BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

Nova Faradilla, S. Ked

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

II. TINJAUAN PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. GFR < 60 ml/menit/1,73 m 2 selama 3 bulan dengan atau tanpa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PengertianDrug Related Problems Drug Related Problems (DRPs) adalah kejadian yang tidak diinginkan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati **

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Singapura dan 9,1% di Thailand (Susalit, 2009). Di Indonesia sendiri belum ada

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

penyakit yang merusak massa nefron ginjal.

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. serta terjadinya kerusakan ginjal dan penurunan fungsi ginjal dengan Glomerular

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) dan hanya menggantikan

BAB 2. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Proses Peritoneal dialisis dan CAPD. Dahlia Lara Sikumalay Putri Ramadhani Tria Wulandari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gagal Ginjal Kronis. 1. Apa itu Gagal Ginjal Kronis?

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana S-1. Disusun oleh : ELYOS MEGA PUTRA J FAKULTAS KEDOKTERAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada pemeriksaan berulang (PERKI, 2015). Hipertensi. menjadi berkurang (Karyadi, 2002).

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat

BY : Cang Cool gitu loh. Bismillah hirrahmanirrahim Ass. Wr. Wb

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta Unit Gamping. Data dikumpulkan pada bulan

BAB I PENDAHULUAN. (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoitein menimbulkan keadaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal

Terapi Pengganti Ginjal. Ledy Martha Aridiana, S.Kep. Ns. M.Kes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB I PENDAHULUAN. atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai

BAB II LANDASAN TEORI. (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer dan Bare,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara nyata maupun potensial berpengaruh pada out come yang diinginkan pada

PENDAHULUAN. Dalam penatalaksanaan sindrom gagal ginjal kronik (GGK) beberapa aspek yang harus diidentifikasi sebagai berikut:

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

GAGAL GINJAL KRONIK I. DEFINISI

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

kematian sebesar atau 2,99% dari total kematian di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008). Data prevalensi di atas menunjukkan bahwa PGK

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Gagal Ginjal Kronik a. Definisi Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, dimana ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dengan nilai GFR 25%-10% dari nilai normal (Price, 2005). The Kidney Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) mendifinisikan penyakit gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal atau laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/min/1.73 m 2 selama 3 bulan atau lebih. Apapun etiologi yang mendasari, penghancuran massa ginjal dengan skeloris yang ireversibel dan hilangnya nefron menyebabkan penurunan LFG secara progresif (Verrelli, 2006). Selanjutnya, gagal ginjal adalah tahap akhir dari penyakit ginjal kronik yang ditandai dengan kerusakan ginjal secara permanen dan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, dengan GFR < 15 ml/min/1,73 m 2 yang memerlukan renal replacement therapy (RRT) berupa hemodialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2006). 6

7 b. Etiologi Beberapa penyakit yang secara permanen merusak nefron dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik. Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu Negara dengan Negara lainnya. Penyebab utama penyakit gagal ginjal paling banyak adalah Diabetes Mellitus, diikuti dengan hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar serta penyebab lainnya (Farida, 2010). c. Gejala klinis Penyakit ginjal kronik (berdasarkan Suwitra, 2006) 1) Pada LFG sebesar 60%, pasien belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. 2) LFG sebesar 30%, pasien mulai menunjukkan keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan berat badan turun. 3) LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual muntah, dan lain sebagainya. Pada nilai LFG ini pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, napas maupun cerna. 4) LFG di bawah 15%, akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius sehingga pasien harus melakukan terapi pengganti ginjal antara lain dialisis atau transplatasi ginjal (Suwitra, 2006)

8 d. Klasifikasi gagal ginjal kronis Penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockroft-Gault sebagai berikut : LFG (ml/menit/1,73 m2) = (140-umur) X berat badan *) 72 X kreatinin plasma (mg/dl) *) pada perempuan dikalikan 0,85 Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis atas dasar derajat penyakit. Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m 2 ) 1 kerusakan ginjal dengan LFG normal atau 90 2 kerusakan ginjal dengan LFG ringan atau 60-89 3 kerusakan ginjal dengan LFG sedang atau 30-59 4 kerusakan ginjal dengan LFG berat atau 15-29 5 gagal ginjal < 15 atau dialysis Sumber : Buku ajar IPD jilid II edisi V, 2010

