PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN PENGEMBANGAN HUTAN DESA DI MUKIM LUTUENG KECAMATAN MANE KABUPATEN PIDIEPROVINSI ACEH

dokumen-dokumen yang mirip
QANUN MUKIM PALOH NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGUASAAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN MUKIM LANGO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGUASAAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

REUSAM KAMPUNG BENGKELANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : TAHUN 2010

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

REUSAM KAMPUNG BATU BEDULANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : 147 TAHUN 2010

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat

REUSAM GAMPOENG BUMI SARI KECAMATAN BEUTONG KABUPATEN NAGAN RAYA NOMOR : 24 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah.

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

Perlindungan Hutan Tropis Berbasis Kearifan Lokal. Inisiatif Hutan Desa di Kabupaten Merangin

Oleh: PT. GLOBAL ALAM LESTARI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

REUSAM KAMPUNG KALOY. No : Tahun 2010 TENTANG PERATURAN KAMPUNG (REUSAM) TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM / ADAT MERAGREH UTEN

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON

Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak

REUSAM GAMPOENG ALUE WAKI KECAMATAN DARUL MAKMUR KABUPATEN NAGAN RAYA NOMOR : 01 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

Oleh : Sri Wilarso Budi R

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

MEMBANGUN MODEL DESA KONSERVASI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENYELAMATAN KAWASAN KONSERVASI. Oleh : Kusumoantono Widyaiswara Madya BDK Bogor ABSTRACT

Penting Bagi Kehidupan, Harusnya Mangrove Tidak Dirusak

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2015 Laporan Tahunan. Perkumpulan Rincong

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

West Kalimantan Community Carbon Pools

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

REUSAM GAMPOENG ALUE KUYUN KECAMATAN DARUL MAKMUR KABUPATEN NAGAN RAYA NOMOR : 01 TAHUN 2010 TENTANG

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

LAPORAN VERIFIKASI DUGAAN PELANGGARAN MORATORIUM APP DI PT. MUTIARA SABUK KHATULISTIWA TIM VERIFIKASI

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB)

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Pusat Penelitian Perubahan Iklim dan Kebijakan

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

ACEH: Proyek Uji Coba REDD+ Ulu Masen

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati di dunia. Indonesia dijuluki sebagai Megadiversity Country,

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PERBURUAN DAN PERDAGANGAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DI DESA KEPARI KECAMATAN SUNGAI LAUR KABUPATEN KETAPANG

9/1/2014. Pelanggaran yang dirancang sebelum FCP APP diluncurkan?

TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA/KONFLIK PERKARA SECARA ADAT

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

REUSAM GAMPOENG MEUNASAH KRUENG KECAMATAN BEUTONG KABUPATEN NAGAN RAYA NOMOR : 01 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 4

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 08.1/Kpts-II/2000 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HASIL HUTAN DALAM HUTAN PRODUKSI SECARA LESTARI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan paru-paru dunia karena hutan dapat memproduksi oksigen

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan

HARAPAN RAINFOREST RESTORASI EKOSISTEM DI HARAPAN RAINFOREST SEBUAH MODEL DALAM UPAYA PENGURANGAN LAJU DEFORESTASI DI INDONESIA

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG LARANGAN DAN PENGAWASAN HUTAN MANGROVE DI KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SMP NEGERI 3 MENGGALA

Strategi rehabilitasi hutan terdegradasi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

Transkripsi:

