TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan

dokumen-dokumen yang mirip
2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Wilayah

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH DALAM KAITANNYA DENGAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN PURWAKARTA AI MAHBUBAH

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengembangan Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator dalam mengukur. keberhasilan ekonomi suatu wilayah. Untuk membentuk kegiatan ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

alah satu dinamika pembangunan suatu wilayah diindikasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. lainnya adalah: PPK (Program Pengembangan Kecamatan) yang dilaksanakan

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

3 KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung mengambarkan tingkat. keberhasilan pembangunan dimasa yang akan datang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang menjadi dasar

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan di Indonesia telah mengalami pergeseran dari zaman orde baru

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000).

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

BAGAIMANA MENAKAR PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH*)

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

II. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi. Pembangunan

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

PENGANTAR KAJIAN PERKOTAAN DAN PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tersebut adalah melalui pembangunan. Menurut Tjokroamidjojo

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

Transkripsi:

8 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan Istilah pembangunan dan pengembangan banyak digunakan dalam hal yang sama, yang dalam Bahasa Inggrisnya development. Namun berbagai kalangan cenderung untuk menggunakan istilah pengembangan untuk beberapa hal spesifik misalnya pengembangan wilayah. Menurut Rustiadi et al. (2006) berpendapat bahwa secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan, untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik sedangkan pengembangan adalah melakukan sesuatu yang tidak dari nol, atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan atau diperluas. Selanjutnya Todaro dalam Rustiadi et al. (2006) menyatakan bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Dalam pelaksanannya, menurut Arsyad (1999) proses pembangunnan dilaksanakan dalam 4 tahap, yaitu 1) menetapkan tujuan, 2) mengukur ketersediaan sumber-sumber daya yang langka, 3) memilih berbagai cara untuk mencapai tujuan, dan 4) memilih kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan. Sejalan dengan berkembangnya dinamika masyarakat, maka konsep pembangunan telah mengalami pergeseran paradigma pembangunan, menurut Rustiadi et al. (2006) adalah sebagai berikut : 1. Pergeseran dari situasi harus memilih antara pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan sebagai pilihan-pilihan yang tidaksaling menenggang (trade off) ke keharusan untuk mencapai tujuan pembangunan secara berimbang. 2. Kecenderungan pendekatan dari cenderung melihat pencapaian tujuantujuan pembangunan yang diukur secara makro menjadi pendekatanpendekatan regional dan lokal. 8

9 3. Pergeseran asumsi tentang peranan pemerintah yang dominan menjadi pendekatan pembangunan yang mendorong partisipasi masyarakat di dalam proses pembangunan (perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian). Sejalan dengan terjadinya pergeseran paradigma dalam pembangunan ekonomi, maka ukuran keberhasilan pembangunan ekonomi juga mengalami pergeseran, tidak hanya dari aspek pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) atau kenaikan pendapatan per kapita penduduknya namun lebih jauh lagi ke arah perkembangan masyarakat. Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang, yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan seksama. Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah Konsep perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dilakukan dengan pendekatan wilayah. Menurut Rustiadi et al. (2006) wilayah didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) dimana komponenkomponen wilayah tersebut (sub wilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sedangkan menurut Undang-Undang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Suatu wilayah terkait dengan beragam aspek, sehingga definisi baku mengenai wilayah belum ada kesepakatan di antara para ahli. Sebagian ahli mendefinisikan wilayah dengan merujuk pada tipe-tipe wilayah, ada pula yang mengacu pada fungsinya, dan ada pula yang berdasarkan korelasi yang kuat diantara unsur-unsur (fisik dan non fisik) pembentuk suatu wilayah. Sehingga, pengertian wilayah tidak hanya sebatas aspek fisik tanah, namun juga aspek lain seperti biologi, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan. Berdasarkan fungsinya 9

