BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. dan membentuk watak serta peradapan bangsa, yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengembangkan diri berdasarkan potensi yang dimiliki. Penigkatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. hanya manusia yang berkualitas saja yang mampu hidup di masa depan

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi abad

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

I. PENDAHULUAN. kehidupan lainnya seperti keluarga, sosial kemasyarakatan, pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang masalah. Pendidikan merupakan sarana terciptanya sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan dalam lapangan kerja menuntut lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang. semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan sampai sekarang

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kriteria administratif, yaitu memiliki ijazah yang sesuai dengan

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

BAB I PENDAHULUAN. mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan. bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tidak akan dapat menjalankan fungsinya sebagai tempat belajar jika tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan. Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peranan guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan diperlukan guna untuk meningkatkan mutu bangsa secara. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGELOLAAN KKG DI GUGUS SULTAN AGUNG DABIN 6 KARANGRAYUNG

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan jaman. Dalam Undang-undang Sistem Pedidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 3 disebutkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Hal ini berkaitan dengan ha kikat pendidikan yaitu sebagai upaya

KODE ETIK GURU INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan profesional secara maksimal. Hal ini disebabkan karena guru

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yaitu interaksi guru dengan peserta didik tidak berkualitas. Bahkan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional yang diamanatkan dalam pembukaan undangundangdasar

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang pada umumnya wajib dilaksanakan. globalisasi, maka pendidikan juga harus mampu menjawab kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan pembangunan nasional dalam suatu Negara salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri. meningkatkan pendidikan nasional ternyata masih banyak yang harus di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. masalah pendidikan. Guru memegang peran utama dalam pembangunan pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu wadah yang sangat penting agar warga negara Indonesia dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha secara sadar yang sengaja dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan

2015 PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KUALITAS PENDIDIK TERHADAP MUTU PENDIDIKAN

2 Menetapkan : Negara Republik Indonesia Nomor 4496) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas P

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. tercapai. Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya. penentu tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu pengalaman belajar yang terprogram dalam

BAB I PENDAHULUAN. atau anak didik sesuai dengan kebutuhan dan perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. karena itu pendidikan amat strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan. meningkatkan mutu bangsa secara menyeluruh.

BAB I PENDAHULUAN. harus dimulai dengan rekruitmen yang terdiri dari aktifitas perencanaan,

NUR ENDAH APRILIYANI,

STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI INSTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh kualitas pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani. hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya yang sangat strategis untuk mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diperbincangkan, baik dari kalangan praktisi pendidikan, politisi, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

DAMPAK KOMPETENSI PEDAGOGIK, TINGKAT PENDIDIKAN, DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP SEMANGAT KERJA GURU SMK KABUPATEN BLORA TESIS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pendidikan untuk mewujudkan tujuannya. Guru

Permendiknas No.16 Tahun 2007 Standar Kualifikasi Akademik Dan Kopetensi Guru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dalam tahap pembangunan masyarakat yang berencana

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah mempercepat pencanangan millenium development goals,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Giya Afdila, 2016

BAB I PENDAHULUAN. juga semakin pesat seperti tiada henti. Dapat dilihat dari alat-alat teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi kedepan adalah globalisasi dengan dominasi teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa Indonesia kini sedang dihadapkan pada persoalan-persoalan kebangsaan

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

STUDI TENTANG PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI SMA NEGERI 11 MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. Sergiovanni (1987), mengungkapkan bahwa (No student who can not

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi jabatan dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. bagi kalangan masyarakat terkhusus generasi muda sekarang ini mulai dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.

kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. itu, hampir semua negara menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan sumber daya yang dimilikinya. Baik sumber daya materil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan wahana yang sangat strategis dalam

KONSEP DASAR PROFESIONALISME PENDIDIKAN BAGIAN 1. Oleh Hermi Yanzi, S.Pd., M.Pd.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Teras, 2009), hlm Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam: Konsep, Strategi dan Aplikasi, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks

