BAB II GEOLOGI REGIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II Geologi Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V SEJARAH GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB VI SEJARAH GEOLOGI

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB V SINTESIS GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

TUGAS ANALISIS GEOLOGI STRUKTUR Laporan Kuliah Lapangan dan UAS. Disusun oleh :

Struktur Geologi Daerah Jonggol Dan Jatiluhur Jawa Barat

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

Bab II Geologi Regional

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Transkripsi:

BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke selatan (Gambar 2.1), yaitu: Gambar 2.1. Peta fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). 1. Zona Dataran Pantai Jakarta Zona ini dimulai dari ujung barat Pulau Jawa memanjang ke timur mengikuti pantai utara Jawa Barat ke Kota Cirebon dengan lebar sekitar 40 km. Daerah ini mempunyai morfologi relatif datar yang sebagian besar ditempati oleh endapan aluvial dan lahar gunung api muda. Setempat dijumpai batuan sedimen marin tesier yang terlipat lemah. 7

2. Zona Antiklinorium Bogor Zona ini terletak di sebelah selatan dari Dataran Pantai Jakarta. Daerah ini memanjang barat-laut melalui Kota Bogor, Purwakarta dan menerus sampai ke daerah Bumiayu, Jawa Tengah. Zona Bogor umumnya mempunyai morfologi yang berbukit-bukit. Sebelah selatan Kota Bogor perbukitan umumnya berarah barat-timur, sedangkan di sebelah timur Purwakarta perbukitan ini membelok ke selatan. Beberapa intrusi telah membentuk morfologi yang lain seperti Gunung Sanggabuana (Purwakarta) dan Gunung Kromong (Cirebon). 3. Zona Kubah dan Punggungan Zona Depresi Tengah Jawa Barat Zona ini terletak di bagian baratdaya Jawa Barat. Morfologi yang dapat dijumpai pada Zona Pegunungan Bayah berupa kubah dan punggungan yang berada pada zona depresi tengah. 4. Zona Depresi Tengah Jawa Barat Zona Bandung merupakan depresi diantara gunung-gunung (Intramountane depressions). Pegunungan yang membatasi depresi-depresi tersebut pada umumnya berupa tinggian yang tersusun atas batuan berumur tersier. Secara struktural, zona ini merupakan puncak antiklin Jawa Barat yang runtuh setelah pengangkatan. Daerah rendah ini kemudian terisi oleh endapan gunung api muda. 5. Zona Gunung Api Kuarter Zona Gunungapi Kuarter tersebar di sekitar bagian tengah Jawa Barat. Zona ini terbentuk hasil dari endapan gunungapi berumur Kuarter. 6. Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat Pegunungan Selatan Jawa Barat membentang dari Pelabuhan Ratu hingga Nusa Kambangan, Cilacap. Batas Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat dengan Zona Bandung di beberapa tempat sangat mudah dilihat, misalnya di Lembah Cimandiri. Di lembah ini batas tersebut merupakan perbedaan morfologi yang mencolok dari perbukitan bergelombang langsung berbatasan dengan Dataran Tinggi dari Pegunungan Selatan. 8

Berdasarkan pembagian zona tersebut, daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Antiklinorium Bogor dan sedikit Zona Gunung Api Kuarter (Gambar 2.1). 2.2 STRATIGRAFI REGIONAL Daerah Jawa Barat dibagi menjadi tiga mandala sedimentasi. Pembagian mandalamandala tersebut didasarkan pada ciri-ciri dan penyebaran sedimen Tersier dari stratigrafi regional Jawa bagian barat (Martodjojo, 1984). Mandala-mandala tersebut adalah: Mandala Paparan Kontinen. Mandala ini terletak di utara dan posisinya hampir sama dengan zona fisiografi Dataran Pantai Jakarta. Mandala ini dicirikan oleh endapan paparan yang umumnya terdiri dari batugamping, batulempung dan batupasir kuarsa dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. Batas selatan mandala paparan kontinen ini diperkirakan sama dengan penyebaran singkapan Formasi Parigi dari Cibinong, Purwakarta, sejajar dengan pantai utara. Bagian utara menerus ke lepas pantai, meliputi daerah pengeboran minyakbumi di lepas Pantai Utara Jawa. Mandala Cekungan Bogor. Mandala ini terletak di selatan dan timur, meliputi beberapa zona fisiografi yakni Zona Bogor, Zona Bandung dan Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat. Mandala ini dicirikan oleh endapan aliran gravitasi yang kebanyakan berupa fragmen batuan beku dan sedimen seperti andesit, basalt, tufa dan batugamping. Mandala Banten. Mandala ini memiliki batas-batas yang kurang jelas karena sedikitnya data yang diketahui. Mandala ini diperkirakan pada umur Tersier Awal memiliki ciri ciri yang mirip dengan Cekungan Bogor, tetapi pada Tersier Akhir lebih mirip dengan paparan kontinen. 9