10 wilayah dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu wilayah homogen, wilayah nodal, dan wilayah perencanaan. Pengembangan wilayah merupakan program menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan kontribusi pada pembangunan suatu wilayah. Konsep pengembangan wilayah adalah suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya dengan penyeimbangan dan penyerasian pembangunan antar daerah, antar sektor serta pelaku pembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah (Anwar dan Rustiadi, 1999). Strategi pengembangan suatu wilayah sangat ditentukan oleh karakteristik dan potensi yang terdapat di wilayah tersebut. Oleh karena itu, sebelum melakukan perumusan kebijakan yang dilaksanakan perlu mengetahui tipe/jenis wilayahnya. Dengan mengetahui ciri suatu wilayah, maka dapat dirumuskan kebijakan yang tepat dilakukan dalam pengembangan wilayah. Menurut Tukiyat (2002) secara umum terdapat lima tipe wilayah dalam suatu negara : 1. Wilayah yang telah maju; 2. Wilayah netral, yang dicirikan dengan adanya tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi; 3. Wilayah sedang, yang dicirikan adanya pola distribusi pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif baik; 4. Wilayah yang kurang berkembang atau kurang maju, yang dicirikan adanya tingkat pertumbuhan yang jauh di bawah tingkat pertumbuhan nasional dan tidak ada tanda-tanda untuk dapat mengejar pertumbuhan dan pengembangan; 5. Wilayah tidak berkembang. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pengembangan wilayah adalah menyusun perencanaan wilayah. Menurut Tarigan (2004) perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah (termasuk perencanaan pergerakan di dalam wilayah) dan perencanaan kegiatan pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan penggunaan ruang wilayah diatur dalam bentuk perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan kegiatan dalam wilayah diatur dalam perencanaan pembangunan wilayah. Tata ruang wilayah merupakan 10

11 landasan dan juga sekaligus juga sasaran dari perencanaan pembangunan wilayah. Perencanaan pembangunan wilayah tidak mungkin terlepas dari apa yang sudah ada saat ini di wilayah tersebut. Aktor/pelaku pembangunannya adalah seluruh masyarakat yang ada di wilayah tersebut termasuk di dalamnya pemerintah daerah serta pihak-pihak luar yang ingin melakukan kegiatan di wilayah tersebut. Paling tidak terdapat dua peran pemerintah daerah yang cukup penting dalam pembangunan wilayah yakni sebagai pengatur atau pengendali (regulator) dan sebagai pemacu pembangunan (stimulator). Dana yang dimiliki pemerintah dapat digunakan sebagai stimulan untuk mengarahkan investasi swasta atau masyarakat umum ke arah yang diinginkan oleh pemerintah. Salah satu pendekatan dalam perencanaan pembangunan menurut Tarigan (2004) adalah pendekatan sektoral. Pendekatan sektoral dilakukan dengan mengelompokkan kegiatan pembangunan ke dalam sektor-sektor. Selanjutnya masing-masing sektor dianalisis satu persatu untuk menetapkan apa yang dapat dikembangkan atau ditingkatkan dari sektor-sektor tersebut guna lebih mengembangkan wilayah. Strategi Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah dapat dianggap sebagai suatu bentuk intervensi positif terhadap suatu wilayah. Diperlukan strategi-strategi yang efektif untuk suatu percepatan pembangunan. Secara teoritis strategi pengembangan wilayah baru dapat digolongkan dalam dua kategori strategi, yaitu demand side strategy dan supply side strategy (Rustiadi et al., 2006). Strategi demand side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang diupayakan melalui peningkatan barang-barang dan jasa-jasa masyarakat setempat melalui kegiatan produksi lokal, yang bertujuan meningkatkan tarap hidup penduduk yang baru dipindahkan ke wilayah baru. Sedangkan strategi supply side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang terutama diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan produksi yang berorientasi keluar. Tujuan penggunaan strategi ini adalah untuk meningkatkan suplai dari komoditi yang pada umumnya diproses dari sumberdaya alam lokal. 11

