PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 41 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA Nomor : Tahun Seri no.

WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA


: PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BANJAR NOMOR : 3 TAHUN 1982 TENTANG :

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 6 TAHUN 2000 T E N T A N G RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG

1 of 5 02/09/09 11:07

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN (DICABUT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR : 7 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

Klik Dibatalkan dan Ditindaklanjuti dgn Instruksi Bupati No 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING

BUPATI LAMANDAU PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 35 TAHUN 2012 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU Nomor : 18 Tahun 1998 T E N T A N G RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN HEWAN, PEMOTONGAN HEWAN DAN PEREDARAN DAGING

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PENGELOLAAN RUMAH POTONG HEWAN (RPH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 2 TAHUN 1990 TENTANG PAJAK POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 08 TAHUN 2009 BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 08 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN GAYO LUES

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG,

RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LABUHANBATU Nomor 29 Tahun 2011 Seri B Nomor 29

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PEMERINTAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK NOMOR 06 TAHUN 1995 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 4 TAHUN 1989 SERI A NO. 1

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN : 1999 SERI : B.3.

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 2 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN DAN PEMOTONGAN HEWAN

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 11 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG. Nomor : 3 Tahun 1985 Seri B No. 2 Pada tanggal 21 Januari 1985 S A L I N A N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2003 Seri : C

BUPATI GIANYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GIANYAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IJIN USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 06 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PETERNAKAN DAN PENERTIBAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU Nomor : 6 Tahun 1996 T E N T A N G PAJAK POTONG HEWAN

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) Nomor 5 Tahun 1972 (5/1972) DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTAMADYA YOGYAKARTA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAII TINGICAT H SURAKARTA NOMOR : 13 TAHUN : 1999 SERI : B NO : 7

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR. 15 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU

PEMERINTAH KOTA MAGELANG

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 37 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 3 TAHUN 2011 T E N T A N G RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR : 17 TAHUN 2006 T E N T A N G RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 17

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN BIDANG PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 37 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 10 TAHUN : 1996 SERI : D NO : 10 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 10 TAHUN 2002 T E N T A N G USAHA PEMOTONGANGAN HEWAN DAN PENYEDIAAN DAGING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI Nomor : 18 Tahun 2002 Seri : B Nomor : 10

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BANTUL NOMOR : 3 TAHUN 1992 TENTANG PAJAK POTONG HEWAN BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II BANTUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH LAUT,

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR : 2 TAHUN 2000 SERI : B PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR 22 TAHUN 2000 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR: 8 TAHUN : 1990 SERI: B.6.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR: 08 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN TERNAK KELUAR DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 12 TAHUN 2009 TLD NO : 11

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 41 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG SELATAN, Menimbang : a. bahwa untuk lebih meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap usaha rumah potong hewan dan dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah dari sektor retribusi, maka perlu mengatur Retribusi Rumah Potong Hewan; b. bahwa untuk melaksanakan maksud pada huruf a tersebut di atas, dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Rumah Potong Hewan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang penetapan Undang- Undang darurat Nomor 4 Tahun 1956 Undang-Undang Darurat Nomor 5 Tahun 1956, Undang-Undang Darurat Nomor 6 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Termasuk Kota Praja Dalam Lingkungan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan Sebagai Undang- Undang. 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan. 3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan Daerah. 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. 5. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Selatan Nomor 05 Tahun 1995 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Peternakan Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Selatan. Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN.

