PENERAPAN PENDEKATAN KONSTEKTUAL PADA MATERI PEMBELAJARAN ATURAN SINUS DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DI MAN TASIKMALAYA

dokumen-dokumen yang mirip
PENERAPAN PENDEKATAN KONSTEKTUAL PADA MATERI PEMBELAJARAN ATURAN SINUS DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DI MAN TASIKMALAYA

ELLISIA KUMALASARI Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Ponorogo ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh siswa kelas VII SMPN 1 Bandar Lampung. Berdasarkan hasil

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bantu memecahkan masalah dalam berbagai bidang ilmu. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning

BAB 1I KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

DASAR FILOSOFI. Manusia harus mengkontruksikan pengetahuan pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKS (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

II KAJIAN PUSTAKA. hasil belajar siswa meningkat (Wardani, 2008:1.4) Dalam proses pembelajaran apabila penguasaan siswa terhadap materi yang

Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam KTSP pada Pembelajaran di SD

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUALSISWA KELAS IV SDI RAI TAHUN PELAJARAN 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab 1 ini tentang pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab,

BAB I PENDAHULUAN. dan ilmu atau pengetahuan. Tujuan pembelajaran matematika adalah terbentuknya

I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah suatu proses penyampaian maksud pembicara kepada orang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan

Staf Pengajar pada Jurusan Pendidikan Sejarah, FIS, UNY.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. kedewasaan. Purwanto (2007: 10) menyatakan pendidikan ialah pimpinan yang

Fitriana Rahmawati STKIP PGRI Bandar Lampung. Abstrak. n 1 +n 2 2

BAB II KAJIAN TEORITIS

kata kunci: bimbingan teknis, pendekatan kontekstual, dan mutu guru.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi setiap saat

YUNICA ANGGRAENI A

BAB I. PENDAHULUAN. belajar. Membelajarkan siswa yaitu membimbing kegiatan siswa belajar,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara psikologis, Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu

BAB II PEMBELAJARAN CONTEXTUAL, PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA, MATERI MENYELESAIKAN MASALAH BERKAITAN DENGAN PECAHAN

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Kata kunci: Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning), Hasil belajar matematika ranah afektif dan ranah kognitif.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF

MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR MELALUI METODE KONTEKSTUAL

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya dengan menempuh perbaikan di bidang pendidikan. Pendidikan

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang

Meningkatkan Pemahaman Konsep Perubahan Wujud Benda Pada Siswa Kelas IV SDN 3 Siwalempu Melalui Pendekatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

Kata kunci : Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sikap serta tingkah laku. Di dalam pendidikan terdapat proses belajar,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

I. PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Pendidikan juga merupakan salah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rasa puas ini (atau lebih tepat barangkali. membangkitkan rasa ingin tahu lebih lanjut yang memerlukan pemuas.

Oleh: Dra. Masitoh, M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

Dosen Pembimbing I : Dra. Dinawati Trapsilasiwi, M.Pd Dosen Pembimbing II : Dr. Hobri, S.Pd., M.Pd

Rumusan masalahan. Tujuan Penelitian. Kajian Teori. memahaminya. Demikian pula dengan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Anyar masih

BAB I PEDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bertanah air. Selain itu, pendidikan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK

Apa itu CTL? M n e g n a g p a a p a h a h r a us u s C TL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi setiap saat

Oleh : Vira Ismis Kairat

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, masyarakat dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan,

Aas Asiah Instansi : Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Siliwangi Bandung

BAB II PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Berbagai

Oleh: Sulistyowati SD Negeri 02 Karangrejo Tulungagung

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWADENGAN MENERAPKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATA PELAJARAN IPA

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

BAB I PENDAHULUAN. muncul karena ia membutuhkan sesuatu dari apa yang dipelajarinya. Motivasi

PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA PENDIDIKAN ANAK DINI USIA. Muh. Tawil, *)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOMPONEN QUESTIONING DAN LEARNING COMMUNITY UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. arti formal, yaitu pendidikan yang diterima oleh siswa melalui guru dan biasanya

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan salah satu media untuk mendapatkan sumber daya manusia

Pembelajaran Matematika Sekolah dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)

Penerapan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Volume Kubus dan Balok di Kelas IV SDN 1 Balukang

LEMMA VOL I NO. 2, MEI 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Prestasi Indonesia terutama dalam mata pelajaran matematika, masih rendah. Banyak data yang menukung opini ini, seperti:

Condition of Ind. Ind.Condition-1. Ind.Condition-2. The Rural. Ind. Rural Policy. Rulal Educational. Higher Education. Non Formal Ed.

