BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

dokumen-dokumen yang mirip
Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak Jalanan di Rumah Sanggar Waringin Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2015 ini sejak pergantian Presiden lama kepada Presiden yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak yang Bekerja sebagai Buruh Nelayan di Desa Karangsong Indramayu

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB 1 PENDAHULUAN. kodrati memiliki harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalur pantura Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah km.

BAB 1 PENDAHULUAN. dewasa, anak juga memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya,

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Siswa-Siswi Kelas 6 di SD Sains Al-Biruni Bandung

Studi Deskriptif Mengenai Children Well-Being pada Anak Jalanan yang Bersekolah Usia 12 Tahun di Rumah Perlindungan Anak (RPA) Yayasan Bahtera Bandung

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak Kelas VI Sekolah Dasar Full-Day Darul Ilmi Bandung

BAB I PENDAHULUAN. ini laju informasi dan teknologi berjalan dengan sangat cepat. Begitu juga dengan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga tapi juga bagi kehidupan secara lebih luas. Pada dasarnya, anakanak

Study Deskriptif Children Well Being Anak Penderita Leukimia All di Rumah Cinta Bandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. acuan dalam penelitian ini karena teori Subjective Well-being sesuai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah ( Menurut UU No. 23 Tahun

Prosiding Psikologi ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan asset yang kelak akan menjadi penerus keluarga, menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang

Studi Mengenai Domain-Domain Children Well Being pada Anak Panti Asuhan Usia 10 Tahun di Yayasan Al-Aisyiyah Kabupaten Cianjur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan seorang anak akan tergantung pada fungsi keluarganya

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kekhasannya sendiri yang berbeda dengan lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dipenuhi untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Anak Jalanan Tahun

BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan aset masa depan yang sangat berharga, dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan betul hak-haknya agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan

BAB III RUANG LINGKUP ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

Studi Deskriptif Domain Children Well Being pada Anak Usia 12 Tahun di Kelurahan Cicadas

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB I PENDAHULUAN. membagi lansia ke dalam 3 tahapan yaitu young old, old-old, dan oldest old.

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Subjective well-being / Children well-being. ada teori yang secara khusus mengkaji well-being pada anak.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak merupakan aset masa depan yang sangat berharga, dapat dikatakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif bagi pihak-pihak tertentu. adalah Yayasan Lembaga Pengkajian Sosial (YLPS) Humana Yogyakarta.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. positif pula. Menurut Ginnis (1995) orang yang optimis adalah orang yang merasa

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan terbatas dalam belajar (limitless caoacity to learn ) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk lansia sebanyak jiwa (BPS, 2010). dengan knowledge, attitude, skills, kesehatan dan lingkungan sekitar.

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi untuk maju, sejahtera,

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. awal dekade 1980-an. Mereka adalah anak-anak yang hidup terpisah dari

BAB I PENDAHULUAN. dan kasih sayang. Melainkan anak juga sebagai pemenuh kebutuhan biologis

BAB I PENDAHULUAN. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB I PENDAHULUAN. orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. tercantum dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BENGKULU dan WALIKOTA BENGKULU MEMUTUSKAN:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang putus sekolah karena kurang biaya sehingga. dan buruh pabrik tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga.

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya masyarakat, tanggung jawab penjagaan, perawatan, dan pengasuhan anak

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

Transkripsi:

1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Anak adalah sumber daya bagi bangsa juga sebagai penentu masa depan dan penerus bangsa, sehingga dianggap penting bagi suatu negara untuk mengatur hak-hak asasi anak dalam konvensi hak-hak anak. Di Indonesia, dalam undangundang perlindungan anak nomor 23 tahun 2002 pasal 4 dinyatakan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pada UU No.4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak disebutkan bahwa anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk menjadi warganegara yang baik dan berguna. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan, anak berhak atas perlindungan-perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar (www.depkop.go.id). Namun yang terjadi saat ini adalah tidak semua anak dapat menjalankan hidupnya secara wajar. Salah satu bentuk permasalahan yang masih belum bisa terselesaikan adalah banyaknya anak-anak yang menjadi anak jalanan. Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari 1

