BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan paradigma administrasi publik dari public administration sampai pada new public service atau yang dikenal good governance menuntut pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang bertanggung jawab dan mengutamakan transparansi dalam setiap kegiatan pemerintah terutama di pemerintahan daerah. Namun, tujuan untuk terciptanya pemerintahan yang transparansi, akuntabilitas, serta partisipasi sepertinya masih sulit untuk dicapai. Hal ini dikarenakan masih banyak hambatan seperti meningkatnya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) baik itu di tingkat daerah maupun pusat serta adanya praktik-praktik pelanggaran hukum lainnya yang dapat menghambat peningkatan kualitas pelayanan bagi masyarakat. Hambatan-hambatan ini dapat diminimalisir dan dicegah dengan adanya pengawasan dari pihak internal maupun pihak eksternal. Salah satu tindakan preventif yang dapat ditempuh untuk mencapai suatu pemerintahan yang transparansi, akuntabilitas, serta partisipasi yaitu dengan adanya pengawasan internal. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 Tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Internal Pemerintah menjelaskan bahwa pengawasan internal merupakan seluruh proses kegiatan audit, reviu, 1
2 pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lainnya berupa asistensi, sosialisasi, dan konsultansi terhadap penyelengaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan pemerintahan yang baik. Pengawasan internal yang dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) memiliki fungsi yang penting. Pengawasan internal berfungsi untuk memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah, memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah serta memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Pelaksanaan pengawasan yang dilakukan secara umum yaitu melalui kegiatan audit. Audit dapat memberikan hasil yang berkualitas dan memberikan nilai tambah bagi unit organisasi yang diaudit (auditee) serta bagi masyarakat atau seluruh pihak yang berkepentingan ( stakeholders) apabila APIP memiliki kapabilitas dan kinerja yang baik. Pada tahun 2010, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah melaksanakan pemetaan kapabilitas APIP dengan menggunakan
3 pendekatan Internal Audit Capability Model (IA-CM). Dari hasil pemetaan diketahui bahwa 93% APIP masih berada pada level 1 (Initial), sedangkan sisanya 7% berada pada level 2 (Infrastructure). Hal ini menunjukkan rendahnya kapabilitas APIP di Indonesia yang disebabkan oleh beberapa hal antara lain, belum diterapkannya independensi dan objektivitas APIP, lemahnya manajemen APIP, kurangnya kebutuhan formasi auditor, kurangnya kegiatan pengembangan kompetensi sumber daya manusia, dan masih belum diterapkannya pelaksanaan audit sesuai dengan standar audit dan kode etik. Tidak diterapkan standar audit dan kode etik dalam pelaksanaan audit dapat menyebabkan pelaksanaan audit tidak memberikan nilai tambah bagi auditee dan kegiatan audit tersebut tidak berhasil. Pelaksanaan audit yang sesuai dengan standar audit merupakan hal yang penting, karena standar audit merupakan acuan bagi auditor dalam melaksanakan audit, menilai, mengarahkan dan mendorong auditor untuk mencapai tujuan audit, sebagai ukuran mutu minimal bagi auditor dalam melaksanakan audit, sebagai dasar keberhasilan pekerjaan audit, serta menetapkan dasar-dasar pengukuran kinerja audit. Kinerja auditor yang belum baik dapat dilihat dari tingginya skandal keuangan atau tingkat korupsi dan buruknya tata kelola pemerintahan di tingkat daerah karena auditor internal sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan atau audit secara internal belum memiliki
4 kinerja yang baik sehingga belum mencapai fungsi dari pengawasan (audit) internal. Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki tingkat korupsi yang cukup tinggi yaitu Provinsi Maluku. Maluku termasuk daerah terkorup dengan menduduki peringkat ke 18 dari 33 Provinsi di Indonesia dan opini audit yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama 5 tahun terakhir yaitu disclaimer. Hal ini menimbulkan pertanyaan dari publik mengenai kinerja auditor internal pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan internal atau yang melakukan tindakan preventif terkait dengan meminimalisir praktik-praktik yang dapat merugikan masyarakat. Inspektorat sebagai Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) yang merupakan auditor internal pemerintah dituntut oleh para pengguna jasa maupun seluruh pihak yang berkepentingan ( stakeholders) untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat memberikan jaminan kualitas dan nilai tambah bagi unit yang diaudit ( auditee), masyarakat maupun bagi seluruh stakeholders. Adanya pertanyaan, tuntutan, dan komplain terhadap kinerja auditor pemerintah menunjukkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja auditor pemerintah. Peningkatan kritik terhadap kinerja auditor yang disebabkan oleh banyaknya skandal keuangan seperti korupsi dan kegagalan auditor internal
