BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. berada dalam kawasan Kabupaten Tapanuli Selatan. Namun saat ini, kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun, Pak-pak, Toba, Mandailing dan Angkola. (Padang Bolak), dan Tapanuli Selatan (B. G Siregar, 1984).

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari

BAB I PENDAHULUAN. Batak Angkola bermukim di daerah Tapanuli Bagian Selatan yang merupakan. Etnis Angkola bekerja sebagai petani dan beragama Islam.

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti melakukan batasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan dan merupakan tiang yang

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. ragam etnik, seperti Batak Toba, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Mandailing,

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan kebutuhan hidup manusia secara kodrati, dan sekaligus

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga

BAB I PENDAHULUAN. yang berkembang pun dipengaruhi oleh kehidupan masyarakatya.

BAB I PENDAHULUAN. dan seni budaya tradisionalnya, adanya desa desa tradisional, potensi

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman suku bangsa dan budaya yang dimiliki oleh setiap negara

BAB I PENDAHULUAN. Pada etnik Simalungun memiliki struktur sosial berbentuk pentangon sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya. Menurut Koenrtjaraningrat (1996:186), wujud kebudayaan dibedakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB I PENDAHULUAN. identik dengan nada-nada pentatonik contohnya tangga nada mayor Do=C, maka

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan budaya nasional yang tetap harus dijaga kelestariannya.guna

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan etnis dan

11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: )

BAB I PENDAHULUAN. zaman itu masyarakat memiliki sistem nilai. Nilai nilai budaya yang termasuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dari hasil pemekaran Kabupaten Pasaman berdasarkan UU No.38 Tahun dasar Bhineka Tunggal Ika, memiliki makna yang tinggi.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun, Dairi, Nias, Sibolga, Angkola, dan Tapanuli Selatan.

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB I PENDAHULUAN. Utara.Sumatera Utara juga memiliki kebudayaan yang beragam.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba,

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang

BAB I PENDAHULUAN. Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Mandailing. Keenam suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

BAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang

BAB I PENDAHULUAN. Malinowyki mengemukakan bahwa cultural determinan berarti segala sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. Selo Soemardjan dalam Simanjuntak (2000:107) Menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering terjadi bahkan di

BAB I PENDAHULUAN. Agama Islam di Desa Sukkean Kecamatan Onanrunggu Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya.

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang Masalah. Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia didalam era globalisasi sangat pesat perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

I. PENDAHULUAN. masing-masing sukunya memiliki adat-istiadat, bahasa, kepercayaan,

BAB I PENDAHULUAN. satunya Indonesia, Indonesia sendiri memiliki berbagai macam suku

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Angkola, Tapanuli Selatan dan Nias. Dimana setiap etnis memiliki seni tari yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam membedakan suku-suku yang ada di Sumatera Utara. Yaitu ende dan ende-ende atau endeng-endeng. Ende adalah nyanyian

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang melahirkan pemikiran-pemikiran yang dianggap benar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Provinsi Sumatera Utara adalah salah Provinsi yang terletak di Negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yaitu melestarikan musiknya. setiap titik sudutnya adalah batu sebagaimana dalihan ( tungku).

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara dengan ibu kotanya Medan. Sumatera Utara terdiri dari 33. dan Dokumentasi Ornamen Tradisional di Sumatera Utara:

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Moyang terdahulu. sebagai mana dikemukakannya bahwa: c. Seni musik yang disebut gondang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. Desa Pagaran Dolok merupakan salah satu desa dari Kecamatan Hutaraja

