BAB II LANDASAN TEORI. (Herning, dalam Sumiarti 1956). Sedangkan menurut Duval & Miller (1980)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. yang dimiliki individu untuk menghasilkan jalur mencapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

PENDAHULUAN. A. Latar belakang. adat ( kebiasaan ), tujuan gaya hidup dan semacamnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERNIKAHAN AWAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum diuraikan mengenai pengertian penyesuaian perkawinan, terlebih

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE SUMMARY SKRIPSI. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1.

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB II LANDASAN TEORI. dahulu diuraikan pengertian dari pernikahan itu sendiri. pernikahan diatur dalam suatu undang-undang. Menurut Undang-Undang

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

SUSI RACHMAWATI F

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan-

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KOMUNIKASI SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, generasi muda khususnya remaja, telah diberikan berbagai disiplin ilmu sebagai persiapan

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Perkawinan 1. Defenisi perkawinan Perkawinan adalah suatu ikatan antara pria dan wanita yang kurang lebih permanen, ditentukan oleh kebudayaan dengan tujuan mendapatkan kebahagiaan (Herning, dalam Sumiarti 1956). Sedangkan menurut Duval & Miller (1980) perkawinan adalah suatu hubungan yang diakui secara sosial antara pria dan wanita, yang mensahkan hubungan seksual, adanya kesempatan mendapatkan keturunan dan membentuk peran diantara pasangan. Menurut Hurlock (1997) pernikahan adalah salah satu bentuk lembaga sosial yang penting dan tidak akan pernah berakhir. Dalam udang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal bedasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Patmonodewo & Atmodiwirjo, 2001) Di kalangan masyarakat adat yang masih kuat prinsip kekerabatannya bedasarkan.ikatan keturunan (genelogis), maka perkawinan merupakan suatu nilai hidup untuk dapat meneruskan keturunan, mempertahankan silsilah dan kedudukan sosial yang bersangkutan. Disamping itu suatu perkawinan merupakan sarana untuk memperbaiki hubungan kekerabatan yang telah menjauh atau retak (Hadikusuma, 1987).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan perkawinan merupakan suatu unit sosial antara pria dan wanita yang didalamnya menjelaskan mengenai hak dan kewajiban, aktivitas seksual, menjalin kekerabatan dengan tujuan untuk membentuk suatu keluarga untuk mendapatkan kebahagian dan kasih sayang bedasarkan Ketuhahan Yang Maha Esa. 2. Fungsi Perkawinan Duval & Miller (1985) menjelaskan terdapat enam fungsi perkawinan, yaitu: 1. Menumbuhkan kasih sayang Perkawinan memberikan kasih sayang antara suami dan istri, antara orang tua dan anak, dan antara anggota keluarga lainnya. Idealnya antara orang tua dan anak tumbuh dengan berbagi kasih sayang sehingga berkontribusi terhadap perkembangan kesehatan mereka. 2. Menyediakan rasa aman dan penerimaan Kebanyakan orang memandang keluaga sebagai tempat berlindung dan penerimaan, serta saling melengkapi bila melakukan kesalahan sehingga dapat belajar dan dapat menerima kekurangan dari masing-masing pasangan. 3. Memberikan kepuasan dan tujuan Berbagai tekanan yang terdapat pada dunia kerja terkadang menghasilkan ketidakpuasan. Ketidakpuasan tersebut dapat diatasi dengan perkawinan melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan

bersama-sama anggota keluarga. Dengan perkwinan juga seseorang dipaksa untuk memiliki tujuan dalam hidupnya. 4. Menjamin kebersamaan secara terus-menerus Melalui perkawinan rasa kebersamaan diharapkan selalu didapatkan oleh para anggota keluarga. 5. Menyediakan status sosial dan kesempatan sosialisasi Sebuah keluarga yang diikat oleh perkawinan memeberikan status sosial pada anggotanya. Anak yang baru lahir secara otomatis mendapatkan status sosial sebagai seorang anak dan pembelajaran yang berasal dari orangtuanya. 6. Memberikan pengawasan dan pembelajaran tentang kebenaran Dalam perkawinan, individu mempelajari mengenai aturan-aturan, hak, kewajiban serta tanggung jawab. Pada pelaksaannya individu tersebut akan mendapatkan pengawasan dengan adanya aturan-aturan tersebut. Individu dalam perkawinan juga mendapatkan pendidikan moral mengenai hal yang benar dan salah. 3. Pernikahan Kembali 1. Definisi Pernikahan kembali Pernikahan kembali merupakan proses menjalin hubungan suami istri dengan pasangan yang baru sehingga membutuhkan penyesuaian terhadap masing-masing dan terhadap pola hidup baru (Hurlock, 1999). Perkawinan kembali (remarriage) terjadi karena kematian salah satu dari pasangan atau karena perceraian.

