BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lampiran 1. Daftar taman nasional yang memiliki perencanaan zonasi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

5. EVALUASI EFEKTIVITAS PENGELOLAAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

I. PENDAHULUAN. Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kekayaaan sumber daya dan keanekaragaman hayati berupa jenis-jenis satwa maupun

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. I. PENDAHULUAN A.

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

4. KARAKTERISTIK KAWASAN KONSERVASI

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

I. PENDAHULUAN. perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan yang lestari.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Dunia pariwisata sejak era 1990 dan seterusnya ditandai dengan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESS RELEASE RAPAT KONSULTASI PUBLIK RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG (RPJP) TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

RENCANA STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

Transkripsi:

1 BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan tanan buru. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. (UU Nomor 5 tahun 1990, UU Nomor 41 tahun 1999). Taman nasional merupakan salah satu bentuk dari kawasan pelestarian alam selain Taman hutan raya dan taman wisata alam (PP Nomor 28 tahun 2011). Jumlah taman nasional di Indonesia saat ini yaitu 51 Taman Nasional baik di daratan maupun di perairan. Menurut UU Nomor 5 tahun 1990, taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Dari tujuan tersebut, sangat dimungkinkan untuk mendorong pariwisata sebagai bagian dari upaya konservasi taman nasional. Pariwisata berbasiskan kelestarian ekologi dan sosial (ekowisata) saat ini semakin luas dikenal sebagai salah satu daya tarik ekonomi yang menguntungkan dan terus dipromosikan secara gencar dalam upaya konservasi hutan hujan tropika. Banyak daerah yang memiliki kondisi alam yang asli dan budaya lokal yang sangat potensial untuk kegiatan wisata telah rusak oleh karena ketidaktahuan dalam pemanfaatan, perencanaan dan pengelolaannya (Dit PP, 2007). Pada tahun 2014, pariwisata alam menyumbangkan pendapatan negara sebesar Rp.68.777.475.354,- dari sektor pajak. Jumlah ini jauh meningkat dibandingkan tahun 2008 dimana penerimaan pajak dari pariwisata alam sebesar Rp.5.948.142.157,-. Penerimaan tersebut diharapkan dapat meningkat lagi dimasa

2 yang akan datang agar masnfaat ekonomi kawasan konservasi dapat lebih terlihat dan dirasakan oleh masyarakat (Dit KSDAE, 2015). Menurut Choy (1997) dalam Fandeli dan Nurdin (2005), ekowisata merupakan bentuk kegiatan wisata yang meletakan lingkungan sebagai objek utamanya dengan tetap dapat memberi manfaat baik secara ekologi, sosial maupun ekonomi kepada masyarakat lokal sehingga sumber daya alam yang ada dapat dimanfaatkan secara lestari. Berkembangnya ekowisata harus dapat memenuhi lima aspek berikut: (1) keaslian lingkungan alam dan budaya (2) keberadaan dan dukungan masyarakat lokal (3) pendidikan dan pengalaman (4) keberlanjutan dan (5) kemampuan manajemen dalam pengelolaan ekowisata. Ekowisata tidak hanya diyakini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara regional maupun lokal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, namun juga kelestarian sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati sebagai obyek dan daya tarik wisata. Ekowisata mengutamakan upaya konservasi sumberdaya alam, pengembangan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan secara baik, benar, bertanggung jawab serta berkelanjutan. Pengembangan ekowisata harus menggunakan kaidah-kaidah keberlanjutan yang dapat menciptakan peluang peningkatan ekonomi bagi masyarakat lokal dan memberikan perlindungan kawasan konservasi dan lindung, membuka ruang untuk memberikan penghormatan hak atas sumberdaya alam, baik bersifat perorangan maupun kelompok demi terciptanya keuntungan dan kesetaraan kepentingan sosial, ekonomi dan lingkungan. Taman Nasional Kutai (TNK) merupakan salah satu taman nasional yang ada di Indonesia. Taman nasional ini terletak di pesisir Kalimantan Timur dengan luas 198.629 ha berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.325/Menhut- II/1995 tanggal 29 Juni 1995. Kawasan ini memiliki potensi ekowisata yang masih cukup besar, namun sampai saat ini hanya beberapa lokasi yang sudah dikembangkan. Salah satu objek wisata alam tersebut yaitu Sangkima dengan potensi hutan hujan tropis dataran rendah. Selain itu terdapat juga objek wisata alam lain di TNK yaitu Prevab yang merupakan habitat alami orangutan.

