BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
IDENTIFIKASI MACAN TUTUL DENGAN METODE GREY LEVEL COOCURENT MATRIX ( GLCM) Zuly Budiarso Fakultas teknologi Informasi, Univesitas Stikubank Semarang

KLASIFIKASI USIA MENGGUNAKAN CIRI ORDE DUA

Klasifikasi Mutu Telur Berdasarkan Kebersihan Kerabang Telur Menggunakan K-Nearest Neighbor

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM

APLIKASI PENGOLAHAN CITRA UNTUK IDENTIFIKASI KEMATANGAN MENTIMUN BERDASARKAN TEKSTUR KULIT BUAH MENGGUNAKAN METODE EKSTRAKSI CIRI STATISTIK

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

Atthariq 1, Mai Amini 2

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

Pendekatan Statistik Pada Domain Spasial dan Frekuensi untuk Mengetahui Tampilan Citra Yustina Retno Wahyu Utami 1)

SAMPLING DAN KUANTISASI

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB II LANDASAN TEORI

Pertemuan 2 Representasi Citra

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

BAB II LANDASAN TEORI. Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal,

Model Citra (bag. 2)

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

Identifikasi Ciri Kain Menggunakan Fitur Tekstur dan Gray Level Difference Method

DETEKSI ADANYA CACAT PADA KAYU MENGGUNAKAN METODE LOCAL BINARY PATTERN DETECTION OF THE EXISTENCE OF THE DEFECTS IN WOOD USING LOCAL BINARY PATTERN

EKSTRAKSI CIRI TEKSTUR CITRA WAJAH PENGGUNA NARKOTIKA MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL CO-OCCURANCE MATRIX. Abstrak

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengolahan Citra : Konsep Dasar

BAB II IDENTIFIKASI DAERAH TERKENA BENCANA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH

BAB 2 LANDASAN TEORI

KLASIFIKASI SERAT MIRING PADA KAYU MENGGUNAKAN EKSTRAKSI CIRI STATISTIK BERDASARKAN PADA PENGOLAHAN CITRA

BAB II CITRA DIGITAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Melya Rizka Maulani 1, Mulyadi 2, Sila Abdullah Syakri 3. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Metode Penelitian

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

Journal of Control and Network Systems

IMPLEMENTASI EKSTRAKSI CIRI STATISTIK UNTUK IDENTIFIKASI KEMATANGAN BUAH BERDASARKAN TEKSTUR KULIT BUAH SKRIPSI

PENGOLAHAN CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL PADA DETEKSI PENYAKIT PULPITIS MENGGUNAKAN METODE ADAPTIVE REGION GROWING APPROACH

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR...

BAB 2 LANDASAN TEORI

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

SISTEM PENGENALAN BUAH MENGGUNAKAN METODE DISCRETE COSINE TRANSFORM dan EUCLIDEAN DISTANCE

1. PENDAHULUAN Bidang perindustrian merupakan salah satu bidang yang juga banyak menggunakan kecanggihan teknologi, walaupun pada beberapa bagian, mas

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

IDENTIFIKASI RETINA MATA MENGGUNAKAN JARAK EUCLIDEAN DENGAN PENCIRIAN MATRIKS KOOKURENSI ARAS KEABUAN (GRAY LEVEL CO-OCCURRENCE MATRIX-GLCM)

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Perancangan Konversi Braille Ke Teks Berbasis Android

Pengolahan Citra INTERACTIVE BROADCASTING. Yusuf Elmande., S.Si., M.Kom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Penyiaran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

Identifikasi Kematangan Mentimun Berdasarkan Tekstur Kulit Buah dengan Fuzzy C-Mean

KLASIFIKASI JENIS IKAN KOI MENGGUNAKAN GRAY LEVEL CO- OCCURRENCE MATRIX DAN ALGORITMA NAIVE BAYES

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix)

Sistem Deteksi Cacat Kayu dengan Metode Deteksi Tepi SUSAN dan Ekstraksi Ciri Statistik

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Ektraksi Fitur Citra Paru-Paru Menggunakan Gray Level Co-ocurance Matriks

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Model sistem presensi biometri sidik jari yang dikembangkan secara garis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel pengujian menggunakan sebanyak 1 buah sampel beras A, 7 buah

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

One picture is worth more than ten thousand words

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TEORI PENUNJANG

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

Pengolahan citra. Materi 3

2.Landasan Teori. 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data.

