TESIS HUBUNGAN KEPEMIMPINAN, MOTIVASI DAN KOMPENSASI DENGAN KEPUASAN KERJA PEGAWAI PUSKESMAS DI KOTA DENPASAR MADE KARMA MAHA WIRAJAYA

dokumen-dokumen yang mirip
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA. mempengaruhi pegawainya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Robbins, 2006).

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Association between Leadership, Motivation, Compensation and Employees Satisfaction in Primary Health Centres Denpasar

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pasca Sarjana Universitas Udayana

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN PADA LAYANAN RADIOGRAFI KONVENSIONAL DI RUMAH SAKIT PEMERINTAH, SWASTA, DAN KLINIK RADIOLOGI SWASTA KOTA DENPASAR

NANDINI PARAHITA SUPRABA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP MOTIVASI DAN KINERJA KARYAWAN (Sudi Kasus Pada PT. Pandawa)

HUBUNGAN PELAYANAN KEFARMASIAN DENGAN KEPUASAN PASIEN MENGGUNAKAN JASA APOTEK DI KOTA DENPASAR

TESIS PERAN MEDIASI KEPUASAN KERJA PADA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN BUDAYA PATIENT SAFETY TENAGA KESEHATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAMPAK KEGIATAN PERTANIAN TERHADAP TINGKAT EUTROFIKASI DAN JENIS JENIS FITOPLANKTON DI DANAU BUYAN KABUPATEN BULELENG PROVINSI BALI

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu

HUBUNGAN SISTEM PEMBAGIAN JASA PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN KEPUASAN KERJA PEGAWAI PUSKESMAS DI KABUPATEN KARANGASEM

PENGARUH PENGAWASAN PIMPINAN,DISIPLIN DAN KOMPETENSI PEGAWAI PADA KINERJA PEGAWAI INSPEKTORAT KABUPATEN TABANAN

Tesis untuk memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Akuntansi, Program Pascasarjana Universitas Udayana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH DUKUNGAN ORGANISASIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASIONAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

STUDI KOMPARATIF KINERJA PORTOFOLIO SAHAM SMALL MEDIUM ENTERPRISE (SME) DI PASAR MODAL INDONESIA, CHINA, DAN INDIA

KUALITAS PELAYANAN DAN TINGKAT KEPUASAN ANGGOTA KOPERASI UNIT DESA SURABERATA KECAMATAN SELEMADEG BARAT

II. TINJAUAN PUSTAKA.1

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Menurut Veithzal Rivai (2004:309) mendefinisikan penilaian kinerja

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUNJUNGAN ULANG PASCA PEMASANGAN IUD DI PUSKESMAS I DENPASAR TIMUR TAHUN 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai the way an

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN : 107). Mathis dan Jackson (2006 : 98) menyatakan kepuasan kerja adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi pada perusahaan Keramik Pondowo malang, dengan hasil penelitian

PENGARUH LINGKUNGAN KERJA DAN PENGHARGAAN TERHADAP KREATIVITAS DAN KINERJA PEGAWAI DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

TESIS. (Studi Pada Kantor Pusat Universitas Udayana)

PENGARUH PENGETAHUAN AKUNTANSI DAN JIWA KEWIRAUSAHAAN PADA PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTANSI DALAM PEMBUATAN KEPUTUSAN INVESTASI

TESIS EFEK KEADILAN REMUNERASI, KOMPETENSI ATASAN DAN KOHESIVITAS KELOMPOK TERHADAP WITHHOLDING EFFORT

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku seseorang untuk berbuat. Sedangkan motif dapat dikatakan suatu driving force yang

PENGARUH KECERDASAN INTELEKTUAL, EMOSIONAL DAN SPIRITUAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA HOTEL CATTLEYA SUITE BALI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Menurut Terry (2006), manajemen adalah sebuah proses yang melibatkan

UNIVERSITAS UDAYANA NI MADE ARIEK ASRI ARYANTI

MORALITAS INDIVIDU, MANAJEMEN LABA, SALAH SAJI, PENGUNGKAPAN, BIAYA DAN MANFAAT, SERTA TANGGUNG JAWAB DALAM ETIKA PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

PENGARUH PENDIDIKAN PADA KINERJA BENDAHARA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN TABANAN DENGAN PELATIHAN DAN MOTIVASI SEBAGAI VARIABEL MODERASI

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmat- Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.

NI MADE SIRAT NIM: PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS. pembentukan kerangka pemikiran untuk perumusan hipotesis.

MOTIVASI, PENGELOLAAN INDIVIDU DAN KELOMPOK DALAM ORGANISASI BISNIS. Minggu ke tujuh

TESIS ANALISIS OVERREACTION PASAR PADA SAHAM WINNER DAN LOSER DI BURSA EFEK INDONESIA

II. KAJIAN PUSTAKA. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Keith Davis ( 2007 ) mengemukakan bahwa : Dicipline is management action

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA SMA TENTANG BAHAYA ROKOK DI KOTA DENPASAR PASCA PENERAPAN PERINGATAN BERGAMBAR PADA KEMASAN ROKOK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pimpinan mampu mempengaruhi motivasi kerja SDM-nya agar mereka mampu

TESIS PENINGKATAN PEMAHAMAN AFIKS PADA KOSAKATA BAHASA INGGRIS MELALUI PENERAPAN METODE INTENSIF PADA PESERTA DIDIK KELAS VIIIA SMP PGRI 7 DENPASAR

DETERMINASI KEPUTUSAN HEDGING PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA

TESIS PENGARUH CONCERN TO ORDER DAN CUSTOMER ORIENTATION TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI KANTOR REKTORAT UNIVERSITAS UDAYANA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini pengelolaan sumber daya manusia merupakan hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan demikian dalam menggunakan tenaga kerja perlu adanya insentif yang

DETERMINAN LOSS TO FOLLOW UP

PENGARUH FRAMING DAN KEMAMPUAN NUMERIK TERHADAP KEPUTUSAN INVESTASI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) DI SEKOLAH TINGGI PARIWISATA NUSA DUA BALI

MANAJEMEN RISIKO DALAM PROSES ESTIMASI BIAYA PADA PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG BERTINGKAT DI KOTA DENPASAR

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tesis untuk Memeroleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. konsumen merasa tidak puas dapat melakukan keluhan yang dapat merusak citra

Motivasi : proses yg berperan pada intensitas, arah, dan lamanya berlangsung upaya individu, ke arah pencapaian sasaran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

LUH MIRA AMBARASARI SAKA

DETERMINAN DISHARMONI KUA-PPAS TERHADAP APBD DI KABUPATEN TABANAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB XIII TEKNIK MOTIVASI

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lainnya baik pemerintah maupun swasta. Puskesmas merupakan upaya pelayanan

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK HOTEL DI KABUPATEN GIANYAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemasyarakatan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan

BAB II URAIAN TEORITIS. pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan

Riset Per iila il k O u rgan isas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI. untuk melakukan atau bertindak sesuatu. Keberadaan pegawai tentunya

Bisma, Vol 1, No. 4, Agustus 2016 KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT SIME INDO AGRO DI SANGGAU

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS

TESIS PENGARUH IKLIM ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASIONAL PADA PT SUKA PANDAWA I MADE WIJAYA KESAWA

TESIS HUBUNGAN KOMPETENSI, MOTIVASI DAN BEBAN KERJA PERAWAT PELAKSANA DENGAN KINERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA PROPINSI BALI

BAB II URAIAN TEORITIS. Penelitian yang dilakukan oleh Agusafitri (2006) dengan judul Peranan

TESIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA GURU

PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA, RISIKO PASAR, DEBT TO EQUITY RATIO

Konsep Konsep Motivasi BAHAN AJAR 7

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi perusahaan untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan kompetitif

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH VARIABEL EKONOMI DAN SOSIAL DEMOGRAFI TERHADAP STATUS EKONOMI PEREMPUAN DI KABUPATEN JEMBRANA

KOMPENSASI / IMBALAN

UCAPAN TERIMA KASIH. kerta wara nugraha-nya, tesis ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya

1.1. Penelitian Terdahulu

BAB I PENDAHULUAN. yang melakukan tindak pidana dan oleh hakim dijatuhi hukuman masuk ke Lembaga

Transkripsi:

TESIS HUBUNGAN KEPEMIMPINAN, MOTIVASI DAN KOMPENSASI DENGAN KEPUASAN KERJA PEGAWAI PUSKESMAS DI KOTA DENPASAR MADE KARMA MAHA WIRAJAYA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

TESIS HUBUNGAN KEPEMIMPINAN, MOTIVASI DAN KOMPENSASI DENGAN KEPUASAN KERJA PEGAWAI PUSKESMAS DI KOTA DENPASAR MADE KARMA MAHA WIRAJAYA NIM 1392161036 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 i

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN, MOTIVASI DAN KOMPENSASI DENGAN KEPUASAN KERJA PEGAWAI PUSKESMAS DI KOTA DENPASAR Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana Universitas Udayana MADE KARMA MAHA WIRAJAYA NIM 1392161036 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 ii

Lembar Pengesehan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 22 JULI 2015 Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. I Putu Ganda Wijaya, S.Sos, M.M NIP. 19681231 1989031 057 dr. Ni Made Sri Nopiyani, MPH NIP. 19831104 2008012 005 Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Udayana, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH NIP. 19481010 1977021 001 Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, SP.S (K) NIP. 19590215 1985102 001 iii

Tesis Ini Telah Duji Pada Tanggal 22 Juli 2015 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No.: 0794/UN14.4/MK/2015, Tanggal 22 Juli 2015 Ketua : Dr. I Putu Ganda Wijaya, S.Sos, M.M Anggota : 1. dr. Ni Made Sri Nopiyani, MPH 2. Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M. Repro PA (K) 3. Dr. dr. Dyah Pradnyaparamitha Duarsa, Msi 4. Dr. Luh Seri Ani, S.KM, M.Kes iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT NAMA NIM : 1392161036 PROGRAM STUDI JUDUL TESIS : MADE KARMA MAHA WIRAJAYA : MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT : HUBUNGAN KEPEMIMPINAN, MOTIVASI DAN KOMPENSASI DENGAN KEPUASAN KERJA PEGAWAI PUSKESMAS DI KOTA DENPASAR Dengan ini menyatakan bahwa tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Denpasar, 22 Juli 2015 Made Karma Maha Wirajaya v

UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas karunia-nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul Hubungan Kepemimpinan, Motivasi dan Kompensasi dengan Kepuasan Kerja Pegawai Puskesmas di Kota Denpasar. Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp PD-KEMD, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A Raka Sudewi, Sp.S(K) dan Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana 2. Bapak Dr. I Putu Ganda Wijaya, S.Sos, M.M sebagai pembimbing utama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program magister khususnya dalam menyelesaikan tesis ini 3. Ibu dr. Ni Made Sri Nopiyani, MPH selaku pembimbing kedua yang penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis 4. Tim penguji pada sidang tesis yaitu Bapak Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M. Repro PA(K), Ibu Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, MSi. Dan Dr. Luh vi

Seri Ani, S.KM, M.Kes yang telah memberikan koreksi dan saran untuk perbaikan tesis ini. 5. Dinas Kesehatan Kota Denpasar, Puskesmas II Denpasar Selatan, Puskesmas III Denpasar Utara dan responden penelitian yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini 6. Teman-teman MIKM angkatan V Universitas Udayana yang telah saling memberikan semangat Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan tesis ini selanjutnya. Demikian tesis ini penulis susun dan dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga Ida Sang Hyang Widi Wasa selalu melimpahkan rahmat-nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan menyelesaikan tesis ini. Denpasar, 22 Juli 2015 Penulis vii

ABSTRAK HUBUNGAN KEPEMIMPINAN, MOTIVASI DAN KOMPENSASI DENGAN KEPUASAN KERJA PEGAWAI PUSKESMAS DI KOTA DENPASAR Kepuasan kerja merupakan hal yang sangat penting diperhatikan oleh puskesmas karena dapat mempengaruhi perilaku kerja pegawai dalam suatu organisasi. Oleh sebab itu perilaku pegawai harus diarahkan untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Terdapat kecenderungan ketidakpuasan pegawai puskesmas terhadap aspek pengawasan, perhatian pimpinan dan kompensasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan kepemimpinan, motivasi dan kompensasi dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas Kota Denpasar. Desain penelitian survei sampel ini adalah cross sectional analitik dengan jumlah sampel 75 orang. Sampel di masing-masing puskesmas terpilih (2 puskesmas di Kota Denpasar) diambil dengan teknik Total Population Sampling. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat (chi-square) dan multivariat (regresi logistik). Sebagian besar pegawai puskesmas mempersepsikan kurang baik kepemimpinan kepala puskesmas (52%), memiliki motivasi tinggi dalam bekerja (56%), kompensasi yang diterima memadai (60%) dan merasa puas dalam bekerja (52%). Analisis bivariat menunjukkan ada hubungan signifikan kepemimpinan (OR=12,01; 95% CI =4,02-35,89; p=0,001), motivasi (OR= 8,81; 95% CI=3,07-25,22; p=0,001) dan kompensasi (OR= 3,63; 95% CI =1,37-9,60; p=0,010) dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas Kota Denpasar. Namun pada analisis multivariat, hanya dua variabel yang berhubungan bermakna yaitu kepemimpinan (OR=7,28; 95% CI=2,17-24,46; p=0,001) dan motivasi (OR=4,31; 95% CI =1,29-14,39; p=0,018). Faktor yang berhubungan dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas adalah kepemimpinan dan motivasi. Diperlukan upaya peningkatan kemampuan manajemen kepala puskesmas dan memperhatikan kondisi kerja pegawai sehingga mampu menciptakan kepuasan kerja. Kata kunci : Kepemimpinan, Motivasi, Kompensasi, Kepuasan kerja viii

ABSTRACT THE ASSOCIATION BETWEEN LEADERSHIP, MOTIVATION, COMPENSATION AND EMPLOYEES SATISFACTION IN PRIMARY HEALTH CENTRES, DENPASAR Employees satisfaction is very important because it can affect the behavior of employees working in an organization. Therefore, the behavior of employees should be directed to the achievement of the goals organization. There is a tendency of employees dissatisfaction on monitoring, care from head of primary health centres and compensation. This study aims to determine the relationship of leadership, motivation, compensation and employees satisfaction in primary health centres, Denpasar. This study is cross-sectional study, which involving 75 samples. Samples in each primary health centres (two primary health centres) were selected using total population sampling. Data analyzed using univariate, bivariate (chi-square) and multivariate (logistic regression). The result shows that most of employees perceived a lack in leadership of head the primary health centres (52%), have a high motivation to work (56%), received adequate compensation (60%) and satisfied with their work (52%). Bivariate analysis shows significant association between leadership (OR = 12.01; 95% CI = 4.02 to 35.89; p = 0.001), motivation (OR = 8.81; 95% CI = 3.07 to 25, 22; p = 0.001) and compensation (OR = 3.63; 95% CI = 1.37 to 9.60; p = 0.010) with employees satisfaction in primary health centres, Denpasar. However, according to the multivariate analysis, a significant association only two variables, that are leadership (OR = 7.28; 95% CI = 2.17 to 24.46; p = 0.001) and motivation (OR = 4.31; 95% CI = 1,29-14.39; p = 0.018). Factors associated to the employees satisfaction in primary health centres are leadership and motivation. Therefore, need to improve the head of primary health centres managerial skill and keep the working conditions of employees in order to improve employees satisfaction. Keywords: Leadership, Motivation, Compensation, Employees Satisfaction ix

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i PRASYARAT GELAR....ii LEMBAR PENGESAHAN... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT....v UCAPAN TERIMA KASIH... vi ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix DAFTAR ISI...x DAFTAR TABEL...xiv DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR SINGKATAN...xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah...5 1.3 Tujuan Penelitian...6 1.3.1 Tujuan Umum...6 1.3.2 Tujuan Khusus...6 1.4 Manfaat Penelitian...6 1.4.1 Manfaat Teoritis...6 1.4.2 Manfaat Praktis...7 BAB II KAJIAN PUSTAKA...8 2.1 Kepemimpinan...8 2.1.1 Definisi Kepemimpinan...8 2.1.2 Peranan Kepemimpinan...8 2.1.3 Tipe Kepemimpinan...9 2.1.4 Kepemimpinan di Puskesmas... 10 2.2 Motivasi... 14 x

2.2.1 Definisi Motivasi... 14 2.2.2 Teori Kepuasan Motivasi... 15 2.2.3 Jenis Motivasi... 21 2.3 Konsep Reward dan Punishment dalam Organisasi... 22 2.3.1 Kompensasi... 24 2.3.2 Kompensasi Finansial... 24 2.4 Kepuasan Kerja... 27 2.4.1 Definisi Kepuasan Kerja... 27 2.4.2 Efek Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja... 28 2.4.3 Dimensi Kepuasan Kerja... 31 2.5 Hasil Penelitian Relevan... 35 2.5.1 Hubungan Kepemimpinan dengan Kepuasan Kerja... 35 2.5.2 Hubungan Motivasi dengan Kepuasan Kerja... 37 2.5.3 Hubungan Kompensasi dengan Kepuasan Kerja... 37 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS... 39 3.1 Kerangka Berpikir... 39 3.2 Konsep Penelitian... 40 3.3 Hipotesis Penelitian... 41 BAB IV METODE PENELITIAN... 42 4.1 Rancangan Penelitian... 42 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 42 4.3 Penentuan Sumber Data... 42 4.3.1 Populasi penelitian... 42 4.3.2 Sampel Penelitian... 43 4.3.3 Besar Sampel... 43 4.4 Teknik Pengambilan Sampel... 44 4.5 Variabel Penelitian... 45 4.5.1 Identifikasi Variabel... 45 4.5.2 Definisi Operasional Variabel... 45 4.6 Instrumen Penelitian... 49 4.7 Prosedur Penelitian... 49 xi

4.7.1 Jenis Data... 49 4.7.2 Pengumpulan Data... 49 4.8 Pengolahan Data... 50 4.9 Analisis Data... 51 4.10 Etika Penelitian... 52 BAB V HASIL PENELITIAN... 53 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 53 5.2 Gambaran Karakteristik Sosio-Demografis Responden Penelitian di Puskesmas Kota Denpasar... 56 5.3 Gambaran Kepemimpinan Kepala Puskesmas Di Kota Denpasar... 60 5.4 Gambaran Motivasi Pegawai Puskesmas Di Kota Denpasar... 62 5.5 Gambaran Kompensasi Pegawai Puskesmas Di Kota Denpasar... 64 5.6 Gambaran Kepuasan Kerja Pegawai Puskesmas Di Kota Denpasar... 66 5.7 Analisis Bivariat Kepemimpinan, Motivasi dan Kompensasi dengan Kepuasan Kerja Pegawai Puskesmas Di Kota Denpasar... 67 5.8 Analisis Multivariat Kepemimpinan, Motivasi dan Kompensasi dengan Kepuasan Kerja Pegawai Puskesmas Di Kota Denpasar... 70 BAB VI PEMBAHASAN... 72 6.1 Gambaran Kepuasan Kerja Pegawai Puskesmas di Kota Denpasar... 72 6.2 Hubungan Kepemimpinan dengan Kepuasan Kerja Pegawai Puskesmas Di Kota Denpasar... 77 6.3 Hubungan Motivasi dengan Kepuasan Kerja Pegawai Puskesmas Di Kota Denpasar... 81 6.4 Hubungan Kompensasi dengan Kepuasan Kerja Pegawai Puskesmas Di Kota Denpasar... 84 xii

6.5 Keterbatasan Penelitian... 87 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN... 89 7.1 Simpulan... 89 7.2 Saran... 89 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN xiii

