BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat diukur secara kuantitas dari waktu ke waktu, dari satu tahap ke tahap

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF,

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai alasan. Terlebih lagi alasan malu sehingga tidak sedikit yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga merupakan salah satu impian bagi setiap individu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I. self atau diri sendiri. Penyandang Autisme pada dasarnya seseorang yang. melakukan auto-imagination, auto-activity, auto-interested, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak adalah anugerah, anak adalah titipan dari Allah SWT. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang supportif dan kondusif termasuk mereka yang berkebutuhan khusus. di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme.

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PEMBAHASAN. anak menilai bahwa perilaku tantrum adalah suatu perilaku yang masih

KMSJ Kartu Menuju Sehat Jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk terbiasa menghadapai peran yang berbeda dari sebelumnya, karena memiliki anak berkebutuhan khusus (Miranda, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. familiar dikehidupan masyarakat adalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB III PERUBAHAN PERILAKU YANG TERJADI PADA LANSIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu, sejak kecil anak tumbuh dan berkembang dalam

PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. belumlah lengkap tanpa seorang anak. Kehadiran anak yang sehat dan normal

BAB I PENDAHULUAN. itu secara fisik maupun secara psikologis, itu biasanya tidak hanya berasal

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pekerjaan merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan stress. Banyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu rasa yang wajar dan natural (Setiawani, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Pada hakekatnya semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hadirnya seorang anak merupakan harapan dari setiap orangtua.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang maha Esa

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dampak. terhadap anak-anak Reaksi anak-anak terhadap situasi darurat

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua mendambakan memiliki anak yang sehat, baik secara jasmani maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. kenyataannya, anak ada yang normal dan anak yang berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena itu mereka termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus (Miller, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak berkelainan dalam aspek mental adalah anak yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

PEDOMAN WAWANCARA. 3. Pernahkah anda melakukan usaha untuk menggugurkan kandungan? tua/pasangan/orang-orang terdekat anda?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bab 5. Ringkasan. Setelah melakukan analisis pada bab tiga, penulis mengambil kesimpulan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir sempurna tanpa ada

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung

BAB I PENDAHULUAN. orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikarunia anak. merasa bangga dan bahagia ketika harapan tersebut

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. diberikan Allah SWT kepada manusia (Muzfikri, 2008). Keadaan akan mejadi

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau. sosial dan emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya.

BABl PENDAHULUAN. Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar

BAB I PENDAHULUAN. dari kemacetan hingga persaingan bisnis serta tuntutan ekonomi kian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya suatu komunikasi yang baik. Salah satunya cara yang digunakan manusia

BAB I PENDAHULUAN. tuanya,keberadaannya diharapkan dan ditunggu-tunggu serta disambut

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang anak dikatakan tumbuh dapat dilihat dari perubahan fisik yang dapat diukur secara kuantitas dari waktu ke waktu, dari satu tahap ke tahap berikutnya serta perkembangannya dapat dilihat dari perubahan secara kualitas dengan membandingkan sifat terdahulu dengan sifat yang telah terbentuk (Papalia, 2009). Namun, bila dalam perkembangannya berbeda dengan anak normal dalam karakteristik mental, kemampuan sensori, kemampuan berkomunikasi, tingkah laku sosial atau karakteristik fisik, maka anak dapat dikatakan mengalami gangguan kebutuhan khusus (Santrock, 2005). Beberapa tahun belakangan ini masyarakat semakin familiar dengan perihal anak berkebutuhan khusus (ABK). Berbagai artikel dan tayangan di media massa mengangkat topik tentang autisme, tunagrahita, RM, dan berbagai bentuk kebutuhan lainnya. Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia terus meningkat, meskipun tidak dapat dipastikan. informasi dari Dinas Pendidikan Luar Biasa Kementrian Pendidikan Nasional mencatat terdapat 324.000 orang ABK di Indonesia (Pendidikan Anak, 3 Maret 2010). Banyaknya pemberitaan tentang gangguan yang dialami anak pada masa pertumbuhan dan perkembangannya sangat menarik perhatian masyarakat khususnya ibu. Seorang ibu menginginkan anaknya dapat tumbuh dan berkembang secara normal sesuai harapan mereka, namun pada kenyataannya 1

