BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS YURIDIS ATAS AKTA NOTARIS TERKAIT DENGAN PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS TANAH DENGAN CICILAN WANDA LUCIA ABSTRACT

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DIHADAPAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) (StudiKasus di Kantor PPAT Farida Ariyanti, SH) Oleh :

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN KONSINYASI. dan perikatan itu merujuk pada dua hal yang berbeda, perikatan ialah suatu hal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA. Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

Asas asas perjanjian

BAB II PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARA PT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut sebagai alat pemuas kebutuhan hidupnya. keterbatasan kemampuan untuk menyediakan kebutuhan sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN, SEWA MENYEWA DAN WANPRESTASI

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang-undang Hukum

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN NOMINEE. Perjanjian sebagaimana didefinisikan oleh ketentuan pasal 1313

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, dalam bahasa Belanda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.

BAB 2 PEMBAHASAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, , halaman 17. Universitas Indonesia

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB II TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KEAGENAN MINYAK TANAH YANG DIBUAT ANTARA PARA AGEN DENGAN PERTAMINA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pegawai yang tidak dapat bekerja lagi, untuk membiayai penghidupan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN. dahulu dijelaskan apa yang dimaksud engan perjanjian. Masalah perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN (KONTRAK) masyarakat. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan

PELAKSANAAN GROSSE AKTA PENGAKUAN HUTANG DI KOTA SEMARANG TESIS

BAB II PERJANJIAN SECARA UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA SEBAGAI SUATU PERBUATAN HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERLINDUNGAN HUKUM, ITIKAD BAIK, DAN AKIBAT HUKUM

ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL. Oleh

Hukum Kontrak Elektronik

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA, PERJANJIAN KREDIT, HAK TANGGUNGAN, PEMBUKTIAN, AKTA OTENTIK, DAN LELANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERJANJIAN KAWIN. Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat.

Transkripsi:

25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian adalah merupakan bagian dari hukum perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah sendi yang amat penting dalam hukum perdata, oleh karena hukum perdata banyak mengandung peraturan-peraturan hukum yang berdasar atas janji seseorang. 35 Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang mengikatkan dirinya terhadap satu orang atu lebih. Pengertian perjanjian menurut pasal tersebut menurut para sarjana hukum perdata dianggap kurang lengkap dan mengandung kelemahan-kelemahan yaitu : 36 a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja. Kata mengikatkan dalam rumusan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih merupakan kata kerja yang mengandung arti perbuatan tersebut berasal dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Sedangkan maksud dari perjanjian adalah mengikatkan 35 R.Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, C.V.Mandar Maju, Bandung, 2000, hal.1. 36 Purwahid Patrik, Hukum Perdata II-Perikatan yang Lahir Dari Undang-Undang-Jilid I, FH Semarang Undip, hal.24.

26 diri dari kedua belah pihak, sehingga nampak kekurangannya dimana setidaknya perlu ada rumusan saling mengikatkan diri. Dengan penambahan rumusan tersebut akan nampak jelas adanya konsensus atau kesepakatan antara kedua belah pihak yang membuat perjanjian. b. Kata perbuatan mencakup juga perbuatan yang tanpa kesepakatan. Dalam pengertian termasuk juga tindakan mengurus kepentingan orang lain dan perbuatan melawan hukum. Kedua tindakan tersebut merupakan perbuatan dalam rumusan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang menimbulkan perbuatan hukum. c. Pengertian perjanjian dalam rumusan terlalu luas. Perjanjian yang terlalu luas tersebut dapat juga diartikan sebagai perjanjian kawin padahal perjanjian kawin telah diatur dalam hukum keluarga. Dalam pelaksanaan rumusan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah hubungan antara kreditur dan debitur ini terletak dalam lapangan hukum mengenai harta kekayaan. d. Pengertian perjanjian tanpa menyebutkan tujuan. Pengertian perjanjian yang banyak mengandung kelemahan tersebut menjadikan banyak sarjana hukum perdata mendefenisikan perjanjian secara lengkap. Pengertian perjanjian menurut Subekti adalah suatu

27 peristiwa dimana seseorang lain atau dimana orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 37 Menurut Abdul Kadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. 38 Wirjono Projodikoro memberikan pengertian perjanjian sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan dua belah pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal sedang pihak yang lain berhak menuntut perjanjian itu. 39 Menurut R.Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang lain itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal. 40 Menurut Hartono Hadisoeprapto, perjanjian adalah suatu perhubungan hukum antara dua oran atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu. 41 37 Subekti, Hukum Perjanjian, P.T. Intermassa, Jakarta, 1987, hal.4. 38 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1990, hal.77. 39 Wiryono Projodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Bale Bandung, Bandung, 1989, hal 9. 40 R.Subekti, Hukum Perjanjian, P.T. Intermassa, Jakarta, 1985. 41 Hartono Hadisoeprapto, Pokok-pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, 1984, hal 78.

