) komoditas, yaitu: sapi potong, domba, kambing, ayam kampung, dan itik. Kelima komoditas peternakan tersebut terseleksi dari dominansi harga jual masing-masing komoditas peternakan tersebut. Setelah menggunakan penilaian berikutnya, maka diperoleh bahwa ada 4 (empat) komoditas yang tergolong dalam komoditas andalan, yaitu: domba, kambing, ayam kampung, dan itik serta hanya 1 (satu) komoditas peternakan yang tergolong dalam komoditas unggulan, yaitu ternak sapi potong. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 32.

112 Tabel 32 Penilaian komoditas ternak di Wilayah Kabupaten Situbondo pada tahun 2007 Komoditas Kriteria Penilaian Total Keputusan 1 2 3 4 5 6 7 Bobot Sapi Potong 6 000 000,- V 0.25 (4) 71.03 (5) (5) 1.20 (4) 27 Unggulan (5) (4) Domba 500 000,- V 0.15 (2) 2.08 (3) (3) 0.39 (3) 18 Andalan (4) (3) Kambing 400 000,- V 0.19 (3) 0.45 (2) (2) 0.11 (2) 14 Andalan (3) (2) Ayam 30 000,- V -4.83 (1) 26.44 (4) (4) 9.80 (5) 20 Andalan (1) (5) Itik 40 000,- (2) V 1.14 (5) 0.10 (1) (1) 0.01 ( 1) (1) 11 Andalan Keterangan: (1) Nilai populasi (Rp), (2) Kesesuaian wilayah, (3) Laju perkembangan (%), (4) Nilai relatif perkembangan wilayah terhadap wilayah hirarkhi lebih tinggi (ratio), (5) Keunggulan kompetitif antar komoditas, (6) Komoditas diperdagangkan antar wilayah (LQ), dan (7) Prospek permintaan (daging, susu, dan telur) Sumber: Data diolah dari data sekunder: Bappekab dan BPS Kabupaten Situbondo 2008 Pada Tabel 32 menunjukkan bahwa komoditas ternak sapi potong unggul hampir pada semua kriteria yang dinilai dibandingkan dengan komoditas lainnya, sehingga komoditas ternak sapi potong tergolong komoditas unggulan di wilayah Kabupaten Situbondo. Komoditas ayam kampung unggul pada tingkat permintaan daging, komoditas diperdagangkan, dan itik unggul pada kriteria laju perkembangan, sedangkan ternak domba dan kambing mempunyai kriteria penilaian yang agak rendah, sehingga keempat komoditas ternak tersebut (ayam kampung, itik, domba, dan kambing) tergolong pada komoditas andalan. Keunggulan ternak sapi potong sebagai komoditas unggulan dibandingkan dengan jenis ternak lainnya, selain disebabkan oleh 7 (tujuh) kriteria penilaian di atas tersebut, juga disebabkan antara lain intensifnya Pemerintah Daerah melalui Dinas Peternakan Kabupaten Situbondo memperkenalkan jenis-jenis sapi potong unggul, seperti Simmental, Limousin, Brahman, Brangus, dan Hereford melalui kawin suntik (inseminasi buatan/ib). Lahirnya bibit sapi potong unggul yang bobot badan dewasa dapat melebihi dari 1 000 kg/ekor dan harga pedet (umur 3-4 bulan) sapi potong berkisar Rp 5 000 000,- - Rp 6 000 000,- /ekor membuat masyarakat tertarik dan dalam waktu yang tidak terlalu lama, perkembangan dan populasi ternak sapi potong di wilayah ini cukup menonjol serta wilayah ini dikenal dengan sebutan kantong ternak sapi potong untuk Jawa Timur.