PENGARUHKEPEMIMPINANINSTRUKSIONAL KEPALASEKOLAHDAN MOTIVASI BERPRESTASI GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SD NEGERI DI KOTA SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Oleh karena itu, pendidikan menuntut orang-orang yang terlibat di. pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat ini.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama dalam membentuk pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Dalam proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif dan mandiri. Mulyasa (2015:36) berpendapat bahwa guru harus mampu memaknai pembelajaran, serta menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Oleh sebab itu, tugas berat sebagai seorang guru pada dasarnya hanya dapat dilaksanakan oleh guru yang memiliki kompetensi profesional yang tinggi. Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, sehingga mutu pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki guru dalam menjalankan tugasnya. Kunandar (2010:40) menjelaskan bahwa guru adalah faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di sekolah, gurulah yang berada di garda terdepan dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia. Guru berhadapan langsung dengan para peserta didik di kelas melalui proses belajar megajar. Di tangan gurulah akan dihasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, skill (keahlian), kematangan emosional, moral, dan spiritual. Oleh karena itu, diperlukan sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi, dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya. Dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia, sangat diperlukan guru (pendidik) dalam standar mutu kompetensi dan profesionalisme 1 yang terjamin. Untuk mencapai jumlah guru profesional yang dapat menggerakan dinamika kemajuan pendidikan nasional diperlukan suatu proses pembinaan berkesinambungan, tepat sasaran dan efektif. Proses menuju guru profesional ini perlu didukung 1 oleh semua unsur yang terkait dengan guru. Unsur-unsur tersebut dapat dipadukan untuk menghasilkan suatu sistem yang dapat dengan

sendirinya bekerja menuju pembentukan guru-guru yang profesional dalam kualitas maupun kuantitas yang mencukupi. Sejalan dengan kebijakan pemerintah, melalui UU No.14 Tahun 2005 pasal 7 mengamanatkan bahwa pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak deskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi. Di samping itu menurut pasal 20, dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Mengingat berat dan kompleksnya membangun pendidikan, adalah sangat penting untuk melakukan upaya-upaya guna mendorong dan memberdayakan tenaga pendidik untuk semakin profesional. Hal ini tidak lain dimaksudkan untuk menjadikan upaya membangun pendidikan kokoh, serta mampu untuk terus menerus melakukan perbaikan ke arah yang lebih berkualitas. Profesionalisme guru merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, seiring dengan semakin meningkatnya persaingan yang semakin ketat dalam era globalisasi seperti sekarang ini. Diperlukan orang-orang yang memang benar-benar ahli dibidangnya, sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya agar semua orang dapat berperan secara maksimal, termasuk guru sebagai sebuah profesi yang menuntut kecakapan dan keahlian tersendiri. Profesionalisme tidak hanya karena faktor tuntutan dari perkembangan zaman, tetapi pada dasarnya juga merupakan suatu keharusan bagi setiap individu dalam kerangka perbaikan kualitas hidup manusia. Profesionalisme menuntut keseriusan dalam kompetensi yang memadai, sehingga seseorang dianggap layak untuk melaksanakan sebuah tugas (Daryanto, 2013:5). Guru profesional adalah guru yang mengedepankan mutu dan kualitas layanan dan produknya, layanan guru harus memenuhi standarisasi kebutuhan masyarakat, bangsa, dan pengguna serta memaksimalkan kemampuan peserta didik berdasar potensi dan kecakapan yang dimiliki masing-masing individu. Untuk menjadi guru yang profesional harus memiliki beberapa kompetensi. Dalam undang-undang Guru dan Dosen No.14/2005 dan Peraturan Pemerintah No.19/2005 dinyatakan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Semua kompetensi tersebut harus dimiliki oleh seorang guru dalam melakukan kegiatan mengajar di sekolah. Guru yang bermutu adalah guru yang profesional dalam pekerjaannya karena guru