DAFTAR TABEL Tabel Halaman 4.2 Definisi Operasional Variabel... 45 5.1 Distribusi Jenis Ketenagaan di Puskesmas Kota Denpasar... 53 5.2 Hasil Indeks Kepuasan Masyarakat di Puskesmas Kota Denpasar... 54 5.3 Gambaran Karakteristik Sosio-Demografis Responden Penelitian di Puskesmas Kota Denpasar... 57 5.4 Perbandingan Karakteristik Sosio-Demografis Responden Penelitian di Puskesmas II Denpasar Selatan dan Puskesmas III Denpasar Utara... 59 5.5 Gambaran Kepemimpinan Kepala Puskesmas di Kota Denpasar... 61 5.6 Perbandingan Kepemimpinan Kepala Puskesmas II Denpasar Selatan dan Puskesmas III Denpasar Utara... 62 5.7 Gambaran Motivasi Pegawai Puskesmas di Kota Denpasar... 63 5.8 Perbandingan Motivasi Pegawai Puskesmas II Denpasar Selatan dan Puskesmas III Denpasar Utara... 63 5.9 Gambaran Kompensasi Pegawai Puskesmas di Kota Denpasar... 64 5.10 Perbandingan Kompensasi Pegawai Puskesmas II Denpasar Selatan dan Puskesmas III Denpasar Utara... 65 5.11 Gambaran Kepuasan Kerja Pegawai Puskesmas di Kota Denpasar... 66 5.12 Perbandingan Kepuasan Kerja Pegawai Puskesmas II Denpasar Selatan dan Puskesmas III Denpasar Utara... 67 5.13 Analisis Bivariat Hubungan Kepemimpinan, Motivasi dan Kompensasi dengan Kepuasan Kerja Pegawai Puskesmas di Kota Denpasar... 68 5.14 Analisis Multivariat Hubungan Kepemimpinan, Motivasi dan Kompensasi dengan Kepuasan Kerja Pegawai Puskesmas di Kota Denpasar... 70 xiv

DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Konsep penelitian hubungan kepemimpinan, Halaman motivasi dan kompensasi dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas di Kota Denpasar.... 40 xv

DAFTAR SINGKATAN 1. IKM : Indeks Kepuasan Masyarakat 2. Jamkesda : Jaminan Kesehatan Daerah 3. JKN : Jaminan Kesehatan Nasional 4. Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan 5. Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat 6. PNS : Pegawai Negeri Sipil 7. SDM : Sumber Daya Manusia 8. UMR : Upah Minimum Regional xvi

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Jadwal Penelitian Lampiran 2. Kuesioner Penelitian Lampiran 3. Hasil Output Analisis Stata SE 12 Lampiran 4. Surat Keterangan Kelaikan Etik Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Provinsi Bali Lampiran 6. Surat Ijin Penelitian Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Denpasar Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian Dinas Kesehatan Kota Denpasar xvii

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan sebagai bagian penting dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat agar tercapainya peningkatan status kesehatan di masyarakat. Pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakan dengan fokus perhatian pada penduduk yang rentan yaitu ibu, bayi, anak-anak, lanjut usia dan keluarga miskin (Kementerian Kesehatan, 2010). Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan memegang peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia (Kementerian Kesehatan, 2004). Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam rangka meningkatkan pembangunan kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan berkesinambungan agar tujuan pembangunan kesehatan dapat tercapai (Kementerian Kesehatan, 2004). Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat adalah meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan melalui penyediaan jenis fasilitas kesehatan dasar yang paling mudah untuk dijangkau oleh masyarakat yaitu puskesmas. Puskesmas sebagai fasilitas tingkat pertama dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat dituntut agar mempunyai kualitas pelayanan 1

2 kesehatan yang baik. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas perlu disikapi dengan peningkatan kualitas SDM. Oleh sebab itu SDM terutama di sektor kesehatan memegang peranan yang penting sebagai sumber penggerak program di bidang kesehatan. Peranan SDM juga menentukkan derajat kesehatan suatu negara yang dapat dilihat pada beberapa indikator kesehatan (Misnaniarti, 2010). Kondisi tersebut menjelaskan bahwa kualitas sumber daya manusia sangat menentukkan kualitas proses yang akan dilaksanakan sehingga mampu menghasilkan pencapaian tujuan yang baik. Hal ini dapat diwujudkan apabila SDM mampu bekerja lebih baik dengan kepuasan kerja yang tinggi (Djestawana, 2012). Kepuasan kerja adalah hal yang sangat penting diperhatikan oleh puskesmas. Kepuasan kerja dapat diamati secara langsung melalui ekspresi perasaan yang diungkapkan dalam pernyataan atau perilaku tertentu (Wijaya, 2012). Pegawai yang merasa puas bekerja memiliki tingkat kehadiran dan terkadang memiliki prestasi yang lebih baik dibandingkan pegawai tidak puas bekerja (Handoko, 2001). Selain itu pegawai yang merasa puas cenderung memiliki kinerja yang baik, memiliki tingkat kemangkiran yang rendah dan keinginan yang rendah untuk pindah kerja (Robbins, 2008). Pegawai yang tidak puas bekerja cenderung lebih sering melamun, kurang memiliki semangat dalam bekerja, cepat mengalami kelelahan, cepat bosan, emosi tidak stabil dan melakukan kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan (Wibisono, 2011). Selain itu dampak yang ditimbulkan akibat ketidakpuasan dapat dilihat pada lambatnya pegawai dalam bekerja, tingkat kemangkiran yang tinggi, kelalaian, rendahnya prestasi,

3 rendahnya kualitas produk dan masalah disiplin pegawai (David, 2011). Hal tersebut menunjukkan kepuasan kerja merupakan aspek yang penting untuk pegawai dan organisasi terutama karena mampu menciptakan suatu keadaan positif di lingkungan organisasi. Kepuasan kerja dapat mempengaruhi perilaku kerja pegawai dalam suatu organisasi. Oleh sebab itu perilaku pegawai dalam organisasi harus diarahkan untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Pemimpin dalam suatu organisasi harus mampu menerapkan kepemimpinan yang efektif dalam arti mampu mendorong pegawainya untuk mencapai tujuan organisasi tanpa mengabaikan kepuasan kerja. Motivasi merupakan suatu pendorong yang juga mempengaruhi perilaku pegawai dalam organisasi (Tirtayana, 2005). Perilaku pegawai dalam bekerja pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kepuasan sehingga perlu diperhatikan hal-hal yang mampu memotivasi pegawai tersebut. Hasil yang didapatkan oleh pegawai dalam bekerja dirasakan dalam bentuk kompensasi terutama kompensasi finansial. Pemberian kompensasi yang sesuai oleh suatu organisasi terhadap pegawainya salah satunya bertujuan untuk menciptakan kepuasan kerja pegawai di organisasi tersebut (Notoatmodjo, 2003). Kota Denpasar telah memiliki jumlah puskesmas yang cukup merata di tiap kecamatan. Tercatat di tiap kecamatan terdapat paling sedikit dua puskesmas. Tiap puskesmas juga telah memiliki SDM yang cukup merata baik dari segi jenis dan jumlah tenaga yang diperlukan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan data rekap pegawai Dinas Kesehatan Kota Denpasar Tahun 2015, total jumlah pegawai puskesmas sebanyak 565 pegawai yang terdiri

4 dari 19 tenaga gizi, 26 tenaga kefarmasian, 251 tenaga keperawatan, 35 tenaga kesehatan masyarakat, 78 tenaga dokter, 14 tenaga analis kesehatan dan 133 tenaga non kesehatan. Kondisi ini menuntut adanya pengelolaan dan pehatian yang lebih baik terhadap pegawai terutama kepuasan kerjanya. Berdasarkan hasil wawancara dengan tujuh pegawai di dua puskesmas Kota Denpasar didapatkan bahwa empat dari tujuh pegawai (57%) kurang puas terhadap aspek pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan terhadap pegawai, perhatian pimpinan terhadap pegawai, pembagian jasa pelayanan yang belum baik dan belum adanya reward atas hasil kerja yang dicapai oleh pegawai. Kondisi di atas mengindikasikan adanya permasalahan terkait kepuasan kerja pegawai puskesmas. Beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kepemimpinan, motivasi dan kompensasi berhubungan dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas. Penelitian oleh Wibisono (2011), Hilatunnisa (2009) dan Djestawana (2012) mendapatkan bahwa kepemimpinan memiliki hubungan yang erat dan faktor yang paling dominan dalam menentukkan kepuasan kerja. Penelitian oleh Taufik (2003) menunjukkan bahwa motivasi memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepuasan kerja pegawai puskesmas. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Gagu (2008) dan Tirtayana (2006) menunjukkan kompensasi memiliki hubungan yang positif dan faktor yang paling berkontribusi terhadap kepuasan kerja pegawai puskesmas. Penelitian di atas telah menjelaskan bahwa kepemimpinan, motivasi dan kompensasi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai puskesmas namun penelitian tersebut belum dapat menjelaskan hubungan ketiga

5 faktor tersebut secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja pegawai puskesmas. Selain itu juga penilaian kepuasan kerja pegawai puskesmas di Kota Denpasar belum pernah dilaksanakan. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti Hubungan Kepemimpinan, Motivasi dan Kompensasi dengan Kepuasan Kerja Pegawai Puskesmas di Kota Denpasar. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya maka rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut. 1. Bagaimana gambaran kepuasan kerja pegawai puskesmas di Kota Denpasar? 2. Apakah ada hubungan antara kepemimpinan dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas di Kota Denpasar? 3. Apakah ada hubungan antara motivasi dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas di Kota Denpasar? 4. Apakah ada hubungan antara kompensasi dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas di Kota Denpasar? 5. Apakah ada hubungan antara kepemimpinan, motivasi dan kompensasi secara bersama sama dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas di Kota Denpasar?

6 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui hubungan kepemimpinan, motivasi dan kompensasi dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas di Kota Denpasar 1.3.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Gambaran kepuasan kerja pegawai puskesmas di Kota Denpasar 2. Hubungan antara kepemimpinan dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas di Kota Denpasar 3. Hubungan antara motivasi dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas di Kota Denpasar 4. Hubungan antara kompensasi dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas di Kota Denpasar 5. Hubungan antara kepemimpinan, motivasi dan kompensasi secara bersama sama dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas di Kota Denpasar 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dalam memahami hubungan faktor kepemimpinan, motivasi dan kompensasi dengan kepuasan kerja pegawai di puskesmas. Hasil penelitian ini juga bermanfaat untuk peneliti lain sebagai referensi penelitian selanjutnya tentang kepuasan kerja pegawai.

7 1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pimpinan puskesmas dan Pemerintah Daerah Kota Denpasar untuk memperhatikan juga kepuasan pegawai puskesmas sebagai usaha dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan sehingga kinerja puskesmas akan lebih baik dan mampu memberikan kepuasan kepada masyarakat di wilayah kerjanya.