113 b. Komoditas Unggulan dan Andalan Tanaman Pangan Komoditas unggulan dan andalan komoditas tanaman pangan terdiri atas 5 (lima) komoditas, yaitu: padi, jagung, kacang tanah, kedelai, dan ketela pohon. Kelima komoditas tanaman pangan tersebut terseleksi dari dominansi luas tanaman masing-masing komoditas tanaman pangan tersebut. Setelah menggunakan kriteria penilaian berikutnya, maka diperoleh bahwa ada 3 (tiga) komoditas yang tergolong dalam komoditas andalan, yaitu: kacang tanah, kedelai, dan ketela pohon serta ada 2 (dua) komoditas tanaman pangan yang tergolong dalam komoditas unggulan, yaitu padi dan jagung. Hasil analisis komoditas unggulan dan andalan tanaman pangan dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33 Penilaian komoditas tanaman pangan di Wilayah Kabupaten Situbondo tahun 2007 Komoditas Kriteria Penilaian Total Keputusan 1 2 3 4 5 6 7 Bobot Padi 12 567 (4) 4 6.39 (4) 0.89 (2) (5) 1.75 (5) 29 Unggulan (5) Jagung 17 563 (5) 5 4.87 (3) 0.97 (3) (4) 1.70 (4) 28 Unggulan (4) Kacang Tanah 292 (2) 2 1.92 (2) 1.66 (4) (2) 0.80 (2) (2) 16 Andalan Kedelai 42 (1) 3 1.17 (1) 0.72 (1) (3) 0.59 (3) 13 Andalan ( 1) Ketela Pohon 446 (3) 1 18.60 (5) 1.97 (5) (1) 1.38 (3) (1) 19 Andalan Keterangan: (1) Luas panen (ha), (2) Kesesuaian lahan, (3) Produktivitas (ton/ha), (4) Keunggulan komparatif, (5) Keunggulan kompetitif, (6) LQ Produksi, dan (7) Peluang pengembangan Sumber: Data diolah dari data sekunder: Bappekab dan BPS Kabupaten Situbondo 2008 Pada Tabel 33 menunjukkan bahwa komoditas tanaman padi dan jagung unggul hampir pada semua kriteria yang dinilai dibandingkan dengan komoditas lainnya, sehingga komoditas tanaman padi dan jagung tergolong komoditas unggulan di wilayah Kabupaten Situbondo. Komoditas ketela pohon unggul pada tingkat produktivitas ton/ha dan keunggulan komparatif, sedangkan kacang tanah dan kedelai mempunyai kriteria penilaian yang agak rendah, sehingga ketiga komoditas tanaman pangan tersebut (ketela pohon, kacang tanah dan kedelai) tergolong pada komoditas andalan.

114 Keunggulan tanaman padi dan jagung sebagai komoditas unggulan dibandingkan dengan komoditas tanaman pangan lainnya, selain disebabkan oleh 7 (tujuh) kriteria penilaian di atas tersebut, juga disebabkan antara lain intensifnya Pemerintah Daerah melalui Dinas Pertanian Kabupaten Situbondo memberikan penyuluhan dan memperkenalkan varietas-varietas unggul kepada petani. c. Komoditas Unggulan dan Andalan Tanaman Perkebunan Penilaiankomoditas tanaman perkebunan di wilayah Kabupaten Situbondo dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34 Penilaian komoditas tanaman perkebunan di Wilayah Kabupaten Situbondo tahun 2007 Komoditas Kriteria Penilaian Total Keputusan 1 2 3 4 5 6 7 Bobot Tebu 7 878 (5) 5 6 482 (5) 1.40 (4) (5) 1.10 (5) 33 Unggulan (4) Tembakau 762 (3) 2 2 500(3) 0.74 (3) (4) 0.57 (4) 22 Unggulan (3) Kopi 1 197 (4) 1 3 040 (4) 1.60 (5) (3) 1.25 (3) 25 Unggulan (5) Kelapa 209 (2) 4 1 200 (2) 0.09 (1) (1) 0.07 (2) 13 Andalan ( 1) Kapuk 39 (1) 3 376 (1) 0.14 (2) (2) 0.11 (1) 12 Andalan (2) Keterangan: (1) Luas tanam (ha), (2) Kesesuaian lahan, (3) Produktivitas (ton/ha), (4) Keunggulan komparatif, (5) Keunggulan kompetitif, (6) LQ Produksi, dan (7) Peluang pengembangan Sumber: Data diolah dari data sekunder: Bappekab dan BPS Kabupaten Situbondo 2008 Komoditas unggulan dan andalan komoditas tanaman perkebunan terdiri atas 5 (lima) komoditas, yaitu: tanaman tebu, tembakau, kopi, kelapa, dan kapuk. Kelima komoditas tanaman perkebunan tersebut terseleksi dari dominansi luas tanam komoditas tanaman pangan tersebut. Setelah menggunakan penilaian berikutnya, maka diperoleh bahwa ada 3 (tiga) komoditas yang tergolong dalam komoditas unggulan, yaitu: tebu, kopi, dan tembakau serta hanya 2 (dua) komoditas tanaman perkebunan yang tergolong dalam komoditas andalan, yaitu tanaman kelapa dan kapuk.

