HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi cukup, nilai ekonomis tinggi serta banyak digunakan baik untuk

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya pemahaman dari masyarakat dalam pengolahan lahan merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. diperbahurui makin menipis dan akan habis pada suatu saat nanti, karena itu

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat

I. PENDAHULUAN. digunakan baik untuk konsumsi rumah tangga maupun industri makanan. Tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando,

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Wibowo, 2009). Umbi bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang

KARYA ILMIAH TENTANG. BUDIDAYA CAISIN (Brassica juncea) SECARA ORGANIK DENGAN PENGARUH BEBERAPA JENIS PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Skema Proses Pengolahan Air Limbah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pembangunan. Dengan meningkatnya pembangunan akan. dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan adanya pencemaran.

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) atau yang sering disebut Brambang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indra Sukarno Putra, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan panas bumi dan Iain-lain. Pertumbuhan industri akan membawa dampak positif,

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

BAB I PENDAHULUAN. Penampungan Sampah Sementara (TPS) untuk selanjutnya dibuang ke. yang muncul berkepanjangan antara pemerintah daerah dan masyarakat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. tanaman, baik untuk pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Unsur hara P pada

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang terus bertambah di Indonesia. menyebabkan konsumsi bahan bakar yang tidak terbarukan seperti

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

CAMPURAN BETON RINGAN MATERIAL WALL/FLOORING DENGAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT KOPI, JERAMI, DAN FLY ASH

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya aktivitas kehidupan manusia yang dirasakan

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

I. PENDAHULUAN. bawang goreng bahkan sebagai bahan obat untuk menurunkan kadar kolesterol, gula

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eva Tresnawati, 2013

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN 27/07/2010. Efek Limbah Batubara. Pencemaran Logam Berat (Pb, Cr, Ar) Pencemaran lindi limbah batubara

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 02 TAHUN 2008 TENTANG PEMANFAATAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

I. PENDAHULUAN. Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (±

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan

I. PENDAHULUAN. Lingkungan hidup Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kubis adalah kalori (25,0 kal), protein (2,4 g), karbohidrat (4,9 g), kalsium (22,0

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang adalah salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai

BAB I PENDAHULUAN. telah mengganti sumber tenaga pada pembangkit uap/boiler dari Industrial Diesel

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Air merupakan unsur yang sangat penting bagi kelangsungan hidup

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri yang semakin meningkat membawa dampak positif

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein.

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman pangan yang penting sebagai

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Khairunisa Sidik,2013

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan

Pemanfaatan Abu Batubara BAB I PENDAHULUAN

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. sayuran terutama sawi. Hal ini terjadi karena sawi memiliki kandungan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. fosfor 40 mg; dan menghasilkan energi 30 kalori (Tarmizi, 2010).

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Seiring dengan bertambahnya penduduk dan meningkatnya kesejahteraan. penduduk, kebutuhan akan pangan dan sayuran segar juga terus meningkat.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas sayuran yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan batu bara di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan energi pembangkit listrik pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 47,7 juta ton atau 50% dari total sumber bahan baku energi listrik nasional (Wardani, 2008). Jumlah tersebut tidak termasuk sumber-sumber lain dimana penggunaannya sangat mempertimbangkan biaya produksi. Sementara itu, kenaikan harga BBM menyebabkan biaya produksi semakin tinggi, oleh karena itu banyak perusahaan yang beralih ke bahan bakar yang lebih murah untuk sumber bahan bakar dalam menghasilkan uap (steam), di antaranya industri tekstil (Kementrian Negara Lingkungan Hidup, 2010). Salah satu kawasan yang memiliki kawasan industri tekstil yang padat di antaranya adalah kabupaten Bandung. Menurut Suseno (2006), penggunaan batu bara untuk industri tekstil di Kabupaten Bandung bisa mencapai 45.000 ton/bulan. Pada proses pembakaran batu bara dihasilkan dua jenis limbah padat yang dibedakan berdasarkan ukuran partikel dan massanya, yaitu bottom ash dan fly ash. Bottom ash adalah sisa pembakaran batu bara yang memiliki massa yang lebih berat (abu bawah) dari fly ash sehingga menumpuk di bawah tungku pembakaran, sementara itu fly ash adalah abu sisa pembakaran yang memiliki massa yang kecil sehingga dapat terbang oleh tiupan angin atau hembusan udara tungku pembakaran (abu terbang) (Sondari dan Arifin, 2000 dalam Sondari, 2009). Fly ash dan bottom ash, berdasarkan PP. No. 85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), dikategorikan sebagai B3 dengan kode limbah D223. Di dalam Lampiran 1 PP tersebut disebutkan bahwa pencemar utama di dalam fly ash dan bottom ash adalah logam berat dan PNA (Polynuclear Aromatics). 1 FTIP001648/016

