BAB I PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat luas dan mulai digemari oleh para pemuda Indonesia,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. digemari oleh masyarakat Indonesia khususnya para pemuda dan orang yang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Siti Nur Kholifah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan alam bebas mempunyai unsur-unsur olahraga melalui cabangcabang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga panjat dinding atau yang lebih dikenal dengan climbing

BAB I PENDAHULUAN. menjaga dan meningkatkan kesehatan.di samping itu, renang juga termasuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Alfi Nuraeni, 2014 Uji Validitas Dan Reliabilitas Konstruksi Alat Ukur Power Endurance Lengan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN.

TUGAS DAN PERAN PELATIH (Hak dan Kewajiban Pelatih) OLEH: YUNYUN YUDIANA

BAB I PENDAHULUAN. Panahan kini sudah menjadi salah satu cabang olahraga popular di

sama maka diadakan babak tambahan untuk menentukan pemenang.

BAB I PENDAHULUAN. SEA Games, Asian Games dan Olimpiade. Berdasarkan data dari KONI, PON terakhir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. olahraganya semakin tinggi juga derajat suatu daerah atau Negara. Begitu pun di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakaria Nur Firdaus, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sportifitas dan jiwa yang tak pernah mudah menyerah dan mereka adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Olahraga merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dilepaskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mendaki gunung adalah suatu kegiatan berpetualang di alam terbuka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia olahraga khususnya pada olahraga prestasi saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan atau bagian hidup yang tidak dapat ditinggalkan. dan kebiasaan sosial maupun sikap dan gerak manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aktifitas olahraga merupakan bentuk aktifitis fisik yang memiliki aspek

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, hampir setiap hari manusia menemui kesulitankesulitan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga renang merupakan suatu aktivitas yang membutuhkan gerakan

BAB I PENDAHULUAN. strategis bagi peningkatan sumber daya manusia adalah pendidikan.

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Motivasi berprestasi memiliki peranan penting yang harus dimiliki oleh setiap

2016 HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KEMAMPUAN REAKSI DENGAN HASIL SERANGAN LANGSUNG PADA OLAHRAGA ANGGAR JENIS SENJATA FIORET

BAB I PENDAHULUAN. manusia sejak zaman Yunani kuno sampai dewasa ini. Gerakan-gerakan yang

PELATIH OLAHRAGA DAN KODE ETIKNYA. Fitria Dwi Andriyani, M.Or.

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

KOMPETENSI PELATIH EKSTRAKURIKULER BOLA BASKET TINGKAT SMP DALAM KEJUARAAN INLABS Imam Sulaiman *

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2010:3). Metode

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Renang merupakan suatu aktivitas yang membutuhkan gerakan yang

2016 HUBUNGAN QUICKNESS, POWER TUNGKAI DAN FLEKSIBILITAS PANGGUL DENGAN HASIL START (GRAB START) RENANG PADA SISWA CLUB RENANG CIKALAPA SWIMMING POOL

I. PENDAHULUAN. manusia dan merupakan keinginan yang dimiliki oleh setiap individu manusia.

BAB I PENDAHULUAN. POMNAS (Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Olahraga adalah salah satu bentuk dari upaya peningkatan kualitas

GAYA MENGAJAR OTORITER DAN DEMOKRATIS TERHADAP HASIL BELAJAR RENANG GAYA BEBAS. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebelumnya. Data itu disampaikan pengelola liga, PT Deteksi Basket Lintas

BAB I PENDAHULUAN. ini terbukti dari pertandingan dan perlombaan olahraga bola voli yang telah

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan tugas memberi asuhan keperawatan (Arwani, 2006). perawat merasa puas dalam bekerja (Aditama,2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pertandingan serta banyak atlet yang mengikuti sejumlah pertandingan yang

A. Latar Belakang Masalah

III. METODE PENELITIAN. variabel satu dengan variabel yang lain. Sedangkan menurut Soekidjo

BAB I PENDAHULUAN. menampilkan hasil kerja dengan kadar tertentu, dan untuk menampilkan hasil

Ariesta Marsitho Nugrahawan F

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik itu di tingkat Nasional seperti PON ataupun di tingkat Internasional seperti

I. PENDAHULUAN. dalam proses belajar melatih harus selalu dilakukan. Hal ini sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Permainan bola basket di Indonesia telah berkembang sangat pesat. Event kejuaraan olahraga

