YASINTA DIAN PERMATANINGTYAS K

dokumen-dokumen yang mirip
Pola bakteri aerob dan kepekaan antibiotik pada otitis media supuratif kronik yang dilakukan mastoidektomi

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN PERIODE AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2015 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

POLA KUMAN DAN UJI KEPEKAANNYA TERHADAP ANTIBIOTIKA PADA PENDERITA OTITIS EKSTERNA DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSU PROF. DR. R. D.

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan

ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER Oleh :

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL. Isolat Pseudomonas aeruginosa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

PETA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA GANGREN DIABETIK DI RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014 SKRIPSI

Keywords : P. aeruginosa, gentamicin, biofilm, Chronic Supurative Otitis Media

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI SOFIA ADHITYA PRADANI K Oleh :

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah suatu. infeksi kronis pada telinga tengah yang diikuti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).

Prevalensi Kuman Multi Drug Resistance (MDR) di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari Desember 2012

POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA SEPSIS BAYI DI RUANG PICU DAN NICU RUMAH SAKIT X PERIODE AGUSTUS 2013-AGUSTUS 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resistensi terhadap antimikroba atau. antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. satunya bakteri. Untuk menanggulangi penyakit infeksi ini maka digunakan

POLA BAKTERI AEROB PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS OTITIS MEDIA SUPURATIF AKUT DI POLIKLINIK THT-KL RSUP. PROF. DR. R. D.

POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI LUKA OPERASI (ILO) DI RSUP

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan. infeksi telinga tengah kronis berdurasi lebih dari tiga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

ABSTRAK POLA KUMAN PENYEBAB INFEKSI SALURAN KEMIH DAN POLA SENSITIVITASNYA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE JULI 2005-JUNI 2006

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUMAH SAKIT X PERIODE AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

IDENTIFIKASI INFEKSI MULTIDRUG-RESISTANT ORGANISMS (MDRO) PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI BANGSAL NEONATAL INTENSIVE CARE UNIT (NICU) RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI LUKA OPERASI (ILO) DI RUMAH SAKIT X PERIODE AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit. Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem nafas

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

POLA KUMAN PENYEBAB BAKTEREMIA PADA NEONATUS DAN SENSITIVITASNYA TERHADAP ANTIBIOTIK DI RSUP H

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012.

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya

SENSITIVITAS ANTIBIOTIK PADA PASIEN SEPSIS DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut perkiraan World Health Oraganization (WHO) ada sekitar 5 juta

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia. 1. merupakan pneumonia yang didapat di masyarakat. 1 Mortalitas pada penderita

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang ditemukan pada banyak populasi di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,

PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Enterobacter sp. merupakan bakteri gram negatif. berbentuk batang. Enterobacter sp.

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh seorang Kepala yang disebut Direktur Utama. Peningkatan Kesehatan lainnya serta Melaksanakan Upaya Rujukan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan judul Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik

HUBUNGAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA TERAPI EMPIRIS DENGAN KEPEKAAN BAKTERI DI ICU RSUP FATMAWATI JAKARTA

Kata kunci : ICU, pola kepekaan, pola mikroba, pola kuman, antibiotik

POLA DAN SENSITIVITAS KUMAN TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT X PERIODE JANUARI-SEPTEMBER 2015 NASKAH PUBLIKASI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIKA DARI SPESIMEN PUS DI RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2012

PERBANDINGANN KEPEKAAN BAKTERI Pseudomonas aeruginosa TERHADAP ANTIBIOTIK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010).

POLA KEPEKAAN ANTIBIOTIK BAKTERI EXTENDED SPECTRUM BETA LAKTAMASES-PRODUCING ESCHERICHIA COLI

BAB I PENDAHULUAN. (Saifudin, 2008). Infeksi Luka Operasi (ILO) memberikan dampak medik berupa

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN NAFAS BAWAH DI RSUD DR. MOEWARDI TAHUN 2014 SKRIPSI

INTISARI. Lisa Ariani 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Rachmawati 3

Pola Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotik pada Pasien Unit Perawatan Intensif Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

POLA KUMAN PASIEN YANG DIRAWAT DI RUANG RAWAT INTENSIF. RSUP Dr. KARIADI SEMARANG ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

II. TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DI POLIKLINIK THT RSUP SANGLAH SELAMA PERIODE BULAN JANUARI JUNI 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) DI RUMAH SAKIT X PERIODE JANUARI 2013 SEPTEMBER 2015

POLA KUMAN PENYEBAB INFEKSI SALURAN KEMIH DAN SENSITIVITASNYA TERHADAP ANTIBIOTIKA DI RSUP H.ADAM MALIK PERIODE JANUARI 2009-DESEMBER 2009.

