BAB I PENDAHULUAN. sirkulasi dan merupakan tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. jantung beristirahat. Dua faktor yang sama-sama menentukan kekuatan denyut nadi

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari 90 mmhg (World Health Organization, 2013). Penyakit ini sering

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1)

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB I PENDAHULUAN. dan biokimia pada jaringan atau organ yang dapat mempengaruhi keadaan

BAB I PENDAHULUAN. dengan meningkatnya taraf hidup dan pelayanan kesehatan. Berdasarkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB 1 PENDAHULUAN. tanpa gejala, sehingga disebut sebagai Silent Killer (pembunuh terselubung).

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sistolic dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmhg (Baradero, Dayrit &

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Pasal 1 UU RI No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan. Lanjut Usia dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak ditemukan di Indonesia maupun di dunia. Penderita hipertensi

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai penyakit atau gangguan kesehatan salah satunya

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. dan kematian yang cukup tinggi terutama di negara-negara maju dan di daerah

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi,

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB 1 PENDAHULUAN. tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. 7%, sehingga Indonesia mulai masuk dalam kelompok negara berstruktur

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkannya. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap, maka dapat menimbulkan penyakit hipertensi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini kesehatan semakin menjadi perhatian luas diseluruh

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

FAKTOR-FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI PENGUNJUNG PUSKESMAS MANAHAN DI KOTA SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan darah adalah tenaga pada dinding pembuluh darah arteri saat

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA TERHADAP DIET HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TEKANAN DARAH PEGAWAI DI KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN. psikologis dan sosial. Hal tersebut menimbulkan keterbatasan-keterbatasan yang

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang menuju masyarakat industri. Perubahan kearah. pada gilirannya dapat memacu terjadinya perubahan pola penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam sejarah, kebanyakan penduduk dapat hidup lebih dari 60 tahun. Populasi

BAB I PENDAHULUAN. menular juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih muda. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. dimana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah normal. The Seventh

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB 1. mempengaruhi jutaan orang di dunia karena sebagai silent killer. Menurut. WHO (World Health Organization) tahun 2013 penyakit kardiovaskular

BAB 1 PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BUOL

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Indonesia saat ini juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

Stikes Muhammadiyah Gombong

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh perubahan gaya hidup dan yang lebih penting lagi. kemungkinan terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease atau penderita tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

BAB I PENDAHULUAN.

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. otak atau penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot

BAB 1 PENDAHULUAN. Sustrani, dkk (2009) dalam Putra (2014) mengatakan hipertensi sering

BAB I PENDAHULUAN. Depkes (2008), jumlah penderita stroke pada usia tahun berada di

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan terdapat 7,5 juta kematian atau sekitar 12,8% dari seluruh total

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia mengalami transisi

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekanan darah merupakan sebuah faktor yang sangat penting dalam sirkulasi dan merupakan tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung memompakan darah ke seluruh tubuh yang diukur dalam satuan millimeter mercury (mmhg) (Beevers, 2002). Menurut Gunawan (2001) tekanan darah merupakan kekuatan yang diperlukan agar darah dapat mengalir didalam pembuluh darah yang beredar mencapai semua jaringan tubuh manusia yang terdiri dari 2 tekanan, yaitu sistolik yang merupakan tekanan darah pada saat jantung menguncup dan diastolik yang merupakan tekanan darah pada saat jantung mengendor kembali. Tekanan darah manusia senantiasa dapat berubah sesuai dengan detak jantungnya yang terbagi atas 3 golongan, yaitu tekanan darah rendah (hipotensi), tekanan darah normal (normotensi) dan tekanan darah tinggi (hipertensi). Definisi hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan sistolik lebih dari 140 mmhg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmhg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Hipertensi seringkali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya terlebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Sustrani, 2006), sehingga menjadi masalah kesehatan yang banyak 1