12 Strategi pembangunan wilayah lainnya adalah strategi keterkaitan, yaitu terjadi pada suatu wilayah yang dari sisi supply (penawaran/pasokan) relatif tinggi tetapi mempunyai keterbatasan dalam sisi demand (permintaan) atau sebaliknya dari sisi permintaan relatif tinggi tetapi terbatas akan sumberdaya/pasokan. Keterbatasan dan kelebihan dari suatu wilayah seharusnya dapat dipertemukan sehingga perekonomian wilayah secara keseluruhan dapat meningkat. Strategi berbasis keterkaitan antar wilayah pada awalnya dapat diwujudkan dengan pengembangan keterkaitn fisik antar wilayah dengan membangun berbagai infrstruktur fisik, seperti jaringan transportasi jalan, pelabuhan, jaringan komunikasi dan lainnya yang dapat menciptakan keterkaitan sinergis (saling memperkuat) antar wilayah. Sejalan dengan teori tersebut, Lorenzo-Alvarez (2002) mengemukakan bahwa kebijakan pembangunan pemerintah yang mendorong wilayah miskin dalam rangka menyetarakan standard hidup dengan wilayah maju, maka Pemerintah dapat menggunakan tiga instrumen utama berikut: (i) Desentralisasi keuangan, (ii) Perbaikan sistem perdagangan dan (iii) Penyediaan infrastruktur yang tepat. Tetapi keterkaitan fisik saja tidak cukup, harus disertai dengan pengembangan keterkaitan yang lebih luas, yakni disertai dengan kebijakankebijakan yang menciptakan struktur insentif yang mendorong keterkaitan yang sinergis antar wilayah. Pengembangan kerterkaitan yang tidak tepat sasaran dapat mendorong backwash yang lebih masif yang pada akhirnya justru memperparah kesenjangan dan ketidak berimbangan pembangunan antar wilayah. Oleh karena itu keterkaitan antar wilayah yang diharapkan adalah bentuk-bentuk keterkaitan yang saling memperkuat bukan memperlemah. Menurut Sukirno (1982), strategi pembangunan untuk suatu daerah ada empat aspek yaitu 1) strategi makro 2) strategi sektoral 3) strategi wilayah, dan 4) strategi pemilihan proyek-proyek. Salah unsur yang penting dalam kebijakan pembangunan daerah adalah merumuskan strategi perencanaan ekonomi daerah. Perencanaan ekonomi daerah bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Misi umumnya adalah pendapatan perkapita daerah dan pemerataannya. Untuk mewujudkan misi dan tujuan tersebut diperlukan strategi 12

13 dengan melihat berbagai potensi sumber daya yang berkaitan dengan aspek ekonomi, sosial dan budaya yang tersedia di suatu daerah. Beberapa strategi dimaksud adalah : 1. Strategi dari sudut sumber daya, yang terdiri dari : a. basis input, surplus sumber daya manusia (surplus labor), b. basis Input, sumber daya alam (hasil alam), c. strategi basis sumber daya modal dan manajemen, d. sumber daya lainnnya, e. lokasi dan wilayah strategis. 2. Strategi menurut komoditi unggulan; 3. Strategi dari sudut efisiensi; 4. Strategi dari sudut Institusi dan aktor ekonomi. Sektor Basis Menurut Syahidin (2006), salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan kebijakan pembangunan adalah mengetahui sektor-sektor unggulan daerah. Sektor unggulan (leading sektor) merupakan sektor-sektor perekonomian yang diharapkan menjadi motor perekonomian suatu wilayah. Dengan mengetahui dan mengoptimalkan sektor unggulan yang dimiliki daerah, maka diharapkan terdapat efek yang positif bagi kemajuan aktivitas perekonomian daerah. Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah atau negara sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya. Nilai strategis setiap sektor dalam memacu menjadi pendorong utama (prime mover) pertumbuhan ekonomi wilayah berbeda-beda. Sektor ekonomi suatu wilayah dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Artinya industri basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah/daerah. Sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya sendiri dan kapasitas ekspor ekonomi dareah belum berkembang (Rustiadi et al., 2006). 13