115 Pada Tabel 34 di atas menunjukkan bahwa komoditas tanaman tebu unggul hampir pada semua kriteria yang dinilai dibandingkan dengan komoditas lainnya, sehingga komoditas tanaman tebu tergolong komoditas unggulan di wilayah Kabupaten Situbondo. Tanaman kopi dan tembakau mempunyai kriteria penilaian yang agak rendah di kesesuaian lahan, namun komoditas ini termasuk komoditas unggulan di daerah daerah studi. Komoditas tanaman kelapa dan kapuk mempunyai kriteria penilaian yang agak rendah, sehingga kedua komoditas tanaman perkebunan tersebut tergolong pada komoditas andalan. 5.3.3. Analisis Usahatani a. Komoditas Peternakan Data kegiatan usahatani peternakan yag dilakukan oleh peternak di wilayah Kabupaten Situbondo diperoleh melalui kegiatan survai terhadap rumah tangga peternak. Jumlah responden sebanyak 1 350 orang peternak terdiri atas: 500 responden peternak sapi, 200 responden peternak domba, 250 responden peternak kambing, 300 responden peternak ayam buras, 100 responden peternak itik, yang diambil dari lima kecamatan, yaitu: Kecamatan Asembagus, Jangkar, Arjasa, Kapongan, dan Mangaran. Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang selain mengelola usaha ternaknya juga melakukan usaha lainnya, seperti: dalam bidang pertanian, perkebunan, perikanan, perdagangan, dan lain sebagainya. Umur responden peternak terdiri atas 14 % berumur 21-30 tahun, 59 % berumur 31-50 tahun, dan sisanya 27 % berumur lebih dari 50 tahun. Pendidikan responden peternak sebagian besar (66 %) hanya berpendidikan SD, 22 % berpendidikan SLP, 11 % berpendidikan SLA, dan hanya 1 % yang berpendidikan diploma/sarjana. Rata-rata jumlah kepemilikan ternak yang dimiliki responden, yaitu untuk sapi potong 2 ekor, domba 11 ekor, kambing 9 ekor, ayam kampung 19 ekor, dan itik 89 ekor.