3 Sangkima menjadi favorit di Taman Nasional Kutai karena letaknya yang cukup strategis. Kawasan ini terletak di jalan poros Bontang Sangatta KM 37. Berdasarkan zonasi yang ada di Taman Nasional Kutai, Sangkima berada di zona pemanfaatan (BTNK, 2013). Hal ini didasarkan pada Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.56/Menhut-II/2006 tanggal 29 Agustus 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional disebutkan bahwa zona pemanfaatan adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya, yang terutama dinamfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya. Zona ini berfungsi untuk pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, kegiatan penunjang budidaya. Gambar 1. Peta Zonasi Taman Nasional Kutai (BTNK, 2013) Sangkima saat ini menghadapi tekanan. Salah satunya keberadaan masyarakat di dalam kawasan Taman Nasional Kutai yang terus memerluas perambahan mendekati ekowisata Sangkima. Pengelolaan terhadap ekowisata Sangkima masih jauh dari persyaratan usaha wisata dimana harus ada aspek pendidikan, peningkatan pendapatan, keterlibatan masyarakat dan konservasi (BTNK, 2011). Diperlukan adanya kerjasama yang baik dengan pemerintah

4 Kabupaten Kutai Timur untuk dapat menangani masalah tersebut karen keberadaan masyarakat di dalam kawasan secara langsung maupun tidak langsung dapat memberi tekanan terhadap wisata alam Sangkima. Ketika wisata alam Sangkima terus berbenah dengan melakukan beberapa perbaikan dan penambahan sarana dan prasarana wisata ternyata aktivitas masyarakat di sekitar objek tersebut juga tidak berkurang seperti aktivitas perladangan dan lain sebagainya. Belum ada kajian bagaimana potensi wisata alam Sangkima dan apakah memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar. Menurut Balai Taman Nasional Kutai (2015), terjadi peningkatan jumlah wisatawan yang melakukan aktivitas wisata yang cukup drastis dari tahun 2008 2013. Pihak pengelola belum melakukan pembatasan terhadap jumlah wisatawan karena belum ada kajian terhadap hal tersebut terkait daya dukung kawasan sebagai objek dan daya tarik wisata alam. Soemarwoto (1988) dalam Fandeli (2002) menyatakan bahwa daya dukung objek wisata alam merupakan kemampuan objek wisata alam untuk menampung wisatawan pada satu waktu tertentu dengan luasan yang memadai. Dari kondisi tersebut maka perlu dilakukan kajian untuk menganalisis potensi dan daya dukung ekowisata Sangkima sehingga dapat dirumuskan alternatif kebijakan pengelolaan sebagai kawasan konservasi. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi stakeholders dalam menyelesaikan permasalahan pengelolaan kawasan untuk mewujudkan kawasan yang secara ekologis tetap lestari dan secara ekonomis menguntungkan. Menurut Fandeli dan Nurdin (2005), arah pengelolaan taman nasional (termasuk Taman Nasional Kutai) harus dilakukan secara nasional. Hal ini dilakukan untuk tetap menjaga agar pengembangan ekowisata dapat berjalan secara lestari. Wiratno dkk, (2004) dalam Fandeli dan Nurdin (2005) menyusun alternatif pengelompokan dan arah pengelolaan taman nasional di Indonesia. Taman Nasional Kutai dikelompokan dalam kriteria tingkat konflik antar sektor dalam masyarakat dengan arah pengelolaan manajemen kolaboratif.