14 Untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan basis dan bukan basis dapat digunakan dengan metode Location Quotient (LQ), yang merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah lebih luas dalam suatu wilayah. LQ juga menunjukkan efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada subtitusi impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor. Hal ini akan memberikan suatu gambaran tentang industri mana yang terkonsentrasi dan indstri mana yang tersebar (Shukla 2000 dalam Rustiadi et al., 2006). Menurut Rustiadi et al. (2006), arus pendapatan yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi industri basis akan meningkatkan investasi, kesempatan kerja, pendapatan dan konsumsi, pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja serta menaikkan permintaan hasil industri non basis. Hal ini berarti kegiatan industri basis mempunyai peranan penggerak utama (prime mover role), dimana setiap perubahan kenaikan atau penurunan mempunyai efek pengganda (multiplier effect) terhadap perekonomian wilayah. Indikator-Indikator Pembangunan Indikator merupakan ukuran kuantitatif dan atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi (Rustiadi et al., 2006). Dalam mengukur tingkat pencapaian pembangunan, ketepatan pemilihan indikator menjadi hal yang penting, karena ketepatan indikator yang dipilih akan menentukan pada penilaian akhir. Indikator tiap wilayah berbeda dan bersifat spesifik untuk masing-masing kondisi. Pemilihan indikator yang terlalu banyak perlu diperhitungkan karena selain memerlukan biaya yang besar dan waktu yang lama, tetapi juga dapat mengaburkan fokus yang ingin dicapai. Sebaliknya bila terlalu sedikit, dikhawatirkan terjadi kekeliruan dalam menafsirkan keadaan sebenarnya. Oleh karena itu penetapan sekumpulan indikator yang tepat untuk menggambarkan kinerja pembangunan menjadi satu tugas yang sulit. 14

15 Indikator kinerja pembangunan dalam penataan ruang dapat dibagi sesuai dengan tiga aspek yang ingin dicapainya, yaitu ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan hidup dengan beberapa contoh sebagai berikut: a. Indikator Ekonomi: PDB/PDRB, pendapatan perkapita, volume eksporimpor, dan lain-lain secara stabil serta kemajuan sektor kegiatan ekonomi yang telah ada sekaligus tumbuhnya sektor kegiatan baru yang mendukung perekonomian nasional. b. Indikator Sosial Budaya: kualitas sumberdaya manusia, angka harapan hidup, intensitas kegiatan budaya; tingkat kebergantungan penduduk (desakota, nonproduktif-produktif, jumlah pengangguran, dan lainlain). c. Indikator Lingkungan Hidup: standardisasi kualitas air, udara, tanah; perubahan suhu udara, tingkat permukaan air tanah, intrusi air laut, frekuensi bencana, dan lain-lain. Disparitas Pembangunan Antar Wilayah Disparitas pembangunan terjadi karena tiga faktor yaitu faktor alami, kondisi sosial budaya dan keputusan-keputusan kebijakan. Faktor alami meliputi kondisi agroklimat, sumberdaya alam, lokasi geografis, jarak pelabuhan dengan pusat aktivitas ekonomi, wilayah potensial untuk pembangunan ekonomi. Sementara faktor sosial budaya meliputi nilai tradisi, mobilitas ekonomi, inovasi, kewirausahaan. Sedangan keputusan kebijakan adalah sejauhmana kebijakan yang mendukung secara langsung atau tidak langsung terjadinya disparitas pembangunan (Nugroho, 2004). Menurut Suhyanto (2005), disparitas antar wilayah berarti perbedaan tingkat pertumbuhan antar wilayah. Perbedaan antar wilayah ini dapat terletak pada perkembangan sektor-sektor pertanian, industri, perdagangan, perbankan, asuransi, transportasi, komunikasi, perkembangan infrastruktur, pendidikan, pelayanan kesehatan, fasilitas perumahan dan sebagainya. Menurut Anwar (2005), beberapa hal yang menyebabkan terjadinya disparitas antar wilayah adalah 1) Perbedaan karakteristik limpahan sumberdaya alam (resource endowment); 2) Perbedaan demografi; 3) Perbedaan kemampuan sumberdaya manusia (human capital); 4) Perbedaan potensi lokasi; 5) Perbedaan 15