2 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Definisi Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan seorang pemimpin dalam mempengaruhi pegawainya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Robbins, 2006). Kepemimpinan berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang diinginkan oleh seorang pemimpin (Siagian, 2002). Selain itu kepemimpinan diartikan juga sebagai proses mempengaruhi orang lain agar dapat memahami pelaksanaan tugas yang baik dan proses untuk memfasilitasi pegawainya dalam mencapai tujuan yang ditetapkan (Yukl, 2005). Penjelasan di atas lebih menunjukkan bahwa kepemimpinan merupakan proses yang lebih ditekankan pada hubungan antara pemimpin dan orang yang dipimpin. 2.1.2 Peranan Kepemimpinan Peranan kepemimpinan ada tiga bentuk yakni peranan yang bersifat interpersonal, informasional dan peran dalam pengambilan keputusan. Adapun hal tersebut dijelaskan sebagai berikut (Siagian 2002). 1. Peranan yang bersifat interpersonal berarti pemimpin dalam organisasi merupakan simbol akan keberadaan organisasi. Pemimpin memiliki tanggung jawab untuk memberikan motivasi dan arahan kepada pegawainya dan seorang pemimpin memiliki peran sebagai penghubung 8

9 2. Peranan yang bersifat informasional menunjukkan bahwa pemimpin dalam organisasi meiliki peran dalam memberi, menerima dan menganalisa informasi 3. Peran pemimpin dalam pengambilan keputusan berarti bahwa pemimpin mempunyai peran sebagai penentu kebijakan yang akan diambil berupa strategi dalam mengembangkan inovasi, mengambil peluang dan bernegosiasi serta menjalankan usaha secara konsisten 2.1.3 Tipe Kepemimpinan Hubungan pemimpin dengan pegawainya dapat diukur melalui kinerja pemimpin dalam mengarahkan dan membimbing pegawainya untuk melaksanakan tugas. Pemimpin juga dituntut untuk mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang tepat dan efektif. Terdapat empat tipe kepemimpinan dalam organisasi yaitu sebagai (Mitfah, 2007). 1. Kepemimpinan instruksi Perilaku pemimpin dengan pengarahan tinggi tetapi rendah dukungan yang dicirikan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin memberikan batasan terhadap peranan pegawainya dan memberitahu tentang mekanisme pelaksanaan tugas. Inisiatif pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dilakukan oleh pemimpin. Pelaksanaan pekerjaan diawasi secara ketat oleh pemimpin. 2. Kepemimpinan konsultasi Perilaku pemimpin dengan pengarahan yang tinggi dan dukungan yang tinggi juga. Peran pemimpin lebih banyak dalam hal memberikan

10 pengarahan dan pengambilan keputusan tetapi diikuti dengan adanya komunikasi dua arah dan perilaku mendengarkan perasaan pengikut tentang keputusan yang dibuat serta ide dan saran pegawai 3. Kepemimpinan partisipasi Perilaku pemimpin dengan tingkat dukungan yang tinggi tetapi rendah pada pengarahan. Proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dilakukan secara bergantian, adanya komunikasi dua arah dan pemimpin juga mendengar secara aktif. Tanggung jawab pemecahan masalah dan pengambilan keputusan sebagian besar ada pada pegawai. Menekankan pada pentingnya menjalin hubungan yang baik dengan seluruh jajaran organisasi yang melibatkan bawahannya yaitu meminta sugesti sugesti dari para bawahannya dan menggunakan sugesti sugesti tersebut pada saat membuat keputusan 4. Kepemimpinan delegasi Perilaku pemimpin yang dicirikan dengan rendahnya dukungan dan juga pengarahan oleh pemimpin. Pemimpin mendiskusikan masalah bersama sama dengan pegawainya yang kemudian keputusan yang dibuat akan didelegasikan secara keseluruhan kepada pegawainya 2.1.4 Kepemimpinan di Puskesmas Kepemimpinan dalam suatu organisasi lebih ditujukan pada kemampuan mempengaruhi, mengarahkan dan membimbing pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Hal tersebut mengandung arti bahwa suatu organisasi harus memiliki seorang pemimpin yang mampu mempengaruhi, mengarahkan dan membimbing

11 pegawai dalam organisasi (Darwito, 2008). Terdapat dua jenis pemimpin dalam organisasi yaitu pemimpin formal dan pemimpin informal. Pemimpin formal merupakan seseorang yang diangkat secara resmi oleh suatu organisasi tertentu untuk memangku jabatan sebagai pimpinan sedangkan pemimpin informal adalah seseorang yang memiliki kualitas sebagai seorang pemimpin untuk mempengaruhi perilaku pegawainya (Kartono, 2006). Pemimpin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemimpin formal yaitu kepala puskesmas. Kepala puskesmas merupakan seorang tenaga kesehatan dengan kriteria yaitu tingkat pendidikan paling rendah sarjana dan memiliki kompetensi manajemen puskesmas, masa kerja di puskesmas minimal dua tahun dan telah mengikuti pelatihan manajemen puskesmas (Kementerian Kesehatan, 2014). Kepala puskesmas memiliki peranan yang penting dalam hal mengatur dan mengelola seluruh kegiatan di puskesmas termasuk pegawainya. Oleh sebab itu kepala puskesmas memerlukan kompetensi di bidang manajemen puskesmas dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan di puskesmas. Peranan kepala puskesmas dalam hal perencanaan berkaitan dengan kemampuan dalam mengidentifikasi permasalahan dan menyusun kegiatan yang akan dikerjakan dalam satu tahun kerja. Peranan kepala puskesmas dalam hal pelaksanaan berkaitan dengan pengorganisasian tugas kepada pegawainya termasuk pelaksanaan rapat koordinasi baik yang bersifat internal maupun eksternal dengan kecamatan dan dinas terkait. Peranan kepala puskesmas dalam hal pengawasan berkaitan dengan pengawasan kegiatan sehari hari termasuk

12 pemeriksaan capaian program yang telah dicapai yang dilaporkan oleh pegawai kepada kepala puskesmas dalam bentuk laporan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh seorang kepala puskesmas dalam memimpin pegawai di puskesmas adalah perilakunya. Perilaku seorang pemimpin dapat diterima dengan baik oleh pegawainya sejauh mereka pandang sebagai sumber kepuasan segera atau sebagai sarana bagi kepuasan masa datang. Perilaku kepala puskesmas akan bersifat motivasional apabila mampu menciptakan kepuasan kerja pegawai sehingga meningkatkan kinerja pegawai secara efektif dengan memberikan dukungan, pelatihan, bimbingan dan ganjaran yang diperlukan (Robbins, 2007). Penilaian kepemimpinan kepala puskesmas dapat dilihat pada perilakunya yang berkaitan dengan keteladanan, motivator, informasi dan komunikasi dan pengambilan keputusan. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut. 1. Keteladanan Keteladanan adalah salah satu bentuk perilaku seorang pemimpin. Keteladanan diperlukan oleh pemimpin agar pegawainya patuh dan mentaati peraturan yang telah ditetapkan bersama (Adman, 2004). Seorang pemimpin dalam organisasi harus mampu memberikan teladan yang baik, sikap dan perilaku terpuji yang menjadi panutan bagi pegawainya. Pimpinan yang baik harus mampu menumbuhkan perasaan ikut serta dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya sehingga meningkatkan semangat kerja pegawai (Wijaya, 2007).

13 2. Motivator Salah satu bentuk perilaku seorang pemimpin yang lain adalah perilaku untuk memotivasi pegawai. Memotivasi pegawai baik secara langsung atau tidak langsung akan membangkitkan potensi yang dimiliki sehingga pegawai tersebut memiliki usaha dalam mencapai tujuan pribadi dan organisasi secara efektif dan efisien (Adman, 2004). 3. Informasi dan komunikasi Perilaku kepemimpinan dalam hal ini dilakukan dengan melakukan monitoring, penyebarluasan informasi dan kemampuan menyampaikan informasi. Seorang pemimpin harus terus memantau lingkungan organisasinya termasuk pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai. Hal ini bertujuan agar pemimpin mampu mengumpulkan informasi penting yang berkaitan dengan pekerjaan pegawai. Informasi yang diperoleh pemimpin harus dimanfaatkan secara bersama dan didistribusikan pada pegawainya. Kemampuan menyampaikan informasi tersebut berkaitan dengan kemampuan komunikasi pemimpin kepada pegawainya (Hasanah et al., 2012). Kemampuan berkomunikasi merupakan wujud dari perilaku kepemimpinan yang akan terlihat pada penyampaian informasi yang jelas dan mudah dipahami oleh pegawainya (Adman, 2004). 4. Pengambilan keputusan Kemampuan untuk mengambil keputusan yang berkualitas juga merupakan salah satu bentuk perilaku pemimpin. Pengambilan keputusan merupakan penciptaan kejadian yang menyangkut suatu peristiwa dengan

14 menentukan sebuah pilihan atau arah tindakan tertentu (Drumond, 1991). Visi dan misi organisasi dalam hubungannya dengan kepemimpinan dipandang sebagai inovasi dalam proses menjalankan tugas kepemimpinan. Visi dan misi organisasi sangat penting peranannya dalam proses pengambilan keputusan bagi pemimpin termasuk juga dalam menentukan kebijakan dan penentuan strategi organisasi. Visi merupakan salah satu atribut kunci kepemimpinan dan juga menjadi pedoman bagi setiap anggota organisasi dalam beraktivitas (Adman, 2004). 2.2 Motivasi 2.2.1 Definisi Motivasi Motivasi awalnya merupakan bahasa latin yaitu movere yang mengandung arti mendorong. Jadi motivasi dapat didefinisikan sebagai kumpulan berbagai faktor yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik yang mendorong individu untuk melakukan suatu kegiatan tertentu (Winardi, 2011). Motivasi juga merupakan daya pendorong yang membuat seseorang lebih bersemangat untuk bekerja agar dapat bekerja sama, bekerja secara efektif dan terintegrasi yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan (Hasibuan, 2004). Selain itu ada juga yang menjelaskan bahwa motivasi terbentuk oleh sikap suatu pegawai di lingkungan kerja organisasinya. Hal ini mengandung arti bahwa motivasi adalah kondisi yang mendorong pegawai untuk mencapai tujuan organisasi (Mangkunegara, 2005).