Transkripsi:

POLA DAN UJI SENSITIVITAS KUMAN TERHADAP ANTIBIOTIKA PADA PENDERITA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS (OMSK) RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT X PERIODE JANUARI JULI 2015 NASKAH PUBLIKASI Oleh : YASINTA DIAN PERMATANINGTYAS K100120183 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2015 i

ii

POLA DAN UJI SENSITIVITAS KUMAN TERHADAP ANTIBIOTIKA PADA PENDERITA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS (OMSK) RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT X PERIODE JANUARI JULI 2015 MICROBIAL PATTERN AND ANTIBIOTICS SENSITIVITY OF CHRONIC SUPPURATIVE OTITIS MEDIA (CSOM) OF THE OUTPATIENT AT X HOSPITAL IN JANUARY JULY 2015 Yasinta Dian Permataningtyas*, M. Kuswandi**, EM Sutrisna*** *Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta **Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada ***Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Email: yasinta_29@ymail.com ABSTRAK Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga tengah karena adanya perforasi membran timpani yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kuman, uji sensitivitas kuman terhadap antibiotika dan ketepatan penggunaan antibiotika pada penderita OMSK di Rumah Sakit X periode Januari Juli 2015. Penelitian ini termasuk dalam penelitian non eksperimental dengan metode deskriptif. Penelitian dilakukan di Rumah X. Data yang diperoleh dari pasien yang melakukan kultur pada Januari - Juli 2015. Total 47 pasien OMSK yang berobat dan melakukan kultur di Rumah Sakit X periode Januari Juli 2015 kuman paling dominan Pseudomonas aeruginosa (51,06%), Proteus mirabilis (19,15%), dan Staphylococcus aureus (6,38%). Pada tingkat sensitivitas, kuman Pseudomonas aeruginosa (24 pasien) sensitif terhadap antibiotika meropenem (100%), amikasin (81,48%), sefepim (74,07%) dan kuman Proteus mirabilis (9 pasien) sensitif terhadap antibiotika meropenem (100%), amikasin (100%), seftriakson (90,91%), sefepim (81,82%) dan gentamisin (81,82%). Ketepatan hasil berdasarkan laboratorium dengan terapi sebesar 46, 80% sedangkan ketepatan terapi dan hasil laboratorium dengan pedoman di Rumah Sakit X periode 2011-2012 sebesar 23,40%. Kata kunci: Pasien OMSK, pola kuman, sensitivitas, ketepatan antibiotika. ABSTRACT Chronic suppurative otitis media (CSOM) is a chronic infection of the middle ear due to perforation of the tympanic membrane in which the secretion gradually appear or intermittent. This study was aimed at to determine the pattern of microbose, the sensitivity test of the microbes toward antibiotics and the rational usage of antibiotics for the CSOM outpatent at X Hospital in January to July 2015. This study was categorized as non-experimental research. The analysis was done by using descriptive method. The research was conducted at X Hospital and the data were obtained from the outpatients who did microbes cultur in January to July 2015. The most dominant microbes found from 47 CSOM patients who did treatment and cultur at X Hospital in January to July 2015 were Pseudomonas aeruginosa (51.92%), Proteus mirabilis (21.15%), and Staphylococcus aureus (6.38%). The sensitivity results show that Pseudomonas aeruginosa microbes (24 patients) were sensitive toward meropenem antibiotic (100%), amikacin (81.48%), cefepime (74.07%) and Proteus mirabilis bacteria. In addition, nine (9) patients were sensitive toward meropenem antibiotic (100%), amikacin (100%), ceftriaxone (90.91%), cefepime (81.82%) and gentamicin (81.82%). The accuracy of the laboratorium result compared to the treatment is 46,80%, mean while the appropriateness of the therapy with the laboratorium results compared to the X Hospital regulation in the period of 2011-2012 was 23.40%. Keywords: CSOM patient, bacteria pattern, sensitivity, antibiotics appropriateness. 1

PENDAHULUAN Otitis media supuratif kronis (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata atau dalam masyarakat Indonesia biasa disebut congek adalah infeksi kronis pada telinga tengah karena adanya perforasi membran timpani dan sekret (encer atau kental dan bening atau berupa nanah) yang keluar dari lubang telinga luarsecara terus-menerus atau hilang timbul.otitis media akut (OMA) menjadi OMSK disebabkan terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, daya tahan tubuh pasien kurang (gizi kurang) atau kebersihan buruk, dan virulensi kuman tinggi.penyakit terus-menerus terjadi kerusakan anatomik yang lebih luas akibat dari pengobatan yang tidak tepat.pendengaran menjadi buruk karena infeksi yang berjalan lama, dan dapat menimbulkan komplikasi berbahaya (Djafaar et al., 2007). Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2004, sekitar 65-330 juta orang didunia menderita OMSK disertai otorea, 60% diantaranya (39-200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan sedangkan di Indonesia prevelensi OMSK secara umum adalah 3,9% dan termasuk dalam daftar negara dengan prevelensi OMSK tinggi. Angka kejadian OMSK pada tahun 2005 menurut WHO meningkat dari 205 penduduk dunia menjadi 278 juta (4,6%) penduduk yang mengalami gangguan pendengaran dengan tingkatan dari sedang dan berat. Kuman penyebab OMSK yaitu Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella, Proteus, Staphylococcus aureus dan ditemukan juga spesies fungi yaitu Aspergillus spp dan Candida spp (Chavan et al., 2014; Sharma, 2014). Menurut Locke (2013) kuman penyebab OMSK yaitu Streptococcus pneumoniae, Streptococcus pyogenes dan Haemophilus influenzae. Pada pengobatan infeksi oleh kuman Pseudomonas aeruginosa tidak dapat diterapi dengan obat tunggal, karena infeksi sulit disembuhkan dan bakteri cepat resisten. Obat golongan penisilin (meslosilin, tikarsilin atau piperasilin) digunakan dengan kombinasi obat golongan aminoglikosida misalnya gentamisin, tobramisin, atau amikasin (Jawetz et al, 2005). Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) yaitu derivat naliksidat mempunyai aktivitas anti Pseudomonas dan diberikan secara peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dibawah 16 tahun. Golongan sefalosporin generasi III (sefotaksim, seftazidim dan seftriakson) secara parenteral juga dapat digunakan untuk infeksi Pseudomonas (Nursiah, 2003). Infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dapat diterapi dengan vankomisin sebagai pengganti Staphylococcus yang resisten terhadap nafsilin. Begitu 2