5 Taman Nasional Bukit Tigapuluh Kayan Mentarang Betung Kerihun Gunung Palung Lorenz Teluk Cendrawasih Wakatobu Rawa Aopa Watomohai Siberut Takabonerate Bukit Baka Bukit Raya Lore Lindu Karimun Jawa Bogani Nani Wartabone Gunung Leuser Kerinci Seblat Berbak Way Kambas Kutai Kepulauan Seribu Gunung Halimun Danau Sentarum Bukit Barisan Selatan Tanjung Puting Wasur Bunaken Meru Betiri Komodo Bali Barat Gunung Gede Pangrango Bromo Tengger Semeru Baluran Ujung Kulon Kalimutu Alas Purwo Kriteria Pengelompokan Tingkat ketergantungan masyarakat tradisional Tingkat konflik antar sektor dalam masyrakat Tingkat pengelolaan Arah Pengelolaan Pengelolaan bersama masyarakat lokal Manajemen kolaboratif Kemandirian pengelolaan Gambar 2. Alternatif Pengelompokan dan Arah Pengelolaan Taman Nasional (Wiratno dkk, 2004 dalam Fandeli dan Nurdin, 2005) B. Rumusan Masalah Secara filosofis, suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan konservasi untuk dapat memberikan 3 dimensi manfaat, yaitu : (1) manfaat ekologis yang berarti mampu melestarikan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, (2) manfaat ekonomi yang berarti mampu memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia, dan (3) manfaat sosial yang berarti mampu menciptakan kesempatan kerja dan berusaha serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi secara optimal (Widada, 2008). Wisata alam Sangkima merupakan hamparan hutan tropis dataran rendah. Kawasan ini juga merupakan habitat beberapa jenis satwa burung, primata dan berbagai jenis satwa lainnya. Keberadaan masyarakat di dalam Taman Nasional Kutai merupakan masalah yang sampai saat ini belum bisa diatasi oleh pengelola. Bahkan keberadaan masyarakat sudah semakin medekati wisata alam Sangkima. Aktivitas wisata dan keberadan masyarakat di sekitar kawasan wisata alam Sangkima dapat memberikan resiko terhadap penurunan kualitas kawasan dengan fungsi utama sebagai kawasan konservasi. Menurut Fandeli dan Nurdin (2005), elemen yang dapat terpengaruh akibat aktivitas alam diantaranya ekosistem, keadaan flora dan fauna. Sebagai kawasan konservasi, pengembangan wisata alam harus dilakukan dengan sekecil mungkin memberikan dampak terhadap ekosistem. Setiap aktivitas

6 yang dilakukan didalamnya harus sangat terbatas, bukan wisata massal melainkan wisata minat khusus (special interest tourism). Menurut Fandeli dan Nurdin (2005), wisata minat khusus mengandung empat unsur yang harus menguntungkan lingkungan dan masyarakat. Unsur tersebut yaitu: (1) terjadinya proses belajar, (2) pemberian penghargaan dan pemahaman terhadap alam, (3) pengkayaan pengetahuan, (4) petualangan. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Sangkima dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengelola belum melakukan pembatasan jumlah kunjungan karena belum ada kajian mengenai kapasitas daya dukung kawasan wisata alam Sangkima.apabila hal ini berlangsung terus dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif terhadap kelangsungan wisata alam Sangkima. Pengelola wisata alam Sangkima dalam hal ini Balai Taman Nasional Kutai sedang mendesain bagaimana agar wisata alam Sangkima bisa dikembangkan sebagai objek wisata namun dampak terhadap kawasan dapat ditekan. Pembangunan fasilitas sebagai penunjang keberadaan objek wisata dirancang agar tidak merusak/memberi tekanan terhadap kawasan. Ekowisata menjadi sangat penting dalam menyelesaikan berbagai permasalahan lingkungan dengan melibatkan masyarakat lokal untuk turut aktif dalam pengelolaannya. Dukungan dari berbagai pihak menjadi nilai positif dalam pengembangan objek wisata. Pilihan kebijakan pengelolaan kolaborasi, pemerintah dan masyarakat merupakan ragam pengelolaan yang diambil berdasarkan keadaan spesifik lokal, mensinkronkan kepentingan pemerintah dan masyarakat, meminimalkan resistensi dan memaksimalkan sinergitas pemangku kepentingan diharapkan dapat diimplementasikan dalam mendukung pengelolaan kawasan konservasi yang berkelanjutan. Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimana potensi wisata alam Sangkima untuk dikembangkan menjadi ekowisata? Berapa daya dukung untuk dikembangkan sebagai ekowisata? Bagaimana strategi pengembangan wisata alam Sangkima?