BAB I PENDAHULUAN. membentuk waktu serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMATIK MODE PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING SISWA KELAS II SD NEGERI TEBING TINGGI

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sendiri. Sedangkan Sinaga dan Hadiati (2001:34) mendefenisikan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Menurut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Atik Sukmawati, 2013

Transkripsi:

PENERAPAN PENDEKATAN KONSTEKTUAL PADA MATERI PEMBELAJARAN ATURAN SINUS DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DI MAN TASIKMALAYA Oleh Lilis Dahlia 82321112082 Abstrak Dalam proses pembelajaran matematika pada umumnya masih didominasi guru dan siswa pasif sehingga siswa hanya menunggu sajian guru seperti menerima rumus atau kaidah, mencatat tanpa memberikan konstribusi ide dalam proses pembelajaran. Kondisi seperti ini tidak akan menumbuhkan aspek kemampuan siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran yang diharapkan.keadaan seperti ini terjadi di MAN Tasikmalaya, sehingga hasil belajar siswa yang diperoleh siswa kurang memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari perolehan nilai rerata hasil ulangan semester ganjil untuk pelajaran matematika tahun ajaran 2009-2010 hanya mencapai 56,68.Sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditentukan oleh MAN Tasikmalaya untuk mata pelajaran matematika kelas X adalah 60. Hal ini menunjukkan perlu adanya upaya guru untuk memperbaiki proses pembelajaran matematika.oleh karena itu, penulis mencoba untuk menerapkan pembelajaran Pendekatan Kontekstual. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas X-3 karena nilai rataratanya paling rendah diantara kelas X lainnya. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan pendekatan Kontekstual pada materi pembelajaran Aturan Sinus dapat meningkatkan hasil belajar siswa, serta untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan respon siswa dalam mengikuti pelajaran dengan menggunakan Pendekatan Kontekstual pada siswa kelas X-3 MAN Tasikmalaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas.subjek Penelitian adalah seluruh siswa kelas X-3 MAN Tasikmalaya Semester Genap Tahun Pelajaran 2009 2010 yang berjumlah 27 orang. Hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah Penerapan Pendekatan Kontekstual pada materi pembelajaran Aturan Sinus dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-3 MAN Tasikmalaya.Teknik analisis data yang digunakan adalah memberikan penilaian terhadap setiap instrumen. Berdasarkan hasil dari analisis data, diperoleh kesimpulan bahwa Penerapan Pendekatan Kontekstual pada materi pembelajaran Aturan Sinus dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-3 MAN Tasikmalaya. Terdapat peningkatan aktivitas siswa kelas X-3 MAN Tasikmalaya terhadap penerapan Pendekatan Kontekstual pada materi pembelajaran aturan sinus. Dan respon siswa kelas X-3 MAN Tasikmalaya terhadap penerapan Pendekatan Kontekstual pada materi pembelajaran aturan sinus positif. Kata kunci: pendekatan kontekstual, pembelajaran aturan sinus, hasil belajar siswa. PENDAHULUAN Pelajaran matematika sudah diberikan kepada siswa dari sejak dini atau sekolah dasar bahkan sudah diperkenalkan di tingkat taman kanak-kanak, tetapi banyak siswa beranggapan bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang paling tidak disukai karena sukar dan ruwet, sehingga minat siswa berkurang untuk mempelajari matematika bahkan tidak mau untuk belajar matematika hal ini sesuai dengan pendapat Ruseffendi, (1991: 240) yakni Matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet, dan memperdayakan. Hasil belajar matematika siswa kelas X MAN Tasikmalaya berdasarkan data yang ada, kebanyakan masih kurang atau tidak mencapai KKM.Hal ini dimungkinkan oleh berbagai faktor penyebab, diantaranya selama ini guru pengajar matematika. MAN Tasikmalaya masih cenderung kepada pembelajaran langsung yaitu menggunakan metode ceramah atau ekspositori. Proses pembelajaran ini hanya untuk pencapaian kurikulum dan penyampaian tekstual, tidak mengembangkan kemampuan belajar. Dalam proses pembelajaran masih didominasi guru dan siswa pasif sehingga siswa hanya menunngu sajian guru seperti menerima rumus atau kaidah, mencatat tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran. Kondisi seperti ini tidak akan menumbuhkan Halaman 59

