I. PENDAHULUAN. Era desentralisasi pasca disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pembangunan di suatu daerah diciptakan untuk membangun masyarakat

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

I. PENDAHULUAN. bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna ( efektivitas )

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB 1 PENDAHULUAN. implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang.

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

ANALISIS DESENTRALISASI FISKAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SIDOARJO, KABUPATEN PACITAN, DAN KABUPATEN MADIUN MENUJU OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. mengubah atau memperbaiki keadaan suatu negara. Dengan adanya kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan pemberian kewenangan secara luas, nyata, dan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

I. PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Negara Indonesia telah sejak lama mencanangkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

I. PENDAHULUAN. kepedulian terhadap potensi dan keanekaragaman daerah. daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang

2016 PENGARUH EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN PASAR TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK:

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. penuh atas kehidupan bangsa nya sendiri. Pembangunan nasional yang terdiri

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. utuh, sehingga wilayah negara Indonesia terbagi ke dalam daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

ANALISIS RETRIBUSI PASAR DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era desentralisasi pasca disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 (UU RI No. 22 Tahun 1999) yang kemudian lebih disempurnakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 (UU RI No. 32 Tahun 2004) tentang pemerintahan daerah. Desentralisasi tersebut akhirnya pun melahirkan otonomi daerah. Di dalam UU RI No. 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut nantinya melahirkan suatu sistem kerja dimana setiap pemerintah daerah mempunyai hak dan kewajiban untuk mengurus daerah-daerahnya masing-masing sesuai dengan segala potensi-potensi yang tersedia. Sesuai dengan akhir alinea di atas, pelaksanaan otonomi daerah digambarkan dengan penyerahan kewenangan. Menurut UU RI No. 32 Tahun 2004, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah

2 kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembagian kewenangan dalam desentralisasi di Indonesia tertulis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun2007 (PP No. 38 Tahun 2007). Di dalam PP No. 38 Tahun 2007 dijelaskan bahwa pemerintah daerah memiliki wewenang dan tanggung jawab mengenai urusan-urusan baik mengenai politik, kebijaksanaan, perencanaan, dan pelaksanaan maupun mengenai segi-segi pembiayaannya di daerah. Penerapan asas desentralisasi negeri ini memberikan arah perubahan yang cukup besar terhadap tatanan pemerintahan di Indonesia. Salah satu perubahan yang diharapkan adalah lahirnya kebijakan otonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan tersebut memberikan harapan terhadap perbaikan sistem sentralistik yang dinilai tidak adil dalam pelaksanaan pembangunan. Otonomi daerah memberikan pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur urusan pelayanan dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kebijakan ini memberikan ruang bagi pemerintah daerah dalam membangun dan mengembngkan daerah secara mandiri dan terarah. Penerapan Otonomi daerah merupakan salah satu instrumen yang dinilai efektif dalam pelaksanaan pemerataan pembangunan di tiap daerah, yang harapannya terjadi efisiensi dan keefektifan dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah serta mampu menjadi solusi atas ketimpangan antar daerah yang dianggap sebagai

3 dampak dari sistem sentralistik yang kurang adil. Kebijakan tersebut memberikan kesempatan kepada daerah dalam menjalankan fungsi pelayanan dan pelaksanaan pembangunan dalam mengejar ketertinggalannya dari daerah lain sesuai dengan kewenangan yang diaturnya. Implikasinya terhadap daerah adalalah menjadikan daerah memiliki peran yang penting dalam mengatasi masalah pemerataan pembangunan dan pengelolaan kepemerintahan secara mandiri. Sebagai pelaksana utama pembangunan didaerahnya daerah memiliki kewajiban dalam melaksanakan program- program pembangunan yang memiliki dampak terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Pada prinsipnya kebijakan otonomi daerah ini adalah untuk mendukung pembangunan nasional di negeri ini demi tercapainya pemerataan kapasitas daerah dari berbagai aspek. Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya dalam menjalankan otonomi seluas- luasnya berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Hubungan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota saling terkait, tergantung dan sinergis sebagai suatu sistem pemerintahan. Salah satu wujud pelaksanaan otonomi daerah ini adalah dengan adanya otonomi dalam aspek pengelolaan keuangan daerah yang disebut otonomi fiskal atau desentralisasi fiskal. Pemerintah daerah diberikan sumber- sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Desentralisasi fiskal memberikan kewenangan kepada daerah