7 C. Kerangka Pendekatan Penelitian Tekanan terhadap TN Kutai yang semakin berat namun aktivitas wisata alam di Sangkima yang yang terus meningkat Latar Belakang Bagaimana potensi Wisata alam Sangkima? Bagaimana daya dukung kawasan? Bagaimana strategi pengembangan? Permasalahan Mengidentifikasi Potensi Wisata alam Sangkima Mengetahui daya dukung kawasan Merumuskan strategi pengembangan Keberlanjutan Pariwisata Alam Environment Community Empowerment Local Economic Culture Tujuan dan Manfaat Analisis Potensi ODTWA Analisis Daya Dukung Analisis Stakeholder Metode layak melebihi positif tidak layak tidak melebihi negatif Peluang Ancaman Kelemahan Keunggulan Analisis Matriks SWOT AHP Strategi dan Rekomendasi Pengembangan Hasil Gambar 3. Kerangka Pendekatan Penelitian

8 D. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang memiliki tema tentang kajian potensi ekowisata maupun strategi pengembangannya yang dilaksanakan di lokasi lain tersaji pada tabel berikut. Tabel 1. Beberapa Penelitian dengan Tema Serupa No Nama Judul Penelitian Metode Hasil 1. Erni Yuniarti, Strategi Analisis supply Balai Taman Nasional Betung Kerihun memiliki 2005 Pengembangan Wisata demand, analisis potensi sumberdaya alam dan budaya yang potensial Alam di Balai Taman SWOT untuk dikembangkan. Rekomendasi yang diberikan Nasional Betung yaitu pengembangan untuk wisata penelitian maupun Kerihun Kalimantan wisata budaya. Perlu dilakukan penataan sarana dan Barat prasaran yang dapat menunjang peningkatan kegiatan wisata alam di kawasan tersebut. 2. Mohammad Ramli, 2009 Analisis SWOT, AHP 3. Hariadi Siswantoro, 2012 Strategi Pengembangan Wisata di Pulau Bawean Kabupaten Gresik Kajian Daya Dukung Lingkungan Wisata Alam Taman Wisata Alam Grojogan Sewu Kabupaten Karanganyar Penilaian daya dukung, penilaian persepsi pelaku wisata terhadap wisatawan, SWOT, wawancara mendalam dan AHP Pulau Bawean berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata. Strategi pengembangannya menggunakan sumberdaya potensial yang ada. Selain itu harus dibangun kerjasama antar stakeholder. Engadaan fasilitas wisata juga merupakan upaya yang harud dilakukan untuk dapat mengembangkan pulau Bawean sebagai objek wisata di Kabupaten Gresik. Daya dukung lingkungan efektif TWA Grojogan Sewu yaitu sebesar 1.002 orang per hari. Nilai ini masih lebih besar daripada nilai aktual jumlah wisatawan sebesar 926 per hari. Berdasarkan hasil AHP, strategi pengelolaan TWA yaitu peningkatan ekonomi kreatif terhadap masyarakat local dalam menghasilkan produk dan jasa wisata.

9 4. Tatag Muttaqin, 2012 5. Hari Purnomo, 2013 6. Ade Saepulloh Abdul Kholik, 2013 Kajian Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata di Kawasan Cagar Alam Pulau Sempu Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur Kajian Potensi dan daya Dukung Ekowisata Cagar Alam Pulau Sempu Jawa Timur Daya Dukung Biofisik Wana Wisata dan Rest Area Urug Kota Tasikmalaya Metode survey untuk penggumpulan data. Analisa SWOT untuk menentukan strategi pengembangan ekowisata dan AHP untuk menentukan keputusan terbaik terhadap beberapa pilihan (ekonomi, lingkungan, sosial) Identifikasi dan analisis objek wisata, analisis daya dukung, perumusan alternatif pengelolaan melalui survei, wawancara dan studi pustaka Analisis deskriptif, indeks kesesuaian wisata, analisis daya dukung Berdasarkan analisa SWOT dan AHP, arahan strategi pengembangan ekowisata yaitu: mengevaluasi fungsi dan status kawasan, membangun kesamaan persepsi dan konsep pengembangan ekowisata diantara stakeholder, Pengembangan ekowisata di kedua kawasan yaitu Cagar Alam Pulau Sempu sebagai penyedia produk wisata berupa atraksi alam dan Pantai Sendang Biru sebagai penyedia fasilitas wisata dan aksesibilitas, pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan Cagar Alam Pulau Sempu dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam pengembangan ekowisata, meningkatkan sarana pendidikan dan meningkatan kualitas produk dan SDM. Cagar alam pulau Sempu memiliki beberapa oobjek wisata yang terdiri dari wisata darat dan wisata pantai. Hasil penilaian daya dukung, kawasan ini masih belum melebihi daya dukung efektif. Berdasarkan hasil analisis SWOT diperoleh alternatif kebijakan pengelolaan yaitu perlu pembagian blok pengelolaan untuk menyelamatkan ekosistem dan kehati, evaluasi terhadap fungsi kawasan cagar alam menjadi tawan wisata alam, meningkatkan koordinasi pemda Kabupaten Malang dengan pengelola kawasan, mengembangkan ekowisata berbasiskan pada ODTWA, kolaborasi pengelola dengan masyarakat sekitar. Rata-rata kunjungan wisatawan sebanyak 30 orang per hari. Angka tersebut masih dibawah daya dukung kawasan sebesar 2611 orang per hari. Upaya peningkatan jumlah kunjungan masih dapat dilakukan oleh pengelola. Aktivitas wisata yang dilakukan yaitu outbond dan berkemah.

