TINJAUAN PUSTAKA Sistem Agroforestri Istilah agroforestri mulai mendapat perhatian dunia internasional secara global sejak tahun 1970-an (van Maydel

dokumen-dokumen yang mirip
DINAMIKA KEBUN CAMPURAN : Studi Kasus Praktek Pemanfaatan Lahan Kering Secara Berkelanjutan di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan Rakyat dan Agroforestry. maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri Definisi agroforestri

PERANAN AGROFORESTRY UNTUK KONSERVASI TANAH DAN AIR. Oleh Firmansyah, S.Hut, M.Si Penyuluh Kehutanan Ahli Pusat Penyuluhan Kehutanan BP2SDM

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA. Nini Rahmawati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

BAB I. PENDAHULUAN. Agroforestri: ilmu baru, teknik lama. Penanaman berbagai jenis. pohon dengan atau tanpa tanaman semusim (setahun) pada sebidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

TEKNOLOGI PENGELOLAAN & PANEN AIR HUJAN (MK. Manajemen Agroekosistem, smno.jurtnh.fpub.2013)

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas biologi yang didominanasi oleh pohon-pohonan tanaman keras

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan agroforestri. Sistem agroforestri yang banyak berkembang pada

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

KONSERVASI TANAH DAN AIR DI LAHAN TAMAN HUTAN RAYA: UPAYA PENCEGAHAN DAN PERBAIKAN KERUSAKAN. Syekhfani

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013

PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh : Sri Wilarso Budi R

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

SISTEM AGROFORESTRI DAN EUTROFIKASI DANAU UNTUK KELESTARIAN BIOFISIK DAS DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT *)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan merupakan suatu asosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)

DINAMIKA KEBUN CAMPURAN : Studi Kasus Praktek Pemanfaatan Lahan Kering Secara Berkelanjutan di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak dibicarakan dan dianjurkan. Hal ini terjadi karena munculnya isu

BAGIAN EMPAT KLASIFIKASI AGROFORESTRI. Panduan Praktis Agroforestri

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

Studi Praktek Agroforestri di Desa Talawaan Kecamatan Talawaan Kabupaten Minahasa Utara

TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan. 1. Sistem pertanaman agroforestry dengan komposisi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I. PENDAHULUAN. hutan harus dilakukan dengan tetap memelihara kelestarian, keharmonisan, dan

commit to user BAB I PENDAHULUAN

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN.

TINJAUAN PUSTAKA. Bahasan mengenai degradasi dan resiliensi (resilience) merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada

DAFTAR ISTILAH Air lebih: Bahan pembenah tanah ( soil conditioner Bangunan terjunan: Bedengan: Berat isi tanah: Budidaya lorong ( alley cropping

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

-- Tanah dingin: pemahaman petani terhadap kesuburan tanah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Agroforestri Istilah agroforestri mulai mendapat perhatian dunia internasional secara global sejak tahun 1970-an (van Maydel 19850. Ada banyak pengertian dan batasan agroforestri. ICRAF, International Centre for Research in Agroforestry, memberi definisi tentang agroforestri sebagai suatu nama kolektif untuk sistem dan penggunaan lahan, dimana tanaman keras berkayu (pepohonan, perdu, palem, bambu, dsb) ditanam secara bersamaan dalam unit lahan yang sama dengan tanaman pertanian dan/atau ternak, dengan tujuan tertentu, dalam bentuk pengaturan ruang atau urutan waktu, dan didalamnya terdapat interaksi ekologi dan ekonomi di antara berbagai komponen yang bersangkutan (Lundgren and Raintree 1982 diacu Nair 1993). Whitten et al (1999) menyatakan bahwa agroforestri, agroperhutanan atau wanatani merupakan sistem tata guna lahan yang sesuai dengan praktek-praktek budaya dan kondisi lingkungan setempat, yang tanaman semusim atau tahunan dapat dibudidayakan secara bersama-sama atau rotasi, bahkan kadang-kadang dalam beberapa lapisan sehingga memungkinkan produksi yang dilakukan terus menerus karena pengaruh peningkatan kondisi tanah dan iklim mikro yang tersedia di hutan. Agroforestri dipahami secara sederhana sebagai sebuah konsep umum mengenai sistem pengelolaan lahan yang mengkombinasikan pohon dan tanaman pertanian (agricultural crops). Berbagai teknik membangun agroforestri dalam aplikasinya dapat dipilih yang mana pemilihan suatu teknik disesuaikan dengan kondisi biofisik dan faktor sosial ekonomi. Beragam teknik seperti alley cropping, taungya, dan lainnya akhirnya melahirkan beragam bentuk sistem agroforestri. Beragam bentuk sistem agroforestri yang ada oleh Nair (1991) yang diacu dalam Nair (1993) dikelompokkan agar memudahkan untuk memahami, mengevaluasi dan mengembangkan agroforest berdasarkan kriteria umum. Menurut Nair (1993), praktek-praktek agroforestri dibagi menjadi 3 kategori utama berdasarkan komponen agroforestri yaitu agrisilvicultural systems, silvopastural systems dan agrosilvopastoral systems. Praktek-praktek agroforestri yang termasuk kategori agrisilvicultural systems memiliki karakter bahwa komponenya adalah tanaman 4