Seperti halnya dalam perkawinan pertama, pada perkawinan kembali banyak penyesuaian yang harus dilakukan baik oleh pria maupun wanita. Penyesuaian ini cenderung lebih sulit pada perkawinan kembali daripada perkawinan pertama. Hal ini disebabkan karena, pertama mereka pada umumnya sudah berusia lebih tua dibandingkan dengan pada perkawinan pertama. Kedua karena semua bentuk penyesuaian secara teoritis akan semakin sulit sesuai dengan pertambahan usia. Ketiga masalah lain disebabkan oleh alasan bahwa penyesuaian dalam perkawinan berarti menghilangkan atau mengekang sikap yang telah terpola dalam periode waktu yang sangat lama, kemudian berusaha untuk membentuk sikap baru, keempat disebabkan oleh keterlibatan anak, mertua dan keluarga dari pernikahan pertama (Hurlock, 1999). Pernikahan kembali tidak hanya dipenuhi dengan masalah penyesuaian dan tanggung jawab baru saja, Bograd & Spilka (dalam Papalia, 2001) menyebutkan bahwa pernikahan kembali memiliki ciri-ciri yang spesial, dimana dibutuhkan kepercayaan dan penerimaan dan kebutuhan yang sedikit terhadap berbagi perasaan secara mendalam, kecendrungan untuk lebih bahagia dari pernikahan terdahulu. 2. Pemilihan Pasangan dalam perkawinan kembali (Remarriage) a. Isu isu Pemilihan Pasangan dalam Perkawinan Kembali Cara berkenalan dan menyeleksi pasangan dalam usaha untuk menikah kembali berbeda dari cara saat pernikahan pertama. Karena orang yang menikah kembali kemungkinan besar telah lebih matang secara emosional dan lebih berpengalaman daripada ketika mereka menikah untuk pertama kalinya. Pada

masa pacaran sebelum remarriage, keintiman seksual biasanya dimulai pada awal hubungan, yang mana cenderung untuk meningkatkan keterlibatan emosional dan rasa jatuh cinta. Dampak psikologis juga berpengaruh dalam penyeleksian pasangan remarriage dimana beberapa orang diketahui ingin menikah dengan orang yang mirip mantan pasangannya sebelumnya. Hal ini dapat dikarenakan pasangan sebelumnya telah meninggal atau justru ia telah diceraikan sehingga ia merasa terikat pada mantan pasangannya yang sebelumnya (DeGenova, 2008). b. Keberhasilan dalam Pernikahan Kembali Dari satu sudut pandang pernikahan kembali seharusnya lebih berhasil dibandingkan dengan pernikahan pertama. Orang yang menikah lagi lebih tua, lebih dewasa dan lebih berpengalaman, serta lebih termotivasi untuk mempertahankan pernikahan (DeGenova, 2008). Berdasarkan self-report dari pasangan yang menikah lagi, perbedaan kepuasan pernikahan atau kualitas dari hubungan pernikahan jarang ditemukan dan walaupun ada itu cenderung sedikit sekali (Ganong dan Coleman dalam DeGenova, 2008). Secara keseluruhan, penelitian menunjukkan bahwa pernikahan kembali sama bahagianya dengan pernikahan pertama, dengan sedikit perbedaan dalam kesejahteraan pasangan (Demo dan Acock; Ihinger-Tallman dan Pasley; Pasley dan Moorefield dalam DeGenova, 2008). Selain itu, pasangan yang menikah lagi juga memandang pernikahan kedua lebih seimbang dalam hal mengurus rumah tangga dan mengasuh anak, lebih terbuka dan pragmatis, kurang romantis, dan lebih berkemungkinan menghadapi konflik (Hetherington dalam DeGenova, 2008).