ANALISIS KONDISI FISIK PEMAIN SEPAK BOLA KLUB PERSEPU UPGRIS TAHUN 2016

PERBEDAAN HASIL TOLAKAN PARALLEL FEET PLACEMENT DAN STAGGERED FEET PLACEMENT PADA START BAWAH RENANG GAYA PUNGGUNG

BAB I PENDAHULUAN. dipertanggungjawabkan adalah melalui pendekatan ilmiah. Menurut Cholik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Olahraga adalah sebuah aktivitas olah tubuh yang memiliki banyak sisi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penting, karena olahraga dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. olahraga sudah berkembang ke arah yang lebih luas. Olahraga tidak hanya sekedar. menjadi sehat atau meningkatkan kebugaran tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia menjadi sehat dan kuat secara jasmani maupun rohani atau dalam istilah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permainan bola voli dalam perkembangannya pada saat ini semakin

HUBUNGAN POWER OTOT LENGAN DAN KOORDINASI DENGAN KECEPATAN DAN KETEPATAN SMASH DALAM CABANG OLAHRAGA BULUTANGKIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Penelitian Heri Muhammad Saefullah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah atletik. Menurut Yoyo Bahagia (2000:7) Atletik merupakan cabang

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. menganalisis, dan menyimpulkan hasil penelitian. Penggunaan metode dalam

BAB I PENDAHULUAN. atlet dari tingkat pelajar sampai mahasiswa. Turnamen-turnamen dengan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. kompetisi kemenangan merupakan suatu kebanggaan dan prestasi. serta keinginan bagi setiap orang yang mengikuti pertandingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan modern manusia tidak dapat dipisahkan dari olahraga,

I. PENDAHULUAN. teknologi keolahragaan, bahkan Harsono (1988 : 98) mengemukakkan bahwa,

Yan Indra Siregar. Abstrak

PROGRAM LATIHAN JANGKA PANJANG (5 TAHUN 12 TAHUN)

Lompat Jauh. A. Pengertian Lompat Jauh

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Tabel 3.1 Jadwal Tes dan Pengukuran Terhadap Variabel-varibel Penelitian. No. Variabel Penelitian Hari/Tanggal Waktu Tempat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

2016 KONTRIBUSI KESEIMBANGAN, KELENTUKAN PANGGUL DAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI TERHADAP HASIL TENDANGAN SABIT CABANG OLAHRAGA PENCAK SILAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam buku Coaching dan aspek aspek Psikologis dalam coaching

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan efek samping yang bersifat kontra produktif terhadap upaya

2015 PROFIL KONDISI FISIK ATLET BOLA BASKET PUTRI TINGKAT SMA SE-JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, seperti waktu latihan, waktu makan, dan waktu istirahat pun diatur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Renang adalah salah satu cabang olahraga yang dilakukan didalam air.

SEMINAR NASIONAL PENINGKATAN KUALITAS PENULISAN KARYA ILMIAH STOK BINA GUNA, SABTU 16 SEPTEMBER 2017 PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN SIDE SHUFFLE

BAB III METODE PENELITIAN. 2002: 108). Sedangkan menurut (Sudjana, 1996: 6) populasi adalah totalitas

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan umur, semua orang dapat melakukannya. Serta berenang adalah olahraga yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk prestasi yang menggangkat harkat martabat suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat guna. Tercapainya prestasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rukita Ramdan, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kepada kesehatan jasmani dan rohani masyarakat, serta ditujukan kepada

KONTRIBUSI KELINCAHAN DAN KECEPATAN TERHADAP KETERAMPILAN MENGGIRING BOLA DALAM PERMAINAN BOLA BASKET

HUBUNGAN KEKUATAN MAKSIMAL OTOT TUNGKAI DAN FREKUENSI LANGKAH (CADENCE) TERHADAP KECEPATAN SPRINT

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Olahraga panjat tebing saat ini menjadi salah satu olahraga yang sudah dikenal oleh masyarakat luas dan mulai digemari oleh para pemuda Indonesia, bahkan anak-anak dan orangtua pun banyak yang menyukainya. Hal ini dapat dilihat dari bertambahnya perkumpulan olahraga panjat tebing baik di kota maupun kabupaten, yang tergabung dalam suatu perkumpulan Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI), komunitas pencinta alam, klub panjat tebing, dan lain-lain. Selain itu, dapat dilihat juga dari semakin merebaknya papan-papan panjat di sekolah, perguruan tinggi, tempat-tempat umum, dan toko-toko yang menjual peralatan berpetualang/adventure. Olahraga panjat tebing berawal dari kegiatan mendaki gunung, ditemukan jalur pendakian yang tidak dapt didaki secara biasa, medan yang harus ditempuh tegak lurus atau vertikal. Disinilah awal lahirnya teknik memanjat tebing membutuhkan teknik pengamanan diri (teknik prosedur) dan peralatan-peralatan khusus panjat tebing, karena tanpa menggunakan itu kecil kemungkinan untuk mencapai puncak gunung.