2 perkembangan anak tidak berjalan sesuai tahap atau fase perkembangannya, mereka berhenti pada satu fase perkembangan dengan gejala-gejala yang kurang wajar dan ditunjukkan pada perkembangannya tanpa disadari dan diketahui oleh ibu. Hal ini akan membawa ibu pada situasi yang akan membuatnya bingung atas keanehan pada anak mereka. Untuk memastikan hal tersebut ibu memeriksakan kondisi anaknya ke dokter atau psikolog profesional. Ketika dokter memberikan diagnosis bahwa anaknya menderita autisme, ibu akan mengalami shock bercampur perasaan sedih, khawatir, cemas, takut, dan marah ketika pertama kali mendengar diagnosis tersebut. Berbagai reaksi tersebut muncul karena ibu dipaksa untuk berhadapan dengan keadaan tersebut, serta dipaksa untuk menerima keyataan tersebut. Bagi orangtua inilah periode awal kehidupan anaknya yang merupakan masa-masa tersulit dan paling membebani. Pada periode ini seringkali orangtua berhadapan dengan begitu banyak masalah, tidak saja tentang anaknya, tetapi bercampur dengan masalah-masalah lainnya yang ikut membebani pikiran dan perasaan orangtua. Jika orangtua kurang mampu mengendalikan emosi-emosinya maka seorang ibu dapat dengan mudah mengalami gejala depresi, kecemasan, kekhawatiran, perasaan putus asa dan stres (Safaria, 2005). Reaksi orangtua ketika mengetahui diagnosa tentang anaknya juga dilami oleh ibu yang berinisial SW (45th) yang memiliki anak Y (8th) yang mengalami gangguan autis. Y didiagnosa mengalami autis pada usia 3th. Dimana sebelumnya Y mengalami panas yang disertai kejang yang mengakibatkan Y tidak mampu berkomunikasi dengan baik lagi kepada ibunya dan mulai asyik dengan dunianya

3 sendiri. Hasil diagnosis tentang anaknya tidak hanya diperoleh ibu dari dokter tetapi juga dari diagnosis praktisi SLB tempat Y sekarang sekolah. Ketika mendengar diagnosis yang sama ibu SW menjadi cemas, panik, sedih, dan merasa kecewa. Terkadang ibu juga merasakan serta berfikir tentang cemoohan yang didengarnya, sehingga ibu SW jadi ragu-ragu untuk keluar rumah bersama anaknya, ibu merasa bahwa ia seperti menjadi orangtua yang tidak berharga, karena tidak mampu melahirkan anak yang normal. Seiring dengan perkembangan anak, berbagai kesulitan dalam pengasuhan akan terus muncul, karena anak berkebutuhan khusus berbeda dengan anak normal yang mampu untuk meningkatkan kemandirian seiring dengan perkembangan mereka. Sebagian dari anak berkebutuhan khusus kemungkinan tidak memiliki koordinasi atau pun kekuatan yang dibutuhkan untuk mengurus diri. Oleh karena itu, bukan hal yang mengherankan jika berbagai kesulitan banyak dialami oleh orangtua dalam berbagai tuntutan pengasuhan. Bila seorang ibu tidak dapat mengatasi tuntutan pengasuhan maka ibu akan mengalami stres ketika mengasuh anaknya atau disebut dengan stres pengasuhan. Berbagai kesulitan dalam pengasuhan pernah dialami oleh seorang ibu yang memiliki anak autis, dimana seorang ibu merasa bahwa seisi rumah beserta dirinya seperti hidup dalam penjara. Semua harus serba dikunci dan terpagar. Dimana bila anaknya masuk ke dalam kamar mandi, maka ia akan mengadukaduk segalanya, memasukkan shampoo, sabun, dan pasta gigi ke lubang kloset. Begitu juga bila anaknya masuk dapur ataupun kamar. Bahkan bila lengah sedikit saja anak akan melompat pagar halaman dan berlari kencang tanpa tujuan, bahkan

4 lari kejalan besar. Hal tersebut tidak hanya terjadi pada siang hari saja. Begitu pula pada malam hari, anaknya masih berlarian didalam rumah dan menabrakkan tubuhnya kedinding dan sampai akhirnya dia terduduk dan tertidur kelelahan. Hal tersebut dapat membuat seisi rumah merasa tertekan dan merasa terbebani dengan perilaku yang dibuatnya (Safaria, 2005). Banyaknya beban yang dirasakan ibu sebagai figur terdekat dari anak yang memiliki gangguan kebutuhan khusus akan menimbulkan stres pengasuhan. Kondisi stres yang dialami oleh ibu dapat mengganggu proses pengasuhan. Sikap ibu yang terus menerus mengalami stres akan memperparah keadaan anak, serta akan berakibat buruk dalam pengasuhan. Karena stres yang dialami ibu seringkali membuat ibu berperilaku tidak sehat dan tidak positif seperti menelantarkan anaknya bahkan berlaku kasar terhadap anaknya. Hal ini sesuai dengan model stres pengasuhan yang dikemukakan oleh Abidin (dalam Ahern, 2004) yang menjelaskan bahwa stres mendorong kearah tidak berfungsinya pengasuhan orangtua terhadap anak. Stres pengasuhan seperti diatas juga dirasakan oleh ibu dari Ratu Bilqis (9th) yang menderita autis pasif. Ketika pertama kali ibu mengetahui bahwa putrinya menderita autis, ibu merasa kaget, sedih dan kecewa. Karena ibu menganggap bahwa beban hidupnya akan bertambah dan hal itu menyebabkan ibu tidak sanggup merawat putrinya dengan baik. Sehingga ibu sering melakukan tindakan dilaur batas karena tak mampu mengatasi perilaku agresif putrinya, yang sering mengamuk, melukai dirinya sendiri dan oranglain serta merusak perabotan