banyak yang resisten terhadap obat, maka setiap isolat sebaiknya diuji kepekaannya untuk membantu pemilihan obat sistemik. Penggunaan eritromisin secara tunggal mengakibatkan resistensi dengan terjadi sangat cepat untuk mengobati infeksi kronis.selain resisten terhadap eritromisin Staphylococcus aureus juga resisten terhadap obat penisillin, tetrasiklin, dan aminoglikosida (Jawetz et al, 2005). Resistensi merupakan masalah yang menimbulkan ancaman serius terhadap pengobatan pada banyak penyakit parah. Ada tiga mekanisme genetik tentang cara berkembangnya resistensi obat yaitu resistensi yang diperantarai plasmid, mutasi beberapa kromosom atau satu kromosom, dan jumping gen atau transposon. Pada tingkat molekuler, ada tiga mekanisme mikroba merusak fungsi antibiotika sehingga terjadi resistensi yaitu mengubah situs target berarti kecil kemungkinan antibiotika berinteraksi dengan situs target, membatasi akses ke situs target, dan inaktivasi antibiotika (Locke et al., 2013). METODE PENELITIAN 1. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian non eksperimental dengan metode deskriptif. Penelitian dilakukan dengan mengambil data yang diperoleh dari rekam medis pasien OMSK yang melakukan kultur kuman dan mendapat terapi antibiotika definitif di Rumah Sakit X pada Januari Juli 2015. 2. Populasi dan Sampel Populasi penelitian : populasi penelitian ini adalah pasien Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) rawat jalan di Rumah Sakit X pada Januari Juli 2015. Sampel penelitian a. Kriteria inklusi 1) Pasien OMSK rawat jalan di Rumah Sakit X periode Januari Juli 2015 2) Pasien OMSK rawat jalan di Rumah Sakit X periode Januari- Juli 2015 yang melakukan kultur kuman dan terdapat hasil uji sensitivitas terhadap antibiotika. 3) Pasien OMSK rawat jalan di Rumah Sakit X periode Januari- Juli 2015 yang mendapat terapi antibiotika definitif. 4) Data rekam medis pasien OMSK lengkap seperti tanggal, identitas pasien, nomor rekam medis, nomor laboratorium, jenis kelamin, usia, kuman penyebab, sensitivitas terhadap antibiotika dan penggunaan antibiotika definitif. 3

b. Kriteria eksklusi 1) Pasien OMSK rawat jalan di Rumah Sakit X yang tidak melakukan kultur kuman dan tidak terdapat uji sensitivitas terhadap antibiotika pada Januari- Juli 2015. 2) Pasien OMSK rawat jalan di Rumah Sakit X periode Januari Juli 2015 yang tidak mendapat terapi antibiotika definitif. 3) Data rekam medis pasien OMSK kurang lengkap. 3. Definisi Operasional Otitis media supuratif kronis (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata atau dalam masyarakat Indonesia biasa disebut congek adalah infeksi kronis pada telinga tengah karena adanya perforasi membran timpani dan sekret (encer atau kental dan bening atau berupa nanah) yang keluar dari lubang telinga luar secara terus-menerus atau hilang timbul. Pengambilan sampel sekret telinga pada pasien OMSK dilakukan setelah pasien mendapatkan terapi antibiotika empiris. Pemberian antibiotika yang dilakukan sebelum dan sesudah pengambilan sampel dapat mempengaruhi hasil pola kuman. 4. Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit X untuk pengambilan data hasil kultur selanjutnya pengambilan data rekam medis di Rumah Sakit X. 5. Alat dan Bahan a. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu lembar pengumpulan data, mesin vitek (Vitek 2 compact). b. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu data dari vitek (data hasil kultur dan uji sensitivitas terhadap antibiotika) dan rekam medis (data penggunaan antibiotika definitif) pasien di Rumah Sakit X periode Januari Juli 2015. 6. Jalannya Penelitian a. Tahap persiapan Tahap persiapan adalah pembuatan proposal dan surat ijin penelitian dari Fakultas Farmasi UMS diberikan kepada Rumah Sakit X untuk mendapatkan ijin melakukan penelitian dan pengambilan data. b. Tahap perijinan Pembuatan surat ijin untuk melakukan penelitian serta pengambilan data rekam medis dan data vitek dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit X. 4