PENGELOMPOKKAN CITRA WARNA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN SOFTWARE MATLAB ABSTRAK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Google Maps

BAB 3 METODOLOGI. untuk mengurangi adanya false positive dan false negative. False positive dalam hal ini

MAKALAH APLIKASI KOMPUTER 1 SISTEM APLIKASI KOMPUTER GRAFIK KOMPUTER DAN KONSEP DASAR OLAH CITRA. Diajukan sebagai Tugas Mandiri Mata Kuliah NTM

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Pengenalan Bahasa Isyarat Tangan Menggunakan Metode PCA dan Haar-Like Feature

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

KLASIFIKASI CITRA BERAS BERDASARKAN PENCIRIAN MATRIKS KO-OKURENSI ARAS KEABUAN MENGGUNAKAN k-nearest NEIGHBOUR

Implementasi Pengenalan Citra Wajah dengan Algoritma Eigenface pada Metode Principal Component Analysis (PCA)

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING

PENGEMBANGAN SISTEM PEROLEHAN CITRA BERBASIS ISI PADA CITRA BATIK MENGGUNAKAN METODE INTEGRATED COLOR AND INTENSITY CO-OCCURRENCE MATRIX (ICICM)

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Wajah Pengenalan wajah adalah salah satu teknologi biometrik yang telah banyak diaplikasikan dalam sistem keamanan selain pengenalan retina mata, pengenalan sidik jari dan iris mata. Untuk proses pengenalan wajah, biasanya menggunakan sebuah kamera untuk menangkap wajah seseorang kemudian dibandingkan dengan wajah yang sebelumnya telah disimpan di dalam dataset (Rahim, 2013). Pengenalan wajah melibatkan banyak variabel, yaitu citra dasar, hasil pengolahan citra, hasil ekstraksi citra dan data profil seseorang. Pengenalan citra untuk pengenalan pola wajah membutuhkan juga alat pengindera berupa kamera dan juga metode yang sesuai untuk menentukan apakah citra yang ditangkap oleh camera sesuai dengan dataset yang pernah disimpan sebelumnya. kesesuaian yang dimaksud biasanya ditampilkan dengan informasi profil yang sesuai pula (Suprianto, 2013). 2.2. Citra Digital Citra digital merupakan kesatuan dari berbagai elemen yang terdiri dari kecerahan (brightness), kontras (contrast), kontor (contour), warna (color), bentuk (shape), dan tekstur (texture). Secara garis besar citra dapat dibagi menjadi dua jenis, citra diam (still image) dan citra bergerak (motion image) (Gonzalez, 1992). Banyak peralatan elektronik yang menghasilkan citra digital misalnya scanner, kamera digital, mikroskop digital, dan pembaca sidik jari (fingerprint reader). Untuk dapat mengolah citra digital menjadi bentuk yang kita inginkan dapat digunakan beberapa macam Perangkat lunak, antara lain Adobe Photoshop dan GIMP (GNU Image Manipulation Program) menyajikan berbagai fitur untuk mengolah citra digital (Kadir, 2013).

6 Gambar 2.1. Contoh peralatan yang menghasilkan citra digital Citra merupakan gambar pada bidang dua dimensi. Citra dibagi menjadi 2 jenis: 1. Citra Diam (Still Image), merupakan suatu citra yang tidak bergerak. 2. Citra Bergerak (Motion Image), merupakan rangkaian citra diam yang ditampilkan secara sekuensial sehingga terlihat pada mata kita seperti gambar yang bergerak. Contohnya adalah citra pada layar televisi. secara umum citra diam (Still Image) direpresentasikan ke dalam bentuk fungsi f (x, y), dan citra bergerak (Motion Image) direpresentasikan ke dalam fungsi f (x, y, t), dimana fungsi x dan y sebagai sumbu x dan sumbu y citra, dan fungsi t merupakan waktu (Gonzalez, 1992). Citra digital dapat diolah oleh komputer, oleh karena itu citra harus direpresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai yang diskrit, nilai diskrit yang dimaksud adalah nilai intensitas cahaya dari sebuah citra. Nilai-nilai intensitas cahaya tersebut ditampilkan sebagai nilai-nilai kanal pada citra digital. Untuk citra 8 bit memiliki satu kanal yang terdiri dari sekumpulan nilai antara 0 255, dan citra 24 bit memiliki tiga kanal yang dikenal sebagai kanal R(red), G(green), dan B(blue) (Fadlisyah, 2013).