c. Dampak Pernikahan Kembali Untuk beberapa pasangan pernikahan lagi memberikan tantangan yang tidak dijumpai pada pernikahan pertama. Tantangan terbesar dapat berupa anak. Pasangan yang menikah lagi yang membawa anak dari pernikahan pertama lebih berkemungkinan untuk bercerai daripada pasangan yang tidak memiliki anak (Tzeng dan Mare dalam DeGenova, 2008). Untuk orang dewasa, pernikahan lagi dapat mengurangi stres terutama untuk orangtua yang memiliki anak (Furstenberg dalam Craig, 2001). Pasangan yang mau berbagi tanggung jawab keuangan, tugas rumah tangga, keputusan mengasuh anak. Pria yang menikah lagi mungkin harus menghadapi tekanan lainnya jika mereka diharapkan untuk memberikan dukungan finansial untuk dua rumahtangga. Dalam banyak hal, pernikahan kedua berbeda dengan pernikahan pertama. Pernikahan kedua melibatkan kumpulan keluarga yang lebih kompleks, misalnya anak angkat, mertua sebelumnya, yang mana dapat menimbulkan konflik (Craig, 2001). 2. PENYESUAIAN PERKAWINAN 1. Defenisi Atwater & Duffy (1999) mengemukakan bahwa penyesuaian diri dalam perkawinan adalah perubahan dan penyesuaian dalam kehidupan pasangan selama masa perkawinan. Eshleman (dalam Kusumaningrum, 2001) berpendapat bahwa penyesuaian diri dalam perkawinan adalah persetujuan dari pandangan suami dan istri mengenai berbagai tugas dan aktifitas, serta menunjukan afeksi terhadap orang lain. Dalam penelitian Burgess dan Wallin penyesuaian perkawinan yang

baik didefinisikan sebagai kesatuan antara suami dan istri dalam persetujuan masalah masalah yang penting dalam perkawinan, dimana mereka menyesuaikan minat, tujuan dan nilai, memiliki keharmonisan dalam menyatakan kasih sayang dan memiliki sedikit atau tidak ada keluhan tentang perkawinan mereka (Melville dalam Kusumaningrum, 2001). Menurut Landis dan Landis (1970) menyatakan bahwa ada beberapa area penyesuaian pada suatu perkawinan, yaitu kepribadian dan kemampuan untuk saling menyesuaikan diri dengan pasangan. Penyesuaian diri dalam perkawinan adalah perubahan dalam kehidupan pasangan selama masa perkawinan yang ditandai dengan adanya kecocokan, persetujuan dan kepercayaan serta kasih sayang antara suami istri sehingga pada hubungan di antara keduanya dapat berjalan dan berfungsi dengan baik (Hapsariyanti & Taganing 2009). Hurlock (1999) mendefinisikan penyesuaian perkawinan sebagai proses adaptasi antara suami dan istri, dimana suami dan istri tersebut dapat mencegah terjadinya konflik dan menyelesaikan konflik dengan baik melalui proses penyesuaian diri. Penyesuaian dalam perkawinan harus dilakukan dengan cara yang berbeda sesuai dengan tingkat usia perkawinan pasangan (Hurlock 1999). Penyesuaian perkawinan berarti sebagai proses memodifikasi, berdaptasi, dan perngubahan pola perilaku dan interaksi pasangan ataupun individu untuk pencapaian kepuasan maksimal dalam berhubungan (Degenova, 2008). Duval dan Miller (1985) mengatakan bahwa penyesuaian perkawinan itu adalah proses membiasakan diri pada kondisi baru dan berbeda sebagai hubungan suami istri

