BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan kunci keberhasilan pembangunan yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak pembuahan, bayi dalam kandungan, balita, anak, remaja, dewasa, sampai dengan usia lanjut. Pembentukan dan perkembangan otak dimulai dalam kandungan sampai dengan usia 7 tahun (Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, 2005). Salah satu usaha peningkatan sumber daya yang berkualitas adalah dengan pemberian Air susu ibu (ASI) sejak usia dini, terutama ASI eksklusif (Depkes RI, 2002). Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat tercukupi dengan memberikan Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi. Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi, tidak dapat diganti dengan makanan lainnya dan tidak ada satupun makanan yang dapat menyamai ASI baik dalam kandungan gizi, enzim, hormon, maupun zat imunologik dan anti infeksi. ASI selain mengandung zat gizi yang cukup lengkap, juga mengandung zat imun untuk kekebalan bayi. Keunggulan ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat terserap. ASI juga dapat melindungi kesehatan ibu karena dapat mengurangi pendarahan pasca persalinan, mengurangi resiko kanker payudara dan indung telur, mengurangi anemia, memperpanjang jarak kehamilan berikutnya, dan lebih menghemat waktu (Depkes RI, 2005). ASI diberikan kepada bayi karena mengandung banyak manfaat dan kelebihan. Diantaranya ialah menurunkan risiko terjadinya penyakit infeksi, misalnya 1
2 infeksi saluran pencernaan (diare), infeksi saluran pernapasan, dan infeksi telinga, menurunkan dan mencegah terjadinya penyakit noninfeksi, seperti penyakit alergi, obesitas, kurang gizi, asma, dan eksim. Selain itu ASI dapat pula meningkatkan IQ dan EQ anak. Menyusui anak bisa menciptakan ikatan psikologis dan kasih sayang yang kuat antara ibu dan bayi. Bayi merasa terlindungi dalam dekapan ibunya, mendengar langsung degup jantung ibu, serta merasakan sentuhan ibu saat disusui olehnya. Hal itu tidak akan dirasakan bayi ketika minum susu lainnya selain ASI, karena ia harus menggunakan botol. Sesungguhnya, lebih dari 100 jenis zat gizi terdapat dalam ASI. Diantaranya ialah AA, DHA, taurin, dan spingomyelin yang tidak terkandung dalam susu sapi. Beberapa susu formula mencoba menambahkan zat gizi tersebut, tetapi hasilnya tetap tidak mampu menyamai kandungan ASI, dan juga jika penambahan zat gizi ini tidak dilakukan dalam jumlah dan komposisi yang seimbang, maka akan menimbulkan terbentuknya zat berbahaya bagi tubuh. Karena sangat pentingnya ASI bagi bayi, maka para ahli menyarankan agar ibu menyusui bayinya selama 6 bulan sejak kelahiran, yang dikenal dengan ASI eksklusif (Prasetyono, 2009). Pemberian ASI eksklusif pada 6 bulan pertama usia bayi dapat melindungi bayi dari kematian, dan insiden diare. Hasil penelitian di negara Brazil menunjukkan bahwa peningkatan prevalensi ASI eksklusif secara substansial dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas pada bayi. Pada penelitian ini, perkiraan biaya dan dampak dari promosi program menyusui, diimplementasikan melalui layanan bersalin di Brazil, Honduras dan Meksiko yang digunakan untuk mengembangkan langkah-langkah efektivitas biaya dibandingkan dengan intervensi lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa promosi program menyusui dapat menjadi salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif
3 dalam biaya untuk mencegah kasus diare pada bayi dan mencegah kematian akibat diare (Horton, 1996). Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dapat menyelamatkan 1,3 juta jiwa anak diseluruh dunia, termasuk 22% nyawa yang melayang setelah kelahiran. Sementara itu menurut UNICEF, ASI eksklusif dapat menekan angka kematian bayi di Indonesia. UNICEF menyatakan bahwa 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia setiap tahun bisa dicegah melalui pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan sejak segera setelah kelahirannya tanpa memberikan makanan dan minuman tambahan kepada bayi. WHO, UNICEF, dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui SK Menkes No.450/Men.Kes/SK/IV/2004 tanggal 7 April 2004 telah menetapkan rekomendasi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Dalam rekomendasi tersebut, dijelaskan bahwa untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan yang optimal, bayi harus diberi ASI eksklusif selama 6 bulan pertama. Selanjutnya, demi tercukupinya nutrisi bayi, maka ibu mulai memberikan makanan pendamping ASI dan ASI hingga bayi berusia 2 tahun atau lebih (Prasetyono, 2009). Walaupun WHO dan UNICEF telah menetapkan untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi selama 6 bulan pertama bayi, namun berdasarkan hasil penelitian UNICEF tahun 2013, presentase anak anak di bawah 6 bulan yang mendapat ASI masih sangat rendah yaitu 39% pada tahun 2012. Target cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia sebesar 80% namun berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 rata rata pemberian ASI nasional sebesar 30,2%. Hasil riset ini menunjukkan masih kurangnya pemberian ASI dan nutrisi untuk anak anak di Indonesia.
