BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan Indonesia pada peringkat keempat negara-negara yang kaya

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air,

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa dan terletak sekitar 30 kilometer di Utara wilayah Provinsi Daerah

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

I. PENDAHULUAN. lebih dari jenis tumbuhan terdistribusi di Indonesia, sehingga Indonesia

SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Firdaus, 2012). Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada

VIII. PENUTUP. 8.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan hutan lestari perlu dilaksanakan agar perubahan hutan yang terjadi

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

BAB I PENDAHULUAN. didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

2015 KESESUAIAN LAHAN D I TAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI KIARA PAYUNG UNTUK TANAMAN END EMIK JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa suaka margasatwa, adalah

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

BAB I PENDAHULUAN. rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

SMP NEGERI 3 MENGGALA

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara yang memiliki kekayaan spesies burung dan menduduki peringkat pertama di dunia berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya 1.539 spesies burung (17% dari jumlah spesies di dunia) yang ditemukan di Indonesia 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik Indonesia atau secara alami hanya dijumpai di Indonesia (Sujatnika, 1995). Pulau Jawa dan Bali memiliki peran penting bagi keberadaan spesies endemik di Indonesia, setidaknya terdapat 30 spesies burung endemik di pulau tersebut (9% spesies tetap), satu diantaranya terbatas di Bali dan 20 di Jawa (Whitten et. al., 1996). Salah satu tipe ekosistem yang paling penting bagi berbagai jenis burung di Pulau Jawa dan Bali adalah ekosistem hutan. Sejak tahun 1961, hutan di Pulau Jawa dialokasikan sebagai cagar alam, suaka alam, hutan wisata dan taman nasional yang masuk dalam kriteria kawasan konservasi. Selain kawasan konservasi tersebut, beberapa kawasan hutan di Jawa juga dipercayakan pengelolaanya kepada Perum Perhutani (Whitten et. al.,1996). Luas wilayah kelola Perum Perhutani mencapai sekitar 5.300 km² yang berupa hutan lindung (hutan pada lahan dengan topografi curam serta mangrove yang melindungi fungsi hidrologi) dan sekitar 19.000 km² berupa hutan tanaman. Total lahan 1

Perum Perhutani hampir mencapai 2,5 juta ha atau 19% dari Pulau Jawa (Whitten et. al., 1996). Perum Perhutani menerapkan unit-unit pengelolaan kawasan dengan unit pengelolaan terkecil berupa petak. Tiap petak terbagi lagi ke dalam luasan yang lebih kecil disebut anak petak yang kompleks atau seragam dari segi tegakannya (Yuwono dan Wiyono, 2008). Setiap anak petak satu dengan yang lain mempunyai perlakuan yang berbeda, seperti halnya komposisi jenis yang ditanam, jarak tanam yang diterapkan serta kapan penanaman dilakukan. Hal ini menyebabkan terjadinya variasi kondisi dan struktur pada tegakan yang akhirnya akan memengaruhi tingkat ketinggian tajuk pohon yang terbentuk. Burung merupakan satwa liar pengguna ruang yang cukup baik, terlihat dari penyebarannya baik secara horizontal maupun vertikal (Peterson, 1980). Perbedaan ketinggian tajuk pohon yang terbentuk akibat pola pengelolaan tanaman yang berbeda-beda akan memengaruhi penggunaan ruang tegakan oleh burung. Beberapa studi mengenai pemanfaatan ruang strata vertikal pada hutan tropis kering di Peru menunjukkan bahwa burung menggunakan ruang vertikal untuk memenuhi kebutuhan pakannya (Pearson, 1968). Penelitian berikutya terdapat pada Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang terletak di Provinsi Jawa Barat dan Banten menunjukkan bahwa burung banyak memanfaatkan lapisan di bawah tajuk dengan ketinggian antara 4,5 sampai 15 meter (Wisnubudi, 2009). Penelitian terbaru terdapat pada hutan rakyat di Pegunungan Menoreh di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan burung tidak memanfaatkan seluruh struktur vertikal yang 2