10 7. Sigit Purwanto, 2104 8. Nana Winnit Muthmainnah, 2014 9 Agus Erwan, 2016 Kajian Potensi dan Daya Dukung Taman Wisata Alam Bukit Kelam untuk Strategi Pengembangan Ekowisata Analisis Pengembangan Wisata Alam Berbasis Daya Dukung di Kawasan Cikole Jayagiri Resort Lembang Jawa Barat Analisis Potensi dan Daya Dukung ODTWA Sangkima Taman Nasional Kutai untuk Pengembangan Ekowisata Analisis potensi menggunakan pedoman ADO-ODTWA Ditjen PHKA, 2003. Analsis daya dukung, stakeholder grid, analisis SWOT. Analisis daya dukung, SWOT, AHP, identifikasi persepsi wisatawan dengan Skala Likert Analisis Daerah Operasi ODTWA (Ditjen PHKA, 2003), analisis daya dukung (fisik, riil, efektif) dan analisis strategi pengembangan (SWOT dan AHP) TWABK memiliki potensi objek wisata yang dapat dikembangkan sebagai ekowisata seperti panorama, jalur pendakian, wisata rohani dan wisata agro. Daya dukung efektif sebesar 198 org/hari. Stakeholder dalam pengelolaan TWABK pemerintah pusat, pemerintah daerah, LSM, swasta, akademisi dan pengusaha air minum isi ulang. Indikator persepsi wisatawan di kawasan Cikole Jayagiri Resort bernilai baik. Alternatif produk wisata alam yang dapat dikembangkan berdasarkan bobot prioritas yaitu outbond, menikmati pemandangan alam dan berkemah. Tingkat kunjungan ke kawasan ini masih berada di bawah ambang batas daya dukung kawasan. ODTWA sangkima memiliki potensi wisata yang bisa diukur/dianalisis. Penilaian tersebut untuk mengukur tingkat kelayakan ODTWA. Dalam upaya pengelolaa ekowisata yang berkelanjutan perlu diketahui daya dukung kawasan dan bagaimana strategi pengembangannya. Hasil analisis SWOT kuantitatifkan dengan AHP. Komponen yang dibandingkan dalam AHP yaitu aspek ekonomi, ekologi dan sosial yang bisa digunakan sebagai atraksi penunjang ekowisata.

11 E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengidentifikasi dan melakukan penilaian potensi ODTWA Sangkima Taman Nasional Kutai. 2. Menentukan daya dukung wisata alam Sangkima. 3. Merumuskan strategi pengembangan wisata alam Sangkima. F. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memberi masukan dan sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan dalam pengelolaan wisata alam Sangkima. Dalam pengelolaan dan pengembangan ekowisata harus tetap berpegang pada prinsip ekowisata yaitu barbasis ke alam, adanya keberlanjutan ekologis, memberi manfaat bagi masyarakat lokal, mengandung unsur pendidikan lingkungan dan mengutamakan kepuasan pengunjung. Apabila prinsip tersebut bisa terlaksana maka akan berdampak positif terhadap pengelolaan ekowisata di kawasan konservasi Taman Nasional Kutai. Penelitian ini juga diharapkan memberikan sumbangan pemikiran tentang strategi pengembangan ekowisata sebagaimana yang tertuang dalam kesimpulan penelitian ini.