5 rumah ketika keinginannya tidak dipenuhi. Sehingga ibu sering menghukumnya, bahkan hingga mengurung di kamar mandi atau mengerangkeng (Nessy, 2010). Stres pengasuhan yang dialami oleh ibu akan menghabat pekerjaan yang biasa dilakukan sehari-hari bahkan menghambat pertumbuhan anak dalam kehidupannya. Ibu yang tidak bisa menerima kenyataan atas kondisi anaknya hanya akan terpuruk dan bahkan tidak mau melakukan apapun untuk dapat mendukung perkembangan anaknya. Akibatnya, ibu akan berdiam diri dan kondisi anaknya akan semakin parah. Seorang ibu harus mampu mengatasi stres dan segera bangkit untuk melakukan yang terbaik untuk anaknya. Agar seorang ibu mampu mengatasi stres harus mempunyai karakteristik kepribadian yang positif seperti self efficacy dan hardiness, dimana hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Belsky (dalam Ahern, 2004). Karakteristik kepribadian hardiness yang dimiliki oleh ibu mempunyai peranan yang penting dalam menghadapi masalah dan stres, baik dalam diri sendiri, keluarga maupun lingkungan sosial dimana ibu tinggal (Ekantari, 2010). Seorang ibu yang memiliki hardiness yang tinggi dapat mengontrol kejadiankejadian dalam hidupnya, dan dapat menyesuaikan diri dengan baik meskipun dalam kondisi yang frustrasi. Tidak hanya hardiness yang berpengaruh terhadap stres, begitu pula self efficacy yang dimiliki oleh seorang ibu dalam mengasuh anaknya. Self efficacay merupakan suatu keyakinan atau harapan diri (Bandura dalam Fitri & Elfida, 2008). Seorang ibu yang memiliki self efficacy tinggi mampu mengukur sejauhmana kemampuan yang dimiliki dan mampu melihat

6 kesiapan dirinya dalam menghadapi hal-hal yang tak terduga serta dengan tepat mengambil tindakan. Hasil wawancara dengan ibu D (39 th) yang memiliki anak autis yang berinisial K (13 th) mengatakan bahwa ketika pertama kali ibu mendengar tentang diagnosa gangguan pada anaknya ibu juga merasa kecewa, namun hal ini tidak membuat ibu untuk terus bersedih dan menyesali yang telah terjadi, hingga pada akhirnya ibu mampu menerima diagnosa tentang anaknya dengan hati lapang, tidak menyesali keadaan yang telah terjadi dan merubah pemikiran bahwa apa yang harus dilakukan bukanlah menyesali keadaan melainkan menerima anaknya serta memberikan kasih sayang, perhatian serta mencari informasi untuk dapat mengasuh anaknya dengan baik dan berkembang seperti layaknya anak normal. Berdasarkan dari beberapa uraian diatas dapat diketahui bahwa begitu banyak perhatian yang harus diberikan ibu kepada anaknya yang memiliki kebutuhan khusus. Orangtua yang kurang mampu memberikan semua kebutuhan tersebut baik secara materiil maupun non materiil akan menyebabkan orangtua stres dengan keadaan ini. Orangtua yang mampu mengatasi situasi dimana anak mereka mengalami gangguan kebutuhan khusus dipengaruhi oleh kemampuan penanganan serta karakteristik kepribadian mereka (Kumar dalam Ekantari, 2010). Oleh karena itu penulis membuat pertanyaan penelitian : Apakah ada hubungan antara self efficacy dan hardiness dengan stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus?. Berdasarkan pernyataan tersebut maka penulis akan memfokuskan pada Hubungan Self efficacy Dan Hardiness Dengan Stres Pengasuhan Pada Ibu Yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus.

7 B. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka peneliti mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Mengetahui hubungan self efficacy dan hardiness dengan stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus. 2. Mengetahui hubungan antara self efficacy dengan stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus. 3. Mengetahui hubungan antara hardiness dengan stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus. 4. Mengetahui tingkat self efficacy pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus. 5. Mengetahui tingkat hardiness pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus. 6. Mengetahui tingkat stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus. 7. Mengetahui sumbangan efektif antara self efficacy dengan stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak berjebutuhan khusus. 8. Mengetahui sumbangan efektif antara hardiness dengan stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus. 9. Mengetahui sumbangan efektif antara self efficacy dan hardiness dengan stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus.

8 C. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah : 1. Untuk kepala sekolah, dapat digunakan sebagai sumbangan pengetahuan sehingga pihak sekolah dapat memberikan edukasi yang baik untuk ibu dalam mengasuh anaknya. 2. Untuk guru sebagai pengganti orangtua, dapat dijadikan sebagai sumbangan pengetahuan dalam menjadi orangtua pengganti disekolah dan memberikan bimbingan dengan tepat. 3. Untuk subyek, yaitu ibu semoga penelitian ini dapat menumbuhkan self efficacy dan hardiness dalam menghadapi stres dalam pengasuhan, sehingga ibu dapat mampu merawat dan memberikan pengasuhan yang optimal kepada anaknya. 4. Untuk peneliti selanjutnya, semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu psikologi, terutama psikologi perkembangandan hasilnya penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dan gambaran dalam melakukan penelitian selanjutnya dalam jenis bidang yang sama.