116 Komoditas peternakan yang dikembangkan di wilayah Kabupaten Situbondo pada umumnya meliputi: sapi potong, domba, kambing, ayam kampung, dan itik, sedangkan ternak kerbau dan sapi perah tidak berkembang dan tidak terlalu banyak diusahakan oleh masyarakat. Jenis komoditas peternakan yang diusahakan oleh peternak sangat ditentukan oleh permintaan pasar yang tinggi baik pasar daerah sendiri maupun luar daerah serta kemudahan dalam pemeliharaan. Untuk mengetahui apakah kegiatan usahatani yang dilakukan secara ekonomis menguntungkan atau merugi secara ekonomis dapat dilakukan analisis usahatani yang didukung data-data yang memadai baik data pengeluaran untuk berbagai sarana produksi maupun biaya upah dan ongkos yang dikeluarkan. Hasil analisis usahatani beberapa komoditas ternak dapat dilihat pada Tabel 35 dan Lampiran 3. Tabel 35 Hasil analisis usahatani beberapa komoditas ternak di Kabupaten Situbondo No Komoditas Total Biaya Penerimaan Keuntungan R/C 1. Sapi Potong 8 750 000,- 13 000 000,- 4 250 000,- 1.49 (Penggemukan) 2. Sapi Potong 12 030 000,- 15 000 000,- 2 970 000,- 1.25 (Pembibitan) 3. Domba 5 720 000,- 7 100 000,- 1 380 000,- 1.24 4. Kambing 5 220 000,- 6 200 000,- 980 000,- 1.19 5. Ayam Buras 8 955 000,- 9 950 000,- 995 000,- 1.11 6. I t i k 12 987 600,- 15 150 000,- 2 162 400,- 1.17 Pada Tabel 35 menunjukkan bahwa seluruh komoditas peternakan yang dibudidayakan di Kabupaten Situbondo secara ekonomis menguntungkan untuk dikembangkan. Kelayakan secara ekonomis untuk dikembangkan dapat dilihat dari nilai R/C ratio yang lebih besar dari satu (R/C > 1). Komoditas ternak sapi potong menghasilkan pendapatan yang tertinggi dibandingkan komoditas ternak lainnya, selanjutnya berturut-turut disusul ternak domba, kambing, itik, dan ayam buras.

117 Dari sisi pendapatan peternak dalam setahun, menunjukkan bahwa usahatani penggemukan ternak sapi potong menghasilkan keuntungan tertinggi, yaitu sekitar Rp 4 250 000,- /ekor/tahun, diikuti berturut-turut pembibitan sapi potong Rp 2 970 000,-/ekor/tahun, ternak itik Rp 2 162 400,-/55 ekor/tahun, ternak domba Rp 1 380 000,-/5 ekor/tahun, ayam buras Rp 995 000,-/55 ekor/tahun, dan terendah adalah usahatani ternak kambing yaitu sekitar Rp 980 000,- /5 ekor/tahun. Hasil analisis tersebut memperlihatkan nilai keuntungan dari usahatani peternakan masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat produktivitas komoditas peternakan yang diusahakan peternak. Rendahnya produktivitas komoditas peternakan tersebut, antara lain disebabkan jumlah ternak yang dikembangkan masih dalam skala kecil (untuk sapi potong rata-rata 2 ekor/peternak) dan umumnya dipelihara secara semi intensif, sehingga produktivitasnya kurang optimal. Selain itu, sebagian besar peternak menggunakan biaya produksi yang relatif rendah. Pada umumnya peternak pembibitan sapi potong, domba, dan kambing hanya mengandalkan rumput saja atau jerami padi serta jerami kacang tanah untuk pakan ternaknya. Demikian juga dalam hal biaya pemeliharaan, biaya tenaga kerja, dan biaya pakan. Pada umumnya peternak memanfaatkan tenaga kerja dalam rumah tangga sendiri untuk merawat ternak dan mencari pakan hijauan. Peluang peningkatan pendapatan peternak yang diterima dalam usahatani masih dapat ditingkatkan, baik melalui ekstensifikasi maupun intesifikasi usahaternak, yaitu dengan peningkatan jumlah ternak yang dipelihara, pemberian pakan yang rasional, penggunaan bibit unggul, dan pemeliharaan ternak yang baik. Untuk mendapatkan keuntungan yang layak dan usaha peternakan dapat dijadikan sebagai pekerjaan pokok, dengan penghasilan Rp 12 000 000,-/tahun, maka ternak yang dipelihara minimal untuk penggemukan sapi potong sebanyak 3 ekor, pembibitan sapi potong sebanyak 4 ekor, domba 44 ekor, kambing 60 ekor, ayam buras 660 ekor, dan itik 300 ekor. b. Komoditas Pertanian (Tanaman Pangan dan Perkebunan) Komoditas tanaman pangan yang dikembangkan di wilayah studi pada umumnya tanaman padi dan jagung yang luasannya cukup luas, yaitu 12 567 ha