Jurnal 128 Biotik, Rahmatan ISSN: 2337-9812, Vol. 4, No. 2, Ed. September 2016, Hal. 128-135 PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN PENGEMBANGAN HUTAN DESA DI MUKIM LUTUENG KECAMATAN MANE KABUPATEN PIDIEPROVINSI ACEH 1 Ainul Mardhiah, 2 Supriatno dan 3 Djufri 1,2,3 Pascasarjana Program Studi Magister Pendidikan Biologi Universitas Syiah Kuala. Darussalam 23111, Banda Aceh. Email: ainul_daraaceh@yahoo.com ABSTRAK Kawasan hutan di Kabupaten Pidie berkurang akibat perambahan hutan, konversi hutan menjadi kawasan pertanian dan pertambangan serta pembangunan jalan tanpa memperhatikan aspek lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui nilai-nilai kearifan lokal Qanun Mukim Lutueng dalam sistem pengelolaan hutan (2) mengetahui potensi pengembangan hutan desa di Mukim Lutueng (3) mengetahui persepsi dan sikap masyarakat tentang konservasi hutan. Penelitian ini dilaksanakan pada 1 Oktober 2015 hingga 30 April 2016 di Mukim Lutueng Kecamatan Mane, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh. Penelitian menggunakan metode etnografi melalui Participatory Rural Appraisal (PRA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan hutan berbasis kearifan lokal terdapat pada aktivitas pengelolaan hutan, anjuran dan larangan, serta kelembagaan adat. Potensi pengembangan hutan desa yaitu landasan hukum, dukungan LSM Lingkungan dan lembaga pengelola hutan desa. Persepsi dan sikap masyarakat terhadap pelaksanaan qanun dan hutan desa di Mukim Lutueng menunjukkan persepsi yang kuat dan sikap yang kuat ditunjukkan oleh masyarakat di tiga gampong; Mane, Lutueng dan Blang Dalam. Namun, masyarakat Gampong Turue Cut menunjukkan persepsi dan sikap lemah. Simpulan kearifan lokal terancam oleh kegiatan penambangan emas dan perambahan hutan tanpa izin. Masyarakat membutuhkan ekonomi alternatif yang tidak bergantung pada sumber daya hutan. Kata Kunci: Kearifan Lokal, Mukim Lutueng, Qanun, Hutan Desa ABSTRACT The forest area in Pidie District was decreased by illegal logging, forest conversion, mining and road construction without regard to environmental aspects.this study aims to (1) knewabout local wisdom in Qanun Mukim Lutueng about forest management (2) knew th e potential development of community forest in Mukim Lutueng (3) analyzed the community perceptions and behaviours about forest conservation. This study was conducted on 1 October 2015 to 30 April 2016in Mukim Lutueng, Pidie District, Aceh Province. The research method is ethnography with Participatory Rural Appraisal (PRA). The result shown thatlocal wisdom in forest management consist of the law in forest activities management, suggestion and prohibition, and local community of forest management. The potential development of community forest support by civil society organizations (NGOs) with community empowerment and government community institution. Perceptions and behaviours towards qanun implementation and community forest in Mukim Lutueng was strong perceptions and with strong attitudes especially shown by community people in three villages; Mane, Lutueng and Blang Dalam. Meanwhile, the communitypeople of Turue Cut showed the weak level of perceptions and attitudes towards the qanun implementation and community forest in Mukim Lutueng. The community law (qanun) threatened by illegal gold mining activities and illegal logging. Community people need an alternative economythat does not rely on the resources of the forest. Keywords: Local Wisdom, Mukim Lutueng, Qanun, Community Forest PENDAHULUAN rovinsi Aceh adalah salah satu provinsi di Indonesia yang masih memiliki hutan hujan tropis (tropical rain forest) cukup luas dan menjadi habitat keanekaragaman hayati flora dan fauna pulau Sumatera. Namun, degradasi dan deforestasi terus terjadi [128]