28 Pendapat sama juga disampaikan oleh Sudikno Mertokusumo yang menyebutkan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. 42 Perjanjian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu yang abstrak, merupakan suatu hubungan hukum yang bersumberkan pada undang-undang dan persetujuan. R.Subekti berpendapat bahwa : suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itulah timbul suatu perikatan. Artinya perjanjian itu menerbitkan perikatan antar dua orang atau lebih yang membuatnya, dan dalam bentuknya mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. 43 Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu saling setuju untuk melakukan sesuatu. Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas yaitu : a. Asas Konsensualitas Perkataan konsensualitas berasal dari kata consensus yang berarti sepakat. Berdasarkan asas konsensualitas, suatu perjanjian sudah dilahirkan sejak 42 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1985, hal.97. 43 R.Subekti, Op.Cit, hal 12.

29 adanya kata sepakat diantara para pihak yang membuat perjanjian. Asas ini tersimpul dari Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Terhadap asas ini terdapat pengecualian, yaitu oleh undang-undang ditetapkan formalitas-formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian, atas ancaman batalnya perjanjian tersebut apabila tidak memenuhi bentuk tertentu, misalnya hipotek, yang harus secara tertulis dengan suatu akta notaris. b. Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terdapat pada Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal ini menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas kebebasan berkontrak pada pasal ini, terdapat pada kata semua perjanjian. Ini berarti bahwa setiap orang diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisikam apa saja. Walaupun demikian terdapat pembatasan yang melekat pada asas tersebut yaitu : 44 1) Bahwa perjanjian itu tidak bertentangan dengan kepentingan umum. 2) Bahwa perjanjian itu tidak bertentangan dengan kesusilaan. 3) Bahwa perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum dan undangundang. 44 R.Subekti, Ibid., Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

30 Dengan adanya asas kebebasan berkontrak, dapat dikatakan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku Ketiga menganut sistem terbuka. c. Asas Kekuatan Mengikat. Asas kekuatan mengikat adalah suatu asas yang menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah akan mengikat para pihak sebagaiamana mengikatnya undang-undang. Asas ini tersimpul pada Pasal 1338 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena adanya alasan-alasan yang oleh undang-undang yang dinyatakan cukup untuk itu. 45 d. Asas Itikad Baik Asas ini terdapat di dalam pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Isi dan pasal tersebut adalah bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik mengandung makna bahwa pelaksanaan dari suatu perjanjian harus berjalan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan keadilan. e. Asas Hukum Pelengkap Maksud asas ini adalah para pihak dalam membuat perjanjian diberi kebebasan untuk menetapkan ketentuan-ketentuan di dalam perjanjian menurut kehendak para pihak. Apabila di dalam perjanjian yang dibuat tersebut masih terdapat hal-hal yang belum diatur, maka ketentuan-ketentuan 45 R.Subekti, Ibid., Pasal 1338 ayat (2).

31 yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata akan mengaturnya, misalnya janji-janji dalam surat kuasa membebankan hak tanggungan diperbolehkan, asalkan tidak melanggar kepatutan dan keadilan (itikad baik). 2. Sifat dari Perjanjian Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undangundang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga. Suatu perjanjian dapat diwujudkan dalam dua bentuk yaitu perjanjian yang diadakan dengan cara tertulis dan perjanjian yang dilakukan dengan cara

32 lisan. Untuk kedua bentuk perjanjian tersebut sama kekuatannya dalam arti sama kedudukannya untuk dapat dilaksanakan oleh para pihak. Hanya saja bila perjanjian dibuat dengan tertulis dapat dengan mudah dijadikan alat bukti bila sampai terjadi sengketa terhadap perjanjian tersebut. Sedangkan dalam bentuk lisan jika terjasi perselisihan, maka sebagai alat pembuktian akan lebih sulit, disamping harus dapat menunjukkan saksi-saksi juga itikad baik para pihak dalam perjanjian itu. 46 Dalam praktek, para pihak dari suatu perjanjian menginginkan dibuat dalam bentuk tertulis dan dilegalisir oleh notaris atau dalam bentuk akta otentik (akta notariil) untuk memperkuat kedudukan para pihak jika terjadi sengketa dikemudian hari. Ada beberapa bentuk perjanjian tertulis yang diatur dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris antara lain: 47 a. Perjanjian dibawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja. Perjanjian semacam itu hanya mengikat para pihak dalam perjanjian, tetapi tidak mempunyai kekuatan mengikat para pihak. Para pihak atau salah satu pihak berkewajiban untuk mengajukan buktibukti yang diperlukan untuk membuktikan bahwa keberatan pihak ketiga dimaksud adalah tidak berdasar dan tidak dapat dibenarkan. 46 Purwahid Patrik, Op.Cit., hal.49. 47 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Jakarta, BP.Cipta Jaya, 2004, hal.26.