118 dan 17 563 ha, sedangkan kacang tanah, kedelai, dan ketela pohon tidak terlalu banyak diusahakan oleh masyarakat, yaitu berturut-turut: 292 ha, 42 ha, dan 446 ha. Komoditas tanaman perkebunan yang paling dominan dikembangkan di wilayah ini adalah tanaman tebu (luas tanam 7 878 ha), sedangkan tanaman tembakau seluas 762 ha dan terpusat di Desa Kayumas, yaitu seluas 666 ha. Jenis komoditas tanaman pangan dan perkebunan yang diusahakan oleh petani sangat ditentukan oleh permintaan pasar yang tinggi baik pasar daerah sendiri maupun luar daerah serta kemudahan dalam pemeliharaan dan modal yang dibutuhkan dalam usahatani. Untuk mengetahui apakah kegiatan usahatani yang dilakukan secara ekonomis menguntungkan atau merugi secara ekonomis dapat dilakukan analisis usahatani yang didukung data-data yang memadai baik data pengeluaran untuk berbagai sarana produksi maupun biaya upah dan ongkos yang dikeluarkan. Hasil analisis usahatani tanaman padi, jagung, dan tebu dapat dilihat pada Tabel 36 dan Lampiran 3 Tabel 36 Hasil analisis usahatani beberapa komoditas pertanian di Kabupaten Situbondo No Komoditas Total Biaya Penerimaan Keuntungan R/C Komoditas Tanaman Pangan (per Hektar) 1. Padi 9 325 000 15 000 000 5 675 000 1.61 2. Jagung 7 880 000 16 000 000 8 120 000 2.03 Komoditas Tanaman Perkebunan (per Hektar) 1 Tebu 19 611 450 31 189 575 11 578 125 1.59 Pada Tabel 36 menunjukkan bahwa seluruh komoditas pertanian, tanaman pangan maupun tanaman perkebunan yang dibudidayakan di Kabupaten Situbondo secara ekonomis menguntungkan untuk dikembangkan. Kelayakan secara ekonomis untuk dikembangkan dapat dilihat dari nilai R/C ratio yang lebih besar dari satu (R/C > 1). Komoditas tanaman pangan jagung menghasilkan pendapatan yang tertinggi dibandingkan komoditas tanaman pangan lainnya, selanjutnya berturut-turut disusul tanaman padi, dan tebu.

119 Dari sisi pendapatan petani dalam setahun, menunjukkan bahwa usahatani tanaman jagung menghasilkan keuntungan tertinggi, yaitu sekitar Rp 8 120 000 /hektar/musim, diikuti berturut-turut tanaman padi Rp 5 675 000,-/hektar/musim, dan tanaman tebu Rp 11 578 125,-/hektar/tahun. Hasil analisis tersebut memperlihatkan nilai keuntungan dari usahatani pertanian masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat produktivitas komoditas pertanian yang diusahakan petani. Rendahnya produktivitas komoditas pertanian tersebut, antara lain disebabkan jumlah luasan lahan yang dikembangkan masih dalam skala kecil, yaitu sekitar 0.5 hektar dan umumnya dipelihara secara semi intensif, sehingga produktivitasnya kurang optimal. Selain itu, sebagian besar petani menggunakan biaya produksi yang relatif rendah. Demikian juga dalam hal biaya pemeliharaan, biaya tenaga kerja, dan biaya bibit. Pada umumnya petani memanfaatkan tenaga kerja dalam rumah tangga sendiri. Peluang peningkatan pendapatan petani yang diterima dalam usahatani masih dapat ditingkatkan, yaitu melalui intesifikasi usahatani yang tepat, meliputi pemakaian bibit unggul, pengolahan tanah yang benar, pemakaian pupuk berimbang, pencegahan penyakit, pengairan yang cukup, pemeliharaan yang baik, dan pengelolaan pasca panen. Untuk mendapatkan keuntungan yang layak dan usaha pertanian dapat dijadikan sebagai pekerjaan pokok, dengan penghasilan Rp 12 000 000,-/tahun, maka lahan yang diusahakan oleh petani minimal satu hektar. 