2 dijumpai dikalangan masyarakat dan menjadi masalah besar dalam bidang kesehatan diseluruh dunia karena merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskuler yang menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas (Seow, 2015). Menurut World Health Organization (WHO) prevalensi hipertensi di dunia tahun 2013 pada penduduk umur 18 tahun mencapai 1 miliar orang, angka tertinggi terdapat di Afrika (46%) sedangkan prevalensi terendah di Amerika (35%). Para peneliti memperkirakan bahwa hipertensi hampir 9,4 juta kematian akibat penyakit kardiovaskuler setiap tahunnya. Secara umum angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler tercatat sekitar 17 juta tiap tahun, hampir sepertiga dari totalnya, dimana dari jumlah tersebut sebanyak 9,4 juta kematian tiap tahun akibat komplikasi dari hipertensi. Sekitar 40% pria dan wanita dewasa mengalami hipertensi yang bertanggung jawab setidaknya 45% kematian karena penyakit jantung dan 51% kematian akibat stroke (WHO, 2013). Di Amerika diketahui prevalensi hipertensi pada usia 60 tahun adalah 65%, kesadaran penduduk akan hipertensi sebesar 86,1%, pengobatan untuk hipertensi 82,2%, dan hipertensi terkontrol 50,5%, American Heart Association (AHA) memprediksikan angka tersebut pada tahun 2030 akan mengalami peningkatan sebesar 8,4% (AHA, 2015). Peningkatan kasus hipertensi terutama di negara berkembang diperkirakan sekitar 80% pada tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan menjadi 1,15 miliar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi dan pertumbuhan penduduk saat ini. Di Indonesia

3 banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol, yaitu jika pada seseorang yang mengalami hipertensi melakukan pemeriksaan tekanan darah secara berkala dan dapat mencapai tekanan darah sistolik kurang sama dengan 140 mmhg dan diastolik kurang sama dengan 90 mmhg (AMA, 2013). Prevalensi 6-15% pada orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari faktor risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial (Armilawaty, 2007 dalam Mannan, 2013). Berdasarkan hasil Riskesdas (2013) prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan terdiagnosis oleh tenaga kesehatan tercatat sebesar 9,4%, angka tertinggi di Sulawesi Utara (15,0%), terendah di Papua (3,2%), dan di Sumatera Barat tercatat cukup tinggi yaitu 9,5% (Pusdatin, 2014). Tingginya angka hipertensi dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko. Faktor tersebut dapat dibagi menjadi 2 yaitu faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor). Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti keturunan, jenis kelamin, ras dan usia. Sedangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor) yaitu obesitas, kurang olah raga atau aktivitas, merokok, minum kopi, sensitivitas natrium, kadar kalium rendah, alkoholisme, stress, pekerjaan, pendidikan dan pola makan (Suhadak, 2010 dalam Andria, 2013). Black dan Hawks (2005) menyatakan bahwa semua jenis hipertensi dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor-faktor ini dapat diklasifikasikan menjadi faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang

4 dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi terdiri dari riwayat keluarga, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi terdiri dari stres, obesitas, nutrisi, konsumsi zat berbahaya, aktivitas fisik, dan adanya riwayat diabetes mellitus. Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang terutama bidang kesehatan menyebabkan terjadinya peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) penduduk termasuk Indonesia. Namun, dibalik keberhasilan peningkatan UHH tersebut juga menjadi ancaman bagi bidang kesehatan kedepannya yang akan semakin bergeser kearah tingginya penyakit degeneratif pada kelompok lansia (Infodatin Lanjut Usia, 2014). Menurut Nugroho (2008) lansia atau menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup, sedangkan World Health Organization (WHO, 2002) membagi lansia menjadi empat kategori, yaitu : usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lansia (elderly) 60-74 tahun, lansia tua (old) 75-90 tahun, lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Tekanan darah pada usia lanjut (lansia) akan cenderung tinggi sehingga lansia lebih besar berisiko terkena hipertensi (tekanan darah tinggi). Bertambahnya umur mengakibatkan tekanan darah meningkat, karena dinding arteri pada usia lanjut (lansia) akan mengalami penebalan yang mengakibatkan