dengan harapan bahwa mereka akan menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai suami istri. Bedasarkan uraian diatas dapat disimpulkan penyesuaian perkawinan adalah suatu proses beradaptasi atau membiasakan diri sebagai pasangan suami istri dalam suatu ikatan pernikahan guna untuk memenuhi tujuan dan kepuasan dalam perkawinan serta untuk memecahkan konflik dalam perkawinan. 2. Faktor-Faktor Penyesuaian Diri Dalam Perkawinan Landis dan Landis (1970) menjelaskan kriteria penyesuaian dalam perkawinan yang ditandai oleh adanya kesesuaian pendapat antara suami dan istri dalam hal yang dapat menjadi permasalahan besar; adanya minat dan kegiatan bersama; adanya pengungkapan kasih sayang dan rasa saling percaya; memiliki sedikit keluhan; dan tidak banyak memiliki perasaan kesepian, sedih, marah dan semacamnya. Hurlock (2000), juga mengatakan ada empat hal pokok yang merupakan faktor-faktor penyesuaian diri dalam pernikahan yang paling umum dan paling penting dalam menciptakan kebahagiaan pernikahan. Faktor-faktor penyesuaian diri dalam pernikahan ini dapat digunakan untuk mengungkapkan gambaran penyesuaian pernikahan pada wanita yang menikah dengan ganti tikar, yaitu 2.1 Penyesuaian dengan pasangan. Penyesuaian yang paling pokok yang pertama kali dihadapai oleh keluarga baru adalah penyesuaian terhadap suami dan istri (pasangan). Hubungan interpersonal memainkan peranan penting dalam perkawinan sebab dalam perkawinan terdapat keruwetan oleh berbagai factor yang tidak biasa timbul

dalam bidang kehidupan individual. Makin banyak pengalaman dalam hubungan interpersonal antara pria dan wanita yang diperoleh pada masa lalu, makin besar pengertian wawasan sosial yang telah mereka kembangkan dan semakin besar kemauan mereka untuk bekerja sama dengan sesamanya, serta semakin baik mereka menyesuaikan diri satu sama lain dalam perkawinan. Hal lain yang juga berpengaruh dalam penyesuaian dengan pasangan adalah kemampuan dan kemauan untuk berkomunikasi. Suami istri yang sudah memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dari pengalaman masa lalu yang merumitkan penyesuaian perkawinan. Terdapat beberapa faktor yamg mempengaruhi penyesuaian terhadapa pasangan yaitu: a. Konsep pasangan ideal Pada saat memilih pasangan, baik pria maupun wanita sampai pada waktu tertentu dibimbing oleh konsep pasangan ideal yang dibentuk selama masa dewasa. Semakin seseorang terlatih menyesuaikan diri terhadap realitas maka semakin sulit penyesuaian yang dilakukan terhadap pasangan. b. Pemenuhan kebutuhan Apabila penyesuaian yang baik dilakukan, pasangan harus memenuhi kebutuhan yang berasal dari pengalaman awal dan pasangan harus membantu pasangan lainnya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Degenova (2008), menambahkan bahwa pemenuhan kebutuhan di dalam pernikahan meliputi kebutuhan psikologis (cinta, perasaan, penerimaan dan pemenuhan diri),

kebutuhan sosial dan kebutuhan seksual (persahabatan dan pengalaman yang baru bersama pasangan) dan kebutuhan seksual (secara fisik dan psikologis). c. Kesamaan latar belakang Semakin sama latar belakang suami dan istri maka semakin mudah untuk saling menyesuaikan diri. Bagaimanapun juga apabila latar belakang mereka sama, setiap orang dewasa mencari pandang unik tentang kehidupan. Semakin berbeda pandangan hidup ini, maka semakin sulit penyesuaian diri dilakukan. d. Minat dan kepentingan bersama Kepentingan yang sama mengenai suatu hal yang dapat dilakukan pasangan cenderung membawa penyesuaian yang baik daripada kepentingan bersama yang sulit dilakukan dan dibagi bersama. e. Keserupaan nilai Pasangan yang menyesuaikan diri dengan baik mempunyai nilai yang lebih serupa daripada mereka yang penyesuaian dirinya buruk. Hal ini dapt terjadi karena adanya latar belakang yang sama sehingga menghasilkan nilai yang sama pula. f. Konsep peran Setiap lawan pasangan mempunyai konsep yang pasti mengenai bagaimana seharusnya peranan seorang suami dan istri, atau setiap individu mengharapkan pasangannya memainkan perannya. Jika

