BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inflamatory bowel disease (IBD) adalah suatu kondisi penyakit kronik pada usus yang diperantarai proses aktivasi imun yang patofisiologinya kompleks dan multifaktorial. IBD mencakup kolitits (KU), penyakit Crohn (PC) dan kolitis indeterminate, yang merupakan gangguan inflamatori kronik yang menyebabkan inflamasi saluran gastrointestinal, dengan etiologi dan patogenesisnya tidak jelas serta ditandai dengan periode rekuren dan remisi yang bergantian (Fauci et al., 2012; Ripoli et al., 2010). Kejadian IBD di negara berkembang akhir-akhir ini meningkat dengan kolitis mempunyai insidens yang lebih tinggi penyakit Crohn. KU merupakan inflamasi mukosa difus terbatas pada kolon (Charter et al., 2004). Insidens KU sendiri dikatakan sekitar 7,6 sampai 246,0 kasus per 100.000 orang per tahun dari kepustakaan negara barat (Danese & Fiocchi, 2011). Di Indonesia sendiri belum ada studi epidemiologi tentang IBD (Dharmika, 2009), untuk kejadian KU di Rumah Sakit Sardjito tahun 2014 dari rekam medik didapatkan 35 pasien rawat inap dan 14 pasien rawat jalan (Data rekam medik RS Sardjito, 2014). Kolitis adalah jenis IBD yang proses inflamasinya terjadi pada lapisan dalam kolon dan rectum, kadang mengenai ileum (Afify M. et al., 2010). Resiko malnutrisi lebih besar pada fase aktif dimana terdapat penurunan asupan nutrisi oral karena sakit perut dan anoreksia. Mukosa usus yang mengalami 1
2 peradangan dapat menyebabkan diare disertai hilangnya protein, darah, mineral, elektrolit dan berbagai elemen dan terjadinya malabsorpsi nutrisi (Barbara et al., 2011). derajat keparahan ini terutama pada fase aktif penting karena akan menentukan pertimbangan pengobatan, pemberian konseling dan prognosis pada pasien IBD (Satsangi et al., 2006). Untuk menilai derajat keparahan yang berhubungan dengan fase penyakit kolitis dapat digunakan berbagai perasat (tools), diantaranya adalah skor Truelove and Witts, skor Mayo dan klasifikasi Montreal (Dignas et al., 2012; Yang et al., 2008). Klasifikasi Montreal adalah modifikasi dari skor Truelove- Witss diajukan oleh kelompok kerja (working party) tentang klasifikasi IBD dan dilaporkan dalam Montreal World Congress of Gastroenterology 2005 di Montreal serta sudah dipakai dalam penelitian-penelitian. Kelebihan dari klasifikasi Montreal ini adalah penilaian secara klinis dengan pemeriksaan laboratorium sederhana dan mudah dipakai dalam praktek klinis. (Dignas et al., 2012) Dalam kaitannya dengan patogenesis penyakit, kondisi malnutrisi mempunyai kaitan yang erat karena mempengaruhi gangguan ketidakseimbangan antara sumber penyakit (agent), pejamu (host) dan lingkungan (environment) (Supariasa et al., 2001). Prevalensi malnutrisi terkait IBD sendiri cukup tinggi. Duapuluh tiga persen dari pasien IBD yang rawat jalan mengalami malnutrisi. Pasien yang dirawat di rumah sakit karena eksaserbasi klinis IBD mengalami insidens malnutrisi sampai 85% (Dragomir & Ioana, 2007). Roach et al. (2009) mendapatkan bahwa pasien IBD aktif menunjukkan peningkatan prevalensi gizi