2 Dewasa ini, olahraga panjat tebing sudah diikutsertakan dalam penataran-penataran di tingkat nasional maupun internasional. Selain itu, olahraga panjat tebing juga sudah diikutsertakan dalam kejuaraan besar dan resmi seperti PORDA, PON, SEA GAMES, dan lain-lain sebagai olahraga prestasi. Pengertian panjat tebing menurut perguruan panjat tebing Skygers (Bahtiar, 2006:9) adalah "menaiki atau memanjat tebing yang memenfaatkan celah atau tonjolan yang digunakan sebagai pijakan dan pegangan dalam suatu pemanjatan untuk menambah ketinggian. Olahraga panjat tebing memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dan penuh dengan tantangan, sehingga orang yang melakukan pemanjatan harus memiliki keberanian, fisik yang kuat, teknik yang matang, kemampuan strategi pengambilan poin, kelenturan, keseimbangan, koordinasi antara tangan dan kaki, serta berpikir cepat untuk mengambil keputusan guna memperkecil waktu tempuh (pada kategori kecepatan) dan tidak melampaui batas waktu pemanjatan yang telah ditentukan dalam suatu kompetisi (pada kategori rintisan dan bouldering). Pada kompetisi olahraga panjat tebing, terdapat tiga kategori yaitu kategori rintisan/lead, kategori kecepatan dan kategori bouldering (jalur pendek). Setiap kategori dalam olahraga panjat tebing, memiliki kesulitan dengan tingkat yang berbeda-beda. Pada kategori rintisan, jalur yang akan

3 dipanjat memiliki titik-titik kesulitan yang biasa disebut dengan kruks, pemanjat harus pandai membaca jalur pemanjatan yang disebut orientasi medan yang dilaksanakan sebelum pemanjatan dimulai agar dapat menentukan teknik dan strategi/taktik yang tepat untuk dapat mencapai puncak tertinggi tebing/dinding panjat. Pada kategori kecepatan, pemanjat mengambil keputusan untuk pengambilan poin dengan sangat cepat (waktu pemanjatan dihitung dalam detik), pemanjatan dilakukan secara top roop (tali sudah dikaitkan di top agar pemanjat sudah berada dalam posisi aman) jadi apabila pemanjat terjatuh, tali pengaman yang sudah dikaitkan di top sebagai pengaman utamanya. Untuk kategori rintisan dan speed, pemanjat diatur atau dijaga oleh belayer (rekan pemanjat yang berada dibawah yang mengatur turunnya pemanjat), pemanjat harus memiliki daya tahan/endurance yang bagus mengingat jalur yang harus diselesaikan pada kompetisi kategori rintisan cukup panjang dan pada kompetisi kategori kecepatan pemanjatan seringkali dilakukan berulang-ulang (semua babak) dalam satu waktu. Pada kategori bouldering, jalur yang akan dipanjat dari mulai start merupakan masalah, artinya memiliki tingkat kesulitan yang tinggi sampai finish, pemanjat harus pandai membaca jalur dan harus memiliki keberanian untuk mengeluarkan power eksplosifnya untuk memudahkan pemanjat mengambil poin tanpa ragu-ragu, dan atlet tidak menggunakan pengaman tubuh, pengaman hanya diberikan dengan cara meletakan matras di bawah tebing/dinding panjat.