harapan terhadap peran tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan konflik dan penyesuaian yang buruk g. Perubahan dalam pola hidup Penyesuaian terhadap pasangannya berarti mengorganisasikan pola kehidupan, merubah persahabatan dan kegiatan-kegiatan sosial, serta merubah persyaratan pekerjaan, terutama bagi seorang istri. Penyesuaian-penyesuaian ini seringkali diikuti oleh konflik emosional. 2.2 Penyesuaian seksual Masalah penyesuaian kedua dalam perkawinan adalah penyesuaian seksual. Masalah ini merupakan salah satu masalah yang paling sulit dalam pernikahan dan salah satu penyebab yang mengakibatkan pertengkaran dan ketidakbahagiaan pernikahan apabila kesepakatan ini tidak dapat dicapai dengan memuaskan. Masalah yang timbul biasanya menyangkut pengalaman dan tidak mampu mengendalikan emosi. Beberapa faktor penting yang mempengaruhi penyesuain seksual antara lain: a. Perilaku terhadap seks Sikap terhadap seks sangat dipengaruhi oleh cara pria dan wanita menerima informasi seks selama masa anak-anak dan remaja. Jika perilaku yang tidak menyenangkan dilakukan maka akan sulit sekali untuk dihilangkan bahkan tidak mungkin dihilangkan.

b. Pengalaman seks masa lalu Cara orang dewasa bereaksi terhadap masturbasi, petting, dan hubungan suami istri sebelum menikah, ketika mereka masih muda dan cara pria dan wanita merasakan itu sangat mempengaruhi perilakunya terhadap seks. Apabila pengalaman awal seorang wanita tidak menyenangkan maka hal ini akan mewarnai sikapnya terhadap seks. c. Dorongan seksual Dorongan seksual berkembang lebih awal pada pria daripada wanita dan cenderung tetap demikian, sedang wanita muncul secara periodik. Dengan turun naik selama siklus menstruasi.variasi ini mempengaruhi minat dan kenikmatan akan seks, yang kemudian mempengaruhi penyesuaian seksual. d. Pengalaman seks marital awal, sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi, dan pengaruh vasektomi. Akan terjadi lebih sedikit konflik dan ketegangan jika suami istri setuju untuk menggunakan alat pencegah kehamilan disbanding apabila antara keduanya mempunyai perasaan yang berbeda tentang sara tersebut. Selain itu, apabila seseorang yang menjalani operasi vasektomi, maka akan kehilangan ketakukan akan kehamilan yang tidak diinginkan. 2.3 Penyesuaian keuangan Masalah penyesuaian ketiga dalam perkawinan adalah keuangan. Uang dan kurangnya uang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penyesuaian diri orang

dewasa dalam pernikahan. Suami dan istri harus mampu menyesuaikan antara pendaptan dengan kebutuhan rumah tangga yang harus dipenuhi. Suami merasa sulit menikah berhenti bekerja. Selain pendapatan keluarga berkurang, pendapatan suami juga harus mampu mencukupi setiap pengeluaran. 2.4 Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan Masalah penyesuaian yang keempat dalam pernikahan adalah penyesuaian dengan pihak pasangan. Dengan pernikahan, setiap orang dewasa akan secara otomatis memperoleh sekelompok keluarga, yaitu anggota keluarga pasangan dengan usia yang berbeda, minat dan nilai yang berbeda, bahkan sering kali sangat berbeda dalam segi pendidikan, budaya dan latar belakang sosialnya. Suami istri harus mempelajari dan menyesuaikan degan kondisi keuangan pasanan bila tidak ingin hubungan yang tegang dengan sanak saudara masingmasing. Penyesuaian diri dengan pihak keluarga pasangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : a. Stereotip tradisional mengenai ibu mertua Stereotip yang secara luas diterima masyarakat Ibu mertua yang representatif dapat menimbulkan perangkat mental yang tidak menyenangkan bahkan sebelum pernikahan. Stereotip yang tidak menyenangkan mengenai orang usia lanjut seperti cenderung ikut campur tangan dapat masalah bagi keluarga pasangan. b. Keinginan untuk mandiri Orang yang menikah muda cenderung menolak berbagai saran dan petunjuk dari orang tua mereka, walaupun mereka menerima bantuan