2 nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya, biasanya berusia 6 sampai 18 tahun. (Depsos, 2001 : 20). Anak jalanan rentan dari berbagai tindakan baik fisik, emosi, seksual maupun kekerasan sosial dan mengarah pada perilaku-perilaku negatif. Biro pusat statistik pada tahun 2010 memperkirakan jumlah anak terlantar di Indonesia akan mengalami peningkatan terutama di kota-kota besar, dimana hingga tahun 2014 diperkirakan anak jalanan di Indonesia adalah sebanyak 230.000 orang (www.tribunnews.com). Kota Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang banyak menghadapi permasalahan anak jalanan, dan merupakan kota dengan jumlah anak terlantar terbanyak di provinsi Jawa Barat. Menurut data dari Dinas Sosial Kota Bandung, jumlah anak jalanan di kota Bandung pada tahun 2008 sebanyak 8000 orang dan akan meningkat sampai 5,4% setiap tahunnya. Sarinah Padli, 1984 (dalam Herlina, 2012) mengungkapkan beberapa faktor yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap timbulnya masalah anak jalanan adalah faktor kemiskinan atau kondisi sosial ekonomi (struktural dan pribadi), faktor yang berhubungan dengan urbanisasi, faktor pribadi seperti indisipliner, biasa hidup sesuai dengan keinginannya sendiri, dan faktor keluarga seperti broken home. Menurut Arief Suryandi (2011), faktor penyebab maraknya anakanak jalanan sangat kompleks. Kemiskinan hanyalah salah satu dari sekian banyak faktor. Keberadaan anak-anak jalanan berawal dari desakan ekonomi keluarga, tidak sengaja terpisah dari orang tua, dididik keluarganya untuk bekerja di jalanan, broken home, trafficking. Ada juga yang karena faktor kurangnya lapangan pekerjaan dan keterampilan yang dimiliki, sehingga memaksa mereka bekerja di jalanan untuk bertahan hidup.

3 Dalam menangani permasalahan anak jalanan, pemerintah khususnya pemerintah Kota Bandung telah menetapkan program Bandung bebas anak jalanan tahun 2014 dengan mendirikan rumah singgah bagi para anak jalanan sehingga mereka tidak berkeliaran di jalanan. Salah satu rumah singgah yang membina anak-anak jalanan adalah Rumah Sanggar Waringin. Rumah Sanggar Waringin merupakan rumah perlindungan anak sekaligus rumah baca untuk anakanak jalanan, anak terlantar dan anak-anak di lingkungan sekitar Rumah Sanggar Waringin. Jumlah anak binaan di Rumah Sanggar Waringin sebanyak 203 orang. Dimana 40 % diantaranya adalah anak jalanan, sedangkan 60 % dari mereka adalah anak terlantar. Kebanyakan anak bina di Rumah Sanggar Waringin, berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah. Kegiatan yang dilakukan di Rumah Sanggar Waringin adalah adanya pendampingan, baik didalam maupun di luar lembaga. Pendampingan di dalam lembaga diberikan kepada anak jalanan yang rutin datang dan aktif mengikuti kegiatan di Rumah Sanggar Waringin. Sedangkan pendampingan di luar diberikan kepada anak-anak jalanan yang tidak rutin mendatangi dan beraktivitas di Rumah Sanggar Waringin. Beberapa program yang diadakan di Rumah Sanggar Waringin adalah menjadi pusat kegiatan belajar masyarakat, pemanfaatan area sebagai ruang terbuka hijau, rumah baca dan rumah bermain, kursus Bahasa Inggris, keparawisataan (rutin dan terjadwal), wisata seni budaya, pelatihan industri kreatif, penyuluhan agama dan budi pekerti (rutin dan terjadwal). Kebanyakan anak jalanan binaan Rumah Sanggar Waringin bekerja sebagai pengamen. Mereka tersebar di beberapa wilayah Bandung yaitu di sekitar Stasiun