2 Jenis-jenis logam yang terdapat di dalam fly ash yaitu timbal (Pb) 19 ppm, tembaga (Cu) 298 ppm, seng (Zn) 391 ppm, krom (Cr) 224 ppm, dan arsen (As) 10 ppm (Hadijah dan Damayanti, 2006). Pb dan Cu termasuk dalam golongan logam berat, sedangkan As termasuk dalam golongan metaloid, yaitu transisi antara logam dan non-logam (Sunardi, 2006). Meskipun memiliki kandungan logam berat yang cukup tinggi dan termasuk Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), fly ash masih bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, selama mendapat izin dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup dengan memenuhi syarat-syarat pemanfaatan diantaranya melaporkan kegiatan pemanfaatan minimal satu kali dalam enam bulan kepada menteri, gubernur atau walikota, berdasarkan Pasal 11, Peraturan Pemerintah No. 02 Tahun 2008. Syarat lainnya sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 10 ayat 2 yaitu pengumpul limbah B3 antara lain harus memiliki sarana dan prasarana pretreatment dan juga memiliki sarana dan prasarana laboratorium. Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut, maka fly ash dapat digunakan untuk tujuan pertanian selama memenuhi syarat yang dikeluarkan oleh pemerintah. Beberapa penelitian penggunaan fly ash dalam bidang pertanian mengindikasikan bahwa fly ash memiliki dampak positif dalam memperbaiki kualitas tanah, diantaranya meningkatkan daya ikat air, kapasitas air tersedia, laju infiltrasi dan drainase secara keseluruhan (Fail dan Wochock, 1977 dalam Thyvahary, 2004). Pengaruh pemberian fly ash limbah batu bara terhadap sifat fisik tanah diketahui dapat meningkatkan kestabilan tanah dalam menahan rainfall runoff, dimana tanah yang diberi campuran fly ash limbah batu bara memiliki tingkat sedimentasi yang rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Sondari, 2009). Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Adha (2009) pada tanah gambut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kapasitas dukung tanah dari tanah asli sebesar 85,67 ton/m2 dengan tanah campuran fly ash 15% dengan pemeraman 14 hari sebesar 701,33 ton/m2. Penelitian di Australia menunjukkan bahwa pemberian fly ash 100 ton/ha pada tanah pasir dapat menghemat penggunaan 75% air (Smith, 2005). Sementara itu, pemberian 10 ton/ha fly ash FTIP001648/017

3 pada tanaman padi di India dapat meningkatkan hasil gabah yang setara dengan 4.310 kg/ha atau 4,31 ton gabah per ha, sementara perlakuan kontrol hanya menghasilkan 2,559 ton gabah per ha (Mittra et al, 2003). Selain memiliki dampak positif, penggunaan fly ash juga mengakibatkan dampak negatif diantaranya adalah; kandungan logam di dalam fly ash jika dibiarkan dapat menimbulkan pelindian (leaching) yang akan mencemari tanah dan air tanah dan kemungkinan besar akan terakumulasi di dalam organ-organ vegetatif maupun generatif tanaman (Sharma and Kalra, 2006). Untuk mengurangi kandungan logam di dalam fly ash, maka dapat dilakukan dengan proses dekomposisi fly ash bersama dengan bahan organik. Proses dekomposisi bahan organik akan menyebabkan reaksi antara kation logam dan bahan-bahan organik yang disebut dengan pengkhelatan, sehingga jumlah logam akan berkurang (Hardjowigeno, 2003). Pada umumnya, dekomposisi bahan organik memakan waktu yang lama, karena tidak dilakukan penambahan mikroorganisme. Proses dekomposisi bisa dipercepat dengan menambahkan kultur mikroorganisme campuran seperti Effective Mikcroorganism (EM) 4. Proses dekomposisi yang melibatkan kultur bakteri campuran tersebut dinamakan dengan bokashi (bahan organik kaya akan sumber daya hayati) (Sutanto, 2002). Pembuatan bokashi yang menggunakan limbah batu bara telah dilakukan pada tanaman padi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa Pemberian 20 ton/ha bokashi bottom ash memperlihatkan tinggi tanaman dan jumlah anakan yang paling tinggi, serta memberikan hasil bobot gabah kering padi gogo tertinggi yaitu 17,2406 g/rumpun. Kadar logam berat Pb pada beras tidak terdeteksi dengan adanya pemberian bottom ash maupun bokashi bottom ash (Sondari, 2009). Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa perbedaan antara fly ash dan bottom ash terletak pada ukuran partikel yang lebih kecil. Meskipun penelitian Sondari (2009) menggunakan bokashi bottom ash untuk tanaman serealia (dalam hal ini tidak termasuk sayuran buah), penelitian mengenai penggunaan fly ash sebagai pupuk dasar untuk tanaman sayuran buah telah dilakukan oleh Ansari, Gupta dan Yunus pada Tahun 2011 terhadap tanaman FTIP001648/018