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pascasarjana Administrasi Pendidikan Volume 2 Nomor 1 Januari 2014 aspek kemampuan siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran yang diharapkan. Nilai rata-rata ulangan umum semester ganjil tahun pelajaran 2009-2010 untuk mata pelajaran matematika kelas X MAN Tasikmalaya dengan KKM 60, dapat terlihat pada tabel berikut : Nilai Rata-rata Matematika Ulangan Umum Semester Ganjil Kelas X di MAN Tasikmalaya No Kelas Rata-rata Nilai Ulangan Keterangan Umum 1 X-1 58,60 Tidak Tercapai 2 X-2 56,20 Tidak Tercapai 3 X-3 55,25 Tidak Tercapai Sumber: Guru Matematika Kelas X MAN Tasikmalaya Berdasarkan data dari lapangan yang diperoleh melalui nilai rata-rata Ulangan Umum Matematika Kelas X MAN Tasikmalaya masih belum mencapai KKM dan kelas X-3 pada semester ganjil tahun ajaran 2009-2010 merupakan kelas yang memperoleh rata-rata paling kecil, yaitu hanya mencapai 55,25. Hal ini diduga masih rendah kemampuan siswa dalam matematika karena pembelajarannya tidak sesuai antara materi dengan model penyajian yang digunakan. Menurut Rusefendi, (1991: 9) Faktor-faktor penyebab keberhasilan anak: kecerdasan anak, kesiapan anak, bakat anak, kemampuan belajar, minat anak, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana pengajaran, kompetensi guru dan kondisi masyarakat yang luas.keberhasilan belajar akan meningkat apabila salah satu diantaranya, yaitu model pengajaran sesuai dengan materi yang disampaikan. Karena itu menurut Rusefendi, (1991: 18) Pada cara tradisional ini siatif belajar ada pada guru. Artinya guru dominan dalam melaksanakan pembelajaran, guru kurang atau tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pendapatnya sehingga siswa menjadi pasif. Dengan pembelajaran seperti itu, hasilnya ternyata belum mencapai ketuntasan belajar. Sejalan dengan pernyataan di atas, guru dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai metode dan pendekatan pembelajaran serta mampu memilih dan menggunakan model, materi, dan pendekatan pembelajaran yang tepat untuk materi tertentu, agar proses pembelajaran bervariasi, berjalan produktif dan bermakna, sehingga proses pembelajaran lebih menyenangkan dan banyak dinikmati siswa. Berdasarkan alasan tersebut peneliti akan berusaha menenpatkan siswa di dalam konteks bermakna yang menghubungkan materi pelajaran dengan situasi yang nyata, juga memperhatikan faktor individual siswa dalam belajar dan peranan guru dalam mengajar. Dihubungkan dengan situasi nyata karena sesungguhnya matematika muncul dari kehidupan nyata sehari-hari. Untuk memperbaiki proses pembelajaran, guru perlu memperbaiki dan mengubah strategi pembelajaran yang biasa dilakukan selama ini, yang lebih memperdayakan siswa. Pendekatan kontekstual dipilih untuk diterapkan pada penelitian ini, karena memenuhi tuntutan yang telah diuraikan diatas, dengan menerapkan pendekatan kontekstual ini diduga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Menurut Depdiknas (2004: 7) Penelitian tindakan kelas merupakan salah satu cara yang strategis dalam memperbaiki kinerja guru dalam meningkatkan layanan pendidika atau pembelajaran. Kelas X-3 MAN Tasikmalaya diambil sebagai subjek penelitian karena memerlukan peningkatan hasil belajar agar minimal mencapai KKM.Standar kompetensi trigonometri yang diberikan di kelas X selengkapnya memuat kompetensi dasar 5.1 Melakukan manipulasi aljabar dalam perhitungan teknis yang berkaitan dengan perbandingan,fungsi, persamaan, dan identitas trigonometri, Kompetensi Dasar 5.2 Merancang model matematika dari masalah yang berkaitan dengan perbandingan, fungsi, persamaan dan identitas trigonometri dan Kompetensi Dasar 5.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan masalah dengan perbandingan,fungsi,persamaan dan identitas trigonometri,dan penafsirannya. Adapun materi pembelajaran yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah aturan sinus. Alasan materi pembelajaran aturan sinus ini dipilih karena merupakan salah satu materi yang dianggap sulit oleh siswa, sedikit sekali dibahas pada berbagai sumber, sedangkan materi ini banyak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Halaman 60