15 Pemberian motivasi kepada pegawai memiliki beberapa tujuan yaitu mendorong pegawai untuk bekerja lebih bersemangat, meningkatkan kepuasan kerja pegawai, meningkatkan kedisplinan pegawai, menciptakan kondisi dan hubungan kerja yang baik serta meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap tugas-tugas yang dikerjakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian motivasi penting dilakukan karena pemimpin memerlukan kerja sama yang baik dengan pegawainya dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi untuk mencapai tujuan organisasi (Hasibuan, 2001). Selain itu pemberian motivasi diperlukan untuk mendorong dan mengarahkan kemampuan pegawai secara lebih baik dengan tetap memperhatikan batas-batas kemampuan manusia (Apramana, 2001). Manusia adalah unsur yang penting dalam organisasi oleh sebab itu perlu diperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan motivasi pegawai untuk menjaga keselarasan antara keinginan organisasi dengan keinginan pegawai sebagai pribadi. Adapun ciri-ciri pegawai yang memiliki motivasi yaitu bekerja sesuai dengan prosedur kerja, suka bekerja, merasa dirinya berharga, rajin bekerja, semangat dalam bekerja yang tinggi, sedikit mengeluh, tidak mudah untuk menyerah, mentaati perintah pimpinan dan jarang istirahat saat bekerja (Manulang, 2005). 2.2.2 Teori Kepuasan Motivasi Teori kepuasan motivasi berfokus pada hal-hal yang berasal dari dalam diri individu yang mendorong, mengarahkan, mempertahankan dan berhenti untuk berperilaku. Adapun teori tersebut dijelaskan sebagai berikut (Firman et al., 2013).

16 1. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow Teori ini mengemukakan masing-masing kebutuhan memiliki kekuatan yang berbeda dalam memotivasi seseorang untuk melakukan suatu kegiatan. Hal ini berarti bahwa kebutuhan seseorang bersifat bertingkat dan berurutan. Urutan tersebut dari yang terkuat sampai yang terlemah dalam meotivasi seseorang yang terdiri dari: 1) Kebutuhan fisik yaitu rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), seks dan kebutuhan jasmani lainnya 2) Kebutuhan keamanan yaitu keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional 3) Kebutuhan sosial yakni kasih sayang, rasa memiliki, diterima dengan baik dan persahabatan 4) Kebutuhan penghargaan meliputi rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi dan prestasi serta faktor hormat eksternal yaitu status, pengakuan dan perhatian 5) Kebutuhan aktualisasi diri yaitu dorongan menjadi diri sendiri meliputi pertumbuhan, mencapai potensialnya dan pemenuhan diri Teori tingkatan kebutuhan maslow ini didasari oleh beberapa asumsi yaitu (Nawawi, 2003): 1) Kebutuhan yang lebih rendah adalah kebutuhan yang terkuat sehingga harus dipenuhi terlebih dahulu. Kebutuhan tersebut yaitu kebutuhan fisik. Hal ini berarti kebutuhan yang terkuat memotivasi

17 seseorang untuk bekerja adalah mendapatkan penghasilan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisiknya 2) Kekuatan kebutuhan dalam memotivasi tidak lama karena setelah terpenuhi akan melemah dalam memotivasi. Oleh karena itu usaha memotivasi pegawai perlu diulang-ulang apabila kekuatannya melemah dalam mendorong para pekerja melaksanakan tugasnya 3) Cara yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang tinggi ternyata lebih banyak daripada memenuhi kebutuhan yang rendah contohnya memenuhi kebutuhan fisik. Satu satunya cara yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisik adalah mendapatkan penghasilan. Namun kebutuhan aktualisasi diri perlu menggunakan banyak cara yang memerlukan kreativitas dan inisiatif pemimpin 2. Teori X dan Y Gregor Teori ini didasarkan bahwa pegawai secara jelas dapat dibedakan menjadi pegawai penganut teori X (teori tradisional) dan teori Y (teori demokratik). Teori X menyatakan beberapa hal mengenai kerja pegawai yaitu rata rata pegawai tidak suka bekerja dan malas, menghindari tanggung jawab, lebih suka dibimbing dan diperintah dalam melaksanakan tugasnya dan lebih memetingkan diri sendiri. Jenis motivasi yang diterapkan cenderung pada motivasi negatif. Teori Y menjelaskan beberapa hal mengenai kerja pegawai yaitu rata rata pegawai rajin, pegawai dapat mengemban tanggung jawab dan pegawai selalu berusaha mencapai tujuan organisasi. Menurut teori Y dalam memotivasi pegawai sebaiknya dilakukan dengan

18 cara peningkatan partisipasi pegawai, kerja sama dan keterikatan pada keputusan. Jenis motivasi yang dikemukakan oleh teori Y cenderung pada motivasi positif. 3. Teori Dua Faktor Herzberg Teori ini menjelaskan ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan kerja yaitu sebagai berikut (Nawawi, 2003). 1) Faktor Motivasi Faktor yang dapat memotivasi yaitu faktor prestasi, pengakuan,/penghargaan, tanggung jawab, memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam bekerja khususnya promosi dan pekerjaan itu sendiri. Motivator ini termasuk kebutuhan tingkat tinggi dalam teori kebutuhan oleh Maslow 2) Faktor Higiene Kebutuhan kesehatan lingkungan kerja. Faktor ini umumnya bentuk upah atau gaji, hubungan antara pekerja, supervisi, kondisi kerja, kebijakan organisasi dan proses administrasi organisasi. Faktor ini berkaitan dengan kebutuhan tingkat rendah dalam teori kebutuhan oleh Maslow Implementasinya dalam organisasi, teori ini lebih menekankan pentingnya mewujudkan keseimbangan antara kedua faktor tersebut yaitu apabila salah satu faktor tidak terpenuhi dapat mengakibatkan pekerjaan menjadi tidak efektif dan efisien. Teori ini membuat pihak manajemen mempunyai dua alternatif dalam memotivasi karyawan yaitu (Winardi, 2004):

19 1) Mengarahkan upaya ke arah pemuasan kebutuhan motivasional dengan mendesain pekerjaan yang memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut 2) Mengarahkan upaya ke arah pemuas kebutuhan yang bersifat ekstrinsik bagi pekerjaan itu sendiri 4. Teori Existence Relatedness Growth Alderfer mengemukakan tiga kategori kebutuhan. Kebutuhan tersebut antara lain sebagai berikut. 1) Existence atau eksistensi yang mencakup kebutuhan fisiologis seperti rasa lapar, haus, kebutuhan materi dan lingkungan kerja yang menyenangkan 2) Relatedness atau keterkaitan yakni menyangkut hubungan dengan orang penting bagi kita seperti keluarga, teman kerja dan pimpinan di tempat kerja 3) Growth atau pertumbuhan mencakup keinginan kita untuk produktif dan kreatif dengan mengerahkan segenap kesanggupan kita. Alderfer menjelaskan bahwa apabila kebutuhan eksistensi tidak terpenuhi, pengaruhnya mungkin kuat namun kategori kebutuhan yang lain masih penting dalam mengarahkan perilaku pegawai untuk mencapai tujuan. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan dapat berlangsung terus sebagai pengaruh kuat dalam keputusan meskipun suatu kebutuhan telah terpenuhi.

20 5. Teori Tiga Motif Sosial Clelland Clelland menyatakan bahwa terdapat tiga motif utama manusia dalam bekerja yaitu (Robbins, 2003): 1) Kebutuhan berprestasi Dorongan untuk lebih unggul atau berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar dan menjadi sukses. Misalnya menyelesaikan pekerjaan yang menantang, memenangkan kompetisi dan dapat menyelesaikan masalah dengan baik 2) Kebutuhan akan kekuasaan Kebutuhan dalam membuat orang lain berperilaku tanpa paksaan misalnya kekuasaan untuk memerintah atau menentukkan kebijakan suatu organisasi 3) Kebutuhan berafiliasi Kebutuhan untuk menjalin hubungan antar pribadi yang ramah dan akrab misalnya menjalin persahabatan atau pertemanan Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa teori ini menjelaskan manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk berprestasi di atas kemampuan orang lain. Seseorang dianggap memiliki motivasi untuk berprestasi apabila memiliki keinginan untuk melakukan suatu pekerjaan yang berprestasi lebih baik dari prestasi orang lain. Implementasi teori motivasi ini sebagai berikut (Nawawi, 2003).

21 1) Para pekerja dapat mengemban tanggung jawab dalam bekerja karena kemampuan melaksanakannya merupakan prestasi yang bersangkutan 2) Para pekerja menyukai pekerjaan yang berisiko lunak (moderat). Pekerjaan yang berisiko tinggi dapat membuat kecewa karena apabila gagal berarti kurang berprestasi. Sebaliknya juga pegawai kurang menyukai pekerjaan yang berisiko rendah yang dapat dikategorikan kurang berprestasi baik berhasil maupun gagal dalam melaksanakannya 3) Pekerja yang berprestasi tinggi menyukai informasi umpan balik karena terdorong untuk memperbaiki dan meningkatkan kegiatannya dalam bekerja 4) Kelemahannya adalah pekerja yang berprestasi tinggi menyukai pekerjaan mandiri sehingga kurang positif sebagai manajer. Kemandirian tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan prestasinya yang lebih baik dari pekerja yang lain 2.2.3 Jenis Motivasi Motivasi pada umumnya dibedakan menjadi dua yakni motivasi positif dan motivasi negatif (Ranunpandojo & Hasan, 2002). Motivasi positif yaitu sesuatu yang mendorong orang lain untuk berperilaku sesuai dengan keinginan kita dengan cara memberikan uang, penghargaan dan lainnya sedangkan motivasi negatif adalah sesuatu yang mendorong orang lain untuk berperilaku sesuai keinginan kita melalui ketakutan misalnya dengan hukuman atau sanksi.