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam rangka Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Daerah Kabupaten Lampung Selatan. b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintahan Daerah,Kabupaten Lampung Selatan. c. Bupati adalah Bupati Lampung Selatan. d. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang retribusi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. e. Dinas Peternakan adalah Dinas Peternakan Kabupaten Lampung Selatan. f. Dinas pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lampung Selatan. g. Kepala Dinas adalah Kapala Dinas Peternakan Daerah Kabupaten Lampung Selatan. h. Hewan/Ternak adalah Sapi, Kerbau, Kuda, Kambing, Domba, Babi, dan binatang lain sejenis yang disediakan untuk makanan manusia. i. Hewan Potong adalah Sapi, Kerbau, Kuda, Kambing, Domba dan Babi. j. Pemotongan Darurat adalah pemotongan yang dilakukan secara terpaksa karena hewan mengalami patah tulang, luka berat, dan atau penyakit lain yang berdasarkan pertimbangan ahli kehewanan, hewan tersebut harus dipotong secara darurat. k. Pemotongan Hajat adalah pemotongan hewan untuk mereka yang menjadikan pemotongan hewan sebagai keperluan hajat. l. Pemotongan Usaha adalah pemotongan hewan bagi mereka yang menyediakan, sebagai usaha atau mata pencaharian. m. Jagal adalah barang siapa yang mengusahakan pemotongan dan atau tempat penjualan daging sebagai mata pencaharian. n. Daging adalah semua daging hewan potong kecuali tanduk, kuku, kulit, dan bagianbagian lain yang tidak dikonsumsi manusia. o. Ahli adalah Dokter hewan pada Dinas Peternakan. p. Izin Jagal adalah izin melakukan usaha pemotongan hewan yang dikeluarkan oleh Bupati. q. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Lampung Selatan. BAB II NAMA, OBYEK, DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 2 (1) Dengan nama Retribusi Pemotongan Hewan dipungut Retribusi atas setiap pemotongan hewan yang dilaksanakan di rumah potong hewan atau tempat pemotongan hewan lainnya yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (2) Objek Retribusi Pemotongan Hewan adalah seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah dalam proses pemotongan hewan yang terdiri dari : a. Biaya pemeriksaan hewan sebelum dipotong (atortem). b. Biaya Pemotongan. c. Biaya pemeriksaan hewan sesudah dipotong (post mortem). d. Biaya kebersihan. e. Biaya perlindungan kecelakaan.

(3) Subjek adalah orang pribadi atau badan hukum yang melaksanakan pemotongan hewan milik pemerintah dan atau tempat pemotongan hewan lainnya yang ditetapkan oleh Bupati. (4) Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan hukum yang melaksanakan pemotongan hewan lainnya yang ditetapkan oleh Bupati. BAB III TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENDATAAN Pasal 3 (1) Setiap Wajib retribusi harus mendaftarkan diri pada petugas. (2) Petugas akan memeriksa surat jual beli ternak, surat jalan, dan surat kesehatan ternak yang akan dipotong. Pasal 4 Petugas akan melakukan pendataan tentang jumlah ternak, jenis/ras ternak, umur, dan asal usul ternak yang akan dipotong. BAB IV PEMERIKSAAN Pasal 5 (1) Pemeriksaan ternak dilakukan oleh petugas pemeriksa yang berwenang meliputi pemeriksaan kesehatan ternak dan jenis kelamin ternak. (2) Ternak boleh dipotong apabila dinyatakan sehat. (3) Khusus ternak sapi/hewan berjenis kelamin betina diijinkan untuk dipotong apabila sudah tidak produktif lagi ataupun cacat fisik. (4) Jika diketemukan kasus sebagaimana ayat (3) pasal ini maka ternak akan diberi tanda S pada kulit bagian paha atas. (5) Apabila pada waktu melakukan pemeriksaan ternyata juru periksa menduga atau manemui adanya penyakit hewan menular seperti yang dimaksudkan dalam Undang- Undang Penyakit Hewan Menular maka atas petunjuk Kepala Dinas, pemeriksaan harus dilakukan oleh dokter hewan. (6) Pemberian izin pemotongan ternak yang sehubungan dengan ayat (5) pasal ini dapat dibatalakn atau ditunda atas petunjuk dokter hewan. (7) Dalam hal ini ternak yang mengandung penyakit tertentu, maka pemotongan dapat diizinkan setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh dokter hewan. (8) Sesudah juru periksa memberi izin, maka pemotongan ternak dalam waktu 24 (dua puluh empat) jam harus segera dilakukan. (9) Jika pemotongan tidak dilakukan dalam jangka waktu tersebut ayat (8) pasal ini, maka pemotongan hanya boleh dilakukan setelah ada pemeriksaan oleh juru periksa.

