(a) Maximum Absolute Amplitude (b) Dominant Frequency

dokumen-dokumen yang mirip
IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik

a) b) Frekuensi Dominan ~22 hz

Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian

APLIKASI DEKOMPOSISI SPEKTRAL DALAM INTERPRETASI PALEOGEOGRAFI SISTEM LAKUSTRIN- RIFT DI SUB-CEKUNGAN AMAN UTARA, CEKUNGAN SUMATRA TENGAH TESIS

DAFTAR PUSTAKA. 3. Gridley, J., dan Partyka, G. (1997), Processing and Interpretational Aspects of Spectral Decomposition.

BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal)

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.

Gambar III.26 Atribut seismik pada horison Pematang 5 mewakili geometri sedimen mid maximum rift

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab III Pengolahan Data

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen

BAB I PENDAHULUAN. usia produksi hidrokarbon dari lapangan-lapangannya. Untuk itulah, sebagai tinjauan

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR

Bab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat

Metodologi Penelitian

BAB IV PENAFSIRAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG

BAB II GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III Sekuen Mid Maximum Rift Sekuen Pematang 5

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab III Tektonostratigrafi Kelompok Pematang Sub Cekungan Barumun

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Bab II Kajian Pustaka II.1. Geologi Regional Daerah Penelitian Episode Tektonik F0 Episode Tektonik F1

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... vi. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

Sekuen Stratigrafi Rift System Lambiase (1990) mengajukan pengelompokan tektonostratigrafi cekungan synrift yang terbentuk dalam satu satu siklus

DAFTAR ISI. SARI... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xvi BAB I PENDAHULUAN...

BAB IV METODE DAN PENELITIAN

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATRA TENGAH

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

IV.2 Pengolahan dan Analisis Kecepatan untuk Konversi Waktu ke Kedalaman

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Sumatera Selatan termasuk salah satu cekungan yang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

GEOLOGI DAERAH KLABANG

ANALISIS ATRIBUT SEISMIK UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI HIDROKARBON (Studi kasus daerah Amandah, Formasi Talangakar, Cekungan Jawa Barat Utara)

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

c. Peta struktur PMT5 d. Peta struktur PMT6 e. Peta struktur PMT7 f. Peta struktur PMT8

V. PEMBAHASAN. dapat teresolusi dengan baik oleh wavelet secara perhitungan teoritis, dimana pada

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI...

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

I. PENDAHULUAN. Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di

II.1.2 Evolusi Tektonik.. 8

BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

BAB III KARAKTERISASI RESERVOIR

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

I.2 Latar Belakang, Tujuan dan Daerah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

KARAKTERISASI RESERVOAR FORMASI BELUMAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE INVERSI IMPENDANSI AKUSTIK DAN NEURAL NETWORK PADA LAPANGAN YPS.

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

(Gambar III.6). Peta tuning ini secara kualitatif digunakan sebagai data pendukung untuk membantu interpretasi sebaran fasies secara lateral.

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada

BAB IV ANALISA SEDIMENTASI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV GEOKIMIA PETROLEUM

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Karakterisasi Reservoar Batuan Karbonat Formasi Kujung II, Sumur FEP, Lapangan Camar, Cekungan Jawa Timur Utara 1

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB I PENDAHULUAN. Area penelitian terletak di area X Malita Graben yang merupakan bagian

Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18).

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB III TEORI DASAR Tinjauan Umum Seismik Eksplorasi

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA

Transkripsi:

Peta isokron pada gambar IV.14 di atas, menunjukan bagaimana kondisi geologi bawah permukaan ketika sistem trak rift-climax tahap awal dan tangah diendapkan. Pada peta tersebut dapat dilihat arah pengendapan sedimen yang mungkin terjadi saat itu, yaitu adanya pengendapan dari arah hinge margin sebelah timur dan dari arah sesar batas sebelah barat, menuju pusat cekungan. Ekstraksi atribut amplitudo seismik, cukup bagus menggambarkan tren dominan dari arah sesar-sesar yang mengontrol pembentukan rift yaitu relatif ke arah timurlaut-baratdaya, sebaliknya geometri fasies pengendapan yang kemungkinan dapat berkembang pada sekuen ini, seperti delta lakustrin, tidak dapat teridentifikasi dengan jelas. (a) Maximum Absolute Amplitude (b) Dominant Frequency Gambar IV.15. Penampang horisontal hasil ekstraksi atribut seismik (a) amplitudo absolut maksimum dan (b) frekuensi dominan, dengan acuan Top Brownshale. Warna putih bernilai paling rendah, warna biru gelap bernilai paling tinggi. Hasil ekstraksi atribut amplitudo dan frekuensi dengan acuan Top Brownshale meskipun dapat menggambarkan tren dominan dari sistem sesar yang mengontrol, namun masih tidak dapat memberikan gambaran jelas mengenai geometri lateral dari tiap sesar individual tersebut. Berbeda dengan ekstraksi atribut seismik, hasil pemrosesan dekomposisi spektral dalam bentuk tuning cube dengan acuan 1 dan 2 50