Ainul Mardhiah, dkk disebabkan oleh perambahan hutan tanpa izin (illegal logging), konsesi pertambangan, perkebunan sawit serta pembangunan jalan di dalam kawasan hutan tanpa memperhatikan aspek-aspek pelestarian lingkungan hidup. Kabupaten Pidie merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Aceh yang mengalami deforestasi seluas 1.029 hektar pada tahun 2014 [1]. Penyebab dari kerusakan hutan antara lain oleh illegal logging, kebutuhan lahan untuk pertanian dan ketidakjelasan batas antara kawasan budidaya dan lindung serta adanya aktivitas pertambangan emas. Dampak dari penurunan kawasan hutan yaitu meningkatnya intensitas banjir dan longsor, pencemaran sungai serta konflik satwa dengan manusia di Kabupaten Pidie [2]. Sumber daya di dalam hutan, perairan dan hasil pengolahan lahan adalah basis mata pencaharian penduduk di Mukim Lutueng. Maka keberadaan hutan sebagai penyedia sumber air sangat penting untuk menunjang aktivitas perekonomian masyarakat Mukim Lutueng. Tiga gampong di Mukim Lutueng, telah mempraktekkan konsep Social Forestry (Perhutanan Sosial) sebagaimana mandat Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 Tentang Penataan Hutan dan Peraturan Menteri Kehutanan, Permenhut No. 49 Tahun 2008 Tentang Hutan Desa merupakan salah satu implementasi pengakuan Pemerintah terhadap pelibatan masyarakat disekitar hutan. Selain itu, Mukim Lutueng juga memiliki qanun pengelolaan sumber daya alam sebagai landasan untuk upaya konservasi hutan. Berbagai tantangan muncul dalam pelaksanaan qanun mukim dan hutan desa yang disebabkan oleh persepsi dan sikap masyarakat yang menolak konservasi hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai kearifan lokal dalam pengelolaan hutan di Mukim Lutueng, mengetahui potensi pengembangan hutan desa serta persepsi dan sikap masyarakat terkait pelaksanaan kearifan lokal (qanun) dalam upaya konservasi hutan di Mukim Lutueng. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Mukim Lutueng Kecamatan Mane, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh. Pengumpulan data dilaksanakan pada 1 Oktober 2015 hingga 30 April 2016. Populasi penelitian yaitu masyarakat Gampong Mane, Gampong Lutueng dan Gampong Blang Dalam. Pengumpulan data dilakukan melalui metode PRA [3]. Peneliti memperoleh data dari kajian lapangan dalam aktivitas diskusi, wawancara dan terlibat dalam kegiatan gampong bersama masyarakat. Analisis data yang digunakan berupa analisis data kualitatif untuk menggambarkan konsep kearifan lokal masyarakat mukim lutueng, penjelasan mengenai implementasi hutan desa serta persepsi dan sikap masyarakat terkait dengan kearifan lokal dan pelaksanaan program hutan desa di Mukim Lutueng. Data persepsi dan sikap diukur menggunakan skala likert dengan tahapan sebagai berikut: 1. Menetapkan skor terhadap pilihan jawaban yang tersedia. Jawaban setiap pertanyaan kuesioner dengan menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif 2. Mengumpulkan jawaban atas variabel persepsi dan sikap dari masing-masing indikator yang diuji dan membuat tabulasi jawaban dari 120 responden. 3. Dari data yang didapat diatas kemudian diolah dengan cara mengkalikan setiap poin jawaban dengan bobot yang sudah ditentukan dengan tabel bobot nilai. misalnya: yang menjawab sangat setuju (ss) yang memiliki bobot nilai 5, yaitu 4 orang, maka 4x5=20. begitu seterusnya untuk pilihan jawaban setuju, netral, tidak setuju dan sangat tidak setuju. setelah itu, dihitung total skor dari masing-masing kriteria jawaban. 4. Membuat hasil interpretasi untuk memberikan kesimpulan, keterangan dan arti dari hasil jawaban responden. untuk mendapatkan hasil interpretasi, harus diketahui dulu skor tertinggi (y) dan angka terendah (x) untuk item penilaian dengan rumus sebagai berikut :y = skor tertinggi [129]