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi merupakan satu kesatuan yaitu bangsa Indonesia. Perbedaan kebudayaan itu dipengaruhi oleh letak geografis dan aturan yang berlaku dalam daerah tempat tinggal setiap suku itu. Salah satu suku tersebut adalah suku Mandailing. Suku mandailing secara umum mendiami beberapa wilayah di Provinsi Sumatera Utara, seperti Kabupaten Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidempuan, Padang Lawas, dan Padang Lawas Utara. Koentjaraningrat (2002:4) mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan millik diri manusia dengan belajar. Dan membagi kebudayaan atas tujuh unsur yaitu: sistem religi, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan bahasa dan kesenian. Goodenough (dalam Kalangie, 1994:7) juga mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan hasil pemikiran manusia yang diturunkan secara turun- temurun dari satu generasi kepada generasi berikutnya dan diterima oleh pewarisnya dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Masyarakat Mandailing memiliki kebudayan berupa adat-istiadat yang perlu dilindungi dan dipertahankan. Masyarakat suku Mandailing masih sangat melestarikan kebudayaannya. Diantaranya adalah upacara adat perkawinan,

upacara adat kematian, tarian tortor, uning-uningan, dan permainan tradisional. Adat-istiadat ini merupakan aturan atau norma yang menjadi pedoman hidup bagi setiap individu dalam kehidupan di tengah masyarakat dan setiap individu tersebut terikat kepada norma atau aturan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini adat-istiadat perkawinan sebagai suatu tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang dari generasi ke generasi, yaitu upacara yang dilakukan untuk membuat sebuah ikatan sosial dan ikatan kekeluargaan. Upacara adat perkawinan dalam masyarakat Mandailing merupakan serangkaian upacara yang memancarkan kebesaran suatu tatanan adat-istiadat dan kehidupan sosial masyarakat Mandailing secara turun-temurun. seiring perkembangan dan kemajuan zaman, makna dari adat-istiadat tersebut menjadi kabur dan tidak tertutup kemungkinan akan hilang. Menurut pengamatan penulis di lapangan, masyarakat Mandailing pada saat ini hanya melihat adat-istiadat itu sebagai formalitas saja tanpa memperhatikan asal-usul dan makna yang terkandung di dalamnya. Hal ini yang membuat penulis tergerak untuk meneliti makna-makna yang terkandung pada upacara adat perkawinan masyarakat Mandailing agar kebudayaan tersebut dapat di inventarisasi dan tidak hilang seiring dengan perkembangan zaman, karena upacara adat perkawinan dalam masyarakat Mandailing tersebut menurut penulis mempunyai makna budaya yang harus dilestarikan. Bagi masyarakat Mandailing, rangkaian upacara perkawinan merupakan gambaran dari kehidupan sehari-hari. Pada upacara tersebut akan diketahui sistem kekerabatan antara yang satu dengan yang lainnya yang diatur melalui Dalihan Na Tolu. Misalnya, apa tutur atau sistem kekerabatan yang diucapkan kepada