5.4. Kesimpulan Wilayah Kabupaten Situbondo merupakan basis untuk pengembangan komoditas peternakan, seperti: sapi potong, domba, kambing, dan itik. Komoditas ternak sapi potong merupakan komoditas unggulan dan memberikan keuntungan yang tertinggi bagi peternak. Keuntungan usahatani yang diperoleh pada umumnya masih agak rendah yang disebabkan skala usaha ternak yang kecil dan sistem pemeliharaannya pada umumnya masih semi intensif. Dalam rangka mengoptimalkan keuntungan usahatani, maka program intensifikasi pemeliharaan ternak melalui panca usaha ternak potong (PUTP) harus dilaksanakan dan skala usaha ternak sapi potong jumlahnya ditingkatkan minimal 3-4 ekor/perternak. Selain basis pengembangan komoditas peternakan, wilayah Kabupaten Situbondo

120 juga merupakan basis pengembangan tanaman pangan dan perkebunan. Komoditas tanaman jagung dan padi merupakan komoditas unggulan tanaman pangan dan memberikan keuntungan tertinggi bagi petani, sedangkan tanaman tebu, tembakau, dan kopi merupakan komoditas unggulan tanaman perkebunan di wilayah studi. Keuntungan usahatani yang diperoleh pada umumnya masih dapat ditingkatkan dengan cara menambah luasan skala usahatani (minimal 1 hektar) dan sistem pemeliharaannya dilakukan secara intensif. DAFTAR PUSTAKA Badan Agribisnis Departemen Pertanian. 1999. Kelayakan Investasi Agribisnis Rambutan, Manggis, dan Mangga. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Kanisius. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Situbondo Dalam Angka 2006/2007. Situbondo: Pemerintah Kabupaten Situbondo Kerjasama BPS dan BAPPEKAB Situbondo. [BAPPEKAB] Badan Perencanaan dan Pembangunan Kabupaten dan [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Profil Kabupaten Situbondo. Situbondo: Pemerintah Kabupaten Situbondo Kerjasama BAPPEKAB dan BPS Situbondo. [Disnak Situbondo] Dinas Peternakan Situbondo. 2006. Laporan Tahunan Dinas Peternakan Situbondo. Situbondo: Dinas Peternakan Kabupaten Situbondo. Djamin Z. 1993. Perencanaan dan Analisa Proyek. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kurnia G. 1999. Modernisasi dan Penguatan Ekonomi Rakyat di Perdesaan; Pembangunan Ekonomi Rakyat Perdesaan. Jakarta: Bina Rena Pariwara. Pambudy R, T. Sipayung T, Priatna WB, Burhanuddin, Kriswantriyono A, Satria A. 2001. Bisnis dan Kewirausahaan dalam Sistem Agribisnis. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda. [Pemkab] Pemerintah Kabupaten Purbalingga. 2003. Profil Produk Potensial, Andalan, dan Unggulan Kabupaten Purbalingga. Purbalingga: Pemerintah Kabupaten Purbalingga. Santosa U. 2001. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Jakartra: Penebar Swadaya. Saragih B. 2000. Agribisnis Berbasis Peternakan. Bogor: USESE Foundation dan Pusat Studi Pembangunan IPB.

121 Sarwono B, Arianto HB. 2002. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Jakarta: Penebar Swadaya. Soehadji. 1995. Peluang Usaha Sapi Potong dan Kemitraan Usaha. Jakarta: Dirjen Peternakan, Depertemen Pertanian. Sugeng YB. 1998. Sapi Potong. Jakarta: Penebar Swadaya. -------------. 2002. Budidaya Sapi Potong. Jakarta: Penebar Swadaya.