Pengelolaan Hutan Berbasis Kearifan Lokal dan Pemgembangan Hutan Desa di Mukim Lutueng... likert x jumlah responden (angka tertinggi 5) "perhatikan bobot nilai"x = skor terendah likert x jumlah responden (angka terendah 1) "perhatikan bobot nilai" 5. Penilaian interpretasi responden terhadap media pembelajaran tersebut adalah hasil nilai yang dihasilkan dengan menggunakan rumus index %. Rumus index % = total skor / y x 100 6. Mengambil keputusan tentang tingkat perbedaan persepsi, pengetahuan dan sikap masyarakat. 7. Membuat pembahasan mengenai hasil analisis data persepsi, pengetahuan dan sikap masyarakat. Gambar 1. Peta Illegal Logging Kabupaten Pidie 2010-2012 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kearifan Lokal Pengelolaan Hutan di Mukim Lutueng Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya nilai kearifan lokal masyarakat di Mukim Lutueng dalam pengelolaan sumber daya hutan. Masyarakat telah memiliki perspektif pengelolaan dan pemanfaatan hutan dengan sistem mengambil manfaat sambil menjaga hutan. Jenis kearifan lokal yang terdapat di Mukim Lutueng terdapat dalam Aktivitas Pengelolaan Hutan, anjuran dan larangan serta kelembagaan adat pengelola hutan. [130]

Ainul Mardhiah, dkk a. Kearifan Lokal dalam Aktivitas Pengelolaan Hutan Kearifan lokal dalam aktivitas mengelola hutan yaitu terdiri dari tata cara pemanfaatan hutan menurut kearifan lokal, Tata cara membuka ladang dan kebun, Tata cara pengelolaan kayu tualang ( Kayee Uno), Tata cara berburu, Tata cara menangkap ikan di sungai dalam hutan, Tata cara pembagian manfaat, Tata cara mencari rotan. b. Anjuran dan Larangan Anjuran dan larangan dalam pengelolaan hutan yaitu dianjurkan untukmenjaga hutan dan pepohonan di sekitar sumber mata air, tidak menebang pohon-pohon yang buahnya dapat dimakan oleh manusia dan hewan, dan penebangan kayu diizinkan hanya untuk kepentingan rumah tangga penduduk seperti rumah, membangun meunasah, balai pengajian dan fasilitas umum lainnya. Masyarakat gampong yang menebang kayu di kawasan hutan meskipun di luar kawasan hutan lindung untuk pembukaan lahan baru harus memberikan 5% keuntungannya bagi kepentingan gampong. Jenis tanaman kayu yang dilindungi yaitu kayu penghasil madu, timpo dan ara. Sebagian hasil buruan kepada warga yang menyaksikan pembagian hasil buruan. Masyarakat harus memandang hutan sebagai sumber kehidupan masyarakat. Bila membuka lahan baru maka harus melapor ke geuchik dan wajib membayar biaya pematokan. Hewan-hewan penguasa hutan diberik sebutan khas untuk memuliakan hewan.pengambilan keputusan terkait dengan hutan harus melalui musyawarah di tingkat mukim dengan melibatkan pawang glee. Penanggung jawab pelaksanaan sanksi adat adalah mukim yang dibantu oleh geuchik, pawang glee dan petua seuneubok. Masyarakat dilarang menebang di daerah hutan lindung yang meliputi kawasan perlindungan air. Pada hari jum at dilarang pergi ke hutan.apabila yang membuka lahan baru melakukan penebangan kayu, mengambil rotan dan berburu satwa liar, maka akan ditindak dengan hukum adat yang berlaku. Dilarang menanami tanaman yang dilarang dalam hukum dan memperburuk kondisi alam yaitu ganja dan sawit. Tidak boleh bersikap takabur di dalam hutan. Pohon kayu atau pohon yang dapat dimanfaatkan untuk berlindung atau berkembangbiak hewan tidak boleh diganggu atau ditebang. Masyarakat tidak boleh mengganggu hewan-hewan di dalam hutan serta tidak melepaskan binatang ternak ke dalam kawasan hutan [5]. c. Kelembagaan Adat Pengelola Hutan Kelembagaan adat pengelola hutan di Mukim Lutueng terdiri dari Imum Mukim, geuchik dan pawang glee. Imum Mukim bertugas untuk bertanggungjawab menyelesaikan permasalahan hutan dan pengambil keputusan akhir untuk pelaksanaan sanksi bagi pelaku perusakan hutan dan lingkungan. Geuchik berkoordinasi dengan imum mukim untuk melaporkan dan menyelesaikan masalah terkait pemanfaatan hutan. Pawang glee untuk memimpin dan mengatur pelaksanaan adat yang berkenaan dengan pengelolaan dan pelestarian hutan. 2. Potensi Pengembangan Hutan Desa di Mukim Lutueng Potensi Pengembangan Hutan Desa Berdasarkan aspek hukum, dukungan negara dan LSM, serta dukungan kelembagaan adat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Potensi Pengembangan Hutan Desa Berdasarkan Aspek Hukum, Dukungan Negara dan LSM, serta Dukungan Kelembagaan Adat No. Landasan Hukum 1 Peraturan Menteri Kehutanan No. P.49/ Jenis Kearifan Lokal Dukungan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Lingkungan Melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat Mukim Lutueng Dukungan Kelembagaan Adat dan Kelembagaan Hutan Desa Adanya perangkat mukim; Imum Mukim, pawang glee, [131]

