2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT SECARA VERTIKAL PADA LOKASI KARAMBA JARING APUNG DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

3. METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

MANAJEMEN KUALITAS AIR

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT PADA LAPISAN HIPOLIMNION PASCAAERASI DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem Rawa Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

PENGARUH PENCAMPURAN MASSA AIR TERHADAP KETERSEDIAAN OKSIGEN TERLARUT PADA LOKASI KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA, PURWAKARTA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau

Tabel 1. Karakteristik Waduk Ir. H. Juanda (Prihadi 2004)

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab V Hasil dan Pembahasan

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENENTUAN KUALITAS AIR

SIKLUS OKSIGEN. Pengertian, Tahap, dan Peranannya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido 2.2. Kesuburan Perairan

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TELAAH PUSTAKA. Ketersediaan Karbohidrat. Chrysolaminarin (= leukosin)

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, waduk dan danau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARUS ENERGI DALAM EKOSISTEM

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunitas Chironomid

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

PARAMETER KUALITAS AIR

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tiap tingkatan kehidupan atau untuk tiap bangsa dan negara (Salim, 1986).

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

YUDI MIFTAHUL ROHMANI

EKOSISTEM. Yuni wibowo

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai. Sungai adalah salah satu ekosistem perairan yang dipengaruhi oleh banyak

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali

PENGARUH PERCAMPURAN BERBAGAI KOLOM AIR TERHADAP KADAR DO (Dissolved Oxygen) DI KARAMBA JARING APUNG (KJA) DI WADUK SAGULING, KABUPATEN BANDUNG

Transkripsi:

4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Di samping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik (Boyd 1982). Oksigen berperan penting sebagai indikator dalam penentuan kualitas suatu perairan (Satria 2007). 2.1.1. Sumber oksigen terlarut dalam perairan Oksigen terlarut di perairan bersumber dari proses fotosintesis dan proses difusi dari udara bebas (Boyd 1982). Menurut Schmittou (1990), sebagian besar (90-95%) oksigen masuk ke perairan waduk atau danau melalui proses fotosintesis kemudian oleh difusi dari udara, dan yang paling kecil oleh aliran air yang memasuki badan perairan. Fotosintesis memiliki peranan yang lebih penting dalam mengatur konsentrasi oksigen terlarut di perairan dibandingkan dengan proses fisika (Boyd 1982). Secara umum proses fotosintesis dapat ditunjukkan pada reaksi berikut. 6CO 2 + 6H 2 O C 6 H 12 O 6 + 6O 2 (Cole 1983) Faktor pengontrol yang mempengaruhi kecepatan proses fotosintesis dan konsentrasi oksigen terlarut di perairan adalah suhu, cahaya, konsentrasi nutrien, spesies dari fitoplankton yang hidup di perairan, kelimpahan plankton, turbulensi, dan faktor lainnya. Pada lapisan permukaan hingga perairan kolam, konsentrasi oksigen terlarut akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kelimpahan plankton (Boyd 1982). Difusi oksigen dari atmosfer ke perairan pada hakekatnya berlangsung relatif lambat meskipun terjadi pergolakan massa air. Laju transfer oksigen tergantung pada konsentrasi oksigen terlarut di lapisan permukaan, konsentrasi saturasi oksigen, dan akan bervariasi sesuai kecepatan angin (Seller dan Markland 1987). Difusi oksigen dari udara bebas terjadi ketika berlangsung kontak antara campuran gas atmospheric dengan air, dengan syarat air berada dalam keadaan undersaturated