4 Dari ketiga kategori dalam olahraga panjat tebing yang dikompetisikan, penulis hanya akan meneliti kategori rintisan. Dalam olahraga panjat tebing kategori rintisan, nilai tertinggi adalah top/puncak dinding panjat baik top poin maupun top runner, top poin adalah poin (batu buatan) pegangan tertinggi dalam suatu jalur pemanjatan, sedangkan top runner adalah runner/pengaman tertinggi dalam suatu jalur pemanjatan, dan pemanjat yang paling tinggi memanjat adalah pemenangnya. Pada olahraga panjat tebing, kategori rintisan merupakan kategori yang paling dominan bagi atlet untuk melakukan kesalahan ketika melakukan pemanjatan karena pada saat kompetisi diperlukan waktu yang cukup lama yaitu waktu minimum 6 menit untuk menyelesaikan jalur pemanjatan dan medan yang ditempuh sulit dengan panjang minimum 15 meter. Selain itu, dalam kategori rintisan ini terdapat kesulitan dengan tingkat yang berbedabeda pada jalur pemanjatan yaitu berkisar antara 5.7-5.13, kesulitan berasal dari banyaknya poin untuk pegangan dan pijakan, teknik dan strategi yang harus digunakan untuk memegang dan memijak, panjangnya jarak poin untuk diraih, bentuk poin pegangan dan pijakan, serta struktur dan tingginya jalur pemanjatan. Pencapaian suatu prestasi di bidang olahraga pada dasarnya merupakan hasil penggabungan dari berbagai aspek/unsur yang mendukung terwujudnya prestasi. Selain unsur fisik, psikologis, dan strategi yang dimiliki atlet, peran

5 pelatih pun sangat berhubungan dengan prestasi atlet. Imanudin (2008:2) menjelaskan bahwa Pelatih adalah seorang profesional yang tugasnya membantu olahragawan dan tim dalam memperbaiki penampilan olahraga. Karakteristik pelatih akan berpengaruh pada gaya kepemimpinannya dalam melatih. Menurut Logman (Situmorang, 2009:2) Pemimpin adalah seorang yang membimbing atau mengarahkan individu, kelompok/group, tim, dan organisasi. Sedangkan kepemimpinan menurut Gibson dan Godgetts (Situmorang, 2009:2) adalah Suatu proses mempengaruhi orang untuk mengarahkan usaha-usaha ke arah pencapaian tujuan tertentu. Selain itu, Harsono (1988:33) mengemukakan bahwa: Kepemimpinan dalam suatu tim adalah penting dan vital agar tim itu dapat berfungsi secara efektif. Tanpa seseorang yang dapat memberikan arahan kepada atlet dan mengkoordinasi para atlet, suatu tim akan sukar untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan latihannya, menentukan tujuan-tujuan latihan, dan bagaimana tujuan-tujuan tersebut dapat dicapai se-efektif dan se-efisien mungkin. Veithzal (Nugroho, 2010:10) mengemukakan bahwa Gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya. Gaya kepemimpinan merupakan dasar dalam mengklasifikasikan tipe kepemimpinan. Sifat dan kepribadian seorang pelatih akan banyak turut menentukan keberhasilan atau tidak tugas dan pengabdiannya. Kepribadian seorang pelatih tidak dapat dipisahkan dengan kepemimpinannya dalam

6 melatih. Setiap pelatih mempunyai gaya kepemimpinan tersendiri, ini dikarenakan setiap pelatih mempunyai kepribadian yang berbeda dan strategi untuk mencapai tujuan yang berbeda pula. Gaya kepemimpinan ini akan tercermin dari cara pelatih membina dan melatih atletnya dalam meningkatkan prestasi. Dalam dunia olahraga banyak pelatih yang sukses dalam memimpin dan membina atletnya dengan berbagai macam gaya kepemimpinannya. Cratty (Harsono, 1988:34) mengemukakan bahwa: pada umumnya ada empat jenis gaya kepemimpinan yang standar dan yang dianut oleh para pelatih, yaitu gaya authoritarian (otokrasi, otoriter), gaya demokratis, gaya yang lebih memperhatikan anak buah/atlet (peoplecentered/person-centered), gaya yang lebih menekankan pada tugas (taskorinted). Gaya kepemimpinan otoriter bermanfaat bila sangat dibutuhkan situasi serius dan disiplin, tugas-tugas yang harus dijalankan atlet sangat kompleks, dan atlet merasa kurang percaya diri, bimbang, dan membutuhkan perlindungan dalam situasi-situasi yang mencekam. Dalam gaya kepemimpinan otoriter juga banyak atlet yang merasa kurang puas karena sering kali memberikan terlalu banyak tugas kepada atlet sehingga menurunkan kualitas latihan.