Pengelolaan Hutan Berbasis Kearifan Lokal dan Pemgembangan Hutan Desa di Mukim Lutueng... Jenis Kearifan Lokal No. Landasan Hukum Dukungan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Dukungan Kelembagaan Adat dan Kelembagaan Lingkungan Hutan Desa Menhut-II/2008 tentang dalam kegiatan peningkatan geuchik, dan petua seuneubok Hutan Desa [4] kapasitas tentang hutan dan yang menguatkan pengelolaan pentingnya menjaga hutan hutan berdasarkan kearifan lokal gampong yang mudah dipahami masyarakat. 2 Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah No.3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan [4] Memfasilitasi kegiatan pelatihan ketrampilan mengolah hasil hutan bukan kayu seperti rotan serta memfasilitasi kebun bibit gampong Adanya Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) yang bertanggung jawab melaksanakan pengelolaan hutan desa di Mukim Lutueng 3 SK Penetapan Areal Kerja Hutan Desa yaitu SK 469/Menlhksetjen//2015 Menginisiasi Lembaga pengelola hutan desa (LPHD) yang bertanggung jawab dalam pengelolaan hutan desa 4 Qanun Mukim Lutueng No.1 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam [5]. Pengelolaan Hutan Desa dilakukan melalui lima tahapan, yaitu 1) Melakukan penataan areal kerja (blok/petak), 2) Melakukan penataan batas areal kerja, 3) Pemilihan jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomis dan sesuai dengan lokal spesifik, 4) Pemilihan teknik-teknik silvikultur intensif, dan 5) Pemanfaatan hasil kayu dan non kayu. Pemanfaatan Hutan Desa pada kawasan hutan produksi meliputi: 1) Pemanfaatan hasil hutan kayu dari hutan alam, 2) Pemanfaatan hasil hutan dari hutan tanaman,dan 3) Pemanfaatan hasil hutan non kayu (madu, rotan, getah, buah dan sebagainya). Pada kawasan hutan lindung meliputi: 1) Pemanfatan Hasil Hutan Non Kayu, dan 2) Pemanfaatan Jasa Lingkungan (pemanfaatan air, ekowisata, penyerapan karbon, dan sebagainya). Berikut sistem pengelolaan hutan desa di Mukim Lutueng yang dilaksanakan oleh LPHD. 1. Membuat Rencana Kerja Umum Hutan Desa Terdiri dari: Penataan areal kerja Hutan Desa dan Potensi Areal Kerja Hutan Desa 2. Kelola Usaha Hutan Desa Pengembangan usaha a. Pengembangan Usaha Hasil Hutan Bukan Kayu b. Pengembangan Usaha Jasa Lingkungan c. Pengembangan Usaha Pemanfaatan Kawasan [132]