16 dari aspek aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan; dan 6) Perbedaan dari aspek potensi pasar. Faktor-faktor di atas menyebabkan perbedaan karakteristik wilayah ditinjau dari aspek kemajuannya, yaitu: 1) Wilayah maju; 2) Wilayah sedang berkembang; 3) Wilayah belum berkembang; dan 4) Wilayah tidak berkembang. Secara lebih terperinci terdapat beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya kesenjangan pembangunan antar wilayah sebagaimana diungkapkan Rustiadi (2001) yaitu: 1). Faktor geografis Suatu wilayah atau daerah yang sangat luas akan terjadi variasi pada keadaan fisik alam berupa topografi, iklim, curah hujan, sumberdaya mineral dan variasi spasial lainnya. Apabila faktor-faktor lainnya baik, dan ditunjang dengan kondisi geografis yang baik, maka wilayah tersebut akan berkembang dengan lebih baik. 2). Faktor historis Perkembangan masyarakat dalam suatu wilayah tergantung dari kegiatan atau budaya hidup yang telah dilakukan masa lalu. Bentuk kelembagaan atau budaya dan kehidupan perekonomian pada masa lalu merupakan penyebab yang cukup penting terutama yang terkait dengan sistem insentif terhadap kapasitas kerja. 3). Faktor politis Tidak stabilnya suhu politik sangat mempengaruhi perkembangan dan pembangunan di suatu wilayah. Instabilitas politik akan menyebabkan orang ragu untuk berusaha atau melakukan investasi sehingga kegiatan ekonomi di suatu wilayah tidak akan berkembang. Bahkan terjadi pelarian modal ke luar wilayah, untuk diinvestasikan ke wilayah yang lebih stabil. 4). Faktor kebijakan Terjadinya kesenjangan antar wilayah bisa diakibatkan oleh kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang sentralistik hampir di semua sektor, dan lebih menekan pertumbuhan dan membangun pusat-pusat pembangunan di wilayah tertentu menyebabkan kesenjangan yang luar biasa antar daerah. 16

17 5). Faktor administratif Kesenjangan wilayah dapat terjadi karena kemampuan pengelola administrasi. Wilayah yang dikelola dengan administrasi yang baik cenderung lebih maju. Wilayah yang ingin maju harus mempunyai administrator yang jujur, terpelajar, terlatih, dengan sistem administrasi yang efisien. 6). Faktor sosial Masyarakat dengan kepercayaan-kepercayaan yang primitif, kepercayaan tradisional dan nilai-nilai sosial yang cenderung konservatif dan menghambat perkembangan ekonomi. Sebaliknya masyarakat yang relatif maju umumnya memiliki institusi dan perilaku yang kondusif untuk berkembang. Perbedaan ini merupakan salah satu penyebab kesenjangan wilayah. 7). Faktor Ekonomi. Faktor ekonomi yang menyebabkan kesenjangan antar wilayah yaitu: a) Perbedaan kuantitas dan kualitas dari faktor produksi yang dimiliki seperti: lahan, infrastruktur, tenaga kerja, modal, organisasi dan perusahaan; b) Terkait akumulasi dari berbagai faktor. Salah satunya lingkaran kemiskinan, kemudian kondisi masyarakat yang tertinggal, standar hidup rendah, efisiensi rendah, konsumsi rendah, tabungan rendah, investasi rendah, dan pengangguran meningkat. Sebaliknya diwilayah yang maju, masyarakat maju, standar hidup tinggi, pendapatan semakin tinggi, tabungan semakin banyak yang pada akhirnya masyarakat semakin maju; c) Kekuatan pasar bebas telah mengakibatkan faktor-faktor ekonomi seperti tenaga kerja, modal, perusahaan dan aktifitas ekonomi seperti industri, perdagangan, perbankan, dan asuransi yang dalam ekonomi maju memberikan hasil yang lebih besar, cenderung terkosentrasi di wilayah maju; d) Terkait dengan distorsi pasar, kebijakan harga, keterbatasan spesialisasi, keterbatasan ketrampilan tenaga kerja dan sebagainya. 17