c. Tahap penelusuran data Tahap penelusuran data dimulai dengan pengambilan data vitek untuk mengetahui pasien yang melakukan kultur kuman dan uji sensitivitas terhadap antibiotika di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit X selanjutnya pengambilan data di rekam medis. Cara pengambilan sampel ditentukan dengan menyeleksi sampel tersebut sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan, kemudian dilakukan pencatatan semua data yang meliputi tanggal, identitas pasien, nomor rekam medis, nomor laboratorium, jenis kelamin, usia, kuman penyebab, sensitivitas terhadap antibiotika dan penggunaan antibiotika definitif pada pasien OMSK. d. Tahap pengolahan data Data vitek dan rekam medis yang terpilih selanjutnya diolah untuk dianalisis dalam bentuk tabel yang meliputi distribusi pasien OMSK berdasarkan usia dan jenis kelamin, distribusi kuman penyebab OMSK, uji sensitivitas kuman terhadap antibiotika dan ketepatan penggunaan antibiotika di Rumah Sakit X periode Januari Juli 2015. 7. Teknik Analisis Analisis data dilakukan dengan menganalisis 47 penderita OMSK rawat jalan di Rumah Sakit X periode Januari Juli 2015 yang terdapat hasil kultur kuman dan uji sensitivitas terhadap antibiotika serta mendapatkan terapi antibiotika definitif dilakukan analisis ketepatan penggunaan antibiotika sebagai berikut : a. Uji sensitivitas terhadap antibiotika Data uji sensitivitas terhadap antibiotika yang diperoleh dari alat vitek di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit X pada Januari Juli 2015 dianalisis dengan rumus : Jumlahkumansensitif atau resisten % Sensitivitas atau%resistensi = x100% Total hasil kumansensitif dan resisten (1) b. Ketepatan penggunaan antibiotika Data penggunaan antibiotika definitif yang diperoleh dari rekam medis pasien Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) di Rumah Sakit X pada Januari Juli 2015 dianalisis dengan rumus : Jumlahtepat atau tidak tepat % Tepatatau%tidak tepat = x100% Total ketepatan penggunaanantibiotika.....(2) HASIL PEMBAHASAN 1. Distribusi Pasien OMSK Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Data distribusi pasien OMSK yang melakukan kultur berdasarkan usia dan jenis kelamin yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit X pada Januari Juli 2015. 5

Tabel 1. Distribusi dari sekret telinga pasien rawat jalan yang terdiagnosis OMSK berdasarkan usia dan jenis kelamin di Rumah X Pasien Frekuensi n = 47 Persentase (%) n = 100% 1 15 tahun 2 4,26 16 30 tahun 8 17,02 Usia pasien 31 45 tahun 11 23,40 46 60 tahun 18 38,30 > 60 tahun 8 17,02 Jenis Kelamin Laki-laki 25 53,19 Perempuan 22 46,81 Keterangan : n : jumlah Pasien dengan usia 30 tahun (78,72%) paling banyak mengalami infeksi OMSK. Penelitian serupa yang dilakukan Loy (2002) pasien yang terdiagnosis OMSK tertinggi pada usia 31-40 tahun. Hal ini disebabkan riwayat infeksi kronis yang tidak diobati secara adekuat dan sosial ekonomi yang rendah (Loy et al., 2002). Penelitian serupa oleh Hasniah (2013) bahwa usia tersering yang mengalami OMSK pada usia 30-45 tahun, karena pada usia lebih tua terjadi demineralisasi kapsul koklea akibat proses osteoporosis. Pasien laki-laki yang terdiagnosis OMSK lebih besar dibandingkan perempuan.penelitian serupa oleh Srivastava(2010) menyebutkan bahwa pasien OMSK laki laki (56,3%) sedangkan perempuan (43,7%) dari 110 pasien hal ini disebabkan oleh pekerjaan yang dilakukan laki-laki di luar ruangan sehingga lebih sering terinfeksi oleh kontaminan (Srivastava et al., 2010).Penelitian ini didukung oleh penelitian Hasniah (2013) bahwa aktivitas laki-laki yang berat sehingga kuman beresiko lebih berat.penelitian yang dilakukan oleh Shrestha di Nepal (2011) bahwa rasio penderita antara laki-laki (103) dengan perempuan (127) yaitu 1:1,23. Perbedaan ini disebabkan oleh kondisi geografis dan tradisi antarnegara yang berbeda (Shrestha et al., 2011). 2. Distribusi Kuman yang Diisolasi dari Sekret OMSK Hasil isolasi kuman dari sekret OMSK di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit X pada Januari Juli 2015 sebanyak 47 isolat.hasil isolasi 3 isolat paling banyak ditunjukkan oleh kuman Pseudomonas aeruginosa (51,06%), Proteus mirabilis (19,15%) dan Staphylococcus aureus (6,38%). Tabel 2. Pola kuman yang diisolasi dari sekret telinga pasien OMSK di Rumah Sakit X pada Januari Juli 2015 Nama Bakteri Jumlah Persentase (%) n = 47 n = 100 % Pseudomonas aeruginosa 24 51,06 Proteus mirabilis 9 19,15 Staphylococcus aureus 3 6,38 Staphylococcus haemoliticus 2 4,25 Providencia stuartii 2 4,25 Staphylococcus epidermidis 1 2,13 Kocuria kristinae 1 2,13 Klebsiella pneumonia 1 2,13 Acinetobacter iwofii 1 2,13 Acinetobacter baumannii 1 2,13 Stenotrophomonas maltophilia 1 2,13 Alcaligenes faecalis 1 2,13 Keterangan: n: jumlah pasien 6