orang yang lebih tua dalam ikatan semarga (kahanggi), keluarga dari pihak lakilaki(anak boru) maupun pihak keluarga perempuan (mora). Upacara adat perkawinan Mandailing menggunakan berbagai bentuk tanda yang masing-masing mengandung makna dan informasi. Setiap tanda yang ada dalam upacara perkawinan masyarakat Mandailing mempunyai makna tersendiri yang tidak terlepas dari kehidupan masyarakat sekitarnya. Selain itu, tanda tersebut mencerminkan perilaku, pikiran, atau ide-ide masyarakat yang bersifat kesopanan, didikan, kebijaksanaan yang harus dijalankan oleh kedua mempelai agar rumah tangga mereka tetap utuh. Terciptanya informasi atau makna dari tanda-tanda itu semua hasil konvensi dari masyarakat setempat. Dengan demikian, kepada generasi berikutnya diharapkan dapat mempertahankan makna tanda tersebut serta dapat menimbulkan sikap kepedulian terhadap tanda yang merupakan ciri khas bagi kebudayaan masyarakat Mandailing. Dalam upacara adat perkawinan Mandailing banyak dijumpai bentuk benda yang mempunyai arti. Setiap posisi atau letak dari benda tersebut mempunyai makna. Hegel (dalam Pettinasary, 1996:2) menegaskan bahwa sebuah tanda seharusnya ditempatkan pada suatu posisi, supaya dapat menghasilkan makna yang kemudian dapat membentuk suatu gambaran mengenai suatu benda yang mempunyai makna tambahan dan demikian halnya dengan pesan yang ingin disampaikan melalui suatu tanda atau simbol. Tanda- tanda dalam upacara adat perkawinan Mandailing tidak terlepas dari makna. Tanda-tanda yang ada dalam upacara perkawinan Mandailing memiliki fungsi sebagai cerminan kepribadian masyarakat Mandailing. Masyarakat Mandailing diharapkan tetap menjaga segala bentuk, aturan, dan kegunaan tandatanda sehingga tatanan adat-istiadat Mandailing tetap berlanjut.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah: Tanda dan makna apa saja yang terdapat dalam upacara adat perkawinan pada masyarakat Mandailing di Kabupaten Padang Lawas? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : Mendeskripsikan tanda dan makna yang terdapat dalam upacara perkawinan masyarakat Mandailing. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis. 1.4.1 Manfaat Teoritis Adapun manfaat secara teoritis hasil dari penelitian ini diharapkan sebagai berikut: 1. Menambah khasanah pengkajian terhadap tanda-tanda dalam upacara perkawinan. 2. Menjadi acuan dan masukan bagi peneliti lain yang ingin meneliti tandatanda yang ada dalam upacara perkawinan, dan

3. Upaya mempertahankan makna dari tanda-tanda yang ada pada upacara perkawinan masyarakat Mandailing. 1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah : 1. Merupakan tambahan referensi bagi mahasiswa yang ingin mengembangkan penulisan yang lebih mendalam tentang tanda dalam upacara adat perkawinan. 2. Menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat, khususnya generasi muda mengenai makna dari tanda-tanda yang ada dalam upacara perkawinan masyarakat Mandailing. 1.5 Etnografi Masyarakat Mandailing di Kabupaten Padang Lawas 1.5.1 Geografis Kabupaten Padang Lawas Kabupaten yang berada di bagian pada kawasan pantai timur Kabupaten Padang lawas dengan Ibukota Sibuhuan merupakan salah satu Provinsi Sumatera Utara yang terletak pada koordinat 1 26-2 11 Lintang Utara dan 91 01-95 53 Bujur Timur dengan batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah utara : berbatasan dengan Kecamatan Batang Onang, Kecamatan Portibi, Kecamatan Padang Bolak, Kecamatan Halongonan, Kecamatan Simangambat Kabupaten Padang Lawas Utara; - Sebelah timur : berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau;

- Sebelah selatan : berbatasan dengan Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat, Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal; dan - Sebelah barat : berbatasan dengan Kecamatan Bukit Malintang Kabupaten Mandailing Natal, Kecamatan Sayur Matinggi dan Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan. Adapun kecamatan yang terletak di Kabupaten Padang Lawas yaitu Kecamatan Barumun, Kecamatan Ulu Barumun, Kecamatan Lubuk Barumun, Kecamatan Sosa, Kecamatan Sosopan, Kecamatan Batang Lobu Sutam, Kecamatan Hutaraja Tinggi, Kecamatan Barumun Tengah, Kecamatan Huristak, Aek Nabara Barumun, Barumun Selatan, Sihapas Barumun. 1.5.2 Demografi Kabupaten Padang Lawas didiami beberapa etnis, yaitu : Batak Mandailing, Batak Toba, Jawa, Nias, Minang, Melayu, Karo, dan Aceh. Namun etnis yang mendominasi di Kabupaten Padang Lawas adalah Batak Mandailing. 1.5.3 Identifikasi Desa Hutanopan Desa Hutanopan ini merupakan pusat atau objek penelitian penulis. Secara geografis Desa Hutanopan memiliki batas-batas sebagai berikut : - Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Jae Batu Kecamatan Lubuk Barumun - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Hutaibus Kecamatan Lubuk Barumun - Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Batang Bulu Kecamatan Lubuk Barumun

- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Latong Kecamatan Lubuk Barumun 1.5.4 Sistem Religi Pada masa sekarang ini secara umum masyarakat Mandailing menganut agama Islam. Namun nenek moyang mereka sebelum masuk agama Islam masih menganut animisme atau pelebegu (suatu pemujaan terhadap roh nenek moyang). Ajaran pelebegu tersebut mengakui adanya bermacam makhluk halus dan kekuatan-kekuatan gaib yang dapat menimbulkan pengaruh buruk, misalnya penyakit dan malapetaka atas diri manusia (Ritonga 1997 : 10) Sistem animisme ini mulai terhapus sekitar tahun 1820 sejak agama Islam masuk ke Mandailing yang dibawa oleh kaum Padri dari Minangkabau. Setelah masyarakat Mandailing memeluk agama Islam, membawa pengaruhpengaruh terhadap upacara-upacara animisme. Ajaran Islam melarang setiap kaumnya berhubungan dengan roh-roh yang dipuja pada acara ritual tersebut, karena dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. 1.5.5 Bahasa Bahasa Mandailing merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang dipergunakan oleh suku Mandailing. Bahasa tersebut dapat dipakai di daerah Mandailing maupun daerah perantauan yang digunakan sebagai media komunikasi di antara sesama Mandailing. Nasution, (2005 14-15), mengungkapkan bahasa Mandailing terdiri dari lima tingkatan, yaitu : - Bahasa adat (bahasa pada waktu upacara adat) - Bahasa andung (bahasa pada waktu bersedih)

- Bahasa parkapur (bahasa ketika di hutan) - Bahasa na biaso (bahasa sehari-hari) - Bahasa bura (bahasa waktu marah atau kasar) 1. Sistem Kekerabatan Masyarakat Mandailing Sistem kekerabatan masyarakat Mandailing masih berpegang pada adatistiadat yang disebut markoum marsisolkot, adat-istiadat ini sudah disempurnakan atas pihak-pihak yang dapat disatukan menjadi hidup berdampingan rukun dan damai. Karena dari arti markoum adalah berkaum atau famili dekat, meskipun ia dari orang yang jauh atau orang yang tidak pernah kenal. Sedangkan marsisolkot artinya mendekatkan yang sudah dekat, artinya masih satu marga atau suku dari satu nenek moyang. Adat-istiadat markoum marsisolkot ini belakang hari dikatakan orang juga sebagai dalihan na tolu. Dalihan artinya tungku, dan na tolu artinya yang tiga. Maksudnya, ketiga batu ini menjunjung satu wadah atau satu adat, yakni tiga unsur kelompok yang berbeda menjungjung satu wadah adat Mandailing yang terdiri dari kahanggi, anak boru, dan mora. - Kahanggi adalah kelompok yang terdiri dari pihak yang bersaudara kandung ditambah dengan kelompok yang sesama satu marga. Unsur kahanggi juga termasuk saama saina (satu ayah, satu ibu), saompu (satu nenek), saparamaan (satu bapak), sabana (seketurunan). - Anak boru adalah kelompok kerabat yang menerima anak gadis dari pihak mora. Biasanya anak boru ini sangat hormat kepada mora. - Mora adalah kelompok saudara-saudara dari isteri-isteri dari pihak kita atau tempat pengambilan anak gadis dari pihak anak boru.

Dalam masyarakat Mandailing garis keturunan adalah melalui ayah atau yang disebut dengan patrilinieal. Setiap anggota masyarakat yang mempunyai marga akan meletakkan marganya dibelakang namanya sendiri. Karena ini merupakan suatu tradisi yang menyatu dengan kehidupan masyarakat Mandailing sejak dulu.