yang profesional senantiasa dapat meningkatkan kualitasnya. Oleh karena itu seorang guru harus mampu menguasai kompetensi tersebut sehingga peserta didik dapat dengan mudah menyerap ilmu yang didapat. Dewasa ini pendidikan di Indonesia berkembang dengan pesat, dengan kondisi seperti ini guru dituntut memiliki wawasan yang luas dalam perkembangan pendidikan. Peran dari seorang guru dipandang dari sisi tugas dan tanggung jawabnya tidaklah ringan. Untuk itu seorang guru selayaknya mendapatkan perhatian yang ideal. Kinerja seorang guru dikatakan baik jika guru telah melakukan unsur-unsur yang terdiri dari kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran, kedisiplinan dalam mengajar dan tugas lainnya, kreativitas dalam pelaksanaan pengajaran, kerjasama dengan semua warga sekolah, kepemimpinan yang menjadi panutan siswa, kepribadian yang baik, jujur, dan objektif dalam membimbing siswa, serta tanggung jawab terhadap tugasnya. Membahas masalah kualitas dari kinerja guru tidak terlepas dari pencapaian hasil belajar. Hal ini karena kinerja guru sangat menentukan keberhasilan proses belajar yang efektif dan efisien sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai dan terwujud dari hasil belajar siswa yang baik yang pada akhirnya dapat mencetak lulusan yang berkualitas. Menurut Bacal (2005:3) kinerja adalah proses komunikasi yang berlangsung terus menerus, yang dilaksanakan kemitraan, antara seorang guru dan siswa dengan terjadinya proses komunikasi yang baik antar kepala sekolah dengan guru, dan guru dengan siswa dalam proses pembelajaran dapat mempercepat pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan oleh guru, dan ini merupakan suatu sistem kinerja yang memberi nilai tambah bagi sekolah dalam rangka meningkatkan kualitas siswa dalam belajar. Kinerja sebagai suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugastugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu (Hasibuan, 2003:34). Selain itu, kinerja juga dapat diartikan sebagai suatu hasil dalam usaha seseorang guru yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Peningkatan kinerja guru yang lebih baik tidak hanya dituntut bagi mereka yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) melainkan juga bagi mereka yang berstatus guru honorer. Selama ini guru yang bekerja diberbagai sekolah negeri maupun sekolah swasta seringkali masyarakat mengira bahwa para guru tersebut berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Padahal tidak semua guru yang bekerja di sekolah-sekolah tersebut berstatus PNS tetapi ada juga yang berstatus guru honorer, guru bantu, dan juga guru kontrak.

Menurut arsip data kepegawaian Kabupaten Bima Tahun 2014-2015 yang ditetapkan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bima tentang Guru Honorer yang bertugas diberbagai SMA negeri dan swasta se-kabupaten Bima yang berjumlah 1130 orang dengan rincian sebagai berikut: guru honorer di SMA Negeri berjumlah 612 orang sedangkan di SMA swasta berjumlah 518 orang. Beberapa data guru honorer yang sementara ini penulis peroleh antara lain: Guru Honorer di SMAN 1 Madapangga 77 orang, SMAN 1 Woha 25 orang, SMAN 2 Woha 21 orang, SMKN 2 Bima 25 orang, SMAN 1 Bolo 36 orang, SMAN 2 Bolo 49 orang, SMAN 1 Palibelo 39 Orang. Sedangkan di SMA Swasta antara lain: SMA Muhammadiyah Woha 44 orang, SMA PGRI Woha 21 orang, dan SMK Yahya Kalampa 29 orang. (Dikutip dari data Kepegawaian Kabupaten Bima Tahun 2014-2015). Kinerja yang optimal merupakan harapan semua pihak, namun kenyataan dilapangan menunjukkan masih ada beberapa guru honorer sejarah yang kinerjanya tidak optimal. Berdasarkan observasi di beberapa SMA Se-Kabupaten Bima, terlihat bahwa kinerja guru honorer dirasakan masih belum memuaskan. Minimnya kesejahteraan guru menyebabkan kosentrasi guru terpecah menjadi beberapa sisi. Disatu sisi guru harus menambah kapasitas akademis pembelajaran dengan terus memperbaharui dan berinovasi dengan media, metode pembelajaran, dan kapasitas dirinya. Disisi lain, sebagai efek dari minimya kesejahteraan, seorang guru honorer dituntut memenuhi kesejahteraannya dengan melakukan usaha atau kegiatan lain seperti, berdagang, bertani, bahkan menjadi tukang ojek. Akhirnya, sisi peningkatan kualitas akademis menjadi tersisihkan. Guru honorer pada jam sekolah lebih banyak menghabiskan waktu di luar sekolah, dan untuk mengisi kekosongan jam mengajarnya guru honorer kerap hanya menitipkan catatan atau tugas kepada muridnya. Peranan guru selain sebagai seorang pengajar, guru juga berperan sebagai seorang pendidik. Pendidik adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Sehingga sebagai pendidik, seorang guru harus memiliki kesadaran atau merasa mempunyai tugas dan kewajiban untuk mendidik. Fakta di lapangan yang sering dijumpai di sekolah yaitu kurang disiplinya guru, terutama kedisiplinan dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Sering sekali kelas ditemukan kosong tanpa guru pengganti apabila guru yang bersangkutan tidak hadir mengisi jadwalnya. Kedisiplinan diartikan sebagai sikap mental yang mengandung kerelaan mematuhi semua ketentuan, peraturan dan norma yang berlaku dalam menunaikan fungsi dan tanggung jawab terhadap pendidikan anak didiknya, karena bagaimanapun seorang guru atau tenaga pendidik merupakan cermin bagi anak didiknya dalam sikap atau teladan.