Penelitian Chavan (2014) dan Sharma (2014) bahwa kuman penyebab OMSK dibagi dalam kuman Gram negatif Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella spp, dan Proteus. Kuman Gram positif adalah Staphylococcus aureus. Spesies fungi juga ditemukan yaitu Aspergillus spp dan Candida spp. Menurut Locke (2013) kuman penyebab OMSK yaitu Streptococcus pneumoniae dan Streptococcus pyogenes. 3. Pola Sensitivitas Kuman Gram positif Terhadap Beberapa Antibiotika Kuman Gram positif penyebab OMSK tersering yaitu Staphylococcus aureus sebanyak 10 antibiotika yang diambil yang digunakan pada kuman tersebut, sebanyak 4 antibiotika yang mempunyai sensitivitas diatas 50% yaitu sefepim (66,67%), trimetoprim/sulfametoksazol (66,67%), moksifloksasin (66,67%) dan sefotaksim (66,67%) (Tabel 3). Kuman Staphylococcus aureus penyebab OMSK menurut penelitian Kumar (2013) dan Shyamala (2012) sensitif terhadap antibiotika vankomisin, amikasin, klindamisin, dan eritromisin sedangkan penelitian Sharma (2014) antibiotika yang poten adalah gentamisin dan amoksiklaf. Tabel 3.Rekapitulasi pola kuman Gram positif terhadap beberapa antibiotika di Rumah Sakit X pada Januari - Juli 2015. Antibiotik Sa n=3 Sh n=2 Se n=1 Kk n=1 S R S R S R S R Sefepim 2 1 0 2 0 1 0 1 Gentamisin 1 2 2 0 1 0 1 0 Siprofloksasin 1 2 0 2 0 1 0 1 Trimethoprim/sulfamethoksazol 2 1 2 0 1 0 1 0 Moksifloksasin 2 1 1 1 1 0 1 0 Vankomisin 1 2 2 0 1 0 1 0 Sefotaksim 2 1 0 2 0 1 0 1 Amoksisilin 0 3 0 2 0 1 1 0 Tetrasiklin 1 2 0 2 1 0 1 0 Keterangan: n: banyaknya kuman; S: sensitif; R: resisten; Sa: Staphylococcus aureus; Sh: Staphylococcus haemoliticus; Se: Staphylococcus epidermidis; Kk: Kocuria kristinae Kuman Staphylococcus aureus mempunyai resistensi tinggi terhadap antibiotika amoksisilin (100%), gentamisin (66,67%), siprofloksasin (66,67%), vankomisin (66,67%), dan tetrasiklin (66,67%) (Gambar 1).Kuman Staphylococcus aureus telah resisten terhadap amoksisilin yaitu golongan penisilin, karena kuman dapat menghasilkan sebuah PBP (Penicillin-binding protein) dengan afinitas rendah pada β-laktam maka dari itu bakteri akan tetap hidup meskipun terdapat antibiotika (Elliott et al., 2013). Resistensi Staphylococcus aureus terhadap antibiotika gentamisin karena hasil modifikasi oleh asetiltransferase. Selain itu, resistensi kuman terhadap antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin) juga terjadi karena terjadi penurunan afinitas antibiotika terhadap enzim DNA (topoisomerase IV atau gyrase) (Lowy, 2003). 7

% resisten 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Sensitif Resisten Antibiotika Gambar 1. Pola sensitivitas kuman Staphylococcus aureus terhadap beberapa antibiotika Semakin banyaknya masalah resistensi pada kuman Gram positif terutama Staphylococcus aureus telah dikembangkan antibiotika baru yaitu linezolid yang bekerja dengan mekanisme mencegah sintesis protein dari kuman. Aktivitas antibiotikanya aktif pada berbagai kuman Gram positif seperti MRSA dan enterokokus resisten glikopeptida (Elliott et al.,2013) 4. Pola Sensitivitas Kuman Gram negatif Terhadap Beberapa Antibiotika Kuman Gram negatif yang menyebabkan Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) paling banyak yaitu Pseudomonas aeruginosa dan Proteus mirabilis. Dari beberapa antibiotika, meropenem (100%) merupakan antibiotika yang paling poten pada kuman Pseudomonas aeruginosa kemudian diikuti dengan antibiotika seftazidim (83,33%), amikasin (83,33%) dan sefepim (75%) sedangkan telah resisten 100 % terhadap antibiotika ampisilin, seftriakson, dan trimetoprim/sulfametoksazol (Tabel 4). Menurut penelitian Chavan (2014), Sharma (2014) dan Singh (2012) bahwa antibiotika topikal yang poten pada bakteri Pseudomonas aeruginosa penyebab OMSK meliputi amikasin, gentamisin dan siprofloksasin sedangkan menurut Kumar (2013) antibiotika yang poten adalah seftazidime dan tobramisin. Tabel 4.Rekapitulasi pola kuman Gram negatif terhadap beberapa antibiotika di Rumah Sakit X pada Januari - Juli 2015. Antibiotika Pseudomonas aeruginosa n=24 Proteus mirabilis n=9 S I R S R Ampisilin 0 0 24 2 7 Seftazidim 20 1 3 9 0 Seftriakson 0 0 24 9 0 Sefepim 18 2 4 9 0 Meropenem 24 0 0 9 0 Amikasin 20 1 3 9 0 Gentamisin 11 1 12 8 1 Siprofloksasin 11 1 12 1 8 Trimethoprim/sulfametoksazol 0 0 24 1 8 Keterangan: n: banyaknya kuman; S: sensitif; I: intermediet; R: resisten 8