horison, memberikan gambaran yang jauh lebih baik (gambar IV.16). Sistem sesar yang mengontrol pada sekuen ini dapat teridentifikasi dengan cukup jelas, bahkan arah dan bagaimana geometri sesar-sesar tersebut terlihat dengan kuat. Hal ini terkait dengan amplitudo seismik yang cukup kuat, ditunjukan oleh reflektornya pada data seismik yang tampak sangat jelas dan paling mudah dikenali dibandingkan dengan reflektor lain. Kenampakan reflektor yang sangat jelas beramplitudo cukup tinggi ini memberikan satu poin tersendiri dalam pemrosesan data menggunakan metode dekomposisi spektral. Pada sistem trak ini ini, metode dekomposisi spektral dinilai cukup mampu meningkatkan gambaran kondisi geologi bawah permukaan. a) b) c) Frekuensi Dominan ~20-21 hz Gambar IV.16. Tuning Cube dengan acuan (a) dua horison Top Lower Red Beds- Top Brownshale dan (b) horizon tunggal Top Brownshale. Diiris pada frekuensi ~20-21 hz, (c) histogram sebaran data frekuensi. 51

Pada bagian akhir sistem trak rift-climax, diendapkan sedimen dengan karakter litologi yang lebih kasar sebagai endapan tahap akhir, yang diinterpretasikan sebagai batupasir fluvial. Sistem trak ini berada pada interval antara Top Brownshale dan Sand 4930 (Upper Red Beds). Ketinggian muka air danau pada sistem trak ini, berdasarkan penelitian sebelumnya, diinterpretasikan mengalami penurunan (surut). Bermacam-macam fasies non-marin dan fasies lakustrin seperti kipas aluvial, sistem fluvial (channel), dataran banjir (floodplain), soil, delta lakustrin, fitur seperti garis pantai (shoreline like feature) dan endapan lumpur danau dapat terbentuk. Kipas Aluvial Sungai Teranyam Tipis Tebal Gambar IV.17. Peta isokron pada interval antara Brownshale dan 4930 Sand (interval kontur 25 ms). Memperlihatkan arah pengendapan sedimen dari arah hinge margin dan sesar batas menuju pusat cekungan (depocenter). Peta ketebalan pada domain waktu (isokron) antara Top Brownshale dan Top 4930 Sand (gambar IV.17) menunjukan adanya pola-pola pengendapan yang 52

berasal dari arah hinge margin di sebelah timur dan juga dari sesar batas di sebelah barat. Pola-pola pengendapan ini dapat diinterpretasikan sebagai fasies pengendapan sungai teranyam, kipas aluvial dan delta lakustrin. Secara umum ketebalan fitur-fitur geologi bawah permukaan tersebut berkisar antara 100-200 ms. Dari hasil ekstraksi amplitudo total, meskipun tidak terlalu jelas, masih dapat diidentifikasi pola-pola geometri kipas aluvial yang masuk dari arah baratlaut menuju depocenter sub-cekungan. Sementara dari ekstraksi frekuensi dominan, frekuensi 16-30 hz cukup dominan tersebar merata. Pada frekuensi sekitar 16 hz, pola geometri kipas aluvial juga tampak dibagian baratlaut dari cekungan (gambar IV.18). Tren dominan dari sistem sesar yang mengontrol pada sistem trak ini masih berarah relatif timurlaut-baratdaya yang ditunjukan oleh warna hijau terang hingga merah. (a) Total Amplitude (b) Dominant Frequency Gambar IV.19. Penampang horisontal hasil ekstraksi atribut seismik (a) amplitude absolute maksimum dan (b) frekuensi dominan, dengan acuan Top Sand 4930. Warna putih bernilai paling rendah, warna biru gelap bernilai paling tinggi. Pemrosesan dekomposisi spektral, yang hasilnya dapat dilihat pada irisan tuning cube gambar IV.19, dapat diinterpretasikan beberapa fitur geologi menarik yang 53