4 untuk mengelola keuangan daerahnya. Daerah diberikan kewenangan dalam menggali sumber- sumber penerimaan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Undang- undang Nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang kemudian diganti dengan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pemerintah pusat memberikan dukungan dengan menyerahkan sumber- sumber penerimaan kepada daerah untuk dikelola secara optimal agar mampu membiayai daerahnya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Disamping pemerintah pusat juga memberikan dana transfer yang dapat dikelola daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Tujuannya adalah untuk mengatasi ketimpangan fiskal dengan pemerintah pusat dan antar pemerintah daerah lainnya. Untuk meminimilaisir ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat melalui dana transfer tersebut, daerah dituntut dapat mengoptimalkan kemampuannya dalam menggali potensi pendapatannya. Kemudian dengan ditetapkannya Undang- undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah menyempurnakan pelaksanaan desentralisasi fiskal dengan adanya tambahan terhadap sumber- sumber penerimaan daerah dalam bentuk pajak dan retribusi daerah. Kebijakan tersebut pada dasarnya semakin memperluas daerah untuk menggali sumber- sumber pendapat asli daerahnya dari komponenkomponen pajak dan retribusi daerah.

5 Pada prinsipnya kebijakan desentralisasi fiskal mengharapkan ketergantungan daerah terhadap pusat berkurang, sehingga mampu mencapai kemandirian daerah sebagaimana tercapainya tujuan otonomi itu sendiri. Menurut Halim (2007), ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Sejalan dengan Waluyo, (2007) yang mengatakan bahwa idealnya semua pengeluaran daerah dapat dipenuhi dengan menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga daerah dapat benar- benar otonom, tidak lagi tergantung ke pemerintah pusat. Dengan demikian Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki peran yang sangat sentral dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat Daerah disebutkan bahwa PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Menurut panduan keuangan daerah RPIJM (2007:1), komponen penerimaan pendapatan daerah berasal dari : pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, dan pendapatan lain yang sah. PAD merupakan pendapatan daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangan.

6 Sumber PAD salah satunya adalah retribusi daerah. Retribusi daerah diatur dalam peraturan pemerintah, yakni : Undang-Undang Republik Indonesia No 34 Tahun 2000 (UU RI No. 34 Tahun 2000) yang disempurnakan kembali dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 (UU RI No. 28 Tahun 2009) tentang pajak dan retribusi daerah. Di dalam UU RI No. 28 Tahun 2009 dijelaskan bahwa jenis retribusi daerah terbagi atas 3 (tiga) jenis, yakni : jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu. Dari masing-masing jenis retribusi tersebut juga terdapat macam-macam retribusi di dalamnya. Salah satu yang merupakan jenis retribusi daerah berjenis jasa umum adalah retribusi pelayanan pasar Retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tempat tertentu yang khusus disediakan dan diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan masyarakat atau badan. Ciri-ciri retribusi daerah yaitu: a) Retribusi dipungut oleh pemerintah daerah b) Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis c) Adanya kontraprestasi yang secara langsung dapat ditunjuk d) Retribusi dikenakan pada setiap orang atau badan yang menggunakan atau mengenyam jasa yang disiapkan pemerintah. Kota Bandar Lampung merupakan ibukota provinsi Lampung yang memiliki letak strategis. Berada di jalur transit antara pulau sumatera dan pulau jawa. Terkait retribusi di kota ini diatur pada Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 6 tahun 2011 pasal 9 dan pasal 10 ayat 1 dan 2. Kebijakan retribusi pelayanan pasar