Kuman Proteus mirabilis mempunyai antibiotika yang paling poten sebanyak 6 antibiotika yaitu seftazidim (100%), seftriakson (100%), sefepim (100%), meropenem (100%), amikasin (100%) dan gentamisin (88,89%) sedangkan telah resisten pada antibiotika siprofloksasin (100%), trimetoprim/sulfametoksazol (100%), dan ampisilin (77,78%) (Tabel 4). Infeksi kuman Proteus menurut penelitian Sharma (2014) dan Singh (2012) sensitif terhadap antibiotika gentamisin, amikasin dan siprofloksasin. Kuman Pseudomonas aeruginosa paling sensitif terhadap antibiotika meropenemkarena spektrum aktivitas antibiotikanya mencakup kuman Pseudomonas aeruginosa. Resistensi kuman Pseudomonas aeruginosa terhadap antibiotika ampisilin terjadi karena adanya perubahan membran sel, penyerapan yang menurun, dan meningkatkan pengeluaran sel melalui pompa efluks obat pada kuman Gram positif (Elliot et al., 2013). 5. Ketepatan Penggunaan Antibiotika Hasil uji sensitivitas dibandingkan antara bakteri penyebab OMSK terbanyak dengan pedoman penggunaan antibiotika di Rumah Sakit X. Kuman Pseudomonas aeruginosa telah resisten dengan antibiotika ampisilin/sulbactam (100%) dan siprofloksasin (45,83%). Kuman Staphylococcus aureus sensitif terhadap antibiotika ampisilin/sulbaktam (66,67%), dan amoksisilin/asam klavulanat (66,67%) dan telah resisten terhadap antibiotika siprofloksasin (66,67%) dan klindamisin (66,67%)(Tabel 5). Tabel 5. Ketepatan penggunaan antibiotika berdasarkan pedoman Rumah Sakit X tahun 2011-2012 dengan hasil kultur pada Januari - Juli 2015 Kuman Penyebab menurut pedoman Antibiotika dalam pedoman Pseudomonas aeruginosa Staphylococcus aureus Sensitif (%) Sensitif (%) Siprofloksasin 45,83 33,33 Klindamisin - 33,33 Ampisilin/sulbaktam 0 66,67 Amoksisilin/asam klavulanat - 66,67 Keterangan: (-) tidak diuji Menurut pedoman penggunaan antibiotika Rumah Sakit X periode 2011-2012, pada penyakit infeksi Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) disebabkan oleh kuman Staphylococcus aureus, P. aeruginosa, H. influenza, dan Streptococcus. Pasien OMSK di Rumah Sakit X diberikan terapi dengan antibiotika antibiotika aminopenisilin dan inhibitor β-laktamase, dan makrolida. Antibiotika alternatifnya diberikan klaritomisin/roksitromisin, siprofloksasin, ofloksasin dan klindamisin. Hasil uji sensitivitas pada penelitian ini sebanyak 47 pasien OMSK yang menerima antibiotika definitif menunjukkan bahwa antibiotika yang tepat dengan hasil uji sensitivitas dan aktivitasnya dalam menghambat bakteri patogen mempunyai persentase 46,80%, tidak 9