4 terung (Solanum melongena). Dari penelitian tersebut diketahui bahwa hasil panen tertinggi dihasilkan oleh tanaman terung yang ditanam dalam media tanam dengan perbandingan fly ash dan tanah kebun 1 : 1. Sementara itu, penelitian mengenai pemanfaatan fly ash untuk tanaman cabai merah belum pernah dilakukan. Padahal, cabai merah besar (Capsicum annuum L. var. abreviata Eingerhuth) merupakan tanaman hortikultura yang paling dikenal dan banyak digunakan sebagai pelengkap bumbu masakan. Selain itu, menurut Tjahjadi (1991) tanaman cabai memiliki keunggulan dapat dibudidayakan di berbagai tempat dengan ketinggian dan jenis tanah yang berbeda-beda, dari mulai dataran rendah hingga dataran tinggi, dari tanah liat maupun pasir, dengan syarat kesuburan tanah tetap terjaga. Selain ditunjang oleh daya adaptasi yang baik, penggunaan cabai merah sebagai objek penelitian juga didukung oleh fakta bahwa konsumsi cabai (semua jenis) sangat tinggi di Indonesia. Hal ini terkait dengan kebiasaan setempat yang menyukai masakan dengan rasa pedas. Konsumsi rata-rata cabai untuk rumah tangga di Jawa adalah 5,937 gram/kapita/hari (2,20 kg/kapita/tahun), 5,696 gram/kapita/hari untuk daerah pedesaan dan 5,900 gram/kapita/hari untuk daerah perkotaan (Bank Indonesia, 2007). Permintaan yang tinggi untuk buah cabai merah besar tidak diimbangi oleh ketersedian pupuk yang memadai di setiap saat, karena kebutuhan pupuk dasar untuk tanaman cabai cukup tinggi yaitu 10-20 ton/ha (Prajnanta, 1998). Keberadaan pupuk tersebut seringkali sulit dipenuhi oleh petani jika lokasi penanaman jauh dari sentra produksi pupuk, seperti peternakan. Sementara itu, limbah batu bara yang cukup melimpah di beberapa daerah tertentu tidak dimanfaatkan oleh petani. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas, dapat diidentifikasi masalah mengenai sejauh mana pengaruh pemberian berbagai dosis fly ash dan bokashi fly ash terhadap pertumbuhan, hasil, serta kandungan logam berat pada tanaman cabai merah. FTIP001648/019