5 penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku (Anggraini dkk, 2009). Usia yang merupakan faktor pencetus hipertensi telah dibuktikan oleh Jolly (2015) yang menemukan faktor usia menjadi faktor hipertensi pada seseorang, dalam penelitiannya 50% dari peserta berusia 55-64 tahun dan hampir 70% dari mereka yang berusia 65 tahun memiliki hipertensi. Pendapat yang sama juga ditemukan dari hasil penelitian Nabila (2014) pada responden berusia 25 - >75 tahun menemukan kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok usia 55-64 tahun yaitu sebanyak 28,6% pada masyarakat rural dan sebanyak 29,7% pada masyarakat urban kabupaten Bogor. Hipertensi juga dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin. Perempuan mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi (Casey dan Benson, 2012). Mbah (2013) dalam penelitiannya mendapatkan prevalensi hipertensi antara perempuan dan laki-laki yaitu 20,0% dan 12,5%. Didukung juga oleh penelitian Irza (2009) yang melakukan penelitian pada masyarakat Nagari Bungo Tanjung Sumbar menemukan angka hipertensi lebih tinggi pada jenis kelamin perempuan daripada laki-laki dengan perbandingan 66,67% : 33,33%. Faktor genetik mempunyai peran dalam terjadinya hipertensi. Dibuktikan oleh Abed dan Haddaf (2013) yang menemukan hubungan signifikan antara riwayat keluarga dengan hipertensi yaitu sebesar 85,8% : 71,7% pada kelompok kasus dan kelompok kontrol masing-masingnya. Siringoringo (2013) juga menemukan hal yang sama yaitu 84% hipertensi terjadi pada kelompok yang

6 memiliki riwayat keluarga dan 53,49% pada kelompok yang tidak memiliki riwayat keluarga. Obesitas dapat meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen dalam tubuh sehingga jantung harus bekerja lebih keras (Price & Wilson, 2006). Abed dan Haddaf (2013) mendapatkan 67,5% hipertensi pada kelompok kasus dengan obesitas dan 29,2% pada kelompok kontrol. Fitrina (2014) menemukan bahwa sebesar 72,1% hipertensi terjadi pada orang dengan obesitas dan hanya 37,0% pada orang tidak obesitas di wilayah kerja puskesmas Kebun Sikolos, Kecamatan Padang Panjang Barat. Stress dapat mengeluarkan hormon adrenalin dan kortisol yang mengakibatkan jantung berdenyut lebih kencang dan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah yang pada akhirnya akan mengakibatkan kenaikan tekanan darah (AHA, 2014). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Deaver, et al (2015) pada 50 orang masyarakat Rural dan 50 orang masyarakat Urban didapatkan faktor stress memicu hipertensi sebesar masing-masing 80,53% dan 79,07%. Andria (2013) dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar lansia yang hipertensi termasuk dalam kriteria kurang kebal terhadap stres yaitu sebesar 42 lansia dan sebagian kecil responden masuk dalam kriteria kebal terhadap stres yaitu sebesar 16 lansia. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi hipertensi karena berhubungan dengan pengetahuan seseorang mengenai penyakit disekitarnya. Berdasarkan hasil penelitian Seow (2015) menemukan hubungan signifikan antara pendidikan dengan hipertensi, yaitu dari 2488 responden ditemukan sebanyak 85,3%

7 hipertensi pada responden yang tidak bersekolah. Anggara dan Prayitno (2013) di Cikarang Barat menemukan sebesar 45,2% hipertensi terjadi pada orang berpendidikan rendah dan 20,5% pada yang berpendidikan tinggi. Aktivitas fisik orang yang tidak bekerja lebih sedikit daripada orang yang bekerja sehingga juga dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dalam penelitiannya, yaitu sebesar 37,88% hipertensi dialami oleh orang yang tidak bekerja dan 31,58% pada orang yang bekerja (Yulia, 2011). Didukung juga oleh hasil penelitian dari Anggara dan Prayitno (2013) bahwa hipertensi lebih besar pada orang yang tidak bekerja (62,5%) daripada orang yang bekerja (15,7%) Seseorang dengan aktivitas fisik yang kurang memiliki kecenderungan 30-50% terkena hipertensi daripada mereka yang aktif (Kelley, 2001). Pada penelitian Abed dan Haddaf (2013) menemukan hipertensi pada kelompok kasus dan kelompok kontrol masing-masing sebesar 76,7% dan 15,9% dengan aktivitas fisiknya yang rendah. Fitrina (2014) juga menemukan mayoritas hipertensi diderita oleh kelompok yang kurang beraktivitas daripada kelompok yang beraktivitas cukup yaitu sebesar 64,7% dan 39,1%. Rokok mengandung nikotin yang dapat meningkatkan denyut jantung, tekanan darah sistolik dan diastolik (Winniford, 1990). Dalam penelitiannya, Deaver (2015) menyimpulkan bahwa merokok ikut mempengaruhi terjadinya hipertensi baik di pedesaan maupun perkotaan yaitu sebanyak 75,9% : 84,76%. Sedangkan Talumewo (2014) menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa orang yang mempunyai kebiasaan merokok berisiko 4,362 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai kebiasaan merokok.

