BAB I PENDAHULUAN. tradisional dan obat tradisional sebagai bagian yang tidak dapat diabaikan dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sosial, budaya, lingkungan, ekonomi serta politik. Pada kalangan masyarakat,

Perihal : Permohonan Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT)/Surat Ijin Penyehat Tradisional (SIPT) Nama lengkap. Tempat/Tanggal lahir

BAB I PENDAHULUAN. menerima pengakuan ini adalah Imhotep dari Mesir yang jauh lebih tua

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi dan sekaligus merupakan investasi untuk keberhasilan

KERANGKA ACUAN KERJA PROGRAM KESTRAD PUSKESMAS CIPAGERAN AKREDITASI TAHUN 2016

2015, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2 obat tradisional asli Indonesia. Berdasarkan riset tersebut 95,60% (sembilan puluh lima koma enam puluh persen) merasakan manfaat jamu. Dari berbaga

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN. Buleleng (4) Kab. Gianyar (5) Kab. Jembrana (6) Kab. Karangasem (7) Kab. Klungkung (8) Kab. Tabanan (9) Kota Denpasar.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PROGRAM INOVASI RS INDERA

GAMBARAN PRAKTIK PENGOBATAN TRADISIONAL OLEH BALIAN DI WILAYAH KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PUSKESMAS MENGWI II KABUPATEN BADUNG TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (Lansia) adalah seseorang yang berusia di atas 60 tahun (UU 13

Menteri Kesehatan Republik Indonesia * KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. melalui pasal 28 huruf H ayat (1), Undang undang Dasar Negara Republik

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

IMPLEMENTASI PEMBINAAN KESEHATAN HAJI DALAM PERSPEKTIF KESEHATAN TRADISIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan. yang diawali oleh penginderaan, yaitu proses diterimanya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jika dikaitkan dengan produktivitas kerja (Kementerian Kesehatan, 2005). Gigi

BAB 1 PENDAHULUAN. pertama. Pemberian ASI secara eksklusif pada bayi penting untuk. meningkatkan kelangsungan hidup dan kualitas bayi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelayanan kesehatan salah satu bagian terpenting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (health service). Sarana Pelayanan Kesehatan merupakan tempat

BAB I PENDAHULUAN. tradisional yang berbeda jauh dengan konsep penyembuhan secara modern.

2 1. Pelayanan Kesehatan Tradional Empiris adalah penerapan kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris. 2. Pelayanan K

BAB I PENDAHULUAN. target Millenium Depelopment Goals (MDGs) Dimana angka kematian bayi

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya baik pemerintah maupun swasta. Puskesmas merupakan upaya pelayanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM USAHA KESEHATAN GIGI SEKOLAH (UKGS) DI WILAYAH PUSKESMAS POLONIA KECAMATAN MEDAN POLONIA TAHUN

BAB I. PENDAHULUAN A.

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 96 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 299/MENKES/SK/VIII/2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. (GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 25 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan puskesmas (Permenkes RI,2014). Angkat Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. Terpadu Puskesmas (SP2TP) ditetapkan melalui Surat Keputusan MENKES/SK/II/1981.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan tersebut sudah mulai terlihat di Bali. namun disebabkan juga oleh faktor pendatang dari luar Pulau Bali.

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu program

RESPON MASYARAKAT TERHADAP JAMKESMAS SEBAGAI UPAYA PELAYANAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 079 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Manajemen Pelayanan di Puskesmas

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 118 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh.

Penilaian tentang pengembangan sistem regulasi pelayanan kesehatan: Studi kasus di DIY, Bali, Riau. Hanevi Djasri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia dan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu adil dan merata baik di pusat daerah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan. Sumber pengobatan di dunia mencakup tiga sektor yang saling terkait

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sumber Daya Manusia Kesehatan dan Tenaga Kesehatan. Menurut Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang dikutip oleh Adisasmito

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Menurunnya AKI dari 334

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Deskripsi: Sistem Informasi Kesehatan (SIK) di Puskesmas merupakan bagian dari sumber data dalam Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dua isu sentral masalah pembangunan yang masih menghantui Bangsa

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2016, No Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PUSKESMAS PROGRAM STUDI MANAJEMEN INFORMASI KESEHATAN

V. PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN

RENCANA STRATEGIS PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. imunisasi antara lain untuk menurunkan kesakitan dan kematian akibat penyakitpenyakit

KEBIJAKAN KEMENTERIAN KESEHATAN DALAM AKSELERASI PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu mewujudkan kesehatan optimal. Sedangkan sasaran

BAB I PENDAHULUAN. pemecahannya harus secara multi disiplin. Oleh sebab itu, kesehatan

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 90 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. millenium (MDG s) nomor 5 yaitu mengenai kesehatan ibu. Adapun yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan penggerak perekonomian suatu Negara karena

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem

BAB III TUJUAN DAN SASARAN KERJA

PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN

2017, No Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607); 4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan (Le

PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH PROPINSI DAN PEMERINTAH KAB/KOTA BIDANG KESEHATAN (GIZI DAN KIA)

BAB VII PENUTUP. a. Terjadi pengurangan proporsi anggaran APBD untuk kegiatan program gizi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan pula kinerja dan daya hasil organisasi, sehingga dapat mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/263/2016 TENTANG KELOMPOK KERJA NASIONAL PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah Indonesia selalu mengupayakan peningkatan

A. Guntur H. Subbagian Alergi-Imunologi Tropik Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fak. Kedokteran UNS Solo

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengobatan tradisional merupakan pengobatan dan/atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun temurun dan atau pendidikan atau pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat (Kemenkes RI, 2003). Keberadaan pengobat tradisional dan obat tradisional sebagai bagian yang tidak dapat diabaikan dalam pelayanan kesehatan diatur dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Menurut WHO (2008), dalam Congress on Traditional Medicine disebutkan bahwa pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan bermanfaat dapat diintegrasikan ke dalam sistem pelayanan kesehatan dan WHO mendorong negaranegara anggotanya agar mengembangkan pelayanan kesehatan tradisional di negaranya sesuai kondisi setempat (Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, 2011). Pengobatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya perlu terus dibina, ditingkatkan, dikembangkan dan diawasi untuk digunakan dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat (Latief, 2001). Pengobat tradisional (Battra) adalah orang yang melakukan pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat, dan pengobatnya yang mengacu pada pengalaman, keterampilan turun temurun, dan atau pendidikan/pelatihan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku (Kemenkes RI, 2003) 1

2 Pembinaan dan pengawasan terhadap pelayanan kesehatan tradisional telah dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat rumah tangga, masyarakat, pelayanan kesehatan dasar di puskesmas, kabupaten atau kota, Provinsi dan Kementerian Kesehatan bersama lintas sektoral terkait dan mengikutsertakan asosiasi pengobat tradisional (Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, 2011). Sejak tahun 2009, pengobatan tradisional alternatif dan komplementer merupakan salah satu bagian dari subsistem upaya kesehatan dan dimasukan dalam rencana strategis kementerian kesehatan 2010-2014 berupa peningkatan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan obat tradisional Indonesia. Meskipun demikian, belum banyak penerapan pengobatan tradisional di unit pelayanan kesehatan walaupun pemerintah telah mendorong pemanfaatannya Permenkes nomor 1109/Menkes/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer-Alternatif di fasilitas kesehatan. Menurut Yuningsih (2012), pelayanan pengobatan tradisional yang sudah diterapkan di beberapa unit pelayanan kesehatan di Indonesia hingga akhir tahun 2011 sebanyak 42 puskesmas yang memberikan ramuan dan 31 Puskesmas memberikan pelayanan acupressure. Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan dengan skala kecil, dalam pelaksanaan pengobatan tradisional perlu dilakukan pengawasan yang ketat melalui peningkatan pelatihan tenaga Puskesmas dalam upaya menerapkan pengobatan tradisional tersebut. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2015), diperoleh bahwa jumlah pengobat tradisional (Battra) yang ada di Provinsi Bali adalah sebanyak 3.024 orang pengobat tradisional yang tersebar di 114 Puskesmas dimana terdiri dari 2.546 jenis keterampilan dan 478 jenis ramuan dimana hanya 515 orang pengobat tradisional yang mendapat pembinaan. Di Kabupaten Badung yang merupakan