3 kurang sedangkan Kalantari et al. (2014) mendapatkan bahwa pasien kolitis dengan derajat keparahan sedang dan berat mempunyai resiko yang tinggi untuk kejadian malnutrisi (Rocha et al., 2009; Kalantari et al., 2014). Malnutrisi bisa mempengaruhi perjalanan klinis, mengganggu sistem imunitas selular dan humoral, mengganggu pertumbuhan pada anak-anak, meningkatkan morbiditas postoperatif, membuat pemulihan postoperatif yang lama dan tentunya menurunkan kwalitas hidup (Dragomir & Ioana, 2007). Dalam penentuan status nutrisi, antropometri adalah cara yang paling sering dilakukan. Metode pengukuran antropometri yang luas dipakai di Indonesia adalah Lingkar Lengan Atas (LiLA) dan Indeks Massa Tubuh (IMT) (Supariasa, 2001). Pengukuran LiLA merupakan pemeriksaan yang relatif mudah, murah, sederhana, akurat dan berguna sebagai alat skrining status nutrisi. Dalam berbagai penelitian, antara LiLA dan IMT didapatkan korelasi yang kuat namun LiLA mempunyai kelebihan yaitu dapat diukur pada kondisi dimana berat badan, tinggi badan, IMT tidak dapat ditetapkan atau diinterpretasi (Powell & Hennessy, 2003). B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan antara lingkar lengan atas (LiLA) dengan beratnya penyakit menggunakan klasifikasi Montreal pada penderita kolitis?
4 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara antara lingkar lengan atas (LiLA) dengan beratnya penyakit menggunakan klasifikasi Montreal pada penderita kolitis? D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Bagi penderita, dapat mendapatkan informasi mengenai lingkar lengan atas (LiLA) dan derajat berat penyakitnya tanpa pemeriksaan invasif (kolonoskopi) dan dapat dilakukan saat pasien kontrol di poli rawat jalan sehingga dapat membantu dalam monitoring dan mendapatkan tatalaksana yang lebih baik. 2. Bagi peneliti, dapat mengetahui ada tidaknya hubungan antara lingkar lengan atas (LiLA) dengan beratnya penyakit pada penderita kolitis menggunakan klasifikasi Montreal, dapat mengetahui lebih dalam tentang status nutrisi dan kolitis, hasil penelitian dapat dipakai sebagai langkah awal prediksi dan pemantauan derajat kolitis, serta memperoleh pengetahuan dan pengalaman belajar dalam membuat suatu penelitian. 3. Bagi institusi dan akademis, mendapat data tentang lingkar lengan atas (LiLA) dan beratnya penyakit kolitis, memberikan data serta masukan untuk penelitian selanjutnya yang lebih mendalam.
5 E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian penelitian IBD dengan nutrisi Nama dan Judul Kalantari et al,(2014) status in with ulcerative colitis in Isfahan, Iran Benjamin et al,(2008) status of with Crohn s disease Afifi et al, (2010) Clinical utility of markers in ulcerative colitis among Eguptian Desain dan besar sampel Descriptive crosssectional, n=99 Case control study Case control study Variabel bebas Derajat kolitis Aktivitas penyakit Derajat colitis Cara mengukur klasifikasi Montreal Crohn s Disease Activity Index klasifikasi Montreal dan endoskopi Variabel tergantung nutrisi (malnutrisi atau nonmalnutrisi) nutrisi (normal atau malnutrisi) nutrisi, markers Cara mengukur nilai Risk Index (NRI) nutrisi dinilai dengan pemeriksaan antropometri yaitu berat badan ideal, indeks massa tubuh, tricep skin fold dan lingkar lengan atas. Indeks massa tubuh, pemeriksaan laboratorium Hasil Kolitis derajat sedang-berat resiko malnutrisi lebih tinggi derajat ringan (p =0.017) malnutrisi pada fase remisi 38,9% dan aktif 82,8% serta status nutrisi normal pada fase remisi 61,0% dan aktif 17,1% (p =0.000) Odds ratio (95% CI (2,8-20,4) Mean BMI pada fase aktif lebih rendah fase remisi. Nilai mean markers (LED, resistin, ghrelin) lebih tinggi pada fase aktif remisi (p <0.05)