5 (Boyd 1982). Oksigen bawaan yang masuk ke dalam badan perairan dapat terjadi karena adanya inflow (Wetzel 2001). Odum (1993) menyatakan bahwa perairan tergenang biasanya memiliki stratifikasi secara vertikal yang diakibatkan oleh perbedaan intensitas cahaya dan perbedaan suhu secara vertikal pada kolom perairan. Bila dibagi berdasarkan ada tidaknya cahaya pada suatu lapisan perairan, maka ada dua kelompok lapisan, yaitu lapisan fotik (eufotik, kompensasi, dan disfotik) dan lapisan afotik. Berdasarkan perbedaan intensitas cahaya yang masuk ke perairan, stratifikasi vertikal kolom air pada perairan menggenang dikelompokkan sebagai berikut. a. Lapisan eufotik, yaitu lapisan yang masih mendapatkan cukup matahari. Pada lapisan ini oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis lebih besar daripada oksigen yang digunakan untuk respirasi. b. Lapisan kompensasi, yaitu lapisan dengan intensitas cahaya tinggal 1% dari intensitas cahaya permukaan atau yang dicirikan oleh hasil fotosintesis yang sama dengan hasil respirasi. c. Lapisan profundal, yaitu lapisan di bawah lapisan kompensasi dengan intensitas cahaya sangat kecil (disfotik) atau sudah tidak ada lagi cahaya (afotik). 2.1.2. Pemanfaatan oksigen terlarut Oksigen terlarut di perairan dimanfaatkan oleh tumbuhan air (termasuk di dalamnya fitoplankton) dan biota perairan lainnya dalam proses respirasi, serta mikroba untuk mendekomposisi bahan organik. Penggunaan oksigen terlarut di perairan untuk respirasi plankton dan mikroorganisme perairan lainnya mencapai 72%, untuk ikan hanya tersedia 22%, digunakan untuk respirasi organisme dasar perairan sebesar 2,9% serta sisanya 3,1% lepas ke udara. Proses respirasi berlangsung sepanjang hari baik siang maupun malam hari, sedangkan fotosintesis berlangsung hanya pada siang hari. Hal ini menyebabkan terjadinya fluktuasi harian kadar oksigen terlarut di lapisan eufotik. Proses respirasi juga berlangsung di seluruh lapisan perairan, sehingga pada lapisan eufotik kadar oksigen cenderung lebih melimpah dibandingkan lapisan di bawahnya. Titik kedalaman terjadinya konsumsi oksigen dalam proses respirasi sama dengan produksi melalui proses fotosintesis disebut kedalaman kompensasi (Widiyastuti 2004). Data mengenai

6 konsentrasi oksigen dan tingkat konsumsi sangat berguna untuk menggambarkan sebab dan akibat terjadinya eutrofikasi di perairan (Carlsson et al. 1999). 2.1.3. Penurunan oksigen terlarut pada lapisan hipolimnion Dalam berbagai stratifikasi, oksigen terlarut akan semakin menurun hingga lapisan hipolimnion. Penurunan ini disebabkan oleh proses oksidasi yang terjadi dari pemukaan hingga dasar perairan. Proses yang terjadi pada lapisan hipolimnion adalah proses dekomposisi oleh bakteri serta proses respirasi (Sumawidjaja 1974). Pengurangan kandungan oksigen terlarut pada lapisan hipolimnion yang semakin meningkat selama terjadi stratifikasi bukan hanya karena faktor kedalaman atau pun bertambah tebalnya volume lapisan hipolimnion, melainkan juga karena faktor waktu selama periode stratifikasi. Perbedaan kadar oksigen terlarut awal, selama, dan akhir periode stratifikasi pada suatu kedalaman tertentu dinyatakan sebagai defisit oksigen. Defisit oksigen pada areal hipolimnetik pada sejumlah danau atau waduk dapat mengindikasikan bahwa (Wetzel 2001). a. Defisit oksigen berkorelasi positif dengan produktivitas primer alga fitoplankton. b. Defisit berkebalikan secara proporsional terhadap transparansi epilimnetik (kedalaman Secchi disk). c. Danau dengan konsentrasi total fosfor lebih tinggi memiliki nilai defisit oksigen lebih tinggi pula. d. Defisit cenderung lebih besar terjadi pada danau yang memiliki rata-rata temperatur hipolimnetik musim panas lebih tinggi. e. Defisit oksigen lebih besar pada danau dengan kedalaman rata-rata hipolimnetik yang tebal. Danau dengan hipolimnion tipis dapat memiliki nilai rata-rata deplesi oksigen per unit volume lebih besar namun rata-rata per unit arealnya lebih kecil apabila dibandingkan dengan yang terjadi pada danau dengan hipolimnion tebal (Wetzel 2001). Tipe distribusi oksigen terlarut secara vertikal bervariasi. Tipe distribusi oksigen terlarut dalam suatu perairan secara vertikal menurut Goldman dan Horne (1983) adalah sebagai berikut.