keuangan, dan khususnya mereka menolak bantuan dari keluarga pasangan. c. Keluargaisme Penyesuaian dan pernikahan akan lebih pelik apabila salah satu pasangan tersebut menggunakan lebih banyak waktunya terhadap keluarganya daripada mereka sendiri. Apabila pasangan terpengaruh oleh keluarga, apabila seseorang anggota keluarga berkunjung dalam waktu yang lama dan hidup dengan mereka untuk seterusnya. d. Mobilitas Sosial Individu dewasa muda yang status sosialnya meningkat diatas anggota keluarga atau diatas status keluarga pasangannya mungkin saja tetap membawa mereka dalam latar belakangnya. Banyak orangtua dan anggota keluarga sering bermusuhan dengan pasangan muda. e. Anggota keluarga berusia lanjut Merawat anggota keluarga berusia lanjut merupakan faktor yang sangat sulit dalam penyesuaian pekawinan karena sikap yang tidak menyenangkan terhadap orangtua dan urusan keluarga khususnya bila dia juga mempunyai anak-anak. f. Bantuan keuangan untuk keluarga pasangan Apabila pasangan muda harus membantu atau memikul tanggung jawab, bantuan keuangan bagi pihak keluarga pasangan, hal itu sering membawa hubungan keluarga yang tidak baik. Hal ini dikarenakan

anggota keluarga pasangan dibantu keuangannya, menjadi marah dan tersinggung dengan tujuan agar diperoleh bantuan tersebut. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyesuaian diri dalam pernikahan adalah penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan dan penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan 3. Kriteria Keberhasilan Penyesuaian Perkawinan Keberhasilan perkawinan tercermin pada besar kecilnya hubungan interpersonal dan pola perilaku. Sampai sejauh tertentu kriteria ini bervariasi bagi orang yang berbeda dan baik pernikahan pada usia yang berbeda, unsur-unsur ini dapat digunakan untuk menilai tingkat penyesuaian pernikahan seseorang. Kriteria keberhasilan dalam penyesuaian perkawinan adalah (Hurlock, 1999) : 1. Kebahagian Suami Istri Suami istri yang bahagia yang memperoleh kebahagiaan bersama akan membuahkan kepuasan yang diperoleh dari peran yang mereka mainkan bersama. Mereka juga memiliki cerita yang matang dan teguh dengan yang lain. Mereka juga dapat melakukan penyesuaian seksual dengan baik serta dapat menerima peran sebagai orangtua. 2. Hubungan yang baik antara anak dan orang tua Hubungan yang baik antara anak dengan orangtuanya mencerminkan keberhasilan penyesuaian pernikahan terhadap masalah tersebut. Jika hubungan anatara anak dengan orang tuanya buruk, maka suasana

rumah tangga akan diwarnai perselisihan yang menyebabkan penyesuaian pernikahan menjadi sulit. 3. Penyesuaian yang baik dari anak-anak Apabila anak dapat menyesuaikan dirinya dengan baik dengan temantemannya, maka ia akan berhasil dalam belajar dan merasa bahagia di sekolah. Hal ini merupakan bukti nyata keberhasilan proses pernikahan kedua orangtuanya terhadap pernikahan dan perannya sebagai orangtua. 4. Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat Perbedaaan pendapat di antara anggota keluarga yang tidak dapat dielakkan, biasanya berakhir dengan salah satu dari tiga kemungkinan, yaitu adanya ketegangan tanpa pemecahan, salah satu mengalah demi perdamaian atau masing-masing keluarga mencoba untuk saling mengerti pandangan dan pendapat orang lain. Dalam jangka panjang kemungkinan ketiga yang dapat menimbulkan kepuasan dalam penyesuaian pernikahan, walaupun kemungkinan pertama dan kedua dapat mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh perselisihan yang meningkat. 5. Kebersamaan Jika penyesuaian pernikahan dapat berhasil, maka keluarga dapat menikmati waktu yang digunakan untuk berkumpul bersama. Apabila hubungan keluarga telah dibentuk dengan baik pada awal-awal tahun pernikahan, maka keduanya dapat mengikatkan tali persahabatan lebih