kemungkinan berkembang pada sekuen ini. Misalnya fitur kipas aluvial yang berasal dari arah sesar batas relatif di sebelah baratlaut, selain itu juga diidentifikasikan adanya fitur sungai teranyam (braided-fluvial) yang berarah relatif utara-selatan. Sistem fluvial ini melebar pada bagian tengah irisan horisontal tuning cube pada daerah yang sudah di tembus oleh beberapa sumur pengeboran hidrokarbon. Sehingga sumur-sumur ini dapat dijadikan kontrol yang cukup baik untuk mem-validasi hasil pemrosesan metode dekomposisi spektral. a) b) c) Frekuensi Dominan ~22 hz Gambar IV.19. Tuning Cube dengan acuan (a) dua horison Top Brownshale-Top Sand 4930 dan (b) horizon tunggal Top Sand 4930 yang diiris pada frekuensi ~22 hz sebagai, (c) histogram sebaran data frekuensi. 54

Ketebalan fasies pengendapan berupa braided-fluvial pada sekuen 4930 Sand ini, pada bagian berikutnya akan diperkirakan dengan menggunakan metode dekomposisi spektral, yaitu menggunakan ekstraksi frekuensi dalam bentuk horison ber-domain frekuensi yang disebut First Peak Frequency. IV.5.4. Sistem trak (tahap) Post-rift Sistem trak ini merupakan babak akhir dari episode pembentukan rift subcekungan Aman Utara. Sistem trak ini diinterpretasikan bersosiasi dengan bagian akhir pengendapan Pematang Upper Red Beds hingga endapan awal Formasi Menggala. Topografi dari sekuen ini relatif cukup terjal pada bagian Upper Red Beds dan melandai pada Formasi Menggala, sehingga cukup memungkinkan berkembangnya fasies-fasies fluvial. Secara struktur, tidak banyak aktivitas tektonik pada sistem trak ini. Sesar-sesar yang cukup dominan pada sistem trak sebelumnya, diinterpretasikan tidak banyak mengontrol. Beberapa sesar utamanya teraktifkan kembali hingga berakhir pada saat terjadinya erosi regional pada kawasan ini yang ditandai oleh adanya batas sekuen SB25,5 ma. Setelah fase ini, accomodation space utamanya dibentuk oleh adanya sagging dibagian akhir dari episode paleogen Pematang. Peta isokron antara Top Pematang dan Top Sand 4930, menunjukan adanya polapola geometri fasies pengendapan yang belum dapat diinterpretasikan dengan cukup jelas. Fasies pengendapan ini berkembang dari arah relatif timurlaut menuju selatan (gambar IV.20) Ekstraksi atribut amplitudo RMS seismik dapat diidentifikasi pola-pola sistem sesar yang dominan berarah timurlaut-baratdaya, sementara dari ekstraksi atribut frekuensi puncak spektral, dapat diindentifikasi pola-pola yang sangat menarik pada frekuensi 15-20 hz, menyerupai pengendapan fasies sungai berkelok atau meandering fluvial yang relatif dari arah timurlaut-barat-selatan (gambar IV.21). 55

Gambar IV.20. Peta isokron pada interval antara Top Pematang dan Sand 4930. Memperlihatkan arah pengendapan sedimen dari arah hinge margin dan sesar batas menuju pusat cekungan (depocenter). (a) RMS Amplitude (b) Peak Spectral Frequency Gambar IV.21. Interpretasi terhadap penampang horisontal hasil ekstraksi atribut (a) Amplitudo RMS dan (b) frekuensi puncak spektral. Interpretasi terhadap penampang ekstraksi amplitudo seismik dengan acuan horison Top Pematang FM. 56

Hasil pemrosesan dekomposisi spektral dalam bentuk tuning cube pada gambar IV.22, menunjukan arah dominan dari sistem sesar yang masih mengontrol hingga sistem trak ini. Tren dominan sistem sesar ini diidentifikasi relatif ke arah timurlaut-baratdaya. a) b) Frekuensi Dominan ~21 hz Gambar IV.22. Tuning Cube dengan acuan (a) satu horison Top Pematang dan (b) dua horizon Top Sand 4930 -Top Pematang yang diiris pada frekuensi ~21 h, (c) histogram sebaran data frekuensi. Fitur-fitur geometri fasies pengendapan fluvial yang berkembang pada sekuen sebelumnya, terlihat masih dapat diindentifikasi meskipun cukup samar, seperti misalnya sungai berkelok. 57