7 2.3. Grayscale Citra grayscale adalah citra yang menggunakan tingkatan warna keabuan. Warna abuabu adalah salah satu warna pada ruang R(red), G(green), dan B(blue) yang mempunyai nilai intensitas yang sama. Jumlah bit yang disediakan di memori berpengaruh pada jumlah warna yang ada yang berfungsi untuk menampung kebutuhan warna. Setiap sample pixel pada citra grayscale dapat disimpan dalam format 8 bit, yang memungkinkan sebanyak 256 intensitas dan warna diartikan sebagai nilai antara 0 dan 255, nilai 0 merupakan yang paling gelap (hitam) dan nilai 255 adalah paling (putih). Format ini akan membantu pada pemrograman karena dapat melakukan manipulasi bit yang tidak terlalu banyak. Untuk melakukan perubahan pada citra warna yang memiliki nilai matrik R,G dan B menjadi citra grayscale dengan nilai S, maka konversi bisa dilakukan dengan cara mengambil nilai rata rata dari nilai R(red), G(green), dan B(blue) (Zhou, 2010). s = r+g+b 3... (2.1) 2.4. Ekstraksi Ciri Statistik Analisis tekstur biasa dimanfaatkan sebagai proses untuk melakukan klasifikasi dan interpretasi pada suatu citra. Proses klasifikasi citra berbasis analisis tekstur umumnya membutuhkan tahapan ekstraksi ciri (Fadlisyah, 2015). Ekstraksi ciri dapat terbagi dalam tiga model yaitu : 2.4.1. Metode Statistik Metode statistik merupakan perhitungan derajat keabuan (histogram) dengan melakukan pengukuran pada tingkat kekontrasan, granularitas, dan kekasaran suatu daerah dari hubungan ketetanggaan antar piksel pada suatu citra. Paradigma statistik sesuai untuk tekstur-tekstur alami yang tidak terstruktur dari sub pola dan himpunan aturan (mikrostruktur) sehingga penggunaanya tidak terbatas.

8 2.4.2. Metode Spektral Metode spektral berdasarkan pada fungsi autokorelasi suatu daerah atau power distribution pada domain transformasi Fourier dalam mendeteksi periodisitas tekstur. 2.4.3. Metode Struktural Metode struktural sering digunakan untuk pola-pola makrostruktur, Analisis-nya menggunakan deskripsi primitive tekstur dan aturan sintaktik.. Bagian ini akan membahas metode ekstraksi ciri statistik orde pertama dan kedua. Ekstraksi ciri orde pertama dilakukan melalui histogram citra. Ekstraksi ciri statistik orde kedua dilakukan dengan matriks kookurensi, yaitu suatu matriks antara yang merepresentasikan hubungan ketetanggaan antar piksel dalam citra pada berbagai arah orientasi dan jarak spasial 2.5. Statistik Fitur (Ciri Orde Satu) Statistik Fitur (Ciri Orde Satu) merupakan metode pengekstrakan ciri yang didasarkan pada karakteristik histogram citra. Histogram menunjukkan probabilitas kemunculan nilai derajat keabuan pada suatu citra. Dari nilai probabilitas yang dihasilkan, dapat dihitung beberapa parameter ciri orde pertama, antara lain adalah mean, skewness, variance, kurtosis, dan entropy. a. Mean (µ) Menunjukkan ukuran dispersi dari suatu citra µ = n f n p(f n )... (2.2) dimana f n merupakan suatu nilai intensitas keabuan, sementara p(f n ) menunjukkan nilai histogramnya (probabilitas kemunculan intensitas tersebut pada citra). b. Skewness (α 3 ) Menunjukkan tingkat kemiringan relatif kurva histogram dari suatu citra α 3 = 1 σ 3 (f n µ) 3 p(f n ) n... (2.3)