33 b. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak. Fungsi kesaksian notaris atau suatu dokumen semata-mata hanya untuk melegalisir kebenaran tandatangan para pihak. Akan tetapi kesaksian tersebut tidaklah mempengaruhi kekuatan hukum dari isi perjanjian, namun pihak yanng menyangkal adalah pihak yang harus membuktikan penyangkalannya. 3. Sahnya Suatu Perjanjian Sebagaimana disebutkan dalam doktrin lama (teori lama) yang disebut perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Dalam defenisi ini telah tampak adanya asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum (tumbuh/lenyap hak dan kewajiban) kemudian menurut doktrin baru (teori baru) yang dikemukakan oleh Van Dunne, perjanjian diartikan sebagai suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. 48 Membedakan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu melahirkan perikatan dan perikatan lahir karena adanya perjanjian. Jadi pada hakekatnya perikatan itu lebih luas dari perjanjian karena perikatan mencakup semua kekuatan dalam Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum 2003, hal.26. 48 Salim, HS. Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta,

34 Perdata, baik itu perikatan yang bersumber dari perjanjian maupun perikatan yang bersumber dari undang-undang. Suatu perjanjian baru sah menurut hukum, apabila syarat-syarat untuk sahnya perjanjian itu dapat dipenuhi. Berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian baru sah kalau memenuhi 4 syarat sebagai berikut : a. Kesepakatan para pihak yang membuat perjanjian. b. Kecakapan untuk membuat perjanjian. c. Adanya suatu hal tertentu d. Adanya suatu sebab yang halal. Di dalam suatu perjanjian, oleh undang-undang disyaratkan adanya suatu sebab yang halal. Yang dimaksud dengan suatu sebab yang halal adalah isi dan tujuan atau maksud di dalam suatu perjanjian tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan atau dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Suatu sebab yang halal, menurut Pasal 1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata suatu perjanjian tanpa sebab atau karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan. Kemudian dalam Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa suatu sebab terlarang apabila oleh undang-undang atau berlawanan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.

35 Syarat pertama dan kedua disebut syarat subyektif karena berhubungan dengan orang-orang sebagai subyek yang mengadakan perjanjian. Suatu perjanjian yang mengandun cacat pada subyeknya tidak menjadikan perjanjian tersebut menjadi batal dengan sendirinya, tetapi memberi kemungkinan untuk dibatalkan, artinya perjanjian terebut dapat dibatalkan dengan tuntutan. Syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif karena menyangkut obyek perjanjian. Suatu yang mengandung cacat pada obyeknya mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum. B. Jual Beli Secara Cicilan Sebagai Jual Beli dalam Pasal 1457 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata 1. Perjanjian Pengikatan Jual Beli Perjanjian pengikatan jual beli sebenarnya tidak ada perbedaan dengan perjanjian pada umumnya. Hanya saja perjanjian pengikatan jual beli merupakan perjanjian yang lahir akibat adanya sifat terbuka dari Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang memberikan kebebasan seluasluasnya kepada subyek hukum untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja dan berbentuk apa saja, asalkan tidak melanggar peraturan perundangundangan, ketertiban umum dan kesusilaan.