tersedia namun banyak memanfaatkan lapisan sub kanopi ketinggian antara 4,1 sampai 8 m (Rahmawan, 2014). Praktik penanaman Jati di kawasan Perum Perhutani cenderung homogen dan mendominasi sebagian besar struktur komposisi tegakan hutan di Pulau Jawa tentunya akan berdampak terhadap jenis-jenis yang mampu menggunakan ruang-ruang yang tersedia yang pada akhirnya akan memengaruhi keanekaragaman hayati jenis burung yang ada di sana. Hingga saat ini kajian tentang pengelolaan hutan jati dari aspek keanekearagaman hayati masih berfokus pada daftar jenis burung yang mendiami hutan tanaman jenis ini (Sutopo, 2008). Namun nampaknya penelitian tentang penggunaan ruang vertikal oleh burung masih sangat sedikit. Penelitian terbaru masih terbatas pada lahan hutan rakyat dalam skala kecil (Rahmawan, 2014). Kajian penggunaan ruang vertikal oleh burung di berbagai pola pengelolaan tanaman di hutan jati di Jawa diharapkan dapat mengisi kekosongan informasi tersebut dan juga memberikan pengetahuan tambahan untuk meningkatkan keanekaragaman hayati di kawasan hutan tanaman seperti di hutan jati ini. mengingat sebagian besar penutupan hutan di Pulau Jawa didominasi oleh tegakan jati yang dikelola oleh Perum Perhutani. 1.2. Rumusan Masalah Tegakan hutan jati di Perum Perhutani bersifat homogen, yaitu berupa tegakan yang memiliki variasi komposisi dan struktur hutan yang relatif sama. Tegakan yang homogen tersebut kemudian terbagi lagi kedalam bagian terkecil yaitu suatu anak petak. Pada tiap anak petak satu dengan anak petak yang lain 3

mempunyai perlakuan yang berbeda seperti halnya komposisi jenis yang ditanam, jarak tanam yang diterapkan serta waktu kapan penanaman. Perlakuan berbeda inilah yang membentuk variasi komposisi dan struktur tegakan pada masing-masing anak petak. Tinggi tanaman jati usia muda tentunya berbeda dengan tinggi tanaman jati usia sedang, begitu pula tinggi pada tanaman jati usia tua. Variasi komposisi dan struktur hutan pada hutan tanaman jati dapat memberikan pengaruh terhadap komunitas burung akan pemanfaatan ruang vertikal tegakan. Ketersediaan sumber daya yang berbeda-beda pada masingmasing lapisan ruang vertikal tegakan menentukan respon aktivitas penggunaan ruang yang dilakukan oleh komunitas burung. Oleh karena itu, perlu diketahui pemanfaatan burung terhadap lapisan ruang vertikal pada berbagai pola pengelolaan tanaman yang ada di hutan tanaman jati Perum Perhutani. Pola pengelolaan tanaman jati pada penelitian kali ini adalah berdasarkan kelas umur, yang kemudian diklasifikasikan kedalam beberapa klasifikasi tajuk. Klasifikasi tajuk disini meliputi klasifikasi tajuk rendah berupa tanaman jati usia muda, klasifikasi tajuk sedang berupa tanaman jati usia sedang serta klasifikasi tajuk tinggi berupa tanaman jati usia tua. Berdasarkan hal tersebut, terdapat berbagai rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah: 1. Bagaimana karakteristik biotik dan abiotik pada berbagai pola pengelolaan hutan jati di KPH Cepu Jawa Tengah? 4

2. Bagaimana keanekaragaman jenis burung dalam setiap klasifikasi tajuk hutan jati tersebut pada berbagai pola pengelolaan hutan jati di KPH Cepu Jawa Tengah? 3. Apakah setiap jenis burung yang ditemukan memanfaatkan seluruh strata tajuk? 1.3. Tujuan Tujuan penelitian pemanfaatan ruang oleh komunitas burung pada berbagai pola pengelolaan berdasarkan klasifikasi tajuk yang ada di hutan tanaman jati milik Perum Perhutani KPH Cepu yaitu untuk: 1. Mendeskripsikan karakteristik biotik dan abiotik pada berbagai klasifikasi tajuk di hutan jati KPH Cepu Jawa Tengah 2. Mengetahui keanekaragaman jenis burung dalam setiap strata vertikal di berbagai klasifkasi tajuk di hutan jati KPH Cepu Jawa Tengah 3. Mengetahui pemanfaatan setiap ruang strata vertikal di berbagai klasifikasi tajuk oleh berbagai jenis burung di hutan jati KPH Cepu Jawa Tengah. 1.4. Manfaat Data dan informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan memberikan kebenaran ilmiah akan pengelolaan hutan tanaman jati yang dilakukan oleh Perum Perhutani terhadap keberadaan komunitas burung yang memanfaatkan sumber daya pada tiap strata vertikal di dalamnya. Dengan informasi tersebut diharapkan bermanfaat bagi pengelola guna merencanakan tata kelola hutan produksi jati yang berbasis kelestarian lingkungan. 5