18 Pertumbuhan ekonomi tinggi yang kurang diimbangi dengan kekuatankekuatan redistribusi baik secara ekonomis maupun politis akan menimbulkan terjadinya kesenjangan. Kesenjangan ini muncul disebabkan berbagai faktor yaitu sentralisasi negara yang terlalu kuat, sedangkan kekuatan penyeimbang tidak sebanding (Nugroho, 2004). Meskipun disparitas antar wilayah merupakan hal yang wajar yang bisa ditemui, baik di negara maju maupun berkembang. Namun, ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah akan mengakibatkan suatu kondisi yang tidak stabil. Disparitas pembangunan antar wilayah telah menimbulkan banyak permasalahan sosial, ekonomi dan politik. Untuk itu, dibutuhkan pemecahan secara kebijakan terhadap permasalahan disparitas antar wilayah dan perencanaan yang mampu mewujudkan pembangunan wilayah yang berimbang. Menurut Rustiadi dan Hadi (2007), strategi pembangunan wilayah yang pernah dilaksanakan untuk mengatasi berbagai permasalahan disparitas pembangunan wilayah antara lain : 1. Secara nasional dengan membentuk Kementrian Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia (KTI); 2. Percepatan pembangunan wilayah-wilayah unggulan dan potensial berkembang tetapi relatif tertinggal dengan menetapkan kawasan-kawasan seperti (a)kawasan andalan (Kadal), (b)kawasan pembangunan ekonomi terpadu (Kapet) yang merupakan salah satu Kadal terpilih ditiap provinsi. 3. Program percepatan pembangunan vang benuansa mendorong pembangunan kawasan perdesaan dan sentra produksi pertanian seperti: (a) Kawasan sentra produksi (KSP atau Kasep); (b) Pengembangan kawasan perbatasan; (c) Pengembangan kawasan tertinggal; (d) Proyek pengembangan ekonomi lokal 4. Program progam sektoral dengan pendekatan wilayah seperti: (a) Perwilayahan komoditas unggulan; (b) Pengembangan sentra industri kecil; (c) Pengembangan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) dan lain-lain. Program-program di atas sebagian besar dilaksanakan setelah munculnya berbagai tuntutan pemerataan pembangunan, khususnya pada menjelang dan awal era reformasi. Pendekatan pada masalah terpusat dan masalah penggunaan 18

19 pendekatan pembangunan yang sama, yaitu mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi di pusat-pusat wilayah perkotaan, tidak memberikan dampak yang besar terhadap tujuan pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah-wilayah yang diidentifikasikan tertinggal. Banyak pusatpusat pertumbuhan baru berkembang dengan pesat namun wilayah hinterland-nya mengalami nasib yang sama yaitu mengalami pengurasan sumber berdaya yang berlebihan. Beberapa pengalaman empiris bahkan menunjukkan bahwa berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan baru seringkali lebih memberikan akses kepada para pelaku ekonomi di pusat pertumbuhan yang lebih besar untuk melakukan eksploitasi sumberdaya di daerah hinterland. Akibatnya proses eksploitasi wilayah belakang terus berjalan dan ketimpangan tetap terjadi. 19