BAB V PERIZINAN Pasal 6 (1) Setiap orang yang melakukan pekerjaan jagal harus mendapat izin dari Bupati atau pejabat yang ditunjuk. (2) Untuk mendapatkan izin tersebut ayat (1) pasal ini, calon jagal harus mengajukan surat permohonan izin dengan formulir serta melengkapi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan. (3) Bentuk formulir izin dan persyaratan yang harus dipenuhi tersebut pada ayat (2) pasal ini akan ditentukan kemudian dengan Keputusan Bupati. (4) Surat izin sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini hanya berlaku dalam jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang lagi. (5) Perpanjangan izin harus diajukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tanggal berakhirnya surat izin lama. (6) Pemberian izin jagal sebagaimana tersebut pada ayat (10) ini tidak dipungut biaya. Pasal 7 Pengajuan izin jagal ditolak apabila : a. Izin jagalnya telah dicabut oleh Bupati. b. Bila pemohon izin tidak memenuhi persyaratan teknis dan administrasi yang telah ditetapkan oleh Bupati. Pasal 8 (1) Jika pemegang izin jagal meninggal dunia, maka izin itu masih berlaku selama 3 (tiga) bulan bagi ahli warisnya. (2) Izin yang diberikan kepada Badan Hukum seketika itu batal demi hukum, dalam hal badan hukum tersebut kehilangan kedudukannya sebagai badan hukum. Pasal 9 (1) Untuk memotong hewan sebagai mata pencaharian, harus mendapat izin dari Bupati atau pejabat yang ditunjuk. (2) Izin tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini disebut surat izin yang merupakan tanda bukti pembayaran retribusi yang dikenakan terhadap wajib retribusi/penanggung retribusi. (3) Cara memperoleh surat izin tersebut dalam ayat (1) pasal ini akan ditetapkan dengan Keputusan bupati. Pasal 10 (1) Untuk menapatkan izin pemotongan hajat, yang berkepentingan harus terlebih dahulu memperoleh surat keterangan dari Lurah/Kepala Desa setempat. (2) Surat keterngan yang dimaksud ayat (1) pasal ini hanya dapat diberikan kepada mereka yang sungguh-sungguh tidak menjadikan pemotongan hewan sebagai usaha atau mata pencaharian yang dibuktikan berdasarkan penelitian petugas yang berwenang. (3) Cara memperoleh surat izin tersebut diaatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Pasal 11 (1) Untuk melakukan pemotongan hewan secara darurat yang berkepentingan harus terlebih dahulu memperoleh izin surat keterangan dari Bupati. (2) Bentuk formulir izin persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk pemotongan hewan secara darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini akan ditetapkan kemudian dengan Keputusan Bupati. (3) Dinas peternakan wajib mengadakan pemeriksaan terhadap hewan yang dipotong secara darurat sehingga hewan tersebut layak dikonsumsi. (4) Pemotongan hewan secara darurat tidak menggugurkan kewajiban yang bersangkutan untuk membayar retribusi potong hewan. BAB VI PROSES PEMOTONGAN HEWAN DAN PENJUALAN DAGING Pasal 12 (1) Cara penyembelihan ternak dilakukan menurut ajaran agama. (2) Setelah ternak dipotong dagingnya diperiksa. (3) Proses pemeriksaan bagian-bagian ternak dilakukan setelah ternak itu mati. (4) Petugas pemeriksa berhak memotong atau mengiris urat-urat dan bagian lain yang diperlukan untuk diperiksa. (5) Bagian-bagian yang dianggap baik dari ternak potong, diberi tanda dengan cap yang tidak mengandung racun. (6) Bentuk cap dan warna tinta ditetapkan oleh Bupati. (7) Bagian-bagian yang dianggap tidak baik dimusnahkan. (8) Tidak diperkenakan menjual daging yang tidak ada tanda cap seperti yang dimaksud dalam ayat (5) pasal ini. Pasal 13 (1) Dalam hal-hal luar biasa seperti patah tulang, luka berat, penyakit payah sembuh dari ternak yang akan dipotong, dibolehkan memotong ternak tersebut secara darurat diluar tempat pemotongan umum. (2) Untuk memotong ternak sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini pemilik ternak agar segera melapor kepada petugas pemeriksa. (3) Pemeriksaaan dan petugas cap pada daging hewan yang dipotong sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal inni dilakukan ditempat dimana ternak itu dipotong. Pasal 14 (1) Pengangkutan daging dilakukan dengan alat angkut yang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Semua pintu angkutan harus ditutup secara sempurna. b. Bagian dalam harus dilapisi dengan alumunium dan sudah dibuat melengkung. c. Bagian luar kendaraan harus dicat putih. d. Tidak boleh terdapat air yang tergenang, debu atau alat lain dalam angkutan yang dapat menyebabkan daging cepat rusak.