tepat 12,77% dan tidak diuji sensitivitasnya 40,42%. Antibiotika dengan persentase tepat tertinggi yaitu antibiotika siprofloksasin 25,53%. Antibiotika siprofloksasin merupakan antibiotika golongan fluorokuinolon yang bekerja dengan menghambat DNA gyrase. Aktivitas antibiotika golongan fluorokuinolon terhadap kuman Gram negatif yaitu Neisseria spp., Pseudomonas spp., E. coli, dan Campylobacter spp., serta kuman Gram positif yaitu Streptococcus, Staphylococcus, dan Bacillus anthracis (Locke et al., 2013). Berdasarkan Depkes RI (2005), bahwa pada pasien dengan sekret telinga maka disarankan untuk menambahkan terapi tetes telinga siprofloksasin dan ofloksasin sehingga pemberian siprofloksasin pada penelitian ini sudah tepat. Berdasarkan Depkes RI (2005), bahwa pada pasien dengan sekret telinga maka disarankan untuk menambahkan terapi tetes telinga siprofloksasin dan ofloksasin sehingga pemberian siprofloksasin pada penelitian ini sudah tepat.hal yang sama pada hasil tidak tepat dengan persentase antibiotika tertinggi yaitu antibiotika siprofloksasin 10,64% dibandingkan amoksiklav 2,13%. Antibiotika dikatakan tidak tepat karena kuman telah resisten terhadap antibiotika dan tidak memiliki akivitas untuk membunuh bakteri patogen penyebab OMSK. Penyakit OMSK apabila diobati dengan tidak tepat maka penyakit akan terus-menerus terjadi kerusakan anatomik yang lebih luas, pendengaran akan menjadi buruk karena infeksi yang berjalan lama, dan dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya (Djafaar et al., 2007). Hasil persentase antibiotika tidak dilakukan uji sensitivitas terhadap antibiotika tertinggi yaitu sefiksim 34,04%. Sefiksim merupakan antibiotika sefalosporin generasi ketiga dengan aktivitas kurang aktif terhadap kuman Gram positif jika dibandingkan dengan generasi pertama, tetapi lebih aktif terhadap kuman Enterobactericeae yang termasuk strain yang memproduksi β-laktamase (Kemenkes 2011). Persentase antibiotika yang tepat dengan pedoman penggunaan antibiotika di Rumah Sakit X periode 2011-2012 yaitu 23,40%, tidak tepat sebesar 10,64%, tidak dilakukan uji sebesar 2,13% dan tidak terdapat dalam pedoman sebesar 63,83%. Antibiotika yang termasuk dalam pedoman penggunaan antibiotika periode 2011-2012 Rumah Sakit X yaitu antibiotika siprofloksasin, klindamisin dan amoksiklav. Antibiotika siprofloksasin persentase tepat sebesar 19,15%, tidak tepat 8,51% dan tidak ada dalam pedoman 10,64%. Antibiotika siprofloksasin dalam pedoman digunakan sebagai antibiotika alternatif dengan kuman penyebab Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Hal ini sama dengan antibiotika klindamisin dalam pedoman digunakan sebagai terapi alternatif persentase tidak diuji sensitivitas sebesar 2,13% dan tidak ada dalam pedoman sebesar 2,13%. Antibiotika amoksiklav dalam pedoman 10

digunakan sebagai antibiotika rekomendasi terapi dengan persentase tepat sebesar 4,25%, tidak tepat 2,13% dan tidak ada dalam pedoman 2,13%. Kuman penyebab OMSK dalam penelitian ini yang tidak termasuk dalam pedoman yaitu kuman Proteus mirabilis, Staphylococcus epidermidis, Providencia stuartii, Staphylococcus haemoliticus, Kocuria kristinae, Klebsiella pneumonia, Acinetobacter iwofii, Acinetobacter baumannii, Stenotrophomonas maltophilia, dan Alcaligenes faecalis. Antibiotika sefiksim memiliki persentase tertinggi 34,04% sebagai antibiotika yang tidak termasuk dalam pedomanpenggunaan antibiotika di Rumah Sakit X, antibiotika lainnya yaitu seftazidim, sefepim, meropenem, gentamisin, dan kotrimoksazol (trimetoprim/sulfametoksazol). Akibat banyaknya kuman penyebab OMSK dan antibiotika definitif yang diberikan pada pasien tidak terdapat dalam pedoman sehingga dapat dijadikan sebagai saran kepada pihak Rumah Sakit X untuk memperbaharui pedoman penggunaan antibiotika, karena diketahui ketepatan sensitivitas kuman terhadap antibiotika sebesar 46,80%. Penanganan resistensi antibiotika diperlukan untuk mengurangi kemungkinan meningkatnya resistensi kuman dan mencegah terjadinya kondisi ikut hilangnya kuman/flora normal akibat penggunaan antibiotika spektrum luas.sikling pada antibiotika sering digunakan dalam terapi sehari-hari setiap 3-4 bulan. Sikling dapat dilakukan dengan menghentikan penggunaan antibiotika dan menggantinya dengan antibiotika lain yang setara (RSUD Dr. Moewardi, 2011). KESIMPULAN 1. Pola kuman terbanyak penyebab OMSK di Rumah Sakit X periode Januari September 2015 yaitu Pseudomonas aeruginosa (51,92%), Proteus mirabilis (21,15%), Staphylococcus aureus (6,38%), Staphylococcus haemoliticus (4,25%), dan Providencia stuartii (4,25%). 2. Uji sensitivitas kuman di Rumah Sakit X periode Januari September 2015 menunjukkan bahwa kuman Pseudomonas aeruginosa (27 pasien) sensitif terhadap antibiotika yaitumeropenem (100%), amikasin (81,48%), sefepim (74,07%) dan kuman Proteus mirabilis (11 pasien) sensitif terhadap antibiotika meropenem (100%), amikasin (100%), seftriakson (90,91%), sefepim (81,82%) dan gentamisin (81,82%). Kuman Pseudomonas aeruginosa dan Proteus mirabilis telahresisten terhadap antibiotika siprofloksasin (57,89%), trimetoprim/sulfametoksazol (92,11%) dan ampisilin (94,74%) sebagai antibiotika yang digunakan di Rumah Sakit X. 11