5 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana pengaruh pemberian berbagai dosis fly ash dan bokashi fly ash terhadap pertumbuhan tanaman? 2. Apakah terdapat kandungan logam berat di dalam buah cabai merah besar akibat pemberian berbagai dosis fly ash dan bokashi fly ash? 3. Bagaimana dengan hasil yang diperoleh dari pemberian berbagai dosis fly ash dan bokashi fly ash? 1.4 Tujuan dan Maksud Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai dosis fly ash dan bokashi fly ash terhadap hasil, pertumbuhan dan kandungan logam berat Pb di dalam tanaman cabai merah besar. 1.5 Kegunaan Penelitian 1. Memberikan tambahan informasi mengenai penggunaan fly ash untuk tanaman cabai merah besar. 2. Mendapatkan cara penanganan limbah batu bara yang tidak mencemari lingkungan. 1.6 Kerangka Pemikiran Pembakaran batu bara menghasilkan dua jenis limbah padat yang dibedakan berdasarkan ukuran partikel dan massanya, yaitu bottom ash (abu bawah) dan fly ash (abu terbang). Bottom ash merupakan abu yang mengumpul di bagian bawah tungku pembakaran, sedangkan fly ash adalah abu yang karena massanya kecil, dapat terbawa oleh perbedaan potensial lingkungan angin, tekanan udara, dan lain sebagainya (Bayuseno, Sulistyo dan Istadi, tanpa tahun; Sondari dan Arifin, 2000 dalam Sondari, 2009). Menurut beberapa penelitian, fly ash memiliki beberapa manfaat pada tanaman. Pemberian 10 ton/ha fly ash pada tanaman padi di India dapat meningkatkan hasil gabah yang setara dengan 4.310 kg/ha atau 4,31 ton gabah per ha, sementara perlakuan kontrol hanya menghasilkan 2,559 ton gabah per ha FTIP001648/020

6 (Mittra et al, 2003). Namun, kendala dari penggunaan fly ash adalah adanya kemungkinan pelindian (leaching) logam seperti Pb, Cu, Zn, Cr, dan As yang dapat mencemari air tanah (Hadijah dan Damayanti, 2006; Sharma and Kalra, 2006). Proses pengkhelatan yang terjadi pada saat dekomposisi bahan organik dapat mengikat kation logam, sehingga logam di dalam fly ash dapat berkurang. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengubah fly ash menjadi bokashi fly ash bersama sejumlah bahan organik (Hardjowigeno, 2003; Sondari, 2009). Pengaruh pemberian bokashi fly ash terhadap hasil dan pertumbuhan tanaman belum pernah dilakukan, namun pemberian 20 ton/ha bokashi bottom ash memperlihatkan tinggi tanaman dan jumlah anakan yang paling tinggi, serta memberikan hasil bobot gabah kering padi gogo tertinggi yaitu 17,2406 g/rumpun dibandingkan dengan pemberian 10 ton/ha, serta mampu mengendapkan Pb secara maksimal (Sondari, 2009). Secara umum, perbedaan di antara fly ash dan bottom ash hanya terletak pada perbedaan ukuran, bukan perbedaan komposisi kimia. Secara fisik abu batu bara merupakan partikel yang sangat kecil, dengan diameter rata-rata 10 mm dan luas permukaan yang besar (Hadijah dan Damayanti, 2006). Pemberian limbah batu bara yang lebih besar cenderung meningkatkan ph tanah dan konduktivitas listrik (Tsadilas et al, 2003). Pemberian lebih dari 40 ton/ha meningkatkan radioaktivitas Ra, Ac dan K (Mittra B.N et al., 2003). Beberapa penelitian yang telah dilakukan pada umumnya menggunakan tanaman serealia untuk menguji dampak pemanfaatan fly ash. Penelitian serupa untuk tanaman hortikultura belum pernah dilakukan, kecuali pada tanaman terung (solanum melongena). Tanaman cabai merah besar merupakan salah satu tanaman hortikultura yang satu famili dengan terung. Tanaman cabai juga merupakan tanaman yang lazim dibudidayakan di Indonesia. Konsumsi rata-rata cabai untuk rumah tangga di Jawa adalah 2,20 kg/kapita/tahun (Bank Indonesia, 2007). Tanaman cabai, sebagaimana tanaman lainnya membutuhkan nutrisi untuk tumbuh, berkembang serta berreproduksi. Pada umumnya tanaman cabai membutuhkan pupuk dasar berupa pupuk organik dengan jumlah antara 10 20 ton/ha (Prajnanta, 1998; Pitojo, 2003), dengan ph ideal 5 7,5 (Tjahjadi, 1991). FTIP001648/021

7 Hipotesis 1.7 Dari pemaparan di atas dapat dirumuskan hipotesis bahwa pemberian 20 ton/ha bokashi fly ash sebagai pupuk dasar pada tanaman cabai merah besar akan memberikan hasil dan pertumbuhan tertinggi serta tidak akan menimbulkan kandungan logam berat pada buah cabai merah besar. FTIP001648/022