5 dalam melaksanakan perannya sebagai pihak yang melakukan tindakan preventif. Porter (1993) mempertegas bahwa lingkungan audit yang penuh dengan kritikan terhadap kinerja auditor sudah merupakan karakteristik dari lingkungan audit saat ini. Menurut Porter, penyebab meningkatnya kritikan terhadap profesi audit karena kesenjangan harapan terhadap kinerja audit. Kesenjangan terhadap kinerja audit merupakan kesenjangan antara masyarakat maupun pengguna jasa auditor terhadap auditor dan kinerja auditor seperti yang dirasakan oleh masyarakat maupun pengguna jasa auditor (Porter:1993). Pada lingkungan sektor publik Indonesia, tuntutan dari masyarakat terkait dengan kinerja auditor pemerintah baik internal maupun eksternal merupakan hal yang tidak lazim dan menunjukkan adanya kesenjangan harapan terhadap kinerja auditor. Beberapa penelitian terdahulu seperti penelitian Yuliati dkk (2007) menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan harapan ( expectation gap) antara auditor pemerintah dan pemakai laporan keuangan pemerintah mengenai peran dan tanggung jawab auditor dalam mengomunikasikan hasil audit. Halim dan Rusliyawati (2008) memberikan bukti di lingkungan sektor publik bahwa terdapat kesenjangan harapan ( expectation gap) antara auditor eksternal pemerintah dengan pengguna laporan keuangan terkait dengan independensi, pelaporan, akuntabilitas, maupun kompetensi auditor. Hutabarat dan Yuyetta (2013) menyatakan bahwa tidak terdapat expectation gap antara
6 auditor Inspektorat dan para kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar dari sisi akuntabilitas, independensi, dan bukti audit. Namun, terdapat expectation gap antara auditor Inspektorat dan para kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar dari sisi materialitas audit. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai expectation gap dengan judul Expectation Gap Antara Persepsi Auditor Internal dan Auditee Terhadap Kinerja Auditor Internal Terkait dengan Pelaksanaan, Hasil, dan Tindak Lanjut Audit (Studi Pada Pemerintah Provinsi Maluku) 1.2 Rumusan Masalah Provinsi Maluku merupakan salah satu daerah yang memiliki tingkat korupsi yang cukup tinggi dan selama 5 tahun terakhir memperoleh opini disclaimer dari Badan Pengawasan Keuangan (BPK). Hal ini menimbulkan pertanyaan dari publik mengenai kinerja auditor internal pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan internal atau yang melakukan tindakan preventif terkait dengan meminimalisir praktik-praktik yang merugikan masyarakat. Terlebih lagi, berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan bahwa sebagian besar auditor internal pemerintah berada pada
7 level 1 ( initial). Hal ini menunjukkan terdapat kelemahan dalam organisasi audit internal pemerintah yang akan berdampak pada kinerjanya. Adanya kritikan terkait dengan kinerja Inspektorat Provinsi Maluku selaku auditor internal menunjukkan ketidakpuasan auditee maupun masyarakat terhadap kinerja Inspektorat selaku auditor internal pemerintah. Inspektorat diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi auditee sehingga auditee dapat mencapai tujuannya. Jika harapan auditee terkait dengan kinerja Inspektorat dapat dicapai oleh Inspektorat, maka hal ini akan memperkecil kesenjangan terhadap kinerja antara kedua pihak. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan pemaparan di atas maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat expectation gap antara persepsi auditor internal dan auditee terhadap kinerja auditor internal terkait dengan pelaksanaan audit? 2. Apakah terdapat expectation gap antara persepsi auditor internal dan auditee terhadap kinerja auditor internal terkait dengan hasil audit? 3. Apakah terdapat expectation gap antara persepsi auditor internal dan auditee terhadap kinerja auditor internal terkait dengan tindak lanjut audit?
8 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu: 1. Untuk menguji secara empiris expectation gap antara persepsi auditor internal dan auditee terhadap kinerja auditor internal terkait dengan pelaksanaan audit. 2. Untuk menguji secara empiris expectation gap antara persepsi auditor internal dan auditee terhadap kinerja auditor internal terkait dengan hasil audit. 3. Untuk menguji secara empiris expectation gap antara persepsi auditor internal dan auditee terhadap kinerja auditor internal terkait dengan tindak lanjut audit. 1.5 Motivasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan kontribusi mengenai kesenjangan terhadap kinerja auditor internal di lingkungan sektor publik sehingga dapat dilakukan upaya-upaya perbaikan kinerja auditor internal pemerintah dalam hal pelaksanaan, hasil, dan tindak lanjut audit. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Pemerintah Provinsi Maluku
9 Penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang expectation gap antara persepsi auditor internal Inspektorat Provinsi dan auditee terhadap kinerja auditor internal sehingga Pemerintah Provinsi Maluku dapat menggunakan penelitian ini sebagai acuan untuk membuat suatu kebijakan yang terkait dengan kinerja Inspektorat Maluku sehingga nantinya akan memberikan nilai tambah bagi Pemerintah Provinsi Maluku. 2. Inspektorat Provinsi Maluku Penelitian ini dapat memberikan kontribusi berupa gambaran dan masukan terkait harapan dan persepsi auditee terhadap kinerja Inspektorat Provinsi Maluku. 3. Akademisi Penelitian ini dapat menambah referensi bagi para akademisi yang ingin melakukan penelitian tentang expectation gap dilingkungan sektor publik. 1.7 Sistematika Penulisan Kerangka penulisan ini disusun dalam 5 bab dengan sistematika sebagai berikut: BAB 1 PENDAHULUAN Menguraikan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menguraikan teori-teori dan konsep yang berkaitan dengan penelitian, beberapa penelitian terdahulu, pengembangan hipotesis, dan kerangka pemikiran teoretis. BAB 3 METODE PENELITIAN Menguraikan jenis penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, jenis dan sumber data, definisi operasional dan pengukuran variabel, teknik pengujian data dan teknik analisis data. BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Menguraikan dan menjelaskan hasil penelitian, yang kemudian dibahas untuk menjawab masalah-masalah penelitian. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisikan kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, keterbatasan penelitian, dan saran sebagai sumbangan pemikiran bagi semua pihak.