Ainul Mardhiah, dkk 3. Rencana Perlindungan Hutan Perlindungan hutan yang dimaksud adalah upaya-upaya pengelolaan untuk melindungi areal kerjanya agar terhindar dari kerusakan hutan antara lain konservasi tanah dan air, kebakaran hutan, pencegahan hama dan penyakit, serta keamanan hutan. 4. Kelola Kelembagaan Hutan Desa a. Membentuk organisasi dan strukturnya b. Menetapkan target-target pengembangan kelembagaannya selama jangka waktu ijin baik dalam jangka pendek maupun jangka panjangnya. c. Menentukan upaya-upaya apa yang akan dilakukan untuk mencapai target 5. Kelola sumber daya Manusia Hutan Desa Lembaga desa berusaha untuk meningkatkan kapasitas sumber daya masyarakat desa khususnya dalam pengelolaan hutan desa melalui berbagai proses antara lain melalui pendampingan, kesempatan pelatihan, dan kesempatan studi banding. Gambar 2. Peta Verifikasi Hutan Desa Mukim Lutueng 3. Persepsi dan Sikap Masyarakat terhadap Pelaksanaan Kearifan Lokal dan Program Hutan Desa di Mukim Lutueng Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi dan sikap masyarakat di empat gampong di Mukim Lutueng terhadap penerapan qanun mukim dan hutan desa menunjukkan nilai persepsi dan sikap dengan tingkat skala berbeda dilihat hasil per gampong. Dari hasil analisis data, Gampong Lutueng, Mane dan Blang Dalam memiliki persepsi dan sikap positif dengan tingkat skala kuat (80% sampai 97%) terhadap penerapan qanun dan pengelolaan hutan berbasis lokal melalui program hutan desa di Mukim Lutueng. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan kapasitas yang diberikan kepada masyarakat melalui proses dampingan oleh lembaga lingkungan Fauna and Flora International (FFI Aceh Programme) yang memiliki program kerja di wilayah Kecamatan [133]