36 Perjanjian pengikatan jual beli lahir sebagai akibat terhambatnya atau terdapatnya beberapa persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang yang berkaitan dengan jual beli hak atas tanah yang akhirnya agak menghambat penyelesaian transaksi dalam jual beli hak atas tanah. Persyaratan tersebut ada yang lahir dari peraturan perundangundangan yang ada dan ada pula yang timbul sebagai kesepakatan para pihak yang melakukan jual beli hak atas tanah. Persyaratan yang timbul dari undang-undang misalnya jual beli harus telah lunas baru Akta Jual Beli (AJB) dapat ditandatangani. Pada umumnya persyaratan yang sering timbul adalah persyaratan yang lahir dari kesepakatan para pihak yang akan jual beli, misalnya pada waktu akan melakukan jual beli, pihak pembeli menginginkan adanya sertipikat hak atas tanah yang akan dibelinya sedangkan hak atas tanah yang akan dijual belum mempunyai sertipikat dan di lain sisi, misalnya pihak pembeli belum mampu untuk membayar semua biaya pengurusan penerbitan bukti hak atas tanah secara lunas, sehingga baru dibayar sebahagian dari harga yang disepakati secara bersama antara para pihak. Dengan keadaan tersebut maka akan dapat menghambat pembuatan suatu akta jual beli, karena pejabat pembuat akta tanah akan menolak untuk membuatkan akta jual belinya karena belum selesainya semua persyaratan tersebut untuk tetap dapat melakukan jual beli maka para pihak sepakat bahwa

37 jual beli akan dilakukan setelah sertipikat selesai diurus atau setelah harga dibayar lunas dan sebagainya. 49 Untuk menjaga agar kesepakatan itu terlaksana dengan baik sementara persyaratan yang diminta bisa diurus maka biasanya pihak yang akan melakukan jual beli menuangkan kesepakatan awal tersebut dalam bentuk perjanjian yang kemudian dikenal dengan nama perjanjian pengikatan jual beli. Pengertian pengikatan jual beli menurut R.Subekti dalam bukunya adalah perjanjian antar pihak penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk jual beli tersebut antara lain adalah sertipikat belum ada karena masih dalam proses, belum terjadinya pelunasan harga. 50 Sedang menurut Herlien Budiono, perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai pendahuluan yang bentuknya bebas. 51 Pengertian perjanjian pengikatan jual beli merupakan sebuah perjanjian pendahuluan yang dibuat sebelum dilaksanakannya perjanjian utama atau perjanjian pokoknya. 49 Pasal 39 ayat (1) butir d Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 50 R.Subekti, Hukum Perjanjian, Op.Cit, hal.75. 51 Herlien Budiono, artikel Pengikatan Jual Beli Dan Kuasa Mutlak Majalah Renvoi, edisi tahun I, No.10, Bulan Maret 2004, hal.57.

38 2. Jual Beli Secara Cicilan Sebagai Jual Beli yang Disebut dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Menurut R.Subekti dalam bukunya, pengikatan jual beli adalah perjanjian antar pihak penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli dikarenakan adanya causa-causa yang haru dipenuhi untuk jual beli tersebut anatara lain adalah sertipikat hak atas tanah belum terdaftar atas nama penjual dan masih dalam proses balik namanya dan belum terjadinya pelunasan harga obyek jual beli atau sertipikat masih diroya. Sedangkan Herlien Budiono, menyatakan perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas. Pengikatan jual beli merupakan sebuah tindakan yang dipakai oleh para pihak yang akan melakukan jual beli hak atas tanah. Pengikatan jual beli dipakai untuk memudahkan para pihak yang akan melakukan jual beli hak atas tanah karena jika mengikuti semua aturan yang ditetapkan dalam melakukan jual beli hak atas tanah, tidak semua pihak dapat memenuhinya dalam sekali waktu, seperti membayar harga jual beli yang disepakati dan penyiapan berkas-berkas untuk kelengkapan balik nama. Keadaan tersebut tentunya tidak menguntungkan atau bahkan bisa merugikan terhadap para pihak yang melakukan jual beli hak atas tanah.

39 Karena dengan keadaan tersebut pihak penjual di satu sisi harus menunda dulu penjualan tanahnya agar semua persyaratan tersebut dapat terpenuhi yang dengan sendirinya juga tertunda keinginannya untuk mendapatkan uang dari penjualan hak atas tanahnya tersebut. Hal yang sama juga berlaku terhadap pihaj pembeli, dengan keadaan tersebut pihak pembeli juga tertunda keinginannya untuk mendapatkan hak atas tanah yang akan dibelinya. Jual beli tanah secara cicilan tersebut adalah sama yang dimaksud dalam jual beli yang diatur dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dibuat dihadapan Pejabat yang berwenang untuk itu (Notaris) karena sudah tercakup ketentuan-ketentuan tentang jual beli yang mana dinyatakan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Di dalam pengikatan jual beli tanah secara cicilan sudah termuat adanya perjanjian, adanya pengikatan diri untuk menyerahkan suatu kebendaan dan adanya pihak yang berjanji untuk membayar suatu harga meskipun dengan sistem cicilan. Untuk mengatasi hal tersebut dan guna kelancaran tertib administrasi pertanahan maka dibuatlah Akta Perikatan Jual Beli (PJB).