(2) Penjualan daging berkeliling diperbolehkan dengan mendapat surat izin dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. (3) Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam penjualan daging berkeliling yaitu penjual harus berpakain bersih, tidak boleh menderita penyakit menular atau penyakit kulit, serta luka terbuka atau bernanah. (4) Bentuk formulir dan persyaratan pemberian izin sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini akan ditentukan kamudian dengan Keputusan Bupati. (5) Pemberian izin sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini tidak dipungut biaya. Pasal 15 Tempat penjualan daging harus dilengkapi dengan : a. Meja untuk menaruh daging harus dibuat dari semen dan keramik warna putih atau bahan lainnya yang dilapisi dengan alumunium yang tidak berkarat. b. Cantolan daging dari stainless yang tidak berkarat. c. Tempat penyimpanan daging harus dalma tempat yang khusus dan mendapat udara yang cukup. d. Tidak boleh terdapat bahan-bahan yang memberikan pengaruh pada rasa daging dan yang dapat mendorong terhadap terjadinya pembusukan daging. e. Tersedianya penerangan yang cukup. f. Satu atau beberapa tempat cuci tangan dengan air yang mengalir dan dibuang melalui saluran yang baik. Pasal 16 (1) Semua alat-alat pemotongan dan penjualan daging yang bersentuhan dengan daging harus dalam keadaan bersih. (2) Selama penjualan diusahakan jangan sampai daging langsung terkena sinar matahari, hujan, debu, dan serangga (lalat dan sebagianya) atau pengaruh lain yang mengakibatkan berkurangnya nilai daging. (3) Tidak diperbolhkan menyirami, menyemprotkan daging yang akan dijual dengan sesuatu, dan atau menyelaputi dengan lemak yang mengakibatkan daging itu berubah. Pasal 17 (1) Daging yang dalam keadaan kurang baik, akan dimusnahkan. (2) Pemusnahan hanya akan dilakukan oleh Pegawai Dinas Peternakan yang telah ditunjuk melalui surat penunjukan resmi. (3) Daging yang dimusnahkan tidak diganti kerugian. BAB VII TEMPAT PEMOTONGAN DAN LINGKUNGANNYA Pasal 18 (1) Tempat pemotongan umum dengan ketentuan sebagai berikut : a. Tempat yang telah ditentukan oleh Pemerintah Daerah. b. Tempatnya berada di Daerah Kabupaten Lampung Selatan. c. Tempat pemotonagn umum merupakan pusat pemotongan dalam Daerah Kabupaten Lampung Selatan.

(2) Tempat pemotongan khusus yang ditentukan sebagai berikut : a. Tempat-tempat yang dipergunakan oleh pihak lain yang ketentuannya diatur dan tunduk pada Pemerintah Daerah. b. Ternak yang dipotong dalam tempat pemotongan khusus tidak dibenarkan dagingnya dijual langsung, sebelum ada pemeriksaan oleh Petugas. Pasal 19 Pemotongan dilarang dilakukan di luar tempat-tempat yang telah ditentukan oleh Pemerintah Daerah. Pasal 20 (1) Penguasaan rumah potong umum dan pemeriksaan ternak potong dan daging dalam linkungan pemotongan diserahkan kepada Kepala Dinas Peternakan sebagai Petugas pemeriksa. (2) Bupati dapat menerapkan peraturan khusus bagi penguasaan rumah potong hewan yang khusus sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (2) Peraturan Daerah ini. (3) Pemerintah daerah mengawasi pemanfaatan halaman-halaman bangunan yang termasuk tempat pemotongan umum dan khusus. BAB VIII Tarif Retribusi Pasal 21 (1) Biaya pemeriksaan hewan per ekor sebelum dipotong (atortem) adalah sebagai berikut: Untuk pemotongan usaha : a. Sapi, Kerbau, Kuda sebesar.. Rp 7.000,- b. Babi sebesar Rp 4.000,- c. Kambing, Biri-biri sebesar Rp 2.000,- d. Untuk pemotongan Hajat : e. Sapi, Kerbau, Kuda sebesar Rp 2.500,- f. Babi sebesar Rp 2.000,- g. Kambing, Biri-biri sebesar Rp 1.000,- Untuk pemotongan Darurat : a. Sapi, Kerbau, Kuda sebesar Rp 3.500,- b. Babi sebesar Rp 3.000,- c. Kambing, Biri-biri sebesar... Rp 500,- (2) Biaya pemotongan hewan berekor adalah sebagai berikut : Untuk pemotongan usaha : a. Sapi, Kerbau, Kuda sebesar Rp 4.000,- b. Babi sebesar Rp 2.000,- c. Kambing, Biri-biri sebesar...rp 1.000,- Untuk pemotongan Hajat : a. Sapi, Kerbau, Kuda sebesar Rp 2.500,- b. Babi sebesar Rp 2.000,- c. Kambing, Biri-biri sebesar.. Rp 1.000,- Untuk Pemotongan Darurat :