8 Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, angka kejadian hipertensi menempati urutan ke 6 dari semua jenis penyakit utama yang diderita penduduknya yaitu sebanyak 18.598 jiwa setelah penyakit ISPA, penyakit kulit infeksi, diare, gastritik dan rheumatik (Bapedalda Sumbar, 2014). Di Sumatera Barat jumlah penduduk tersebar dalam 12 Kabupaten dan 7 Kota. Data hasil Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, salah satu kabupaten yang memiliki jumlah penduduk yang cukup padat dan terus mengalami peningkatan tiap tahun adalah Kabupaten Dharmasraya yaitu sebanyak 191.422 jiwa, dan pada tahun 2013 menjadi 204.848 jiwa yang terdiri dari 105.870 jiwa laki-laki dan 98.978 jiwa perempuan dengan 47.873 kk. Jumlah kepadatan 69 penduduk per Km² yang tersebar di 11 kecamatan, jumlah penduduk dengan usia produktif berjumlah 127.792 jiwa, lansia 15.963 jiwa dan lansia yang beresiko berjumlah 10.897 jiwa. Terlihat bahwa sebagian penduduknya adalah kelompok lansia (Riskesdas Sumbar, 2013). Pada tahun 2014 masih terjadi peningkatan menjadi 216.928 jiwa dimana Kabupaten Dharmasraya menempati urutan ke-2 kabupaten/kota yang memiliki pertumbuhan penduduk tertinggi di Sumatera Barat (Bapedalda Sumbar, 2014). Berdasarkan data Riskesdas (2007) melalui pengukuran tekanan darah, angka kejadian hipertensi di Dharmasraya nemempati urutan ke-5 tertinggi yaitu sebesar 36,9% setelah Sawahlunto (43,2%), Tanah Datar (40,8%), Payakumbuh (39,2%) dan Solok Selatan (37,6%). Walaupun angka rata-rata prevalensi hipertensi di Sumatera Barat sebesar 31.2%, tidak berbeda jauh dengan rata-rata Indonesia 31.7%, namun kabupaten/kota tersebut memiliki angka prevalensi

9 diatas angka nasional (Riskesdas Sumbar, 2007). Pada data Riskesdas Sumbar (2013) hipertensi di Dharmasraya masih menempati angka diatas rata-rata prevalensi hipertensi di Sumatera Barat yaitu 23% sedangkan Sumatera Barat sebesar 22,6%. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat karena angka usia harapan hidup masyarakatnya yang semakin meningkat tiap tahun, pada tahun 2011 angka UHH sebesar 66,25 tahun, sedangkan pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 66,50 tahun, dan 66,55 tahun pada tahun 2013 (Bappeda Dharmasraya, 2015). Sedangkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015, dari 10 penyakit terbanyak, hipertensi menempati urutan ke-2 dengan jumlah 8.056 kasus setelah penyakit ISPA. Angka tertinggi ditemukan di Puskesmas Sitiung II Kecamatan Koto Salak dengan angka kejadian sebanyak 1.329 kasus. Sedangkan pada data laporan tahunan Puskesmas Sitiung II tiga tahun terakhir ini dari 10 penyakit terbanyak pada usila, hipertensi selalu menempati urutan pertama. Pada tahun 2014 hipertensi pernah tercatat sebagai penyakit penyebab kematian tertinggi pada lansia yaitu sebanyak 19 orang. Status gizi merupakan salah satu risiko hipertensi, dimana berdasarkan perbandingan IMT usila didapatkan bahwa sebanyak 336 orang dengan IMT lebih pada tahun 2014 dan 927 orang pada tahun 2015, dan angka tertinggi terdapat pada Nagari Padukuan yaitu sebanyak 106 orang pada tahun 2014 dan 261 orang pada tahun 2015. (Laporan Puskesmas Sitiung II Kecamatan Koto Salak Kabupaten Dharmasraya, 2016).