4 Kereta Api Bandung, Pasar Baru hingga jalan Kebon Jati. Anak binaan di Rumah Sanggar Waringin ada yang masih bersekolah dan ada pula yang putus sekolah. Usia anak jalanan yang menjadi anak binaan di Rumah Sanggar Waringin paling banyak berkisar antara 8-12 tahun. Usia tersebut termasuk kedalam periode atau masa kanak-kanak akhir. Masa kanak-kanak akhir memiliki beberapa tugas perkembangan yaitu belajar keterampilan fisik yang digunakan untuk bermain, pembentukan sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai individu yang tumbuh, belajar menyesuaikan diri, belajar menyesuaikan diri dengan teman sebaya, belajar mengembangkan peran pria atau wanita yang tepat, mengembangkan keterampilan dasar untuk menulis, membaca dan berhitung, mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan seharihari, mengembangkan hati nurani, moralitas dan nilai-nilai kehidupan, mengembangkan sikap sehat terhadap kelompok dan lembaga-lembaga, dan mencapai kebebasan pribadi. Sehingga jika dilihat dari tugas perkembangannya, anak jalanan tidak seharusnya berada di jalanan untuk mencari nafkah, dan berada dalam lingkungan yang kurang baik. Bagi anak-anak, jalanan bukanlah lingkungan yang baik untuk tumbuh dan berkembang karena jalanan lebih banyak memberikan hal negatif dibandingkan hal positif. Resiko yang dihadapi oleh anak jalanan adalah penyiksaan fisik, kecelakaan lalu lintas, korban kejahatan, penggunaan obat-obatan, konflik dengan anak-anak jalanan lainnya, dan terlibat dalam pelanggaran hukum baik sengaja ataupun tidak (Agustian dan Prasadja, 2000).

5 Selain itu, anak jalanan juga dapat mengalami masalah pada kesehatan mentalnya. Berdasarkan penelitian dari M. L. Imasiku dan S. Banda (2010), menjelaskan bahwa anak jalanan rentan mengalami masalah kesehatan mental seperti tingkat stres yang tinggi, masalah emosional, masalah perilaku, hiperaktif, masalah dalam hubungan pertemanan, dan masalah sosial. Menurut salah satu pengurus Rumah Sanggar Waringin, perilaku yang ditunjukkan oleh anak jalanan berbeda-beda. Beberapa anak merasa senang dengan kehidupan yang sekarang mereka jalani dan ada pula yang merasakan sebaliknya. Anak-anak jalanan yang menyenangi apa yang mereka lakukan, biasanya lebih aktif dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah maupun di Rumah Sanggar Waringin. Mereka juga merasa bersyukur karena bisa membantu ekonomi keluarga walaupun mereka harus mencari uang dijalanan dan bisa menerima keadaan mereka. Sedangkan anak-anak yang merasa tidak senang dengan kehidupan yang mereka jalani sekarang, perilakunya cenderung lebih pasif, lebih banyak mengeluh, acuh dan kurang bisa bersosialisasi. Peneliti melakukan observasi pada anak jalanan binaan Rumah Sanggar Waringin. Waktu yang dihabiskan oleh anak jalanan untuk mengamen adalah sekitar 6-10 jam perhari. Penghasilan yang mereka peroleh berkisar 10-40 ribu rupiah perharinya. Adapun penampilan anak jalanan, mereka memakai baju kaos T-Shirt yang sudah lusuh, serta celana jeans yang sobek, rambut yang kemerahmerahan, dan badan yang kurus. Berdasarkan wawancara dengan anak jalanan, diperoleh data bahwa alasan mereka turun ke jalanan, berbeda-beda. Beberapa anak terpaksa turun ke jalanan karena disuruh oleh orangtuanya, ada pula yang diajak oleh temannya dan juga