9 c. Variance (σ 2 ) Menunjukkan variasi elemen pada histogram dari suatu citra σ 2 = (f n µ) 2 p(f n ) n... (2.4) d. Kurtosis (α 4 ) Menunjukkan tingkat keruncingan relatif kurva histogram dari suatu citra α 4 = 1 σ 4 (f n µ) 4 p(f n ) 3 n... (2.5) e. Entropy (H) Menunjukkan ukuran ketidakaturan bentuk dari suatu citra H = p(f n ). 2 log p (f n ) n... (2.6) 2.6. Feature Haralic (Ciri Orde Dua) Pada tahun 1973 Haralick memperkenalkan Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) dimana GLCM berfungsi untuk melakukan ekstraksi fitur. (Sebastian, 2012). GLCM menggunakan penghitungan tekstur pada ciri statistik orde dua. Teknik pengekstrakan ciri statistik orde dua adalah dengan menghitung probabilitas hubungan ketetanggaan antara dua piksel pada jarak dan orientasi sudut tertentu. Pendekatan ini bekerja dengan membentuk sebuah matriks kookurensi dari data citra. Kookurensi berarti kejadian bersama, yaitu jumlah kejadian satu level nilai piksel bertetangga dengan satu level nilai piksel lain dalam jarak (d) dan orientasi sudut (ϴ) tertentu. Jarak dinyatakan dalam piksel dan orientasi dinyatakan dalam derajat. Orientasi dibentuk dalam empat arah sudut yaitu 0, 45, 90, dan 135. Sedangkan jarak antar piksel biasanya ditetapkan sebesar 1 piksel.

10 Matriks kookurensi merupakan matriks bujursangkar dengan jumlah elemen sebanyak kuadrat jumlah level intensitas piksel pada citra. Setiap titik (p, q) pada matriks kookurensi berorientasi ϴ berisi peluang kejadian piksel bernilai p bertetangga dengan piksel bernilai q pada jarak d serta orientasi ϴ dan (180 - ϴ). Gambar 2.2 (Angkoso, 2011) Kiri, contoh citra dengan empat tingkat keabuan, Kanan hasil GLCM pada jarak 1 0 derajat Setelah memperoleh matriks kookurensi tersebut, dapat dihitung beberapa parameter ciri orde dua yaitu Angular Second Moment, Contrast, Correlation, Variance, Inverse Difference Moment, dan Entropy a. Angular Second Moment Menunjukkan ukuran sifat homogenitas citra. ASM = i {p(i, j)} 2 j... (2.7) dimana p(i,j) merupakan menyatakan nilai pada baris i dan kolom j pada matriks kookurensi. b. Contrast Menunjukkan ukuran penyebaran (momen inersia) elemen-elemen matriks citra. Jika letaknya jauh dari diagonal utama, nilai kekontrasan besar. Secara visual, nilai kekontrasan adalah ukuran variasi antar derajat keabuan suatu daerah citra. CON = k 2 k [ k 2 j ]... (2.8) [ i j ] = k

11 c. Correlation Menunjukkan ukuran ketergantungan linear derajat keabuan citra sehingga dapat memberikan petunjuk adanya struktur linear dalam citra.... (2.9) d. Variance Menunjukkan variasi elemen-elemen matriks kookurensi. Citra dengan transisi derajat keabuan kecil akan memiliki variansi yang kecil pula.... (2.10) e. Inverse Different Moment Menunjukkan kehomogenan citra yang berderajat keabuan sejenis. Citra homogen akan memiliki harga IDM yang besar.... (2.11) f. Entropy Menunjukkan ukuran ketidakteraturan bentuk. Harga ENT besar untuk citra dengan transisi derajat keabuan merata dan bernilai kecil jika struktur citra tidak teratur (bervariasi).... (2.12)