yang terdiri atas tanaman semusim, tanaman semak belukar, tanaman merambat dan pohon. Berbeda dengan agrisilvicultural systems, silvopastural systems memiliki karakter utama dengan komponen agroforestri adalah pohon, ternak dan atau binatang. Kategori yang terakhir, agrosilvopastoral systems, memiliki karakter utama komponen penyusunya adalah pohon, tanaman semusim dan ternak atau binatang. Singh (1995) secara rinci menyebutkan beberapa potensi pemanfaatan agroforestri untuk petani pedesaan yaitu : - memperbaiki tanah, melalui pencegahan erosi, siklus nutrien, penambahan bahan organik, dan fiksasi nitrogen - meningkatkan panenan karena perbaikan tanah dan perubahan mikroklimat - meningkatkan produksi ternak melalui perbaikan kualitas makanan ternak, persediaan makanan ternak selama musim kering, dan perubahan iklim - pendapatan cash dari produk pohon seperti buah dan kayu - memperkecil risiko melalui diversifikasi - ketersediaan kayu bakar (dan menghemat waktu dan biaya untuk pengumpulan kayu bakar) - kayu untuk bangunan dan pagar batas - batas demarkasi dan pagar hidup menggunakan pohon. Kebun Pepohonan Tree Garden Istilah kebun pepohonan, tree garden, digunakan Wiersum (1982) untuk menunjukkan pada sistem agroforestri tajuk berlapis, multiple-storeyed agroforestry system, yang didalamnya terdapat campuran beberapa pohon buahbuahan dan pohon lainnya, terkadang juga ada tanaman pangan semusim. Terra GJA (1953) dalam Wiersum (1982) mengungkap bahwa ada 3 tipe tree gardening (penanaman pohon) yang ada di Jawa yaitu home garden (pekarangan), tree garden (kebun atau talun) dan clumps of fruit. Karateristik untuk masing-masing tipe adalah sebagai berikut : 5

a) pekarangan (home garden) : kebun diberi pagar, terdapat di pekarangan rumah, terdapat pohon penghasil buah dan kayu serta sayuran dan tanaman pangan tahunan. Menurut sejarahnya pekarangan ini terkait dengan lahan basah untuk tanaman padi (sawah) namun selanjutnya terkait dengan lahan kering. Kebanyakan ditemukan di lahan milik individu yang memiliki latar belakang budaya martiarkal. Secara khusus pekarangan terdapat di Jawa Tengah dan dikelola oleh orang-orang Jawa. b) kebun atau talun ( tree garden) : merupakan campuran pepohonan yang terdapat di lahan milik komunal yang berada di sekitar desa yang padat dengan pemukiman. Terkadang juga terletak agak jauh dari desa. Kebun atau talun tidak dikelola dan menurut sejarahnya terlait dengan praktek perladangan berpindah. Banyak ditemukan di lahan milik komunal dan memiliki budaya yang bersifat partriarkal. Kebanyakan ditemukan di Jawa Barat yang dikelola oleh orang-orang Sunda. Jika dibandingkan dengan pekarangan, kebun atau talun kurang terawat dan nampaknya lebih menyerupai hutan alam c) Rumpun pohon buah-buahan atau pohon kayu yang ditanam di lahan yang telah digunakan untuk praktek perladangan berpindah. Penanaman rumpun pohon ini menunjukkan hak milik utama terhadap pohon yang ada di lahan milik komunal. Tree garden tumbuh dan berkembang lebih awal dibandingkan dengan home garden. Hal itu dapat dipahami dari histori home garden muncul pada saat kebun-kebun pada lahan komunal dibagi-bagi menjadi kebun-kebun milik individual. Seseorang lalu membangun rumah di kebunnya, sebagian lahan kebun yang tidak menjadi rumah menjadi pekarangan. Pada tree garden yang lain, tanaman musiman diintroduksi dan tree garden dikelola lebih intensif. Perubahan terjadi pada tree garden ini. Perubahan juga terjadi pada clumps of fruit yang berubah menjadi tree garden. Perubahan-perubahan yang terjadi pada ketiga sistem tersebut mendorong Wiersum (1982) membedakan tree gardening menjadi : home garden (pekarangan), mixed garden (kebun campuran) dan forest garden (talun, kebun). Berikut karakteristik untuk masing-masing tipe. a) Pekarangan (home gardens): bentuk penggunaan lahan di lahan milik yang berada di pekarangan rumah dengan pagar yang jelas dengan beberapa jenis 6