6 ada anak yang mengamen karena faktor ekonomi yaitu untuk membantu orang tua. Ketika berada di jalanan, banyak tantangan yang mereka hadapi, seperti diancaman oleh anak jalanan yang lain, berkelahi dengan pengamen yang lain, serta menjadi korban kekerasan dan pemerasan dari pengamen yang lebih dewasa. Selain itu, ketika ada razia anak jalanan, mereka harus berkejar-kejaran dan bersembunyi dari petugas. Selain itu, dari hasil wawancara terhadap anak jalanan diperoleh perbedaanperbedaan perilaku yang ditampilkan. Beberapa anak jalanan merasa tidak puas dengan keadaan mereka sebagai anak jalanan. Dimana anak jalanan merasa malu harus mengamen dan sedih ketika diejek oleh orang lain, takut dan cemas akan mendapatkan ancaman dari anak jalanan yang lain. Namun disisi lain, sebagian besar anak jalanan merasa cukup puas dan menilai bahwa kehidupan mereka baikbaik saja walaupun mereka saat ini sebagai anak jalanan. Selain itu, mereka merasa senang berada di jalanan karena bisa lebih bebas bermain, bertemu dengan teman yang banyak, senang bisa melihat mobil-mobil yang bagus, merasakan adanya keakraban dengan sesama anak jalanan. Anak jalanan yang memiliki penilaian yang positif terhadap kehidupan mereka cenderung lebih bersemangat dalam mencari uang di jalanan, dapat membina hubungan pertemanan yang baik dengan anak jalanan lainnya, dan merasakan adanya kebahagian dalam memandang kehidupannya. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data, bahwa anak jalanan merasa tidak puas dengan rumah mereka, karena menurut mereka rumah mereka terlalu sempit, perabotan rumah yang tidak memadai, rumah hanya memiliki beberapa ruang saja, dan suasana di rumah dirasa sangat tidak hangat dimana masing

7 masing anggota keluarga sibuk dengan urusan masing-masing. Selain itu, anak jalanan juga tidak puas dengan lingkungan dimana mereka tinggal. Menurut lingkungan rumah mereka tidak nyaman, karena tidak ada lapangan untuk bermain. Anak jalanan menghabiskan waktu minimal 6 jam di jalanan, beraktivitas seperti mencari uang, bermain makan, dan beristirahat mereka lakukan di jalanan. Bahkan ketika sedang hujan pun mereka tetap berada di jalanan. Hal tersebut tentu berpengaruh pada kesehatan mereka. Namun anak jalanan justru jarang mengeluhkan kondisi kesehatan mereka dan merasa kondisi kesehatan mereka baik-baik saja selama mereka masih bisa bekerja di jalanan. Selain itu, anak jalanan merasa puas dengan waktu yang mereka miliki. Walaupun waktu mereka lebih banyak di jalanan, namun anak jalanan tetap merasa puas karena mereka bisa bermain dengan bebas dan orang tua tidak membatasi mereka. Dari hasil wawancara tersebut dapat dilihat perbedaan penghayatan yang ditunjukkan anak dalam memandang aspek-aspek kehidupan mereka sebagai anak jalanan. Evaluasi yang dilakukan menunjukkan bahwa mereka merasakan kebahagiaan dan kepuasan terhadap hidup sebagai anak jalanan. Kepuasan terhadap hidup dan banyaknya emosi positif yang dirasakan seseorang menurut Diener (2003) merupakan indikasi dari subjective well-being. Pada anak-anak evaluasi terhadap kepuasan terhadap hidup dan banyaknya emosi positif yang dirasakan disebut sebagai children well-being. Dalam menjalani kehidupannya, anak jalanan membutuhkan usaha yang jauh lebih berat dibandingkan anak normal. Anak jalanan selain memenuhi tugasnya perkembangannya, mereka juga harus memikirkan kondisi keuangan