12 2.7. DCT (Discrete Cosine Transform) DCT (Discrete Cosine Transform) diperkenalkan pertama kali oleh Ahmed, Natarajan dan Rao tahun 1974 yang ditemukan pada makalahnya yang berjudul On image processing and a discrete cosine transform. DCT (Discrete Cosine Transform) digunakan untuk mengubah sebuah domain sinyal menjadi domain frekuensi (Watson, 1994). DCT 1 Dimensi DCT 1 Dimensi C(u) didefenisikan sebagai berikut. C(u) = 2 n α(u) N 1 x=0 f(x)cos [ π (2x+1)u ].. (2.13) 2N Untuk u = 0,1,2,, N-1 Dengan cara yang sama, DCT balik dapat didefenisikan sebagai berikut. f(x) = 2 N 1 α(u)c(u)cos n x=0 Untuk x = 0,1,2,, N-1 Dengan α (u) dinyatakan sebagai berikut. [ π (2x+1)u ].. (2.14) 2N α (u) = 1 2 untuk u = 0 1 untuk u 0 Bilangan yang dihasilkan melalui transformasi DCT tidak mengandung unsur imajiner. DCT dari contoh citra 1 dimensi f(x) = (3, 4, 4, 5) adalah sebagai berikut. C(0) = 2 4 3 1 2 f(x)cos π (2x + 1)0 [ ] 8 x=0 = 1 2 (f(0) + f(1) + f(2) + f(3)) = 1 2 (3 + 4 + 4 + 5) = 8

13 3 C(1) = 2 4 1 f(x)cos π (2x + 1)1 [ ] 8 x=0 = 1 2 (3(0,92) + 4(0,38) + 4( 0,38) + 5( 0,92)) = 1 2 ( 1,84) = 0,71 3 C(2) = 2 4 1 f(x)cos π (2x + 1)2 [ ] 8 x=0 = 1 (3(0,71) + 4( 0,71) + 4( 0,71) + 5( 0,71)) = 0 2 3 C(3) = 2 4 1 f(x)cos π (2x + 1)3 [ ] 8 x=0 = 1 (3(0,38) + 4( 0,92) + 4( 0,92) + 5( 0,38)) = 0,76 2 Jadi citra f(x) = (3,4,4,5) setelah mengalami transformasi kosinus 1 Dimensi C(u) = (8, 0.76, 0, -0.76). 2.8. Penelitian Terkait Ada beberapa penelitian yang telah dibuat mengenai pengenalan pola atau yang biasa disebut dengan (Pattern Recognition) dan penelitian tersebut sudah banyak dipublikasi diantaranya adalah sebagai berikut. Yuda & Murinto, (2015) membuat Aplikasi pengolahan citra untuk identifikasi kematangan mentimun berdasarkan tekstur kulit buah menggunakan metode ekstraksi ciri statistik, proses yang dilakukan adalah proses pembacaan citra berwarna, dilanjutkan dengan proses grayscale dan pembacaan histogram citra setelah dilakukan pemrosesan grayscale dan pembacaam histogram citra maka proses selanjutnya adalah dengan melakukan penghitungan statistik tekstur citra. Hasil evaluasi kinerja ekstraksi fitur statistik adalah memiliki tingkat keakuratan sebesar 75%.

14 Cucu & Inggrid, (2011) melakukan Analisa tekstur untuk membedakan kista dan tumor pada citra panoramik rahang gigi manusia menggunakan metode GLCM (Gray Level Cooccurence Matrix), dimana proses yang dilakukan memiliki tiga tahap, yaitu proses normalisasi citra panoramik, setelah itu dilakukan segmentasi untuk menentukan daerah lesi, setelah dilakukan segmentasi, yang harus dilakukan adalah melakukan ekstraksi fitur dari hasil segmentasi, hasil yang diperoleh terhadap data yang telah diujikan adalah sebesar 63.33% Uyun & Rahman (2013) melakukan penelitian mengenai pengenalan wajah dua dimensi menggunakan multi-layer perceptron berdasarkan nilai PCA dan LDA, proses yang dilakukan adalah mengekstrak citra masukan menggunakan Ekstraksi Fitur PCA dan LDA, dilanjutkan dengan mentraining data menggunakan multi layer perceptron, hasil yang diperoleh dengan tingkat keakuratan sebesar 77.77 %.