7 a. Tipe orthograde: terjadi pada danau yang tidak produktif (oligotrofik) atau danau yang miskin unsur hara dan bahan organik. Konsentrasi oksigen semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman perairan. Peningkatan oksigen pada kondisi ini lebih diakibatkan oleh penurunan suhu dengan bertambahnya kedalaman. b. Tipe clinograde: terjadi pada danau dengan kandungan unsur hara dan bahan organik yang tinggi (eutrofik). Pada tipe ini oksigen terlarut semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman atau bahkan habis sebelum mencapai dasar. Penurunan ini diakibatkan oleh adanya proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. c. Tipe heterograde positif dan negatif: pada tipe ini terlihat bahwa fotosintesis dominan terjadi di atas lapisan termoklin dan akan meningkatkan oksigen di bagian atas lapisan metalimnion. d. Tipe anomali: tipe ini terjadi aliran air yang deras, dingin, kaya oksigen dan membentuk sebuah lapisan yang mempunya ciri-ciri sendiri. Keterangan : (a). Tipe orthograde; (b). Tipe clinograde; (c). Tipe heterograde positif dan negatif; (d). Tipe anomali. Gambar 2. Tipe distribusi vertikal oksigen (Goldman dan Horn 1983) 2.2. Parameter Pendukung Keberadaan DO Keberadaan oksigen terlarut di perairan akan dipengaruhi oleh beberapa faktor fisika, kimia dan biologi yang di antaranya adalah suhu, kecerahan, ph dan fitoplankton yang terkait dengan kelimpahan dan klorofil-a. Faktor fisika, kimia,

8 dan biologi tersebut merupakan faktor yang sangat mendukung keberadaan DO di perairan dan keberadaannya sangat berfluktuasi. 2.2.1. Suhu Suhu suatu perairan sangat dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari yang jatuh ke permukaan perairan, sebagian dipantulkan kembali ke atmosfer dan sebagian masuk ke perairan yang disimpan dalam bentuk energi (Welch 1952). Suhu suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, biologi badan air. Suhu juga berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan viskositas dan juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O 2, CO 2, N 2, CH 4, dan sebagainya (Haslam 1995). Suhu air yang selalu meningkat menyebabkan oksigen semakin berkurang karena laju konsumsi oleh organisme perairan semakin meningkat seperti yang terlihat pada Tabel 1 (Fang dan Stefan 1997). Tabel 1. Hubungan antar konsentrasi oksigen terlarut jenuh dan suhu pada tekanan udara 760 mmhg (Cole 1983). Suhu ( o C) Konsentrasi O 2 terlarut (mg/l) Suhu ( o C) Konsentrasi O 2 terlarut (mg/l) Suhu ( o C) Konsentrasi O 2 terlarut (mg/l) 0 14,62 12 10,78 24 8,42 1 14,22 13 10,54 25 8,26 2 13,38 14 10,31 26 8,11 3 13,46 15 10,08 27 7,97 4 13,11 16 9,87 28 7,83 5 12,77 17 9,66 29 7,69 6 12,45 18 9,47 30 7,56 7 12,14 19 9,28 31 7,43 8 11,84 20 9,09 32 7,3 9 11,56 21 8,91 33 7,18 10 11,29 22 8,74 34 7,06 11 11,03 23 8,58 35 6,95 2.2.2. Kecerahan Kecerahan suatu perairan sangat tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan suatu ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan Secchi disk (Cole 1983). Nilai kecerahan dapat