22 Selain hal yang dijelaskan di atas, pembagian motivasi juga dibedakan menjadi dua yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik (Nawawi, 2003). Motivasi intrinsik merupakan sesuatu yang mendorong seseorang untuk bekerja yang berasal dari dalam dirinya dalam bentuk kesadaran akan manfaat pekerjaan yang dilaksanakan. Motivasi ini berasal dari pekerjaan yang dilaksanakan oleh pegawai tersebut baik karena memenuhi kebutuhan, menyenangkan atau mencapai tujuan organisasi misalnya memperoleh kesempatan untuk aktualisasi diri. Motivasi ekstrinsik adalah hal yang mendorong seseorang untuk bekerja yang berasal dari luar dirinya dalam bentuk suatu kondisi yang mewajibkan pegawai melaksanakan pekerjaannya dengan lebih baik misalnya karena gaji yang tinggi, memiliki kekuasaan besar, terhormat, pujian dan hukuman. 2.3 Konsep Reward dan Punishment dalam Organisasi Reward merupakan ganjaran, upah dan hadiah (Shadily et al., 2004). Reward juga merupakan sembarang peransang, situasi atau pernyataan lisan yang bisa menghasilkan kepuasan atau menambah kemungkinan suatu perbuatan (Chapilin, 2004). Jadi reward merupakan ganjaran atau imbalan yang dapat berupa ransangan untuk menghasilkan kepuasan dan memperkuat suatu perbuatan dengan memberikan suatu hal diantaranya promosi jabatan, pengembangan karir dan kompensasi sehingga pegawai dapat bekerja lebih baik (Jayanti, 2014). Reward memiliki banyak bentuk namun yang paling sederhana adalah pujian yang diberikan oleh seeorang atas hasil kerja yang dicapai. Reward umumnya digunakan untuk mengatur jam kerja pegawai dalam organisasi yang berarti

23 reward akan membuat seorang pegawai bekerja tanpa adanya kendali dari pemimpin melainkan dapat berjalan sesuai dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab pegawai tersebut. Hal ini didukung oleh Gouillart dan Kelly bahwa reward yang diberikan merupakan konsekuesi atas hasil kerja yang dicapai dan dapat mengubah perilaku pegawai secara fundamental. Punishment merupakan hukuman yang diberikan karena adanya pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku. Punishment merupakan penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang sesudah terjadinya suatu pelanggaran, kejahatan atau kesalahan. Reward merupakan suatu hal yang positif sedangkan punishment merupakan suatu hal yang negatif namun apabila punishment diberikan secara tepat dan bijaksana maka akan menjadi alat peransang pegawai dalam meningkatkan produktivitasnya. Secara umum punishment terdiri atas dua macam yaitu sebagai berikut (Indrakusuma, 2000). 1. Punishment preventif Punishment preventif adalah punishment yang diberikan dengan maksud untuk mencegah terjadinya pelanggaran. Selain itu punishment preventif juga merupakan hukum yang bersifat pencegahan yang bertujuan menjaga agar hal-hal yang dapat menghambat proses kerja dapat dihindari. Punishment preventif dapat berupa tata tertib, perintah, laranagan, paksaan dan disiplin. 2. Punishment represif Punishment represif merupakan punishment yang dilakukan karean adanya pelanggaran. Jadi punishment ini dilakukan setelah terjadinya pelanggaran

24 atau kesalahan. Hal-hal yang termasuk punishment represif adalah pemberitahuan, teguran, peringatan dan hukuman. 2.3.1 Kompensasi Kompensasi adalah salah satu bentuk reward yang diberikan oleh organisasi. Kompensasi diartikan sebagai balas jasa yang diberikan secara tetap kepada pegawai dan umumnya dalam bentuk uang (Nitisemito, 1996). Kompensasi merupakan seluruh pendapatan baik berbentuk uang maupun barang yang diterima oleh pegawai sebagai imbalan atas jasa yang dilakukan kepada organisasi (Hasibuan, 2006). Kompensasi juga merupakan bentuk penghargaan baik finansial maupun non finansial yang diberikan kepada pegawai dengan adil dan layak atas usahanya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama (Tulus, 1996). Secara umum pemberian kompensasi bertujuan untuk penarikan yang efektif, kepuasan kerja, motivasi, menekan turn over pegawai dan mematuhi peraturan yang telah ditetapkan (Notoatmodjo, 2003). 2.3.2 Kompensasi Finansial Kompensasi secara umum dibagi atas dua bagian yakni kompensasi dalam bentuk uang yang disebut kompensasi finansial dan kompensasi dalam bentuk bukan uang yang disebut kompenasi non finanisal (Mondy et al., 1995). Kompensasi dalam penelitian ini berkaitan dengan kompensasi finansial. Kompensasi finansial merupakan kompensasi dalam bentuk uang yang diberikan kepada pegawai dalam organisasi. Pada umumnya terdapat tiga bentuk komponen kompensasi finansial yang diberikan kepada pegawai dalam suatu organisasi

25 meliputi gaji, tunjangan dan insentif. Namun di puskesmas terdapat empat bentuk kompensasi yang dijelaskan sebagai berikut. 1. Gaji Gaji sebagai komponen kompensasi yang menyangkut analisis gaji dimana pegawai yang dibayarkan secara sistematis atas usaha yang disumbangkan kepada organisasi. Tujuan pemberian gaji kepada pegawai yaitu sebagai bentuk imbalan yang adil dan layak diterima oleh pegawai. Terdapat banyak masalah terkait dengan fungsi balas jasa tersebut. Masalah tersebut meliputi tingkat, struktur dan penetapan gaji per individu, metode penetapan gaji tidak langsung, gaji pegawai lepas dan pengawasan gaji. Pemberian gaji yang efektif dilakukan dengan pemberian gaji tepat waktu terhadap pegawai (Simmamora, 1995). Selain terkait ketepatan waktu, kebijakan gaji juga perlu kejelasan penghitungan dan sosialisasi kepada pegawai yang artinya organisasi harus mengkomunikasikan kepada pegawai dan perlunya transparansi (Armstrong, 1996). 2. Tunjangan Tujuan utama pemberian tunjangan kepada pegawai agar pegawai tersebut bekerja lebih lama dalam suatu organisasi (Flippo, 1994). Selain itu dijelaskan juga bahwa tunjangan dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Adapun pembagian tersebut adalah sebagai berikut. 1) Pembayaran terhadap waktu saat tidak bekerja yang meliputi pembayaran jam istirahat, pembayaran makan siang, pembayaran

26 terhadap waktu cuti, hari libur dan waktu dalam memberikan suara seperti pemilu 2) Perlindungan terhadap bahaya misalnya penyakit, keadaan cedera, hutang, pengangguran, ketidakmampuan bekerja secara tetap, usia lanjut dan kematian 3) Pelayanan terhadap pegawai seperti perumahan, makanan dan rekreasi 4) Pembayaran yang dituntut oleh hukum seperti kompensasi pengangguran, asuransi dalam bekerja, asuransi usia lanjut 3. Insentif Insentif adalah penghargaan terhadap pegawai atas hasil kerjanya yang diberikan dalam bentuk uang dan cenderung tidak pasti dalam tiap bulan. Insentif umumnya diberikan kepada pegawai yang bekerja dengan tanggung jawab yang lebih besar dan berhasil dalam melaksanakan tugas tersebut (Ass.ad, 2002). Tujuan pemberian insentif mencakup pemberian rangsangan agar pegawai bekerja secara maksimal untuk mencapai prestasi yang tinggi, mempertahankan pegawai yang berprestasi untuk tetap berada di suatu organisasi dan menumbuhkan semangat, motivasi dan kepuasan dalam bekerja serta meningkatkan status sosial pegawai tersebut (Nasution, 1994). 4. Jasa pelayanan Jasa pelayanan juga merupakan salah satu bentuk kompensasi finansial. Jasa pelayanan kesehatan terutama di puskesmas diberikan kepada tenaga

27 kesehatan. Umumnya pembagian jasa pelayanan diatur secara internal oleh pihak puskesmas. Terdapat tiga jenis jasa pelayanan yang diberikan oleh puskesmas yaitu jasa pelayanan yang diperoleh dari dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), jasa pelayanan Jamkesda dan jasa pelayanan umum. Jasa pelayanan umum adalah jasa pelayanan yang berasal dari dana perseorangan di luar JKN dan Jamkesda. Sistem pembagian jasa pelayanan JKN diatur dalam Permenkes Nomor 19 tahun 2014 dan Permenkes Nomor 28 tahun 2014. Pembagian jasa pelayanan jamkesda diatur oleh peraturan masing masing daerah sedangkan jasa pelayanan umum diatur oleh pihak puskesmas. 2.4 Kepuasan Kerja 2.4.1 Definisi Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan keadaan emosi positif yang berasal dari penilaian terhadap pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang (Luthans, 2006). Kepuasan kerja juga merupakan cerminan dari pegawai terhadap pekerjaannya (Umar, 2005). Kepuasan kerja adalah sifat umum yang merupakan hasil beberapa sikap khusus terhadap faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu (Asa ad, 2001). Kepuasan kerja merupakan keadaan yang menyenangkan atau kurang menyenangkan dari sudut pandang pegawai terhadap pekerjaan yang dilakukan (Handoko, 2001). Kepuasan kerja merupakan sikap pegawai terhadap pekerjaan di dalam suatu organisasi. Pegawai yang merasa puas cenderung menunjukkan sikap positif

28 terhadap pekerjaannya tetapi pegawai yang merasa tidak puas akan memiliki sikap negatif terhadap pekerjaannya. Selain itu dijelaskan pula bahwa pegawai yang bekerja tidah hanya berfokus pada tugas yang menjadi tanggung jawabnya tetapi memerlukan hubungan sosial dengan teman kerja termasuk pimpinan, kepatuhan terhadap kebijakan dan peraturan yang berlaku dan memenuhi standar kinerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa kepuasan kerja pegawai dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu pekerjaan itu sendiri, teman kerja, hubungan dengan pemimpin, promosi dan lingkungan kerja (Robbins, 2003). Kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa hal namun secara umum yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah kepuasan yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri, pengakuan, kompensasi, hubungan dengan pemimpin dan kesempatan berprestasi. Hal tersebut secara keseluruhan menghasilkan perasaan puas dengan pekerjaan itu sendiri (Mathis & Jakson, 2001). 2.4.2 Efek Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja Kepuasan kerja dapat digunakan untuk meningkatkan semangat kerja. Ketidakpuasan kerja hanya akan memperburuk kinerja dan mengurangi produktivitas tetapi juga berdampak negatif terhadap pegawai dan organisasi. Pegawai akan cenderung tidak mempunyai keinginan bertahan lama jika tidak dapat menikmati suasana lingkungan bekerja secara nyaman. Beberapa akibat perasaan tidak puas diekspresikan dalam dua bentuk perilaku yaitu perilaku negatif dan perilaku positif. Perilaku negatif muncul sebagai ekspresi perasaan kecewa sehingga mereka bekerja tanpa memperhatikan prosedur kerja, tidak disiplin dan tidak mengerjakan tugas dengan serius, keluar dari tempat kerja dan