7 Gaya kepemimpinan demokratis dapat membuat atlet merasa diakui sebagai insan sosial karena atlet merasa bukan diperlakukan sebagai seseorang yang harus tunduk pada perintah-perintah pelatih, dan memberi kepuasan bagi atlet, sehingga gaya kepemimpinan ini tidak efektif bila waktu yang tersedia untuk latihan terlampau singkat dan kurang menanamkan sifat-sifat agresif dan disiplin. Gaya kepemimpinan people-centered dapat mengurangi ketegangan dan kecemasan meskipun atlet mengalami kegagalan dan efektif bila para atlet membutuhkan bimbingan dalam membuat keputusan karena gaya kepemimpinan ini kurang keras dalam menuntut atlet untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik, kurang efektif dalam situasi yang sangat menegangkan, dan kurang dapat diterima oleh atlet-atlet yang senang pada kepemimpinan task-oriented. Gaya kepemimpinan task-oriented lebih efisien karena segala usaha ditujukan kepada tugas yang harus dilaksanakan, tidak banyak membuang waktu untuk komunikasi pribadi dengan atlet atau antar atlet, pemberian instruksi cepat, tegas dan langsung pada tugas yang harus dijalankan. Gaya kepemimpinan task oriented ini efektif untuk menghadapi situasi yang membutuhkan kepemimpinan yang tegas, banyak atlet yang bandel, kurang disiplin, dan sebagainya. Gaya kepemimpinan task oriented ini juga dapat menumbuhkan kecemasan pada beberapa anggota tim, acuh akan pemenuhan

8 kebutuhan pribadi atlet, dan seringkali menimbulkan ketidak-serasian dalam hubungan kerja dengan bawahan atau para pembantu pelatih sehingga menimbulkan rasa tidak puas pada bawahan. Hasil pengamatan sementara pada PORDA Jawa Barat 2010, prestasi atlet panjat tebing terutama pada kategori rintisan ini bermacam-macam, ada yang tinggi, sedang dan rendah. Selain itu, gaya kepemimpinan pelatih dalam memimpin tim olahraga panjat tebing ini juga berbeda-beda. Perbedaan gaya kepemimpinan pelatih terletak pada tingkatan penerapan gaya kepemimpinan otokratis, demokratis, people-centered dan task-oriented. Beberapa pelatih dari kontingen kota maupun kabupaten di Provinsi Jawa Barat ini ada yang dominan menerapkan gaya kepemimpinan otokratis, beberapa pelatih juga ada yang dominan menerapkan gaya kepemimpinan demokratis, beberapa pelatih lainnya dominan menerapkan gaya kepemimpinan people-centered, selain itu ada juga beberapa pelatih yang dominan menerapkan gaya kepemimpinan task-oriented. Disamping itu, diperoleh data yang menunjukan bahwa atlet panjat tebing kategori rintisan yang dipimpin oleh pelatih yang dominan menerapkan gaya kepemimpinan task-oriented memiliki prestasi paling unggul dalam PORDA Jawa Barat 2010. Adapun pelatih yang menerapkan salah satu gaya kepemimpinan secara ekstrim yaitu terus menerus tanpa menyesuaikan dengan situasi yang terjadi dalam tim, akan berdampak buruk pada penampilan atlet. Pelatih yang

9 menerapkan gaya kepemimpinan otokratis maupun task-oriented secara ekstrim, akan menyebabkan perkembangan perilaku atlet menjadi tidak baik karena terpengaruh oleh perilaku pelatih yang keras dan egois, disamping itu perkembangan kemampuan atlet pun akan menjadi tidak bagus karena pelatih terlalu banyak memberikan tugas kepada atlet sehingga menurunkan kualitas latihan. Selain berdampak buruk pada perkembangan perilaku dan kemampuan atlet, gaya kepemimpinan otokratis dan task-oriented yang diterapkan secara ekstrim ini akan menimbulkan ketidakpuasan bagi atlet karena atlet merasa dikekang, ditekan, dan tidak dapat mengungkapkan saran ataupun keluhan, sehingga atlet merasa seperti sebuah robot yang harus terus bekerja, tak pernah mengenal lelah, sakit ataupun cedera, serta tidak ada pemenuhan kebutuhan secara psikologis. Atlet yang dilatih oleh pelatih yang menerapkan gaya kepemimpinan otokratis maupun task-oriented secara ekstrim, dapat memberikan penampilan yang sangat bagus hanya pada satu atau dua event yang diikutinya akan tetapi tidak bertahan untuk event-event selanjutnya. Penerapan gaya kepemimpinan demokratis dan people-centered secara ekstrim juga berdampak buruk pada penampilan atlet karena kedua gaya kepemimpinan ini bila diterapkan secara ekstrim akan menyebabkan atlet menjadi malas untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh pelatih dengan baik karena pelatih terlalu mengalah kepada atlet, selain itu atlet