a. Sapi, kerbau, kuda sebesar Rp 3.500,- b. Babi sebesar.. Rp 3.000,- c. Kambing, Biri-biri sebesar.. Rp 500,- (3) Biaya Pemeriksaan Hewan/sesudah dipotong (postmortem) adalah sebagai berikut : a. Sapi, Kerbau, Kuda sebesar Rp 7.000,- b. Babi sebesar Rp 4.000,- c. Kambibing, Biri-biri sebesar... Rp 2.500,- (4) Biaya Kebersihan per ekor adalah sebagai berikut : a. Sapi, Kerbau, kuda sebesar. Rp 1.500,- b. Babi sebesar... Rp 1.000,- c. Kambing, Biri-biri sebesar... Rp 500,- (5) Biaya perlindungan kecelakaan per ekor adalah sebagi berikut : a. Sapi, kerbau, kuda sebesar.. Rp 500,- b. Babi sebesar Rp 500,- c. Kambing, Biri-biri sebesar... Rp 500,- Pasal 22 Dikecualikan pemungutan retribusi potong hewan adalah sebagai berikut : (1) Pemotongan hewan untuk kepentingan Pemerintah Daerah/Negara. (2) Pemotongan hewan untuk upacara ibadah (ritual) keagamaan atau upacara lain yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Pasal 23 (1) Pemotongan hewan sebagiamana dimaksud Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Daerah ini tetap harus memperoleh izin dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk (2) Dinas Peternakan wajib memeriksa hewan yang akan dipotong sebagaimana dimaksud Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Daerah ini, sehingga hewan tersebut layak dikonsumsi. (3) Formulir dan persyaratan izin pemotongan hewan sebagaimana dimaksud Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Daerah ini akan ditentukan kemudian dengan Keputusan Bupati. BAB IX TATA CARA PELAKSANAAN RETRIBUSI Pasal 24 Setelah wajib retribusi melalui proses pendataan, pendaftaran, dan pemeriksaan seperti yang telah tercantum dalam Peraturan Daerah ini, maka wajib retribusi berkewajiban membayar retribusi pemotongan ternak.

BAB X MEMASUKKAN DAGING KE DARAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Pasal 25 (1) Dilarang memasukkan daging yang berasal dari luar Daerah Kabupaten Lampung Selatan yang beratnya melebihi 5 (lima) kilogram tanpa surta izin Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Pemasukkan daging diatas minimum 5 (lima) kilogram sebagiamana dimaksud ayat (1) pasal ini harus memnuhi syarat-syarat sebagia berikut : a. Surat keterangan yang menyatakan bahwa daging tersebut berasal dari ternak yang dipotong tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam yang lampau dan telah dinyatakan baik oleh juru periksadaging daerah asal serta telah terdapat cap. b. Daging yang telah dimasukkan harus diperiksa oleh juru periksa. c. Daging yang masuk dan akan dijual ke Daerah Kabupaten Lampung dalam keadaan lengkap dan utuh. (3) Ketentuan ayat (1) pasal ini tidak berlaku bagi daging yang dimasukkan kedalam Daerah Kabupaten Lampung Selatan untuk diteruskan ke daerah lain. BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 26 (1) Pelanggaran terhadap Peraturan Daerah lain dapat diancam dengan hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan atu denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah), dengan atau tidak merampas barang tertentu untuk Daerah, kecuali jika ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. (2) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini disetorkan ke kas Daerah. BAB XII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 27 Selain oleh pejabat umum yang menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kabupaten Lampung Selatan yang pengangkatannya dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Bupati.

Pasal 29 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannnya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lampung Selatan. Disahkan di Kalianda Pada tanggal 18-12-2000 BUPATI LAMPUNG SELATAN ZULKIFLI ANWAR Diundangkan di Kalianda. Pada tanggal 12 Desember 2000 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 41 TAHUN 2000.