29 mencari pekerjaan lain. Perilaku positif diekspresikan melalui komunikasi dengan pimpinan terkait dengan kondisi kerja. Akibat ketidakpuasan kerja timbul reaksi dalam bentuk perilaku seperti tidak masuk kerja, berhenti bekerja, keluar dari tempat kerja dan lain-lain yang mengakibatkan kerugian bagi organisasi yaitu proses kerja yang terganggu dan juga pegawai yaitu kehilangan pekerjaan dan pendapatannya (Wijaya, 2012). Tiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda dan tergantung kesesuaian nilai pada individu tersebut. Semakin banyak hal-hal pada pekerjaan yang sesuai keinginan pegawai maka semakin tinggi juga tingkat kepuasan yang diperoleh. Efek kepuasan kerja pada pegawai adalah sebagai berikut (Robbins, 2008). 1. Kepuasan dengan kinerja Organisasi dengan pegawai yang lebih banyak puas cenderung lebih efektif dibandingkan organisasi dengan pegawai yang kurang puas. Hubungan kepuasan kerja pegawai dengan kinerja sangat erat hubungannya dengan penghargaan yang diberikan. Apabila penghargaan yang diberikan dirasa adil oleh pegawai maka akan menimbulkan kepuasan kerja sehingga mendorong untuk bekerja lebih baik. Pegawai yang mampu bekerja lebih baik merupakan pegawai yang memiliki kinerja baik 2. Kepuasan dengan kemangkiran Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli serta pengalaman berbagai organisasi menunjukkan bahwa adanya hubungan yang kuat

30 antara kepuasan kerja dengan kemangkiran. Pegawai yang tingkat kepuasannya tinggi maka tingkat kemangkirannya semakin rendah demikian pula sebaliknya 3. Kepuasan dengan tingkat keluarnya pegawai Salah satu penyebab munculnya keinginan untuk pindah bekerja adalah tingkat kepuasan yang rendah di tempat kerja yang sekarang. Pegawai yang memiliki kepuasan kerja tinggi cenderung untuk bertahan pada organisasinya 4. Kepuasan dengan kepuasan pasien Pegawai yang puas akan mampu meningkatkan kepuasan pasien. Hal ini terjadi karena dalam organisasi jasa, kepuasan pelanggan terletak pada cara pegawai berhubungan dengan pasiennya dalam memberikan pelayanan. Pegawai yang puas akan menunjukkan kinerja yang baik seperti lebih ramah dan responsif terhadap pasiennya. Selain itu pegawai yang puas memiliki kemungkinan yang kecil untuk pindah sehingga pasien akan sering menjumpai pegawai yang akrab dan berpengalaman. Hal tersebut dapat membangun kepuasan pasien terhadap suatu organisasi. Selain itu semakin banyak aspek pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginan pegawai maka semakin tinggi tingkat ketidakpuasan yang dirasakan. Bentuk ketidakpuasan tersebut antara lain (Robbins, 2008): 1. Keluar Perilaku yang ditunjukkan dengan meninggalkan organisasi meliputi pengunduran diri dan mencari posisi baru

31 2. Aspirasi Secara aktif berusaha untuk memperbaiki kondisi termasuk menyarankan adanya perbaikan, mendiskusikan masalah dengan pimpinan dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja 3. Pengabaian Membiarkan terjadinya kondisi lebih buruk termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, usaha yang kurang dalam bekerja dan meningkatnya kesalahan 2.4.3 Dimensi Kepuasan Kerja Terdapat beberapa dimensi kepuasan kerja yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Luthans (2006) dimensi kepuasan kerja terdiri dari pekerjaan itu sendiri, promosi, gaji, pengawasan, kondisi kerja dan kelompok kerja. Menurut Asa ad (2001) terdapat 10 dimensi kepuasan kerja yaitu kesempatan untuk maju, keamanan kerja, manajemen, gaji, pengawasan, pekerjaan itu sendiri, kondisi kerja, rekan kerja, fasilitas dan komunikasi sedangkan menurut Hasibuan (2007) terdapat tujuh dimensi kepuasan kerja yaitu kompensasi, penempatan yang sesuai, beban kerja, suasana pekerjaan, kelengkapan alat, sikap pimpinan dan sifat pekerjaan. Menurut Robbins (2006) menjelaskan bahwa terdapat lima dimensi untuk mengukur kepuasan kerja yaitu pekerjaan yang menantang, kompensasi yang sesuai, rekan kerja, kondisi kerja dan kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan. Menurut Mangkunegara (2005) menyatakan bahwa ada dua dimensi untuk mengukur kepuasan kerja yaitu:

32 1. Faktor pada diri karyawan yaitu IQ, jenis kelamin, kecakapan khusus, umur, kondisi fisik, pendidikan, kepribadian, pengalaman kerja, masa kerja, emosi, sikap kerja, cara berpikir dan persepsi 2. Faktor pekerjaan itu sendiri yaitu jenis pekerjaan, kualitas pengawasan, struktur organisasi, pangkat, kedudukan, jaminan keuangan, kesempatan promosi, hubungan sosial dan hubungan kerja Menurut Frederick Herzberg bahwa terdapat tujuh faktor dimensi kepuasan kerja pegawai yakni kondisi kerja, pengawasan, kompensasi, pengakuan, kesempatan berprestasi, tanggung jawab dan pekerjaan yang lebih menantang (Tirtayana, 2005). Selain itu ada yang menyebutkan dimensi kepuasan kerja terdiri dari kompentensi, kerja sama, pengembangan karier, remunerasi dan lingkungan kerja (Wijaya, 2012). Berdasarkan penjelasan para ahli di atas terdapat keberagaman dalam menentukkan dimensi kepuasan kerja. Penelitian ini menggunakan dimensi kepuasan kerja sebagai berikut. 1. Kompetensi Kompetensi diartikan sebagai karakteristik yang mendasar dan berkaitan dengan efektivitas kinerja pegawai suatu organisasi. Kompetensi merupakan sesuatu yang digunakan untuk memperkirakan tingkat kinerja. Kompetensi memiliki lima karakteristik dasar yaitu motif, pembawaan, konsep diri, pengetahuan dan keterampilan (Wijaya, 2012). Pengukuran kompentesi dalam penelitian ini melalui tiga hal yaitu pengetahuan, tanggung jawab dan kesesuaian pekerjaan. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki seseorang sesuai dengan kemampuannya. Tanggung jawab

33 adalah delegasi wewenang yang memungkinkan pegawai mampu mengawasi dirinya sendiri dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukan (Budiwati, 2001). Kesesuaian pekerjaan berkaitan dengan kesesuaian pekerjaan yang dikerjakan dengan latar belakang pendidikan, minat dan kemampuan. 2. Kerja sama Kerja sama adalah hubungan sekelompok pegawai yang saling mendukung dan memiliki tujuan yang sama. Setiap pegawai puskesmas dalam pelaksanaan tugasnya selalu terhubung antara satu sama lain. Hubungan tersebut dapat terjadi antara sesama rekan kerja dan juga dengan pimpinan. Hubungan sesama antar pegawai perlu dijaga agar bisa saling menghormati dan menghargai serta bekerja bersama sama yang harus ditumbuhkan agar suasana kerja bisa berkembang harmonis. Komunikasi yang baik antar pegawai dan juga dengan pimpinan perlu ditumbuhkan sesuai aturan organisasi. kondisi ini tentu akan menumbuhkan kepuasan kerja pegawai sehingga lebih giat dalam melaksanakan pekerjaannya. Kerja sama dapat diukur melalui indikator pengawasan oleh pimpinan, komunikasi dengan rekan kerja dan koordinasi dalam melaksanakan pekerjaan (Wijaya, 2012). 3. Kesempatan berprestasi Prestasi kerja merupakan hasil kerja yang dicapai pegawai sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dalam organisasi (Hariandja, 2002). Setiap pencapaian prestasi kerja pegawai akan dapat memberikan umpan balik

34 kepada pegawai tersebut sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja organisasi termasuk untuk kepentingan pegawai seperti promosi, kenaikan gaji, melanjutkan pendidikan dan mengikuti pelatihan. Penilaian prestasi kerja pegawai harus dilakukan secara objektif yaitu pelaksanaan penilaian harus berdasarkan keberhasilan pekerjaan yang dilakukan (Tirtayana, 2005). 4. Pekerjaan yang lebih menantang Organisasi memiliki suatu pekerjaan di dalamnya dan setiap pekerjaan memiliki desain pekerjaan masing-masing. Desain pekerjaan berkaitan dengan kegiatan kerja pegawai secara organisasional. Tujuan desain pekerjaan tersebut adalah mengatur tugas kerja yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Dilihat dari sisi manajemen personalia, desain pekerjaan akan mempengaruhi kualitas kerja pegawai. Kondisi ini akan tercermin pada kepuasan kerja pegawainya (Tirtayana, 2005). Seorang pegawai harus jelas mengetahui otonomi tugasnya, identitas tugas dan umpan balik dari pekerjaan tersebut sehingga mencapai kepuasan kerja. Adanya otonomi tugas diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan motivasi kerja disamping dapat memberikan proses pembelajaran bagi pegawai sebagai bagian yang penting dalam usaha pengembangan pegawai (Hariandja, 2002). 5. Kondisi kerja Kondisi kerja merupakan kondisi lingkungan sekitar seorang pegawai dalam suatu organisasi. Lingkungan di tempat kerja terdiri atas lingkungan

35 fisik dan sosial. Lingkungan fisik mencakup ruangan pegawai tersebut bekerja, penerangan ruangan, suhu ruangan, gangguan suara dalam ruangan, warna ruangan dan peralatan kerja sedangkan lingkungan sosial mencakup hubungan dengan pemimpin, hubungan dengan teman kerja dan keadaan emosi saat bekerja. Melihat adanya korelasi fisik terhadap mental maka sebagai seorang pemimpin organisasi harus mampu mengelola tempat kerja sedemikian rupa sehingga pegawai tetap dapat tersenyum dari awal kerja sampai pulang kerja. Kebahagiaan pegawai tersebut memberikan kita tanda bahwa mereka bergairah dan bersemangat dalam bekerja. Hal ini tentu memberikan kepuasan dalam bekerja dan akhirnya mampu meningkatkan produktivitas mereka (Tohardi, 2002). 2.5 Hasil Penelitian Relevan Kepuasan kerja pegawai perlu mendapatkan perhatian karena kepuasan kerja berpengaruh terhadap perilaku pegawai dalam bekerja di suatu organisasi. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kepuasan kerja pegawai dipengaruhi beberapa faktor yaitu kepemimpinan, motivasi, dan kompensasi. Adapun gambaran hasil penelitian sebelumnya dijelaskan di bawah ini. 2.5.1 Hubungan Kepemimpinan dengan Kepuasan Kerja Hasil penelitian yang bertujuan untuk melihat hubungan kepemimpinan dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas menunjukkan bahwa kepemimpinan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas.