9 Tabel 3. Klasifikasi Penyakit Ginjal kronis atas dasar diagnosis etiologi Penyakit Tipe mayor (contoh) Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2 Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia) Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati) Penyakit tubulointersitial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat) Penyakit kistik (ginjal polikistik) Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik keracunan obat (siklosporin/takrolimus) Penyakit recurrent (glomerular) Transplant glomerulopathy Sumber : Buku ajar IPD jilid II edisi V, 2010 e. Patofisiologi Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan

10 kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantai oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibriosis glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti, infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan

11 komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplatasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Suwitra, 2006). f. Komplikasi Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare (2001) yaitu : 1) Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diet berlebihan. 2) Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat. 3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-angiostensin-aldosteron 4) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis. 5) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan peningkatan kadar alumunium. 2. Kreatinin a. Definisi Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir

12 konstan dan diekskresikan dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan dalam plasma. Kenaikan serum kreatinin 1-2 mg/dl dari normal menandakan penurunan LFG ± 50% (Guyton & Hall, 2008). LFG adalah kecepatan pembentukan ultrafiltrat oleh glomerulus. Dalam keadaan normal, LFG sekitar 80-120 ml/menit/1,73 m 2. LFG antara 30-80 ml/menit/1,73 m 2 menggambarkan adanya gangguan fungsi ginjal dan bila kurang dari 30 ml/menit/1,73 m 2 menandakan adanya gagal ginjal (Nankivell, 2001). Pada laki-laki dewasa, tingkat konsentrasi serum keratinin normal adalah 0,8 sampai 1,3 mg/dl, sedangkan pada wanita dewasa nilai konsentrasi serum kreatinin adalah 0,6 sampai 1,0 mg/dl (Rennke, 2007). b. Metabolisme Kreatinin dalam urin berasal dari filtrasi glomerulus dan sekresi oleh tubulus proksimal ginjal. Kreatinin yang diekskresi dalam urin terutama berasal dari metabolisme kreatinin dalam otot sehingga jumlah kreatinin dalam urin mencerminkan massa otot tubuh (Levey, 2003; Remer et al. 2002; Henry, 2001). Kreatin terutama ditemukan di jaringan otot (sampai dengan 94%). Kreatin dari otot diambil dari darah karena otot sendiri tidak mampu mensintesis kreatin. Kreatin darah berasal dari makanan dan biosintesis yang melibatkan berbagai organ terutama hati. Proses awal biosintesis kreatin berlangsung di ginjal yang melibatkan asam amino arginin dan glisin. Menurut salah satu penelitian in vitro, kreatin secara hampir konstan akan diubah menjadi kreatinin dalam jumlah 1,1% per hari.

13 Kreatinin yang terbentuk ini kemudian akan berdifusi keluar sel otot untuk kemudian diekskresi dalam urin. Pembentukan kreatinin dari kreatin berlangsung secara konstan dan tidak ada mekanisme reuptake oleh tubuh, sehingga sebagian besar kreatinin yang terbentuk dari otot diekskresi lewat ginjal sehingga ekskresi kreatinin dapat digunakan untuk menggambarkan filtrasi glomerulus walaupun tidak 100% sama dengan ekskresi inulin yang merupakan baku emas pemeriksaan laju filtrasi glomerulus. Meskipun demikian, sebagian (16%) dari kreatinin yang terbentuk dalam otot akan mengalami degradasi dan diubah kembali menjadi kreatin. Sebagian kreatinin juga dibuang lewat jalur intestinal dan mengalami degradasi lebih lanjut oleh kreatininase bakteri usus. Kreatininase bakteri akan mengubah kreatinin menjadi kreatin yang kemudian akan masuk kembali ke darah (enteric cycling). Produk degradasi kreatinin lainnya ialah 1-metilhidantoin, sarkosin, urea, metilamin, glioksilat, glikolat, dan metilguanidin (Wyss, 2000). Metabolisme kreatinin dalam tubuh ini menyebabkan ekskresi kreatinin tidak benar-benar konstan dan mencerminkan filtrasi glomerulus, walaupun pada orang sehat tanpa gangguan fungsi ginjal, besarnya degradasi dan ekskresi ekstrarenal kreatinin ini minimal dan dapat diabaikan (Wyss, 2000).