pohon yang ditanamn bersamaan dengan tanaman semusim dan tanaman tahunan dan seringkali dijumpai sedikit ternak. b) Kebun campuran (mixed gardens): bentuk penggunaan lahan di lahan milik yang terletak di luar desa yang didominasi dengan tanaman tahunan kebanyakan pepohonan dan dibawahnya ditanami dengan tanaman tahunan. c) Talun atau kebun (forest gardens): bentuk penggunaan lahan di lahan milik di luar desa yang ditanami pepohonan atau pohon yang tumbuh sendiri dan terkadang ditanami pula dengan tanaman pangan tahunan. Beragam tipe tree gardening systems yang ada namun secara keseluruhan sebenarnya memiliki persamaan karakter (Wiersum 1982) yaitu : 1. memiliki keragaman jenis yang tinggi yang kebanyakan terdapat tanaman MPTS dari beragam tajuk (terkadang ada ternak misalnya ayam) yang menjamin variasi produksi dalam tahunan 2. kebanyakan didominasi oleh pepohonan daripada tanaman pertanian musiman yang menghasilkan nutrien sebagian besar tersimpan dalam vegetasi sehingga mengurangi risiko pelindisan hara dan erosi. 3. kebun pepohonan merupakan bagian dari sistem pertanian keseluruhan, dimana kebun pepohonan menyediakan produk tambahan dengan kandungan gizi tinggi, tanaman obat-obatan dan rempah-rempah, kayu bakar, pakan ternak dan kayu-kayu untuk konstruksi. 4. dalam kondisi normal, kebun pepohonan hanya menghasilkan produk tambahan untuk keperluan subsisten dan jika memungkinkan saat ada kelebihan hasil maka produk tersebut dijual. 5. praktek kebun pepohonan akan berbeda karena lingkungan lokal, kondisi sosial ekonomi masyarakat, preferensi dan keterampilan individu yang berbeda. Fungsi Agroforestri Soemarwoto (1984) dalam Iskandar (2001) menyatakan bahwa agroforestri berstruktur menyerupai hutan alam sehingga memiliki fungsi ekologi seperti layaknya hutan alam. Disamping itu agroforestri memiliki manfaat sosial, budaya 7