Permasalahan lain yang ditemukan adalah kurang adanya pembinaan profesi seperti pelatihan atau penataran pendidikan, seminar, kursus-kursus atau pendidikan formal yang lebih tinggi yang diperuntukkan bagi guru honorer, hal ini terjadi disebabkan status kepegawaian mereka yang hanya berstatus guru honorer. Padahal dalam upaya mengembangkan mutu pendidikan salah satunya adalah dengan cara meningkatkan mutu tenaga pendidik. Dan peningkatan mutu tenaga pendidik seharusnya bukan hanya diperuntukkan bagi guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) melainkan juga bagi guru honorer. Karena tugas dan kewajiban mereka sama, yaitu mencerdaskan anak-anak bangsa. Permasalahan lain yang ditemukan adalah kurangnya motivasi guru honorer dalam meningkatkan kualitas diri karena mereka cenderung tidak diberi kesempatan untuk lebih maju, lebih berkembang seperti halnya guru pegawai negeri sipil, dan lagi-lagi itu sebabkan status kepegawaiannya. Padahal motivasi kerja guru juga merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi kinerja guru untuk mencapai tujuan pendidikan. Motivasi merupakan kekuatan pendorong bagi seseorang untuk melakukan suatu kegitan yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan nyata. Dengan demikian semakin tinggi motivasi seseorang maka semakin tinggi pula kinerjanya begitu pula sebaliknya, semakin rendah motivasi seseorang maka semakin rendah pula kinerjanya. Apabila para guru mempunyai motivasi kerja yang tinggi, mereka akan terdorong dan berusaha meningkatkan kemampuannya dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kurikulum yang berlaku di sekolah sehingga memperoleh hasil kerja yang maksimal. Guru memilki peran yang sangat besar dalam pendidikan, dipundaknya dibebani suatu tanggung jawab atas mutu pendidikan. Maka dari itu guru harus mengembangakan dirinya dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Sekolah sekarang sudah dihadapkan pada persaingan dan teknologi yang tidak bersekala nasional akan tetapi sudah internasional, baik sekolah negeri maupun swata. Maka dari itu profesionalitas seorang guru harus diikuti oleh motivasi kerja guru dalam mengembangkan kurikulum di sekolah akan berguna, apabila guru mempunyai keinginan, bertanggung jawab, minat, penghargaan dan meningkatkan dirinya dalam melaksanakan tugas kegiatan mengajar. Demikian halnya dengan kinerja guru ditentukan oleh tingkat sejauh mana profesionalime guru, motivasi dan kedisiplinan kerjanya. Hal inilah yang menjadi latar belakang penelitian tentang Pengaruh Profesionalime Guru, Motivasi dan Kedisiplinan Kerja Terhadap Kinerja Guru Honorer Sejarah di SMA se-kabupeten Bima. B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan observasi di beberapa SMA Se-Kabupaten Bima, terlihat bahwa kinerja guru honorer sejarah dirasakan masih belum memuaskan. Dalam realitas sehari-hari masih diketemukan adanya permasalahan antara lain : 1) Masih banyaknya siswa yang tidak begitu menghargai keberadaan guru honorer. 2) Kesejahteraan guru honorer yang sangat minim, sehingga motivasi kerjanya juga berkurang. Akibatnya untuk mencukupin kehidupan sehari-hari guru honorer melakukan pekerjaan lain untuk menambah penghasilan. 3) Kurangnya kesempatan yang diberikan kepada guru honorer untuk lebih mengembangkan kualitas diri. 4) Kurang adanya pembinaan profesi seperti pelatihan atau penataran pendidikan, seminar, kursus-kursus atau pendidikan formal yang lebih tinggi yang diperuntukkan bagi guru honorer. 5) Masih banyak guru honorer yang mengampu mata pelajaran yang tidak relevan dengan pendidikannya. C. Pembatasan Masalah Pembatasan yang dikaitkan dengan judul di atas sangatlah luas, sehingga tidak mungkin dari lapangan permasalahan-permasalahan itu dapat terjangkau dan terselesaikan semua. Oleh karena itu perlu adanya pembatasan masalah guna menghindari kesalahpahaman sehingga timbul penafsiran yang berbeda-beda yang akan mengakibatkan penyimpangan judul di atas. Dalam hal ini penulis membatasi ruang lingkup dan fokus masalah yang diteliti sebagai berikut : 1. Profesionalisme guru dibatasi pada kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional dan kompetensi sosial 2. Motivasi dibatasi pada kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan kebutuhan akan kemajuan/berkembang 3. Kedisiplinan kerja dibatasi pada taat dengan aturan, melaksanakan tugas, bertumpu pada etos kerja, bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan semangat. 4. Kinerja guru dibatasi pada faktor kualitas kerja, kecepatan atau ketepatan dan inisiatif dalam bekerja.