10 menjadi kurang agresif dan kurang disiplin dalam melakukan pemanjatan terutama dalam mengikuti suatu kompetisi, sehingga pemanjatan yang dilakukan atlet menjadi tidak maksimal, dan atlet sangat jarang mendapatkan prestasi yang bagus. Dari penjelasan latar belakang, dapat disimpulkan bahwa tidak semua pelatihan cabang olahraga kompetitif dapat dipimpin dengan gaya yang sama, sebagaimana pernyataan Harsono (1988:34), yaitu: Seorang pemimpin yang efektif dalam suatu situasi tertentu belum tentu bisa efektif pula dalam situasi lain. Sukses dalam coaching suatu cabang olahraga atau dalam suatu perkumpulan tidak menjamin sukses yang sama dalam cabang olahraga lain atau perkumpulan lain. Hal itu disebabkan keempat gaya kepemimpinan pelatih tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, selain itu cabang-cabang olahraga memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Atas dasar itu, penulis mencoba untuk meneliti tentang hubungan gaya kepemimpinan pelatih dengan prestasi atlet panjat tebing kategori rintisan untuk mencari jawaban yang diharapkan dapat membantu di bidang keilmuan khususnya dalam olahraga panjat tebing. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

11 Banyak faktor yang berhubungan dengan prestasi atlet, salah satunya adalah pelatih. Oleh karena itu, gaya kepemimpinan pelatih berperan penting terhadap pencapaian prestasi atlet. Gaya kepemimpinan pelatih yang diteliti mencakup studi kasus mengenai gaya kepemimpinan otoriter, demokratis, people-centered, dan task oriented. Dari masalah yang penulis ungkapkan di atas, maka dalam penelitian ini dibatasi oleh lima variabel yaitu variabel bebas (X 1, X 2, X 3, X 4 ) dan variabel terikat (Y). Variabel bebas dan variabel terikat yang penulis gunakan adalah sebagai berikut: 1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah gaya kepemimpinan pelatih otokratis (X 1 ), gaya kepemimpinan pelatih demokratis (X 2 ), gaya kepemimpinan pelatih people-centered (X 3 ) dan gaya kepemimpinan pelatih task-oriented (X 4 ) 2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi atlet (Y). Sugiyono (2010:39) mengungkapkan bahwa: Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent (terikat) Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.

12 Dalam hal ini, variabel bebas (gaya kepemimpinan pelatih otokratis, demokratis, people-centered dan task-oriented) menjadi salah satu faktor penyebab perubahan yang terjadi pada variabel terikat (prestasi atlet). Atas dasar itu, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Adakah hubungan antara gaya kepemimpinan pelatih otokratis, demokratis, people-centered dan task-oriented secara bersama-sama dengan prestasi atlet panjat tebing kategori rintisan? 2. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan pelatih otokratis dengan prestasi atlet panjat tebing kategori rintisan? 3. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan pelatih demokratis dengan prestasi atlet panjat tebing kategori rintisan? 4. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan pelatih people-centered dengan prestasi atlet panjat tebing kategori rintisan? 5. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan pelatih task-oriented dengan prestasi atlet panjat tebing kategori rintisan? 6. Gaya kepemimpinan manakah yang dominan hubungannya dengan prestasi yang dicapai oleh atlet panjat tebing kategori rintisan?

13 C. Tujuan Penelitian Untuk mengawali suatu kegiatan, diperlukan penetapan tujuan agar mencapai suatu kesuksesan. Sugiyono (2010:282) menjelaskan bahwa Tujuan penelitian berkenaan dengan tujuan peneliti dalam melakukan penelitian. Tujuan penelitian berkaitan erat dengan rumusan masalah yang ditulis. Berdasarkan pada rumusan masalah penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara gaya kepemimpinan pelatih otokratis, demokratis, people-centered dan task-oriented secara bersama-sama dengan prestasi atlet panjat tebing kategori rintisan. 2. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara gaya kepemimpinan pelatih otokratis dengan prestasi atlet panjat tebing kategori rintisan. 3. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara gaya kepemimpinan pelatih demokratis dengan prestasi atlet panjat tebing kategori rintisan. 4. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara gaya kepemimpinan pelatih people-centered dengan prestasi atlet panjat tebing kategori rintisan.