dan ekonomi bagi masyarakat pedesaan. Fungsi ekologi yang melekat pada agroforestri diantaranya menahan erosi tanah, mengatur sistem hidrologi, konservasi plasma nutfah, memberikan efek positif pada iklim mikro. Fungsi ekologi sistem agroforestri khususnya dalam konservasi tanah dan air menurut Noorwijk et al (2004) tercipta karena adanya unsur pepohonan dan vegetasi lainnya melalui mekanisme pepohonan yang berperan dalam intersepsi air hujan, daya pukul air tanah, infiltrasi air dan serapan air. Fungsi ekologi lainnya yang penting adalah adanya keragaman jenis yang dapat berperan sebagai cadangan genetik untuk kebutuhan manusia di masa mendatang. Fungsi sosial budaya dan ekonomi dari agroforestri adalah menopang kehidupan baik kebutuhan hidup sehari-hari (subsistence) maupun untuk menghasilkan produksi komersil yang dapat diperjualbelikan (Soemarwoto 1984 dalam Iskandar 2001). Sementara itu fungsi sosial yang diemban sistem agroforestri antara lain berbagi hasil kebun dengan kerabat ataupun tetangga ( Parikesit et al 2004; Abdullah et al 2006). Dinamika Sistem Agroforestri Kebun campuran seperti ekosistem hutan senantiasa berubah dan diperbaharui dengan adanya hubungan saling mempengaruhi antara faktor manusia dan struktur kebun. Ini menjadikan kondisi struktur kebun bersifat dinamis (Michon et al 1983). Hal ini menunjukkan bahwa dinamika kebun dapat dilihat dari adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur kebun. Michon et al 1983 menguraikan bagaimana faktor manusia mempengaruhi kebun dimana menurutnya bahwa penduduk merupakan bagian dari ekosistem agroforestri di pedesaan. Pengetahuan, pengalaman dan praktek-praktek yang dilakukannya mengatur dan memodifikasi fungsi dan dinamika komponen yang ada dalam sistem agroforestri tersebut. Terkait dengan kebun campuran maka karakter pemilik kebun campuran turut berperan dalam proses dinamika kebun campuran. Faktor dari lingkungan yang tidak diharapkan terjadi telah membawa perubahan pada dinamika kebun (village garden) di Cibitung Bogor yaitu tidak adanya lembaga lokal yang mengatasi pemasaran cengkeh, harga cengkeh lokal 8

yang turun, adanya pengembangan proyek resort holiday dan pembangunan lapangan golf (Michon dan Mary 1994). Kebutuhan tempat pemukiman dan lahan untuk pertanian yang intensif telah menyebabkan perubahan yang cepat pada kebun tradisional di Cibitung. Fitur hutan alam yang ada pada kebun secara gradual berubah menjadi kebun pekarangan yang tidak kompleks (Michon dan Mary 1994). Parikesit et al (2004) menyatakan dalam penelitiannya bahwa perluasan sistem pertanian intensif mempengaruhi keberadaan kebon tatangkalan di DAS Citarum. Disamping itu pertumbuhan penduduk menjadi salah satu penyebab terjadi konversi kebon tatangkalan. Faktor ekonomi pasar berkonsekuensi terhadap maksimisasi produksi dan penggunaan input eksternal sehingga kebun pekarangan hilang (Kumar dan Nair 2004). Input eksternal dalam sistem pertanian tradisional ini merupakan masuknya inovasi teknologi dalam sistem tersebut. Tekanan pasar, komersialisasi dan adopsi teknologi mendorong perubahan dalam agroekosistem termasuk pekarangan (Abdoellah et al 2001 dalam Abdoellah 2006). Faktor pasar ini juga dikatakan oleh Abdoellah et al (2006) bahwa keperluan khusus, preferensi pemilik dan pasar merupakan faktor utama yang memicu pembangunan pertanian intensif dan menyebabkan meningkatnya komersialisasi pekarangan. Nautiyal et al (1998) menyatakan bahwa pada sistem agroforestri di Garhwal Himalaya, India perubahan yang terjadi pada penggunaan lahan didorong karena adanya interaksi antara faktor ekologi, kebijakan dan faktor manusia. Palte (1980) dalam Wiersum (1982) menyebutkan bahwa ada 11 faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi keberadaan sistem agroforestri yaitu (1) metode pengelolaan dan atau keberhasilan pengenalan sistem agroforesti pada petani, (2) situasi demografi, (3) ukuran lahan pertanian dan kepemilikan lahan, (4) struktur kekuatan lokal, (5) kohesi desa (modal sosial), (6) keberadaaan lembaga sosial, (7) pendapatan petani, (8) tekanan dan pemanfaatan tenaga kerja, (9) produktivitas, (10) komersialisasi dan pasar, (11) ketersediaan modal dan kredit serta penyuluhan. 9