14 Intake Protein Diserap Usus Sintesis Kreatin oleh Hepar Diserap oleh Otot Serum Kreatinin Metabolisme Otot menghasilkan Kreatinin Kreatinin berdifusi keluar dari sel Otot menuju darah 16% Kreatinin didegradasi untuk membentuk kreatin Laju Filtrasi Glomerulus Sebagian besar Kreatinin diekskresikan melalui ginjal Kreatinin Urin Sebagian lainnya diekskresikan kedalam usus Didegradasi oleh enzim kreatinisasi bakteri usus menjadi kreatin Kreatin diserap kembali kedalam darah Gambar 1. Metabolisme kreatinin dalam tubuh (Modifikasi Wyss, 2000) c. Faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah (berdasarkan Sukandar, 1997) diantaranya adalah : 1) Perubahan massa otot. 2) Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam setelah makan.

15 3) Aktifitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin darah. 4) Obat obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin dan co-trimexazole dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga meninggikan kadar kreatinin darah. 5) Kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal. 6) Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi daripada orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada wanita. 3. Hemodialisa a. Definisi Dialisis didefinisikan sebagai difusi molekul dalam larutan seluruh semipermeabel membran sepanjang gradien konsentrasi elektrokimia (Depnar, 2013). Tujuan utama dari hemodialisis adalah untuk memulihkan lingkungan cairan intraseluler dan ekstraseluler yang merupakan karakteristik dari fungsi ginjal yang normal (Himmelfarb & Ikizler, 2010). Hemodialisa merupakan suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme berupa larutan (ureum, kreatinin) dan air yang berada dalam pembuluh darah melalui membran semipermeabel atau yang disebut dengan Dialyzer (Thomas, 2003). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005) Hemodialisa adalah proses dimana terjadi difusi partikel terlarut (solut) dan air secara pasif melalui satu kompartemen cair yaitu darah

16 menuju kompartemen cair lainnya yaitu cairan dialisat melewati membran semipermeabel dalam dialyzer. b. Indikasi Menurut Brian J.G Pereira (2005) bahwa cuci darah dapat dilakukan sementara waktu apabila kerusakan fungsi ginjal bersifat sementara, biasanya sering terjadi pada kasus gagal ginjal akut. Tetapi, pada kasus gagal ginjal kronik dimana kerusakan fungsi ginjal bersifat permanen, maka cuci darah dilakukan seumur hidup pasiennya. Tidak ada klasifikasi seragam pada tahap penyakit gagal ginjal kronik. Secara umum indikasi dilakukan Hemodialisa pada gagal ginjal kronik (berdasarkan Farida, 2010) adalah: 1) LFG kurang dari 15 ml/menit 2) Hiperkalemia 3) Asidosis 4) Kegagalan terapi konservatif 5) Kadar ureum lebih dari 200 mg/dl dan kreatinin lebih dari 6 meq/l 6) Kelebihan cairan 7) Anuria berkepanjangan lebih dari 5 hari. c. Adekuasi hemodialisa Adekuasi hemodialisa merupakan kecukupan dosis hemodialisa yang direkomendasikan untuk mendapatkan hasil yang adekuat pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa (NKF-K/DOQI, 2000).