Berdasarkan pembagian mandala sedimentasi di atas, daerah penelitian termasuk ke dalam mandala Cekungan Bogor yang dicirikan oleh endapan aliran gravitasi dengan ketebalan sedimen diperkirakan mencapai 7000 meter. Martodjojo (1984) telah membuat penampang stratigrafi terpulihkan utara-selatan di Jawa Barat (Gambar 2.2) yang menggambarkan urut-urutan sedimentasi di regional Jawa Barat. Gambar 2.2 Penampang stratigrafi terpulihakan U-S di Jawa Barat (Martodjojo, 1984). Daerah penelitian merupakan bagian dari Cekungan Bogor. Stratigrafi Cekungan Bogor dari tua ke muda (Gambar 2.2) terdiri dari Formasi Ciletuh, Formasi Bayah, Formasi Batuasih, Formasi Rajamandala, Formasi Jampang, Formasi Citarum, Formasi Saguling, Formasi Bantargadung, Formasi Cigadung, Formasi Cantayan, Formasi Bentang, Formasi Beser, Formasi Tambakan, dan Endapan Gunungapi Muda. Formasi Ciletuh terdiri dari perselingan lempung dan pasir dengan sisipan breksi berumur Eosen. 10

Formasi Bayah diendapkan selaras dengan Formasi Ciletuh, terdiri dari batupasir konglomeratan dominan kuarsa pada lingkungan darat, berumur Oligosen Awal Tengah. Formasi Batuasih, diendapakan tidak selaras di atas Formasi Bayah, terdiri dari batulempung hitam dan serpih yang merupakan endapan laut dangkal. Formasi Rajamandala diendapakan saling menjari di atas Formasi Batuasih, berupa batugamping berumur Oligosen Miosen. Formasi Jampang berkolerasi dengan Formasi Citarum yang berumur Miosen Awal. Formasi Jampang terdiri dari breksi dan tuf, sedangkan Formasi Citarum berupa tuf dan greywacke. Formasi Saguling diendapakan secara selaras di atas formasi di bawahnya, berupa breksi yang berumur Miosen Tengah. Formasi Bantargadung menutup selaras di atas Formasi Saguling berupa batulempung dan greywacke pada Miosen Tengah bagian akhir. Formasi Cigadung di bagian selatan terdiri dari breksi yang dominan berumur Miosen Akhir. Formasi Cantayan di bagian utara terdiri dari breksi berselingan dengan batulempung dan batupasir yang diendapakan pada lingkungan laut dalam pada Miosen Akhir. Formasi Bentang diendapkan ketika daerah pegunungan di selatan mengalami penurunan dan genang laut pada Pliosen. Formasi Beser, terdapat di daerah pegunungan bagian utara akibat terjadinya aktivitas gunungapi pada Pliosen. Formasi Tambakan dan Endapan Gunungapi Muda terjadi akibat aktivitas gunungapi yang besar pada awal Pleistosen-Resen. Mandala Cekungan Bogor menurut Martodjojo (1984) terdiri dari tiga siklus pengendapan. Pertama-tama diendapkan sedimen laut dalam, kemudian sedimen darat yang berangsur berubah menjadi sedimen laut, dan yang terakhir diendapkan sedimen dengan mekanisme aliran gravitasi. Siklus pertama dan 11

kedua sumber sedimen berasal dari utara, sedangkan siklus ketiga berasal dari selatan. Daerah penelitian meliputi Formasi Cantayan yang diendapkan pada mandala sedimentasi Cekungan Bogor pada siklus ketiga yang berlangsung sejak Miosen Awal dan batuan intrusi yang berumur diperkirakan sebelum Plio- Pleistosen dan setelah Miosen Akhir. 2.2 TEKTONIK DAN STUKTUR GEOLOGI REGIONAL Tatanan tektonik dan struktur geologi di daerah Jawa bagian barat dipengaruhi oleh tektonik kepulauan Indonesia yang merupakan titik pertemuan antara tiga lempeng yaitu lempeng Eurasia yang relatif lebih diam, lempeng Samudra Pasifik yang bergerak relatif ke arah baratlaut dan lempeng Indo- Australia yang relatif bergerak ke arah utara (Hamilton, 1979). Menurut Pulunggono dan Martodjojo (1994), pola struktur geologi yang berkembang di daerah Jawa memiliki tiga arah kelurusan struktur yang dominan antara lain (Gambar 2.2) : Gambar 2.2 Pola struktur yang berkembang di Jawa Barat (Pulunggono dan Martodjojo, 1994). 12

Pola Meratus berarah timurlaut-baratdaya yang merupakan pola tertua dan terbentuk pada 80-53 juta tahun yang lalu (Kapur Akhir-Eosen Awal). Pola Sunda, berarah utara-selatan yang terbentuk pada 53-32 juta tahun yang lalu (Eosen Awal- Oligosen Awal). Pola Jawa berarah barat-timur merupakan kala termuda yang terbentuk pada Kala Neogen yang mengaktifkan pola sebelumnya dan mengakibatkan Pulau Jawa mengalami pola kompresi dengan tegasan berarah utara-selatan. Daerah penelitian termasuk ke dalam jalur lipatan-anjakan yang menurut Sudjatmiko (1972) memiliki arah kemiringan bidang dominan ke selatan. Davis dan Reynolds (1996) menyatakan bahwa struktur utama yang berkembang pada daerah dengan rezim tektonik konvergen adalah sesar anjakan (thrust) yang dapat membentuk suatu jalur anjakan-lipatan (thrust-fold belt). Jalur anjakan-lipatan ini terdiri dari sesar anjak (thrust) yang berasosiasi dengan lipatan-lipatan (folds), dengan struktur penyerta berupa sesar-sesar mendatar. 13