9 dinyatakan dalam satuan meter. Kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi. Pengukuran kecerahan dilakukan pada saat cuaca cerah, melangsungkan proses fotosintesa. Menurut Odum (1993) penetrasi cahaya seringkali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air sehingga membatasi zona fotosintesis. Apabila kecerahan pada suatu perairan rendah, berarti perairan itu keruh. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air (Wetzel dan Likens 1991). Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA 2005). Menurut Sumawidjaja (1974) kecerahan air mempengaruhi jumlah dan kualitas sinar matahari dalam perairan. Jumlah dan kualitas sinar matahari ini mempengaruhi kualitas plankton melalui penyediaan energi untuk melangsungkan proses fotosintesis. Fitoplankton sebagai produsen primer di perairan, memerlukan cahaya matahari untuk berfotosintesis. Peningkatan kepadatan fitoplankton akan meningkatkan suplai oksigen yang berasal dari fotosintesis, sehingga penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan akan menentukan produktivitas primer suatu perairan (Boyd 1982). 2.2.3. ph Nilai ph merupakan salah satu komponen terpenting dan sering digunakan sebagai penentu dalam pengukuran parameter kimia perairan (APHA 2005). Nilai ph air menunjukkan apakah reaksi basa atau asam relatif terhadap titik netral ph 7,0. Nilai ph perairan secara normal berfluktuasi pada siklus siang hari atau diurnal secara primer dipengaruhi oleh kadar-kadar CO 2, kepadatan fitoplankton dan alkalinitas total serta tingkat kesadahan (Schmittou 1991). Nilai ph pada suatu ekosistem sangat penting, karena berhubungan dengan produktivitas biologis. Meskipun toleransi organisme terhadap ph bervariasi, nilai ph antara 6,5-8,5 biasanya menunjukkan kualitas air yang baik (UNEP-GEMS 2006). Nilai ph dalam suatu perairan dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan perairan dan mempengaruhi tersedianya unsur hara serta toksisitas dari unsur-unsur renik. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam

10 maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus 2002). 2.2.4. Fitoplankton Plankton adalah mikroorganisme yang ditemui hidup melayang dan hidup bebas di perairan dengan kemampuan pergerakan yang rendah. Organisme ini merupakan salah satu parameter biologi yang memberikan informasi mengenai kondisi perairan baik kualitas perairan maupun tingkat kesuburannya (Schmittou 1991 in Astuti dan Satria 2009). Fitoplankton memiliki klorofil untuk dapat berfotosintesis, menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat dan oksigen. Fitoplankton sebagai produsen primer di perairan merupakan sumber kehidupan bagi seluruh organisme akuatik lainnya. Di samping sebagai penghasil oksigen, fitoplankton merupakan makanan bagi konsumer primer yaitu zooplankton. Fitoplankton tergolong sebagai organisme autotrof, yang membangun tubuhnya dengan mengubah unsur-unsur anorganik menjadi zat organik dengan memanfaatkan energi karbon dari CO 2 dan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis (Basmi 1999). Dalam suatu perairan fitoplankton berfungsi sebagai pemasok oksigen terbesar melalui proses fotosintesis, sehingga kelimpahannya dapat menggambarkan seberapa besar kemampuan suatu perairan dalam mensuplai oksigen ke dalam perairan. Selain itu, fitoplankton merupakan bagian dari tumbuhan fotosintetik yang memiliki klorofil-a yang sangat penting, sebagai katalis dan berperan langsung dalam proses fotosintesis. Klorofil-a dapat digunakan sebagai penduga besarnya produksi dan produktivitas primer yang dihasilkan oleh populasi fitoplankton. Dengan melakukan pengukuran klorofil-a, akan diketahui produksi primer bersih dari fitoplankton (Basmi 1999).