Faktor-faktor penyebab terjadinya dinamika pada pekarangan diantaranya faktor sosial ekonomi ( Peyre et al 2006 ). Wiersum (2004) menyebutkan faktorfaktor yang menyebabkan dinamika tersebut adalah peran pekarangan dalam semua sistem pertanian, pendapatan petani dan akses pada pekerjaan di luar pertanian. Beberapa hasil penelitian tentang dinamika sistem agroforestri seperti yang telah diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika sebuah sistem agroforestri yakni faktor pengelola sistem agroforestri, pasar, kelembagaan, kebijakan, teknologi, dan budaya. Penelitian dinamika agroforestry yang telah dilakukan selama ini umumnya mengungkap perubahan keragaman jenis (Augusseau et al 2006; Peyre et al 2006; Abdoellah et al 2006), homogenisasi struktur (Peyre et al 2006), alih guna lahan ( Michon dan Mary 1994). Namun ukuran dari dinamika itu sendiri belum ada suatu ukuran standar hanya menurut Perikesit et al (2004) kecenderungan menurunnya kebon tatangkalan dapat didekati dengan indikator penurunan luasan areal kebun. Vandermeer et al (1998) dalam Parikesit et al (2004) memandang bahwa dalam sistem multi-species (termasuk kebun campuran) dimensi manusia membuat persoalan yang ada pada sistem tersebut menjadi lebih kompleks karena indikatornya memiliki karakter yang lebih bersifat dinamik daripada biofisik. Hal ini membuat istilah dinamika kebun campuran dipandang sebagai suatu perubahan yang terjadi pada kebun campuran yang memiliki keterkaitan dengan unsur sosial. Dinamika yang terjadi pada kebun campuran dan pada sistem-sistem agroforestri lainnya merupakan sebuah kelaziman. Hal yang penting adalah keberlanjutan fungsi sistem agroforestri tersebut. Awalnya konsep kelestarian hanya dilihat dari prinsip stabilitas ekologi namun demikian konsep kelestarian dari prinsip sosial ekonomi juga menjadi penting. Kelestarian fungsi sosial ekonomi diharapkan tidak hanya berkaitan dengan kondisi penghidupan saat ini saja akan tetapi bagaimana sistem tersebut mampu menyesuaikan dengan perubahan sosial ekonomi masyarakat (Wiersum 2006). 10

Konsep Adaptasi Ada beberapa konsep adaptasi manusia dengan lingkungannya yang telah dikembangkan oleh para ahli. Salah satu konsep adaptasi dikembangkan oleh Bennett pada tahun 1976. Adaptasi merupakan suatu perilaku responsif manusia terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Perilaku responsif tersebut memungkinkan mereka dapat menata sistem-sistem tertentu bagi tindakan atau tingkah lakunya, agar dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang ada. Perilaku tersebut di atas berkaitan dengan kebutuhan hidup, setelah sebelumnya melewati keadaan-keadaan tertentu dan kemudian membangun suatu strategi serta keputusan tertentu untuk menghadapi keadaan-keadaan selanjutnya (Bennett 1976 dalam Golar 2007). Konsep adaptasi Bennet memfokuskan pada cara-cara aktif dari pertalian manusia dengan fenomena alam. Hal ini menunjuk pada mekanisme bagaimana manusia memperoleh keinginannya atau menyesuaikan hidupnya terhadap lingkungannya atau sebaliknya menyesuaikan lingkungan kepada tujuan-tujuan hidupnya (Suharjito 2002). Perilaku adaptif dapat berupa inovatif, mencari perubahan, memproduksi sesuatu yang baru atau konservatif dan tenggangrasa (Bennett 1976 dalam Suharjito 2002). Salah satu kunci konsep adaptasi yaitu konsep strategi adaptasi dari Bennett (1976) digunakan oleh Suharjito (2002) untuk menjelaskan bagaimana keluarga/rumahtangga mengembangkan sistem agroforestry kebun-talun, dalam menghadapi tekanan penduduk dan intervensi ekonomi pasar. Dijelaskan bahwa pasar telah mendorong keluarga/rumahtangga, yang sebelumnya subsisten, untuk mengkonsumsi barang-barang pasar yang tidak diproduksi sendiri, sehingga petani dipaksa untuk menghasilkan surplus produksi yang akan digunakan membeli barang-barang tersebut. Di sisi yang lain, tekanan terhadap lahan meningkat, baik karena jumlah atau rasio penduduk-lahan yang terus bertambah, maupun disebabkan oleh kebutuhan hidup yang terus meningkat. 11