Pengelolaan Hutan Berbasis Kearifan Lokal dan Pemgembangan Hutan Desa di Mukim Lutueng... Mane sejak tahun 2009 dalam upaya kampanye dan pemberdayaan masyarakat dari aspek peningkatan kapasitas dan pemberdayaan ekonomi lokal. Sedangkan, Gampong Turue Cut menunjukkan hasil yang lemah atau rendah dengan rata-rata hasil persentase skala likert yaitu 42% sampai 56% dalam wujud persepsi dan sikap terhadap penerapan qanun dan hutan desa. Hal ini terjadi karena masyarakat Turue Cut sebagian besar terdiri dari penambang sehingga sejak awal proses pengajuan hutan desa, masyarakat Turue Cut tidak setuju. Namunsaat ini, ketika melihat proses penerapan qanun dan hutan desa, sebagian kecil masyarakat Turue Cut sudah mulai memahami dan sadar pentingnya qanun dan hutan desa. Sebagian besar masyarakat sudah memahami pentingnya mengetahui berbagai aturan adat dan program desa sebagai kearifan yang akan diimplementasikan dan berlaku di kehidupan bermasyarakat. Namun, untuk Gampong Turue Cut, hanya sebagian kecil yang memiliki persepsi bahwa qanun mukim dan program hutan desa penting disosialisasikan sebagai sistem pengelolaan hutan di Mukim Lutueng.Masyarakat yang telah memiliki hutan desa (Gampong Mane, Lutueng dan Blang Dalam) peduli bahwa mengaktifkan kembali aturan adat tentang perlindungan hutan dalam qanun mukim melalui sosialisasi dan penerapan dalam kehidupan sehari-hari ketika beraktivitas di dalam kawasan hutan merupakan strategi untuk memperkuat tata kelola hutan di tingkat lokal. Sedangkan kepedulian masyarakat Turue Cut yang belum memiliki hutan desa mengangggap tidak terlalu penting penguatan qanun mukim. Mereka berpendapat bahwa kehadiran qanun menghambat kegiatan perekonomian mereka yang bekerja di lobang (penambang emas). Skala sikap yang paling kuat ditunjukkan oleh masyarakat Gampong Lutueng dengan hasil 96%. Sedangkan Gampong Mane dan Blang Dalam juga memiliki sikap kepedulian yang kuat dengan hasil 91% dan 85%. Sedangkan masyarakat Gampong Turue Cut 56% yang membuktikan masih lemahnya kepedulian terkait qanun dan hutan desa.qanun Mukim Lutueng tentang pelestarian hutan belum sepenuhnya dipatuhi oleh masyarakat Mukim Lutueng. Setiap tahun terus ada pembukaan hutan untuk kebun dan sawah serta masih ada pembukaan jalan di kawasan hutan lindung. Hal ini diindikasikan oleh sanksi yang diterapkan dalam qanun mukim belum memberikan efek jera kepada masyarakat. Jika sanksi yang ditetapkan hanya membayar denda, maka masyarakat tidak pernah jera. Sebaliknya, perlu penekanan sanksi ke arah sanksi sosial yang memberikan dampak berkepanjangan pada pelaku pelanggaran dalam kehidupan bermasyarakat sehingga menimbulkan efek jera dan memperbaiki diri untuk tidak mengulangi perbuatan yang dilarang seperti yang tercantum dalam qanun mukim. KESIMPULAN Konsep kearifan lokal masyarakat Mukim Lutueng dalam pengelolaan hutan meliputi aturan aktivitas pengelolaan hutan, kelembagaan pengelola hutan ( pawang glee), serta anjuran dan larangan aktivitas pengelolaan hutan. Potensi pengembangan hutan desa di Mukim Lutueng yaitu (1) landasan hukum Peraturan Menteri Kehutanan No. P.49/Menhut- II/2008 tentang Hutan Desa dan kelembagaan pengelola hutan desa yaitu LPHD (2) Dukungan qanun Mukim Lutueng dan lembaga adat serta perangkat mukim (3) Dukungan (LSM) lingkungan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Persepsi dan sikap masyarakat Mukim Lutueng terhadap penerapan qanun dan program hutan desa menunjukkan persepsi dan sikap yang kuat oleh masyarakat Gampong Mane, Lutueng dan Blang Dalam. Sedangkan Masyarakat Gampong Turue Cut menunjukkan tingkat persepsi dan sikap yang lemah. Masyarakat membutuhkan ekonomi alternatif untuk menopang hidup mereka selain dari hasil hutan dan tambang. [134]

Ainul Mardhiah, dkk DAFTAR PUSTAKA [1] WALHI Aceh. 2014. Catatan Akhir Tahun 2014. Banda Aceh: WALHI Aceh. [2] Hadi, S. 2009. Rencana Proyek Hutan Geumpang, Kompleks Hutan Ulu Masen, Aceh. Banda Aceh: FFI Aceh. [3] Sundjaya. 2016. Kajian Etnografi dan Perencanaan Masyarakat Pengelola Hutan Desa di Mukim Lutueng Kabupaten Pidie, Aceh. Jakarta: Pusat Kajian Antropologi Universitas Indonesia. [4] Zain, AS. 1996. Hukum lingkungan Konservasi Hutan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. [5] Tuha Peut Mukim Lutueng. 2012. Qanun Mukim Lutueng No.1 Tahun 2012. Kecamatan Mane: Mukim Lutueng. [135]