3. Ketepatan penggunaan antibiotika dari 47 pasien di Rumah Sakit X periode Januari Juli 2015 dari hasil laboratorium dengan terapi yang diberikan menunjukkan bahwa pemberian antibiotika yang tepat dengan hasil uji sensitivitas dan aktivitasnya dalam menghambat bakteri patogen mempunyai persentase 46,80%, tidak tepat 12,77% dan tidak diuji sensitivitasnya 40,42%. SARAN Saran untuk peneliti selanjutnya supaya melakukan penelitian klinik lebih lanjut mengenai pola kuman dengan menambah sampel penelitian dan melakukan uji sensitivitas terhadap antibiotika secara berkala dan berkesinambungan sebagai pedoman pemberian antibiotika dan penatalaksanaannya pada pasien OMSK. DAFTAR ACUAN Chavan, A., Nagarkar, R., Chavan, G.N., Desmukh, P.T., 2014. A Study of Microbiological Spectrum with Its Antibiotika Susceptibility In Patients of Chronic Suppurative Otitis Media at RIMS, Adilabad (AP). International J. of Health and Biomedical Research, 3, 1, 152-157. Depkes RI., 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia,Jakarta,pp. 10-13. Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Kelainan Telinga Tengah, dalam Soepardi, E.A., Iskandar, N., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Edisi 6,.Balai Penerbit FKUI, Jakarta, pp.69-72. Elliott, T., Worthington, T., Osman, H., Gill, M., 2013. Mikrobiologi Kedokteran & Infeksi, Edisi 4 diterjemahkan oleh Brahm, U., Pendit.Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp.23-33, 45-53. Hasniah, Munawir, Darwis., 2013.Studi Epidemiologi Otitis Media Supuratif Kronik Bagian THT Rumah Sakit Umum Labuang Baji Makassar. ISSN, 2, 1, 3-5. Jawetz, E., Melnick, J.L., Adelberg, E.A., 2005. Mikrobiologi Kedokteran, edisi 1 diterjemahkan oleh bagian mikrobiologi Fakultas Kedokteran UNAIR. Salemba Medika, Surabaya, pp.207-209. Kemenkes RI., 2011. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta, pp. 31-41. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2006, No. 879/Menkes/SK/XI/2006 Tentang Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian Untuk Mencapai Sound Hearing 2030, Kementrian Kesehatan RI, Jakarta. 12

Kumar, R., Srivastava, P., Sharma, M., Rishi, S., Nirwan, P.S., Hemwani, K., Dahiya, S.S., 2013. Isolation and Antimicrobial Sensitivity Profile of Bacterial Agent In Chronic Suppurative Otitis Media Patients at NIMS Hospital. IJPBS, 3, 4, 265-269. Loy, A.H.C, Tan, A.L., Lu, P.K.S., 2002.Microbiological of Chronic Suppurative Otitis Media in Singapore. Singapore Medical Journal, 43, 296-299. Locke, T., Sally, K., Andrew, W., Rory M., 2013. Microbiology and Infectious Disease on the move diterjemahkan oleh Akbarini, R. Indeks, Jakarta, pp.8, 18-21, 40, 110-111. Lowy, F.D., 2003. Antimicrobial resistance : the example of Staphylococcus aureus. Journal of Clinical Investigation, 111, 9, 1265-1273. Nursiah, S., 2003.Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan terhadap Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan.Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. RSUD Dr. Moewardi, 2011.Pedoman Penggunaan Antibiotik Periode 2011-2012. Surakarta. Shrestha, B.L., Amatya, R.C.M., Shrestha, I., Ghosh I., 2011.Microbiological Profile of Chronic Suppurative Otitis Media. Nepalese Journal of ENT & Head Surgery, 2, 2, 6-7. Sharma, V., Gagandeep, K., 2014. Microbiology and Antimicrobial Susceptibility Pattern of Cases of Chronic Suppurative Otitis Media In A Tertiary Care Teaching Hospital. International Journal of Bioassays, 3, 5, 3033-3035. Shyamala, R., Reddy, P.S., 2012.The Study of Bacteriological Agents of Chronic Suppurative Otitis Media Aerobic Culture and Evaluation.J.Microbiol.Biotech. Res., 2, 1, 152-162. Singh, A.H., Basu, R., Venkatesh, A., 2012. Aerobic Bacteriology of Chronic Suppurative Otitis Media In Rajahmundry. Biology and Medicine, 4, 2, 73 79. Srivastava A., Singh., R.K, Varshney, S., Gupta P., Bist, S.S., Bhagat, S., et al., 2010.Microbiological Evaluation of an Active Tubotympanic Type of Chronic Suppurative Otitis Media. Nepalese Journal of ENT & Head Surgery, 2, 2, 14-16. World Health Oranization (WHO), 2004.Chronic Suppurative Otitis Media Burden of Illness and Management, Options Child and Adolescent Health and Development Prevention of Blindness and Deafness. WHO Geneva, Switzerland. 13