14 5. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara gaya kepemimpinan pelatih task-oriented dengan prestasi atlet panjat tebing kategori rintisan. 6. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan mana yang dominan hubungannya dengan prestasi yang dicapai oleh atlet panjat tebing kategori rintisan. D. Metodologi Penelitian Menurut Sugiyono (2009:2), Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian ex-post facto. Metode penelitian expost-facto sesuai dengan permasalahan yang akan diungkap karena peneliti tidak memberikan perlakuan terhadap objek penelitian. Datadata yang dihimpun berdasarkan kejadian atau pengalaman yang telah berlangsung. Seperti yang telah diungkapkan oleh Sudjana dan Ibrahim (2001:56) mengenai ex-post facto, yaitu: Ex-post facto adalah sesudah fakta. Maksudnya ex-post facto sebagai metode penelitian yang menunjukan kepada perlakuan/manipulasi variabel x telah terjadi sebelumnya sehingga peneliti tidak perlu memberikan perlakuan lagi, tinggal melihat efek pada variabel terikat. Dalam penelitian ini, instrumen yang akan digunakan penulis untuk mengumpulkan data di lapangan adalah angket untuk melihat gambaran mengenai gaya kepemimpinan pelatih dari sampel, sedangkan untuk melihat

15 kemampuan memanjat sampel dilakukan tes pemanjatan dalam suatu kompetisi olahraga panjat tebing. Selain itu, penulis melakukan wawancara kepada para atlet dan para pelatih untuk mendapatkan data yang lebih dalam mengenai wawasan, pendapat, serta harapan para atlet dan para pelatih. Sugiyono (2010:142) menjelaskan mengenai angket yaitu Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan angket tertutup yaitu angket yang alternatif-alternatif jawabannya sudah disediakan sehingga respoden tinggal memilih. Sedangkan untuk pengolahan data, menggunakan pendekatan statistika teknik korelasi untuk mencari hubungan antara variabel yang akan diteliti. Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, diperlukan populasi dan sampel penelitian. Sugiyono (2010:80) menjelaskan bahwa Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, sedangkan Arikunto (2006:130) memaparkan bahwa Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Selain itu, Sugiyono (2010:81) menjelaskan bahwa Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.

16 Dalam penelitian ini, penulis meneliti dari pelaksanaan suatu kompetisi panjat tebing tingkat nasional. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 54 orang atlet pada kategori rintisan putra. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik sampling purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Teknik sampling ini digunakan dengan alasan untuk memudahkan dalam pengambilan data. Penulis hanya meneliti kategori rintisan, karena kategori ini merupakan kategori yang paling sering diperlombakan dan kategori ini lebih mudah dalam pencatatan skornya. Selain itu, peneliti hanya mengambil atlet putra karena jalur pemanjatan antara atlet putra dengan atlet putri berbeda dan jumlah atlet putra dalam setiap kompetisi lebih banyak dibandingkan dengan atlet putri sehingga memudahkan peneliti untuk menentukan jumlah sampel. Sampel penelitian yang diambil hanya atlet putra yang lolos ke babak semifinal yaitu sebanyak 26 orang. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Dapat dijadikan sumbangan keilmuan sebagai bahan pertimbangan bagi lembaga yang berkompeten dalam pembinaan olahraga panjat tebing

17 dan bagi lembaga pendidikan yang mengkaji disiplin ilmu kepelatihan olahraga. 2. Manfaat Praktis Dapat dijadikan bahan pertimbangan pedoman bagi para pelatih untuk menempatkan gaya kepemimpinannya sesuai dengan situasi yang terjadi dan karakteristik cabang olahraga yang dipimpinnya, terutama cabang olahraga panjat tebing sebagai salah satu masalah yang sering dihadapi oleh atlet dan pelatih, baik pada saat proses pelatihan maupun pada saat kompetisi. F. Struktur Organisasi Skripsi Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan struktur organisasi penulisan sebagai berikut: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Penelitian B. Identifikasi dan Perumusan Masalah C. Metode Penelitian D. Manfaat/Signifikasi Penelitian

18 E. Struktur Organisasi skripsi BAB II Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran, Dan Hipotesis Penelitian BAB III Metode Penelitian BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan BAB V Kesimpulan dan Saran Daftar Pustaka Lampiran-lampiran