7 merupakan suatu kebijakan yang mempengaruhi PAD Kota Bandar Lampung. Kebijakan ini dikeluarkan pemerintah memiliki tujuan dan sasaran tertentu. Sebagai pihak yang bertindak sebagai pelaksana kebijakan retribusi pelayanan pasar di Kota Bandar Lampung, Dinas Pengelolaan Pasar dapat melaksanakannya dengan baik. Pelaksanaan atau implementasi kebijakan menurut Agustino (2008:139), terdefinisi sebagai suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Tetapi hal yang harus digarisbawahi bahwa setiap implementasi kebijakan harus selalu diperhatikan, dilakukan penilaian terhadap kepastian pencapaian tujuan atau target yang diinginkan. Pelaksanaan pemungutan retribusi di Kota Bandar lampung belum terlaksana dengan baik, sehingga pemasukan retribusi pasar tidak mencapai hasil yang diinginkan. Hasil pemungutan retribusi pasar di Kota Bandar Lampung belum memenuhi target seperti yang diharapkan, hal ini dapat dilihat dari penerimaan retribusi pasar di Bandar lampung selama beberapa tahun anggaran sebagaimana yang terlihat pada tabel dibawah ini : Tabel 1 Perincian Target dan Realisasi Retribusi Pasar di Kota Bandar Lampung Tahun 2009-2013 No Tahun Target Realisasi Persentase 1 2009 Rp. 853.938.000 Rp. 764.906.850 89,6% 2 2010 Rp. 1.036.725.600 Rp. 737.285.400 71,6%

8 3 2011 Rp. 1.631.867.184 Rp.532.119.360 32,6% 4 2012 Rp. 2.181.867.184 Rp. 1.281.456.000 58,7% 5 2013 Rp. 2.500.000.000 Rp. 1.620.700.000 64,8% Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari tahun 2009-2013 realisasi retribusi pasar di Kota Bandar Lampung tidak pernah memenuhi target, dan pada tahun 2011 target meningkat tetapi realisasinya tetap tidak memenuhi target bahkan menurun drastis. Salah satu permasalahan realisasi retribusi dihadapi saat ini yang terjadi di pasar Way Halim dimana pungutan retribusi saat ini belum bisa berjalan efektif. Hal ini masih terlihat dalam penarikan pungutan belum adanya waktu kepastian yang jelas dan sering kali tidak mendapatkan tanda bukti atas pembayaran retribusi tersebut. Pelaksanaan pungutan retribusi saat ini berpengaruh pada pendapatan retribusi tahunan yang hanya mencapai 64,8%. Penurunan pendapatan tersebut kerab kali dikaitkan dengan para petugas yang bermain demi kepentingan pribadi namun ada juga hal lain seperti belum efektifnya pelaksanaan pungutan yang dilakukan setiap bulannya. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Wakil Wali Kota Bandar Lampung Thobroni Harun, menurut Thobroni, tidak tercapainya target retribusi daerah ini salah satunya dikarenakan oleh retribusi kebersihan pada pungutan Sokli di Dinas Kebersihan dan Pertamanan (Disbertam) Kota Bandar Lampung saat ini sudah melalui swadaya masyarat. Kemudian untuk pendapatan retribusi pelayanan pasar yang hanya tercapai sebesar 58,73 persen disebabkan karena penerapan Perda Nomor 5 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa

9 Umum yang menggantikan Perda Nomor 12 Thaun 1995 tentang Retribusi Pasar, belum bisa diterapkan secara optimal. (http://lampost.co/berita/pad-retribusi-bandar-lampung-terealisasi-8475\ pada tanggal 1 oktober 2015) diakses Dari uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pelaksanaan Pemungutan Retribusi Pelayanan Pasar. Masalah-masalah diatas membuat peneliti berpendapat bahwa pelaksanaan Pemungutan Retribusi Pelayanan Pasar harus disesuaikan dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Seandainya tidak demikian maka hal tersebut akan berdampak buruk, yang salah satunya : PAD yang berasal dari pemungutan Retribusi Pelayanan Pasar tidak akan mencapai target yang ditetapkan. Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti Bagaimanakah implementasi pemungutan retribusi pelayanan pasar di Kota Bandar Lampung dalam meningkatkan PAD kota Bandar Lampung.

10 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang menjadi masalah pokok dalam penelitian ini, adalah : Bagaimanakah implementasi pemungutan retribusi pelayanan pasar di Kota Bandar Lampung dalam meningkatkan PAD kota Bandar Lampung? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis implementasi pemungutan retribusi pelayanan pasar di Kota Bandar Lampung. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini secara teoritis dan secara praktis: 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengembangan konsep dalam ilmu Administrasi Publik, khususnya studi implementasi kebijakan publik. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukanmasukan dan saran, bagi Pemerintah Provinsi Lampung selaku pembuat kebijakan publik, agar dapat meningkatkan keberhasilan penerapan kebijakan publik.