10 Pada studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada 8 orang lansia yang berkunjung ke puskesmas Sitiung II yang memiliki pendidikan terakhir tamatan SD (Sekolah Dasar), terdiri dari 5 orang lansia berjenis kelamin perempuan dan 3 orang lansia berjenis kelamin laki-laki dengan rentang usia 61-68 tahun. Ketiga lansia berjenis kelamin laki-laki memiliki kebiasaan merokok sedangkan lansia perempuan tidak merokok. Dari 8 orang lansia tersebut tercatat 5 orang lansia memiliki tekanan darah 140/90 mmhg dan 3 orang lainnya memiliki tekanan darah 130/90 mmhg, sebanyak 3 orang lansia memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta (membuka warung) dan berkebun karet sedangkan 5 orang lansia lainnya sudah tidak bekerja lagi. Lansia yang memiliki riwayat hipertensi dalam keluarganya sebanyak 5 orang lansia sedangkan 3 orang lainnya tidak memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga. Dari 8 orang lansia terdapat sebanyak 6 lansia memiliki tingkat aktivitas fisik rendah dan 2 orang lainnya dengan tingkat aktivitas fisik sedang, sedangkan lansia yang memiliki BMI >25 tercatat sebanyak 5 lansia dan 3 lansia lainnya memiliki BMI 25. Secara keseluruhan lansia mengalami kesulitan dalam bersantai ataupun beristirahat, terlebih istirahat pada malam hari yang sering terbangun ditengah malam dan sulit untuk tidur kembali, sebanyak 4 orang lansia mengalami tingkat stres normal dan 4 orang lainnya dengan tingkat stres sedang. Dari uraian latar belakang tersebut, terlihat bahwa lansia memiliki kerentanan terbesar terkena hipertensi dengan berbagai fakror-faktor risiko yang dapat mempengaruhinya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan

11 penelitian di Nagari Padukuan wilayah kerja Puskesmas Sitiung II Kabupaten Dharmasraya tersebut. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang diteliti adalah faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada lansia di Nagari Padukuan wilayah kerja Puskesmas Sitiung II Kabupaten Dharmasraya tahun 2016? C. Tujuan Penelitian 1) Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada lansia di Nagari Padukuan wilayah kerja Puskesmas Sitiung II Kabupaten Dharmasraya tahun 2016. 2) Tujuan Khusus a) Mengetahui distribusi frekuensi tekanan darah responden b) Mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik responden (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan) c) Mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan riwayat hipertensi dalam keluarga d) Mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan status gizi e) Mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan aktivitas fisik f) Mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat stres

12 g) Mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan kebiasaan merokok h) Mengetahui hubungan antara karakteristik responden (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan) dengan kejadian hipertensi pada lansia i) Mengetahui hubungan faktor keturunan dengan kejadian hipertensi pada lansia j) Mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian hipertensi pada lansia k) Mengetahui hubungan faktor aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada lansia l) Mengetahui hubungan tingkat stres dengan kejadian hipertensi pada lansia m) Mengetahui hubungan faktor kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada lansia n) Mengetahui hubungan faktor risiko yang paling dominan berhubungan terjadinya hipertensi pada lansia di Nagari Padukuan wilayah kerja Puskesmas Sitiung II Kabupaten Dharmasraya tahun 2016 D. Manfaat Penelitian 1) Bagi Masyarakat Dapat menjadi literatur bagi pembaca untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada lansia.

13 2) Bagi Profesi Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam memberikan asuhan keperawatan dan pendidikan kesehatan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi dalam upaya mengurangi prevalensi angka kesakitan karena penyakit degeneratif. 3) Bagi Penelitian Diharapkan dapat memberikan informasi baru tentang faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian hipertensi sehingga dapat menjadi referensi untuk penelitian-penelitian pengembangan berikutnya. 4) Bagi Institusi Pendidikan Menjadi tambahan literatur tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi di Perpustakaan Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa sebagai bacaan untuk penelitian selanjutnya.