8 keluarga, hidup di lingkungan yang keras, penuh resiko dan jauh dari kasih sayang orangtua. Dari uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti Studi Deskriptif Children Well-being Pada Anak Jalanan di Rumah Sanggar Waringin. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, didapatkan bahwa anak usia late childhood pada umumnya memiliki tugas perkembangan yaitu belajar keterampilan fisik yang digunakan untuk bermain, pembentukan sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai individu yang tumbuh, belajar menyesuaikan diri, belajar menyesuaikan diri dengan teman sebaya, belajar mengembangkan peran pria atau wanita yang tepat, mengembangkan keterampilan dasar untuk menulis, membaca dan berhitung, mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari, mengembangkan hati nurani, moralitas dan nilainilai kehidupan, mengembangkan sikap sehat terhadap kelompok dan lembagalembaga, dan mencapai kebebasan pribadi. Berbeda dengan kondisi yang dialami oleh anak jalanan pada usia late childhood, mereka tidak hanya fokus dalam pemenuhan tugas perkembangannya tetapi juga harus mencari uang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Anak jalanan memberikan evaluasi dalam memandang berbagai aspek dalam kehidupan mereka sebagai anak jalanan. Evaluasi yang ditunjukkan anak terkait dengan berbagai aspek dalam kehidupan dapat menunjukkan kepuasan anak terkait dengan domain-domain dalam children well-being.

9 Children well-being merupakan variabel yang adaptasi dari teori Diener yaitu Subjective Well-being. Menurut Deiener, Subjective well-being merupakan evaluasi subjektif seseorang mengenai kehidupannya termasuk konsep-konsep seperti kepuasan hidup, emosi yang menyenangkan, fulfilment, kepuasan terhadap area-area (pernikahan, pekerjaan, pendidikan) dan tingkat emosi tidak menyenangkan yang rendah (Diener, 2003). Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan children well-being adalah bagaimana pemaknaan anak dalam memandang kehidupannya terkait dengan 8 domain yang dimodifikasi oleh ISCWeb. Domain-domain tersebut dalam teori subjective well-being termasuk ke dalam komponen kognitif, dimana anak mengevaluasi kepuasan pada domain-domain kehidupannya (The Good Childhood Report, 2013). Dimana pada delapan domain tersebut sudah terkandung di dalamnya komponen kogitif dan afektif. Casas (dalam Unicef, 2012), menyatakan bahwa terdapat delapan domain yang dianggap paling penting terkait dengan kesejahteraan anak, yaitu (1) home satisfaction yaitu pemaknaan anak terhadap tempat tinggalnya (rumah),orangorang tinggal bersama di rumah, (2) satisfaction with material things yaitu pemaknaan anak terhadap benda-benda yang dimilikinya, uang saku yang didapatkan dan ruang pribadi dirumah, (3) satisfaction with area living in yaitu pemaknaan anak terhadap area di lingkungan rumahnya, keamanan di lingkungan rumah, (4) satisfaction with interpersonal relationship yaitu pemaknaan anak terhadap hubungannya dengan orang-orang yang terdekat, (5) satisfaction time organization, yaitu pemaknaan anak terhadap pengorganisasian waktu yang dilakukannya, dan bagaimana menghabiskan waktu luang, (6) satisfaction with

10 school yaitu pemaknaan anak terhadap sekolahnya, (7) satisfaction with health yaitu pemaknaan anak terhadap kesehatannya, dan (8) personal satisfaction yaitu pemaknaan anak terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana deskripsi domain children well being yang tinggi dan rendah pada anak jalanan di Rumah Sanggar Waringin Bandung?. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Untuk mendapatkan gambaran mengenai children well being pada anak jalanan usia 8-12 tahun di rumah sanggar waringin sebagai upaya untuk mengetahui kesejahteraan atau kepuasan hidup anak jalanan 1.3.2 Tujuan Penelitian Memperoleh data empiris mengenai children well-being pada anak jalanan usia 8-12 tahun di rumah sanggar waringin. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis Memberikan temuan-temuan tentang children well being dan informasi tentang gambaran children well being pada anak jalanan.

11 1.4.2 Kegunaan Praktis a) Memberikan informasi kepada Pemerintah Kota Bandung mengenai gambaran children well-being pada anak jalanan, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan langkah lebih lanjut sehingga dapat meningkatkan kepuasan hidup anak terhadap domain-domain kehidupannya. b) Sebagai informasi bagi Rumah Sanggar waringin mengenai gambaran children well-being pada anak jalanan dan memberi pengetahuan akan penting nya kesejahteraan anak.