erat lagi setelah mereka dewasa, menikah dan membangun rumah atas usahanya sendiri. 6. Penyesuaiaan yang baik dalam masalah keuangan Dalam keluarga pada umumnya salah satu sumber perselisihan dan kejengkelan adalah sekitar masalah keuangan. Bagaimanapun besarnya pendapatan, keluarga perlu mempelajari cara membelanjakan pendapatannya sehingga mereka dapat menghindari utang yang selalu melilitnya agar disamping itu mereka dapat menikmati kepuasan atas usahanya dengan cara yang sebaik-baiknya, daripada menjadi seorang istri yang selalu mengeluh karena pendapatan suaminya tidak memadai. 7. Penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan Apabila suami istri mempunyai hubungan yang baik dengan pihak keluarga pasangan, khususnya mertua, ipar laki-laki dan ipar perempuan, kecil kemungkinannya untuk terjadi percekcokan dan ketegangan hubungan dengan mereka. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kriteria dalam penyesuaian dikatakan berhasil jika di dalam pernikahan terserbut menunjukkan adanya kebahagiaan suami istri, kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat, kebersamaan, penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan, dan penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan.

4. Perkawinan Ganti Tikar Istilah perkawinan ganti tikar yang didalam bahasa asing disebut dengan levirate, pada suku Toba disebut dengan singkat rere, dalam suku Karo disebut dengan gancihabu, dan dalam daerah Banten disebut dengan naik atau turun ranjang, yaitu perkawinan yang disebabkan istri meninggal, maka suami menikah kembali dengan kakak atau adik wanita dari istri yang telah wafat (Hadikusuma, 1977). Menurut Hadikusuma (1977), latar belakang dari perkawinan ganti tikar ini adalah, antar lain : 1. Agar istri pengganti dapat memberikan keturunan guna penerusan keluarga jika istri yang telah wafat belum mempunyai keturunan, apabila sudah mempunyai keturunan agar supaya anak atau kemanakan dapat diurus dan dipelihara dengan baik. 2. Agar tetap dapat memelihara hubungan kekerabatan antara kedua kerabat yang telah terikat dalam hubungan perkawinan sebelumnya. 3. Mempertahankan harta warisan agar tidak jatuh ke tangan orang lain diluar keluarga. Adapun tata cara perkawinan ganti tikar adalah sebagai berikut: 1. Setelah perempuan yang sudah meninggal tersebut maka pihak suami dan istrinya saling berbicara untuk melaksanakan perkawinan dengan ganti tikar 2. Setelah tersetujui maka kedua belah pihak akan melaksanakan Nongkat atau ganti tikar

3. Akad nikah ulang sesuai dengan akad nikah yang ada (Islam). 4. Resepsi pernikahan. 5. Gambaran Penyesuaian perkawinan pada pasangan yang menikah dengam Ganti Tikar Menurut Santrock (1995), perkawinan merupakan penyatuan dua pribadi yang unik, dengan membawa masing-masing pribadi berdasarkan atas latar belakang budaya serta pengalaman yang dimiliki. Dalam mencapai suatu kebahagiaan dalam perkawinan dibutuhkan adanya penyesuaian perkawinan. Penyesuaian perkawinan berarti proses memodifikasi, berdaptasi, dan pengubahan pola perilaku dan interaksi pasangan ataupun individu untuk pencapaian kepuasan maksimal dalam berhubungan (Degenova, 2008).Semua bentuk perkawinan membutuhkan penyesuaian. Ada beberapa bentuk perkawinan di Indonesia menurut Hadikusuma (1987) yaitu perkawinan jujur, perkawinan semanda dan perkawinan mentas. Perkawinan jujur yaitu perkawinan yang dilakukan dengan pembayaran uang jujur (mahar) dari pihak pria kepada pihak wanita. Salah satu bentuk perkawinan jujur adalah perkawinan ganti istri atau perkawinan ganti tikar. Menurut Hadikusuma (1977) yang melatarbelakangi seseorang melakukan perkawinan ganti tikar adalah agar istri pengganti dapat memberikan keturunan untuk menerusan keluarga, jika istri yang telah wafat belum memiliki keturunan, apabila sudah mempunyai keturunan agar anak atau kemanakan dapat dijaga dengan baik dan tetap dapat memelihara hubungan kekerabatan antara kedua kerabat yang telah terikat dari hubungan perkawinan sebelumnya.