3 daerah dengan pendapatan per kapita tertinggi di Provinsi Bali, memiliki jumlah pengobat tradisional sebanyak 317 orang, yang merupakan kelima terbesar setelah Karangasem (572 orang), Jembrana (498 orang), Bangli (327 orang) dan Buleleng (318 orang). Sebagian besar pengobat tradisional yang terdapat di Kabupaten Badung adalah pengobat tradisional penata rambut (83 orang) dan pijat urut (55 orang). Salah satu puskesmas di Daerah Kabupaten Badung yang memiliki program pengembangan pengobatan tradisional adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Puskesmas Mengwi II yang mulai aktif sejak tahun 2012 dengan nama program pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer (Yankestradkom), dimana program tersebut terdiri dari pengawasan, monitoring pengobat tradisional dan Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui wawancara terhadap pemegang program pada tanggal 12 Nopember 2015 diketahui bahwa secara keseluruhan jumlah pengobat tradisional di wilayah kerja UPT. Puskesmas Mengwi II sebanyak 70 pengobat tradisional, sedangkan pengobat tradisional Bali/Balian 55 (78,6%), namun pelaksanaan program pengembangan Yankestradkom tersebut belum terlaksana secara optimal karena berbagai kendala, diantaranya belum pernah dilakukan evaluasi secara langsung kepada pengobat tradisional, dan tidak adanya dukungan dana dari Pemda. Pencapaian program Yankestradkom di wilayah kerja UPT. Puskesmas Mengwi II dari tahun 2014 sampai tahun 2015 mengalami penurunan diantaranya pembinaan pengobat tradisional pada tahun 2014 mencapai 39,3 (target 50%) sedangkan pada tahun 2015 menjadi 20,7%. Pembinaan pengobat tradisional di wilayah kerja UPT.

4 Puskesmas Mengwi II sangatlah penting, pembinaan yang optimal dapat menentukan kualitas pelayanan dari pengobat tradisional tersebut yang secara tidak langsung dapat meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.. Dewi (2014) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pelaksanaan program pengobatan tardisional di UPT. Puskesmas Mengwi II tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan berkompeten di bidangnya, pendanaan yang kurang, pembinaan dilakukan terbatas pada pengobat tradisional yang memiliki surat terdaftar pengobat tradisional (STPT) dan surat ijin pengobat tradisional (SIPT), pembinaan dan kunjungan dari puskesmas belum terlaksana dengan rutin dan optimal, pengobat tradisional kebanyakan memiliki pengetahuan yang kurang tentang informasi pembuatan SIPT dan STPT sehingga banyak pengobat tradisional yang tidak memiliki ijin. Evaluasi terhadap pelaksanaan pengobatan tradisional di puskesmas dilakukan melalui penilaian terhadap program atau indikator tentang pengobatan tardisional secara umum. Namun evaluasi terhadap pelaksanaan pengobat tradisional dalam masyarakat belum pernah dilakukan evaluasi secara optimal. Salah satu pengobat tradisional yang ada di UPT. Puskesmas Mengwi II dan merupakan salah satu pengobatan tradisional yang merupakan ciri khas daerah Bali disebut balian. Balian adalah seseorang yang diakui atau dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai orang yang mampu melakukan pengobatan secara tradisional (Latief, 2012). Berdasarkan studi pendahuluan terhadap balian yang terdapat di wilayah UPT. Puskesmas Mengwi II dari 55 orang balian campuran. Cakupan pengobatan kesehatan sudah mencakup 53,6 % Kabupaten /Kota dari 416 Kabupten/Kota di Indonesia (Kemenkes, 2013). Hasil Survey Sosial Ekonomi