D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang dijadikan pokok masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Adakah pengaruh profesionalisme guru terhadap kinerja guru honorer sejarah SMA se- Kabupaten Bima? 2. Adakah pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja guru honorer sejarah SMA se- Kabupaten Bima? 3. Adakah pengaruh kedisiplinan kerja terhadap kinerja guru honorer sejarah SMA se- Kabupaten Bima? 4. Adakah pengaruh profesionalisme guru, motivasi kerja dan kedisiplinan kerja secara bersama-sama terhadap kinerja guru honorer sejarah SMA se-kabupaten Bima? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas maka tujuan yang hendak dicapai antara lain: 1. Untuk mengetahui pengaruh profesionalisme guru terhadap kinerja guru honorer sejarah SMA se-kabupaten Bima. 2. Untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja guru honorer sejarah di SMA se-kabupaten Bima. 3. Untuk mengetahui pengaruh kedisiplinan kerja terhadap kinerja guru honorer sejarah di SMA se-kabupaten Bima 4. Untuk mengetahui pengaruh profesionalisme guru, motivasi kerja dan kedisiplinan kerja terhadap kinerja guru honorer sejarah di SMA se-kabupaten Bima F. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para akademis dan para praktisi pendidikan. 1. Manfaat Teoritis Menambah khasanah ilmu pengetahuan serta memberi masukan dalam rangka penyusunan teori atau konsep-konsep baru terutama untuk pengembangan pemikiran dalam memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan kinerja guru bagi para peneliti berikutnya. 2. Manfaat Praktis

a. Memberi masukan kepada guru untuk selalu meningkatkan profesionalisme, motivasi kerja, kedisiplinan kerja dan kinerjanya. b. Memberikan masukan kepada sekolah dan diknas sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berhubungan dengan upaya peningkatan profesionalisme guru, motivasi kerja, kedisiplinan kerja dan kinerja guru