36 Penelitian oleh Hilatunnisa pada Tahun 2009 di Tiga Puskesmas Perawatan Kabupaten Tangerang menunjukkan hanya variabel kepemimpinan yang mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai di tiga puskesmas perawatan (p=0,001). Beberapa penelitian mengenai hubungan kepemimpinan dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas juga pernah dilakukan di Malang. Penelitian yang dilakukan oleh Wibisono pada Tahun 2011 di Puskesmas Turen Malang menunjukkan faktor perilaku pimpinan, motivasi, arus komunikasi dan praktik pengambilan keputusan secara bersama sama berhubungan terhadap kepuasan kerja pegawai (R 2 =0,342 dan nilai p=0,794). Selain itu secara parsial, faktor faktor tersebut meliputi perilaku pimpinan, motivasi, arus komunikasi dan praktik pengambilan keputusan berhubungan dengan kepuasan kerja pegawai (perilaku pimpinan p=0,075; motivasi p=0,076; arus komunikasi p=0,069; pengambilan keputusan p=0,084). Penelitian yang dilakukan oleh Sudarsono pada tahun 2010 di Puskesmas Kecamatan Sumbermanjing Wetan Malang menunjukkan ada hubungan antara karakteristik organisasi (perilaku pimpinan dan lingkungan kerja) dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas (p=0,012). Penelitian ini juga menjelaskan bahwa karakteristik organisasi adalah variabel yang memiliki pengaruh paling besar terhadap kepuasan pegawai (r 2 =0,133225 atau r 2 =13,3%). Penelitian mengenai hubungan kepemimpinan dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas juga pernah dilakukan di Provinsi Bali khususnya Kota Denpasar. Penelitian tersebut dilakukan oleh Djestawana pada Tahun 2012 di 10 puskesmas Kota Denpasar. Hasil penelitian tersebut menunjukkan kepemimpinan

37 memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai puskesmas. Hasil penelitian ini juga menjelaskan bahwa faktor yang paling dominan dalam menentukkan kepemimpinan adalah perilaku pemimpin. 2.5.2 Hubungan Motivasi dengan Kepuasan Kerja Hasil penelitian yang bertujuan untuk melihat hubungan motivasi dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas menunjukkan bahwa motivasi memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas. Beberapa penelitian mengenai hubungan motivasi dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas pernah dilakukan di Provinsi DIY dan DKI Jakarta. Penelitian di Puskesmas Depok I Kabupaten Sleman Provinsi DIY yang dilakukan oleh Gagu Tahun 2008 mendapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara karakteristik individu (umur p=0,304; tingkat pendidikan p=0,667; masa kerja p=0,632; status kepegawaian p=0,795; jabatan p=0,507) dengan kepuasan kerja. Hasil uji regresi berganda menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara motivasi intrinsik (β=0,185 dengan p=0,113) dan ekstrinsik (β=0,186 dengan p=0,072) terhadap kepuasan karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Taufik pada Tahun 2003 di Puskesmas Swadana Tebet di Provinsi DKI Jakarta menunjukkan ada hubungan antara motivasi dengan kepuasan kerja (r=0,686 dengan p=0,000). 2.5.3 Hubungan Kompensasi dengan Kepuasan Kerja Hasil penelitian yang bertujuan untuk melihat hubungan kompensasi dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas menunjukkan bahwa kompensasi memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas.

38 Beberapa penelitian mengenai hubungan kompensasi dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas pernah dilakukan di Provinsi DIY dan DKI Jakarta. Penelitian di Puskesmas Depok I Kabupaten Sleman Provinsi DIY yang dilakukan oleh Gagu Tahun 2008 mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan bermakna antara kompensasi (β=0,661 dengan p=0,000) dengan kepuasan karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Taufik pada Tahun 2003 di Puskesmas Swadana Tebet di Provinsi DKI Jakarta juga menunjukkan ada hubungan bermakna antara kompensasi dengan kepuasan kerja (r=0,492 dengan p=0,000). Penelitian di Provinsi Bali khususnya di Kabupaten Karangasem hanya meneliti mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai puskesmas. Penelitian tersebut dilakukan oleh Tirtayana pada Tahun 2005 di Puskesmas Kabupaten Karangasem dengan sampel yang digunakan sebanyak 125 pegawai puskesmas. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa kompensasi merupakan faktor yang paling berkontribusi terhadap kepuasan pegawai dengan persentase varian sebesar 15,32%.

3 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Berpikir Kepuasan kerja pegawai perlu diperhatikan karena kepuasan kerja tersebut akan mempengaruhi perilaku pegawai dalam suatu organisasi. Kepuasan kerja tiap pegawai berbeda sesuai dengan nilai yang dianut. Banyak faktor yang perlu mendapatkan perhatian untuk menganalisis kepuasan kerja pegawai. Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja tersebut diantaranya mencakup kepemimpinan, motivasi dan kompensasi. Kepemimpinan memiliki peranan yang penting karena pemimpin dapat menpengaruhi perilaku pegawai dalam bekerja untuk mendorong tercapai tujuan organisasi. Kepemimpinan yang efektif adalah perilaku pimpinan yang dapat mengarahkan pegawainya mencapai sasaran bersama sesuai dengan kehendak pemimpin tanpa mengabaikan kepuasan pegawainya. Hal tersebut berarti seorang pemimpin juga harus memperhatikan kepuasan kerja pegawainya. Keteladanan seorang pemimpin, motivasi dari pimpinan, informasi dan komunikasi yang diberikan oleh pimpinan serta pengambilan keputusan yang dibuat merupakan beberapa bentuk perilaku pemimpin dalam suatu organisasi yang dapat menciptakan suatu kepuasan kerja bagi pegawainya. Motivasi memegang peranan penting dalam menentukkan berhasil atau tidaknya seseorang dalam mengerjakan tugas yang dibebankan kepadanya. Pada dasarnya motivasi adalah pendorong agar pegawai dalam organisasi dapat bekerja 39

40 secara efektif dan mampu bekerja sama dengan baik untuk mencapai kepuasan. Hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku yang ditunjukkan pegawai dalam suatu organisasi merupakan hasil dari beberapa faktor intrinsik dan ekstrinsik yang mendorong pegawai untuk bekerja dalam organisasi. Kompensasi pada dasarnya merupakan imbalan yang diberikan oleh suatu organisasi atas jasa yang telah dilakukan oleh pegawai tersebut terhadap suatu organisasi. Pemberian kompensasi di dalam suatu organisasi perlu diatur dengan baik agar menjadi suatu sistem kompensasi yang adil. Besar kecilnya kompensasi yang diberikan tergantung pada besar kecilnya sumbangan tenaga dan pikiran yang diberikan kepada organisasi. Pemberian kompensasi yang sesuai oleh suatu organisasi terhadap pegawainya akan mempengaruhi kepuasan kerja pegawai tersebut. 3.2 Konsep Penelitian Konsep penelitian digambarkan dalam sebuah bagan sebagai berikut. Kepemimpinan Motivasi Kepuasan Kerja Pegawai Kompensasi Gambar 3.1 Konsep penelitian hubungan kepemimpinan, motivasi dan kompensasi dengan kepuasan kerja pegawai di puskesmas Kota Denpasar

41 3.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan hasil kajian pustaka, kepuasan kerja pegawai dipengaruhi beberapa faktor meliputi kepemimpinan, motivasi dan kompensasi. Hasil penelitian sebelumnya juga mendapatkan bahwa kepemimpinan, motivasi dan kompensasi memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan kerja pegawai. Berdasarkan hal tersebut peneliti membuat hipotesis yaitu:. 1. Ada hubungan antara kepemimpinan dengan kepuasan kerja pegawai di puskesmas Kota Denpasar 2. Ada hubungan antara motivasi dengan kepuasan kerja pegawai di puskesmas Kota Denpasar 3. Ada hubungan antara kompensasi dengan kepuasan kerja pegawai di puskesmas Kota Denpasar

4 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah survei sampel dimana data dikumpulkan secara cross sectional. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Puskesmas yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah puskesmas yang memiliki nilai IKM tertinggi yaitu Puskesmas II Denpasar Selatan dan nilai IKM terendah yaitu Puskesmas III Denpasar Utara. Nilai IKM digunakan sebagai indikasi tingkat kepuasan kerja pegawai di puskesmas Kota Denpasar karena nilai IKM dapat menunjukkan bahwa suatu organisasi memiliki kinerja yang baik dan kinerja yang baik berasal dari pegawai yang puas dalam bekerja. Pengumpulan data penelitian ini dimulai pada bulan Mei sampai Juni Tahun 2015. 4.3 Penentuan Sumber Data 4.3.1 Populasi penelitian Populasi target penelitian ini adalah seluruh pegawai yang bekerja di puskesmas Kota Denpasar sedangkan populasi terjangkaunya adalah seluruh pegawai baik tenaga kesehatan maupun tenaga non kesehatan yang bekerja di Puskesmas III Denpasar Utara dan Puskesmas II Denpasar Selatan. 42

43 4.3.2 Sampel Penelitian Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu sehingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sudigdo & Ismael, 2008). Pegawai puskesmas yang dijadikan sampel tersebut sebelumnya harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun kriteria inklusinya adalah sebagai berikut : 1. Seluruh pegawai puskesmas baik berstatus PNS maupun Non PNS 2. Pegawai puskesmas yang bersedia menjadi responden yang dibuktikan dengan penandatanganan formulir persetujuan responden 3. Pegawai puskesmas yang telah bekerja minimal 1 tahun Kriteria eksklusinya adalah sebagai berikut : 1. Pegawai puskesmas yang bertugas sebagai kepala puskesmas dan penjaga malam 2. Pegawai puskesmas yang sedang cuti atau menerima tugas belajar 3. Pegawai yang bekerja di puskesmas induk namun ditempatkan pada puskesmas pembantu 4.3.3 Besar Sampel Perhitungan besar sampel minimal yang harus diambil untuk mampu menggambarkan hubungan variabel bebas dengan variabel terikat menggunakan rumus Lemeshow (1997). Rumus ini digunakan karena jumlah populasi (N) telah diketahui yaitu sebanyak 94 pegawai. Besar sampel minimal dihitung menggunakan rumus di bawah ini.