Lilis Dahlia Penerapan Pendekatan Konstektual pada Materi Pembelajaran Aturan Sinus dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa di man tasikmalaya Pendekatan Konstekstual dalam Pembelajaran Matematika. Pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep belajar di mana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas serta mendorong siswa untuk membuat hubungan antara materi pelajaran dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini sesuai dengan gambaran dari Depdiknas (2002:5): Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehai-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni Konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (Learning community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment). Depdiknas (2002 A : 10) menguraikan ketujuh komponen pendekatan konstektual sebagai berikut : 1. Konstruktivisme (Constructivism) Pengetahuan yang dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas, dan tidak secara mendadak. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dalam pandangan konstruktivisme,strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. 2. Bertanya (Questioning) Pengetahuan yang dimiliki seseorang dimulai dari keinginan sehingga bertanya. Seperti penerapan di kelas, aktivitas siswa bisa diamati pada saat kegiatan diskusi, bekerja dalam kelompok, mengamati dan menemui kesulitan. 3. Menemukan (inquiry) Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkap fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kata kunci dari strategi Inquiri adalah menemukan sendiri. 4. Masyarakat belajar (Learning community) Konsep masyarakat belajar menyatakan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh melalui sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu. Setiap orang yang mau belajar dari orang lain,maka setiap orang lain menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang kaya dengan pengetahuan dan pengalaman. 5. Pemodelan (Modeling) Pembelajaran dengan cara meniru dan model yang bisa ditiru dan diamati siswa. Dalam pembelajaran ini guru memberian contoh tentang cara bekrja sesuatu, dan perlu diingat bahwa guru bukanlah merupakan satu-satunya model. 6. Refleksi (Reflection) Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa yang lalu. 7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) Asesmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar.kemajuan belajar tidak hanya dilihat dari hasil tetepi juga dari proses. Dari ketujuh komponen tersebut, pembelajaran konstekstual merupakan pembelajaran yang berlandaskan pada dunia nyata dengan konstruktivisme sebagai landasan berfikir (filosofi). Belajar tidak hanya sekedar menghapal tetapi harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak diri siswa sendiri. Untuk menumbuhkan siswa aktif dalam mencari infomasi diberi kesempatan untuk bertanya ( Questioning), pengetahuan dan pengalaman diperoleh dari kegiatan menemukan ( Inquiry). Terbentuknya masyarakat belajar melalui belajar kelompok yang heterogen. Di dalam pembelajaran Kontekstual perlu adanya model ( Modeling) untuk ditiru. Pada akhir pembelajaran guru memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan refleksi (Reflection) seperti pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan, kesan dan saran. Diskusi dan hasil karya.untuk Halaman 61