5 Nasional (Susenas) tahun 2007 menunjukkan penduduk Indonesia yang mengeluh sakit dalam waktu kurun satu bulan ada sebanyak 30,90%, dari penduduk yang mengeluh sakit, 65,01% memilih pengobatan sendiri menggunakan obat dan atau obat tradisional. Provinsi Bali menunjukkan bahwa 55,04% penduduk yang memiliki keluhan kesehatan memutuskan untuk berobat sendiri atau obat tradisional (Susenas, 2007 dalam Kristiani, 2013). Masyarakat di wilayah kerja UPT. Puskesmas Mengwi II masih banyak mengakses pengobat tradisional/balian yang datang dengan berbagai keluhan dari yang ringan sampai berat. Masyarakat yang berobat ke pengobat tradisional sebanyak 21.500 orang pada tahun 2013, 22.825 orang tahun 2014 dan 23.485 orang tahun 2015. Balian tersebut merupakan balian campuran, dan mempunyai peran yang sangat penting dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Sampai saat ini belum ada studi untuk mengetahui atau mendalami implementasi praktik pengobatan tradisional terutama tentang balian di wilayah kerja UPT. Puskesmas Mengwi II. Menurut Lifawati (2015), banyaknya masyarakat yang mengakses pengobatan tradisional dibandingkan pengobatan modern dikarenakan oleh faktor sugesti, pelayanan yang cepat, efektif dan murah. Pemerintah daerah saat ini tidak menyediakan dana khusus untuk pembinaan pengobat tradisional balian, namun masyarakat sangat membutuhkan balian tersebut. Dengan demikian, penelitian ini menjadi sangat penting karena akan memberikan gambaran sehingga hasil penelitian ini dapat dipakai untuk masukan dalam menyusun kegiatan program Yankestradkom di UPT. Puskesmas Mengwi II dan sebagai bahan masukan bagi pemangku kepentingan terkait.

6 1.2 Rumusan Masalah Penelitian tentang analisis program Yankestradkom di UPT. Puskesmas Mengwi II telah dilakukan pada tahun 2014 dengan hasil dimana pelaksanaan program belum optimal dilihat dari sumber daya dan pendanaan yang kurang memadai, namun evaluasi program tersebut hanya menganalisis secara Input, proses dan output dari tinjauan Puskesmas. Evaluasi tersebut tidak dilakukan secara langsung terhadap pelaksanaan pengobatan tradisional yang bersangkutan. Selain itu, program Yankestradkom tersebut juga belum didukung oleh Pemda, walaupun demikian masih banyak masyarakat yang memanfaatkan pengobat tradisional dan merupakan pilihan pertama masyarakat dalam melakukan akses pelayanan kesehatan. Sampai saat ini, pembinaan khusus terhadap pengobat tradisional terutama balian belum dilaksanaan secara optimal serta belum ada penelitian yang meneliti tentang balian tersebut. Maka dalam hal ini, peneliti berpikir untuk menganalis lebih mendalam dan menggambarkan tentang hal yang belum dievaluasi dalam program evaluasi Yankestradkom tersebut dengan memberi gambaran berupa pelaksanaan pengobatan secara kualitatif, serta bagaimana harapan dari praktisi pengobatan tradisional dalam hubungannya dengan program pengembangan Yankestradkom di UPT. Puskesmas Mengwi II terutama tentang praktik yang dilakukan oleh balian dalam kaitannya dengan pengobatan tradisional di masyarakat. 1.3 Pertanyaan Penelitian Bagaimana praktik pengobatan tradisional oleh balian di wilayah kerja UPT. Puskesmas Mengwi II?

7 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui praktik pengobatan tradisional oleh balian di wilayah kerja UPT.Puskesmas Mengwi II. 1.4.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus penelitian ini yaitu sebagai berikut. 1. Realitas dan harapan praktik balian dalam pengobatan tradisional di wilayah kerja UPT. Puskesmas Mengwi II 2. Persepsi dan harapan masyarakat terhadap praktik pengobat tradisional yang dijalankan oleh balian di wilayah kerja UPT. Puskesmas Mengwi II 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini bermanfaat bagi manajemen UPT. Puskesmas Mengwi II untuk mengetahui pelaksanaan praktik yang dilakukan oleh praktisi pengobatan tradisional di wilayah kerja UPT. Puskesmas Mengwi II sehingga dapat dilakukan tindakan yang lebih optimal untuk meningkatkan kinerja pengobat tradisional dan kualitas pelayanan pengobat tradisional dalam masyarakat 1.5.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yaitu menambah kajian ilmu terkait konsep administrasi kebijakan kesehatan khususnya dalam evaluasi program yankestradkom 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup Ilmu Manajemen Pelayanan Kesehatan Dasar, khususnya tentang Program Yankestradkom. Penelitian ini dilakukan terbatas

8 pada praktik pengobatan tradisional oleh balian yang meliputi realitas dan harapan praktik balian serta persepsi dan harapan masyarakat terhadap profesi balian.