17 Untuk mencapai adekuasi hemodialisa, (berdasarkan Septiwi, 2010) maka besarnya dosis yang diberikan harus memperhatikan hal-hal berikut: 1) Time of Dialysis Adalah lama waktu pelaksanaan hemodialisa yang idealnya 10-12 jam per minggu. Bila hemodialisa dilakukan 2 kali/minggu maka lama waktu tiap kali hemodialisa adalah 5-6 jam, sedangkan bila dilakukan 3 kali/minggu maka waktu tiap kali hemodialisa adalah 4-5 jam. 2) Interdialytic Time Adalah waktu interval atau frekuensi pelaksanaan hemodialisa yang berkisar antara 2 kali/minggu atau 3 kali/minggu. Idealnya hemodialisa dilakukan 3 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam setiap sesi, akan tetapi di Indonesia dilakukan 2 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam. 3) Quick of Blood (Blood flow) Adalah besarnya aliran darah yang dialirkan ke dalam dialiser yang besarnya antara 200-600 ml/menit dengan cara mengaturnya pada mesin dialisis. Pengaturan Qb 200 ml/menit akan memperoleh bersihan ureum 150 ml/menit, dan peningkatan Qb sampai 400 ml/menit akan meningkatkan bersihan ureum 200 ml/menit. Kecepatan aliran darah (Qb) rata-rata adalah 4 kali berat badan pasien, ditingkatkan secara bertahap selama hemodialisis dan dimonitor setiap jam.

18 d. Proses hemodialisa Sebelum Hemodialisa dilakukan pengkajian pradialisi, dilanjutkan dengan menghubungkan pasien dengan mesin Hemodialisa dengan memasang blood line dan jarum ke akses vaskuler pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dialiser dan akses masuk darah ke dalam tubuh (Farida, 2010). Arteri Venous (AV) Fistula adalah akses vaskuler yang direkomendasikan karena cenderung lebih aman dan juga nyaman bagi pasien (Thomas, 2003) Setelah Blood line dan akses vaskuler terpasang, proses Hemodialisa dimulai. Saat dialisis darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam dialiser (Farida, 2010). Darah mulai mengalir dibantu pompa darah. Infus heparin diletakkan sebelum atau sesudah pompa tergantung peralatan yang digunakan (Hudak & Gallo, 1999). Darah mengalir dari tubuh melalui akses arterial menuju ke dialiser sehingga terjadi pertukaran darah dan zat sisa. Setelah terjadi proses dialisis, darah yang telah bersih ini masuk ke pembuluh balik, selanjutnya beredar di dalam tubuh. Proses dialisis (pemurnian) darah terjadi dalam dialiser (Daurgirdas et al., 2007). Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute (bahan terlarut) suatu larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini dengan larutan lain (kompartemen dialisat) melalui membran semipermeabel (dialiser). Perpindahan solute melewati membran disebut sebagai osmosis. Perpindahan ini terjadi melalui mekanisme difusi dan utrafiltrasi. Difusi adalah perpindahan solute terjadi

19 akibat gerakan molekulnya secara acak, utrafiltrasi adalah perpindahan molekul terjadi secara konveksi, artinya solute berukuran kecil yang larut dalam air ikut berpindah secara bebas bersama molekul air melewati porus membran. Perpindahan ini disebabkan oleh mekanisme hidrostatik, akibat perbedaan tekanan air (transmembrane pressure) atau mekanisme osmotik akibat perbedaan konsentrasi larutan (Daurgirdas et al., 2007). Gambar 2. Skema mekanisme kerja hemodialisa (Bieber dan Himmelfarb, 2013) e. Komplikasi Hemodialisa 1) Komplikasi akut Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot, mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit

20 punggung, gatal, demam, dan menggigil (Daurgirdas et al.,2007; Bieber dan Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi saat HD atau HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et al.,2007). 2) Komplikasi kronik Adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan hemodialisis kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi adalah: Penyakit jantung, Malnutrisi, Hipertensi / volume excess, Anemia, Renal osteodystrophy, Neurophaty, Disfungsi reproduksi, Komplikasi pada akses gangguan perdarahan, Infeksi, Amiloidosis, Acquired cystic kidney disease (Bieber dan Himmelfarb, 2013).

21 B. Kerangka Konsep Gagal ginjal kronik Kelainan Kardiova skular Kelainan Massa Otot Kenaikan jumlah kreatinin Kelainan Endokrin Kelainan Hemapoeisis Hemodialisa Dengan Penyakit Penyerta Tanpa Penyakit Penyerta - Malnutrisi - Kanker - Perdarahan - dll Keterangan: : yang diteliti : yang : tidak diteliti C. Hipotesis Terdapat perbedaan kadar kreatinin darah antara Hemodialisa 2 x per minggu dengan 3 x per minggu pada pasien gagal ginjal kronik.