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pascasarjana Administrasi Pendidikan Volume 2 Nomor 1 Januari 2014 mengetahui kemajuan belajar siswa guru memberikan penilaian yang sebenarnya melalui penilaian proses bukan dari hasil semata. Langkah-langkah pembelajaran dengan penerapan pendekatan konstektual menurut Depdiknas (2002: 10 ) adalah sebagai berikut: 1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan bekerja, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik. 3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. 4. Ciptakan masyarakat belajar. 5. Hadirkan model sebagai contoh belajar 6. Lakkuan refleksi di akhir petemuan. 7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. Hasil Belajar Siswa Hasil belajar siswa dapat diketahui berdasarkan alat evaluasi atau penilaian. Menurut Depdiknas (Widaningsih, 2007 : 6) : Hasil belajar meupakan uraian untuk menjawab pertanyaan apa yang harus digali, dipahami dan dikerjakan siswa. Hasil belajar ini merefleksikan keluasan, kedalaman dan kompleksitas dan digambarkan secara jelas serta dapat diukur dengan teknik-teknik penilaian tertentu. Keberhasilan belajar siswa berdasarkan pada penguasaan kompetensi yang telah dipelajari siswa melalui kegiatan pembelajaran. Ditinjau dari dimensi kompetensi yang harus dinilai meliputi ranah kognitif, psikomotor dan afektif. 1. Ranah Kognitif Kompetensi ranah kognitif meliputi tingkatan menghapal, memahami, mengaplikasikan, menganalisa, mensintesis dan mengevaluasi. 2. Ranah Psikomotor Kompetensi yang dicapai meliputi tingkatan gerakan awal, seni rutin, gerakan rutin. 3. Ranah Afektif Kompetensi ranah afektif yang dicapai dalam pembelajaran meliputi tingkat pemberian respon, apresiasi, penilaian dan internalisasi. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai dasar penentuan tingkat keberhasian siswa dalam penguasaan kompetensi dasar diperlukan adanya tes. Setiap jenis tes memerlukan seperangkat alat penilaian. Selanjutnya Depdiknas (Widaningsih, 2007 :43) mengemukakan, seperangkat penilaian dan jenis tagihan yang dapat digunakan antara lain sebagai berikut : 1. Kuiz, digunakan untuk menanyakan hal-hal yang prinsip dari pelajaran yang lalu secara singkat, bentuknya berupa isian singkat dan dilakukan sebelum pelajaran. 2. Pertanyaan isian di kelas, digunakan untuk mengungkap penguasaan siswa tentang pemahaman konsep, prinsip atau teorema. 3. Ulangan harian, dilakukan secara periodik pada akhir pengembangan kompetensi, untuk mengungkap penguasaan pemahaman pemakaian alat atau suatu prosedur. 4. Tugas individi, dilakukan secara periodik untuk diselesaikan oleh siswa dan dapat berupa tugas rumah. Tugas individu dipakai untuk mengungkap penguasaan hasil latihan dalam menggunakan alat tertentu, melakukan prosedur tertentu. 5. Tugas kelompok, digunakan untuk menilai kemampuan kerja kelompok dalam upaya pemecahan masalah. Jika mungkin kelompok siswa diminta melakukan pengamatan atau merencanakan sesuatu proyek untuk menggunakan data informasi dari lapangan. 6. Ulangan semester, digunakan untuk melihat ketuntasan penuasaan kompetensi pada akhir program semester, kompetensi yang disajikan berdasarkan kisi-kisi yang mencerminkan kompetensi dasar yang dikembangkan dalam semester yang bersangkutan. Dari aspek kognitif untuk mengungkap, mengingat sampai evaluasi. Aspek psikomotor dilakukan ujian praktik. Untuk aspek afektif dilakukan dengan pengumpulan data atau hasil pengamatan dalam kurun waktu satu semester. 7. Ulangan kenaikan, digunakan untuk mengetahui ketuntasan pemilihan kompetensi, ujian harus mengacu kepada kompetensi dasar, berkelanjutan, memiliki nilai aplikatif atau dibutuhkan untuk belajar pada bidang lain. Pada penelitian ini untuk memperoleh data hasil belajar digunakan jenis tagihan ulangan harian, tugas individu dan tugas kelompok. Halaman 62