4 Berdasarkan hasil cakupan ASI eksklusif di provinsi Bali dalam 5 tahun terakhir mengalami peningkatan namun belum mencapai target nasional sebesar 80%. Pada tahun 2011 sebesar 58,65%, tahun 2012 sebesar 65,88%, tahun 2013 sebesar 67,14%, tahun 2014 sebesar 71,7% dan tahun 2015 sebesar 74%. Di Kota Denpasar pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan pada tahun 2015 sebesar 76% (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2015). Berdasarkan hasil cakupan ASI eksklusif dari 11 Puskesmas yang ada di Kota Denpasar pada tahun 2015 bahwa Puskesmas I Denpasar Timur memiliki cakupan ASI eksklusif terendah sekaligus di bawah cakupan di Bali yaitu 70,34%. Pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur juga mengalami penurunan dalam kurun 3 tahun terakhir yaitu dari tahun 2013 sebesar 77,64%, tahun 2014 sebesar 77,12% dan kemudian turun di tahun 2015 sebesar 70,34%. Faktanya persentase cakupan ASI eksklusif di Puskesmas I Denpasar Timur tahun 2014 merupakan cakupan yang tertinggi di Kota Denpasar namun sebaliknya pada tahun 2015 menjadi cakupan yang terendah (Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2015). Green (1980) menyatakan ada 3 faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan manusia yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Faktor predisposisi merupakan faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku seseorang (pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai, kepercayaan). Faktor pemungkin merupakan faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku atau tindakan seseorang (fasilitas/sarana kesehatan, peraturan kesehatan). Faktor penguat merupakan faktor-faktor pendorong atau terjadinya perilaku (perilaku dan sikap petugas kesehatan, informasi kesehatan baik dari keluarga, teman, media massa, kader kesehatan). Ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi gaya hidup dan tingkah laku seseorang dalam
5 meningkatkan kesehatan. Hasil penelitian Ida (2012) menunjukkan bahwa faktor dominan yang berhubungan bermakna dengan perilaku pemberian ASI eksklusif adalah faktor keluarga (ibu dan ibu mertua) karena dianggap sudah berpengalaman dalam pengasuhan bayi dan sama-sama perempuan, pendapat ibu dan ibu mertua merupakan hal tidak bisa diabaikan dalam pengambilan keputusan memberikan ASI eksklusif. Sedangkan hasil penelitian Rubinem (2012) menunjukkan bahwa pekerjaan merupakan faktor yang paling dominan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang dipaparkan, maka penelitian ini di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur dan dilaksanakan berdasarkan teori Green dengan adanya variasi variabel yaitu faktor predisposisi yang mencakup umur, paritas, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan sikap ibu terhadap ASI eksklusif. Selain itu, peneliti juga meneliti dari segi faktor pemungkin yang mencakup pendapatan keluarga dan inisiasi menyusu dini. Pada akhirnya penelitian ini juga membahas faktor penguat yang mencakup dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan. 1.2 Rumusan Masalah Pemberian ASI eksklusif kepada bayi merupakan hal penting yang harus dilakukan seorang ibu mengingat manfaat yang didapat dari pemberian ASI tersebut. Tetapi walaupun sudah menjadi keharusan, prevalensi pemberian ASI eksklusif masih rendah. Pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur pada tahun 2015 sebesar 70,34%. Angka tersebut masih dibawah cakupan di Bali sebesar 74% serta mengalami penurunan cakupan ASI eksklusif dalam kurun 3 tahun terakhir yaitu dari tahun 2013 sebesar 77,64%, tahun 2014 sebesar 77,12% dan kemudian turun di tahun
6 2015 sebesar 70,34%. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur tahun 2016. 1.3 Pertanyaan Penelitian Apakah faktor faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur tahun 2016? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur tahun 2016. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui hubungan faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu umur, paritas, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan sikap ibu terhadap ASI eksklusif dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur tahun 2016. 2. Untuk mengetahui hubungan faktor pemungkin (enabling factors) yaitu pendapatan keluarga dan inisiasi menyusu dini dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur tahun 2016. 3. Untuk mengetahui hubungan faktor penguat (reinforcing factors) yaitu dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur tahun 2016.
7 4. Untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur tahun 2016. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis 1. Mengembangkan dan menambah pengetahuan pembaca yang telah ada tentang faktor faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur. 2. Sebagai referensi penelitian sejenis yang berhubungan dengan faktor faktor yang berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur. 1.5.2 Manfaat Praktis 1. Sebagai masukan bagi instansi Dinas Kesehatan Kota Denpasar dan Puskesmas I Denpasar Timur dalam melaksanakan intervensi penyusunan program terutama untuk peningkatan program pemberian ASI eksklusif. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah tentang pemberian ASI eksklusif sebagai variabel dependen dan faktor-faktor yang berhubungan sebagai variabel independen. Variabel independen adalah faktor-faktor yang diduga berhubungan pemberian ASI eksklusif, yaitu faktor predisposisi (predisposing factors) meliputi umur ibu, paritas, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, dan sikap ibu terhadap ASI eksklusif; faktor pemungkin (enabling factors) meliputi pendapatan
8 keluarga dan inisiasi menyusu dini dan faktor penguat (reinforcing factors) meliputi dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur. Penelitian ini menggunakan disain cross sectional (potong lintang) dengan populasi adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi berumur 6 bulan sampai dengan 12 bulan yang tercatat pada buku register kohort bayi di Puskesmas I Denpasar Timur. Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi tersebut yang dipilih dengan cara systematic random sampling. Penelitian dilakukan pada bulan April - Mei 2016.