Penyesuaian perkawinan pada perkawinan ganti tikar dapat dilihat bedasarkan faktor yang mempengaruhi, konflik yang terjadi, serta bagaimana proses penyesuaian perkawinan itu terjadi pada pasangan. Penelitian yang dilakukan oleh Syafriadi (2010), mejelaskan bahwa perkawinan ganti tikar atau turun ranjang dilandasi karena permintaan keluarga atau wasiat dari suami/istri yang meninggal untuk menikahi saudaranya. Jadi dalam perkawinan ganti tikar peran keluarga sangat besar dalam hubungan pasangan ganti tikar. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa proses penyesuain perkawinan pada pasangan ganti tikar akan berbeda dibandingkan dengan pasangan bukan ganti tikar. Umumnya perkawinan terjadi atas dasar cinta seperti yang diungkapkan oleh Papalia & Olds (1998) menyatakan bahwa keintiman, kasih sayang dan saling mencintai mempengaruhi seseorang dalam melakukan penyesuain perkawinan. Tetapi pada pasangan ganti tikar terjadinya perkawinan bukan dilandasi karena adanya saling mencintai antar pasangan sehingga pasangan ganti tikar akan mengalami kesulitan dalam melakukan penyesuaian pekawinan. Ada empat yang faktor utama yang paling besar pengaruhnya terhadap penyesuaian perkawinan (Hurlock, 1999) yaitu penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian dengan keuangan dan penyesuaian dengan keluarga pasangan. Permasalahan-permasalahan diatas juga dialami oleh pasangan yang menikah dengan ganti tikar. Penyesuaian pada pasangan merupakan penyesuaian yang pertama sekali dilakukan pada pasangan setelah melakukan pernikahan (Hurlock, 1999). Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan dalam perkawinan adalah konsep

mengenai bagaimana peran suami istri dalam pernikahan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Sev er & Bagli, 2006) pasangan yang menikah dengan ganti tikar cukup sulit dilakukan. Kesulitannya terjadi karena adanya kebingungan peran, yaitu perubahan peran dari adik ipar berubah menjadi istri sehingga penyesuaian yang dilakukan berbeda dengan pernikahan pada umumnya. Jika harapan peran tidak terpenuhi maka akan menimbulkan konflik dan mengakibatkan penyesuaian perkawinan buruk. Penyesuaian pada keluarga pasangan juga memiliki pengaruh besar dalam menentukan keberhasilan pasangan dalam melakukan penyesuaian perkawinan terutama pada pasangan remarriage karena pasangan harus dapat beradaptasi kembali dengan anak tiri, mertua, ipar laki-laki dan ipar perempuan (Hurlock, 1999). Salah satu faktor terhadap keberhasilan dalam penyesuaian dengan keluarga pasangan apabila hubungan antar kedua keluarga baik dan istri maupun suami mau menerima masing-masing keluarga seperti keluarga sendiri (Hurlock, 1999). Pada pasangan ganti tikar yang melatarbelakangi terjadinya perkawianan adalah karena permintaan dari keluarga yang tujuanya untuk tetap mempertahankan kekerabatan yang terjalin pada pasangan yang dahulu (Hadikusma, 1977). Sehingga hal tersebut menjadi suatu keuntungan bagi pasangan ganti tikar dalam melakukan perkawinan, karena pasangan tidak mengalami kesulitan dalam melakukan penyesuaian dengan keluarga pasangan.

PARADIGMA BERPIKIR Perkawinan Kehilangan Pasangan Kematian Perceraian wanita pria Cenderung tidak menikah lagi Dampaknya : kesepian merawat anak mempertahakan kekerabatan Bentuk bentuk perkawinan (Hadikusuma,1987) Perkawinan jujur Perkawinan semanda Perkawinan Mentas Menikah kembali Perkawinan Ganti Tikar Sumber permasalahan Dijodohkan perbedaan usia yang jauh perubahan peran dari adik menjadi istri Dibutuhkan penyesuaian perkawinan (Hurlock,2000) : Penyesuaian dengan pasangan Penyesuaian seksual Penyesuaian keuangan Penyesuaian dengan keluarga pasangan BAB III