Lilis Dahlia Penerapan Pendekatan Konstektual pada Materi Pembelajaran Aturan Sinus dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa di man tasikmalaya METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas ini oleh guru didalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri yang bertujuan memperbaiki proses pembelajaran dalam belajar mengajar di kelas serta meningkatkan hasil belajar siswa. Beberapa pendapat tentang PTK seperti TIM PGSM (1999 :6) mengemukakan : PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, untuk meningkatkan kemantapan rasional dan tindakan mereka dalam tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan yang dilakukan itu serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran itu dilakukan. Menurut Depdiknas LPMP (Suherman, 2001) mengemukakan: Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah sebagai usaha guru yang terukur dan sistematik untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam peristiwa pembelajaran di kelasnya, sekaligus untuk meningkatkan kualitas proses dalam hasil belajar siswa. PEMBAHASAN Pembelajaran dengan penerapan pendekatan kontekstual pada materi pembelajaran aturan sinus dalam pelaksanaannya guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa mengaflikasikan pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini sesuai dengan Depdiknas (2002: 3). Persiapan-persiapan yang dilakukan oleh peneliti mulai dari membuat rencana pembelajaran, menyiapkan bahan ajar, membuat LKS, menyiapkan soal untuk tugas individu, tugas kelompok dan ulangan harian. Soal-soal yang dibuat dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Dalam melaksanakan pembelajaran, melubatkan 7 komponen utama pembelajaran yaitu konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian yang sebenarnya. Dalam pembelajaran, diberikan contoh-contoh yang biasa mereka alami, demikian juga untuk soal-soal yang diberikan. Siswa mengembangkan pemikiran sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. Siswa diberikan kesempatan bertanya baik kepada teman maupun kepada guru. Selanjutnya, siswa menemukan sendiri penyelesaian masalah yang dihadapinya. Ketika pembelajaran berlangsung guru menciptakan masyarakat belajar, artinya mereka belajar dalam kelompok-kelompok. Guru menjelaskan dan menunjukkan model sebagai contoh pembelajaran seperti benda-benda, atau gambar-gambar. Pada akhir pertemuan melakukan refleksi agar siswa merasa bahwa hari ini mereka belajar sesuatu. Maksud dari refleksi di sini dilakukan oleh guru terhadap siswa. Dalam melaksanakan penilaian digunakan penilaian yang sebenarnya dari berbagai sumber dan dengan berbagai cara, tidak hanya menilai hasil tetapi juga proses. Siswa tertarik terhadap pembelajaran dengan penerapan pendekatan kontekstual, karena menggunakan model dalam pembelajaran misalnya ketika guru menjelaskan penerapan aturan sinus, dicontohkan langsung menentukan panjang atau lebar benda-benda kongkrit tanpa mengukur secara langsung, hal ini membuat siswa menjadi penasaran ingin membuktikan atau membandingkan dengan ukuran sebenarnya. Siswa diberi persoalan yang biasa timbul dalam kehidupan sehari-hari, misalnya menentukan tinggi tiang bendera, pohon, gedung dan sebagainya tanpa mengukur secara langsung. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak bosan belajar, karena soal-soal matematika yang dihadapinya dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Ini sesuai dengan teori bahwa pembelajaran kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Penerapan pendekatan kontekstual pada materi pembelajaran aturan sinus dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, hal ini sesuai dengan teori yang dikembangkan dalam penelitian ini. KESIMPULAN Berdasarkan temuan - temuan hasil penelitian, pengolahan dan analisis data serta pengujian hipotesis tindakan yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Pembelajaran dengan penerapan pendekatan kontekstual pada materi pembelajaran aturan sinus dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas X-3 MAN Tasikmalaya. 2. Terdapat peningkatan aktivitas siswa kelas X-3 MAN Tasikmalaya selama mengikuti Halaman 63

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pascasarjana Administrasi Pendidikan Volume 2 Nomor 1 Januari 2014 pembelajaran pada materi pembelajaran aturan sinus dengan penerapan pendekatan kontekstual. 3. Respon siswa kelas X-3 MAN Tasikmalaya positif terhadap pembelajaran dengan penerapan pendekatan kontekstual pada materi pembelajaran aturan sinus. DAFTAR PUSTAKA Depdiknas (2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta : Depdiknas Depdiknas (2004). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Membantu Kepada Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Mengembangan CBSA. Bandung: Tarsito Suherman, Erman. (2001). Evaluasi Pembelajaran Matematika. UPI Bandung : JICA. Widaningsih, Dedeh. (2004). Evaluasi Pendidikan Matematika berdasarkan kurikulum 2004 (untuk melengkapi Bahan Perkuliahan Evaluasi Pendidikan Matematika). PS Pendidikan Matematika FKIP Unsil. Tasikmalaya: Tidak diterbitkan. Halaman 64