BAB 1 PENDAHULUAN. usus yang masih tinggi angka kejadian infeksinya di masyarakat. Penyakit ini

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dan menyerang semua kelas sosioekonomi (Kim et al., 2013). Hampir 400

Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Enterobiasis pada Anak Panti Asuhan di Wilayah Kerja Puskesmas Rawang


GAMBARAN KEBERSIHAN TANGAN DAN KUKU DENGAN INFEKSI ENTEROBIASIS PADA SISWA SEKOLAH DASAR DI KOTA MEDAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental.

INDIVIDUAL IN CHILDREN AGED 5-18 YEARS IN VILLAGE SUB KARANGASEM

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

HUBUNGAN HIGIENE TANGAN DAN KUKU DENGAN KEJADIAN ENTEROBIASIS PADA SISWA SDN KENJERAN NO. 248 KECAMATAN BULAK SURABAYA

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelembaban tinggi. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala Pediculus

Penyakit diare hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena

BAB I PENDAHULUAN. Hominis (kutu mite yang membuat gatal). Tungau ini dapat menjalani seluruh


BAB I PENDAHULUAN. tubuh dari pengaruh lingkungan hidup. Organ ini merupakan alat tubuh

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia yang disebabkan oleh cacing Enterobius vermicularis, merupakan infeksi cacing

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan cara

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi protozoa usus masih menjadi masalah kesehatan di beberapa negara di

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. lumbricoides dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia, dengan rata-rata kejadian

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad Sarjana S-1 KEPERAWATAN. Diajukan Oleh : NURMA RAHMAWATI J

BAB 1 PENDAHULUAN. satu kejadian yang masih marak terjadi hingga saat ini adalah penyakit kecacingan

BAB 1 : PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan

HUBUNGAN PERILAKU DAN HIGIENE SISWA SD NEGERI DENGAN INFEKSI KECACINGAN DI DESA JUMA TEGUH KECAMATAN SIEMPAT NEMPU KABUPATEN DAIRI TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang angka kejadiannya cukup tinggi di negara berkembang. Salah

Shinta Shabrina; Dewi Mayangsari; Dyah Ayu Wulandari. Prodi DIV Bidan Pendidik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

PREVALENSI CACING USUS MELALUI PEMERIKSAAN KEROKAN KUKU PADA SISWA SDN PONDOKREJO 4 DUSUN KOMBONGAN KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh tungau yaitu Sarcoptes scabiei yang berada di liang bawah

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

BAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengue adalah penyakit infeksi virus pada manusia yang ditransmisikan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Skabies adalah penyakit kulit pada manusia yang. disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var.

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Pada usia balita merupakan masa perkembangan tercepat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi cacing usus terutama yang. umum di seluruh dunia. Mereka ditularkan melalui telur

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan penduduk lansia umur 60 tahun ke. atas di seluruh dunia sangat cepat, bahkan lebih cepat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Enterobius vermicularis adalah cacing yang dapat masuk kemulut

BAB 1 PENDAHULUAN. Organization/WHO), sekitar 2,2 juta orang meninggal dunia setiap tahunnya

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah

PEMBIASAAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE OLEH IBU KEPADA BALITA (USIA 3-5 TAHUN) DI KELURAHAN DERWATI

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan reproduksi (kespro) merupakan masalah vital dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. jika gigi mengalami sakit akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Kesehatan gigi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. dan penyakitnya disebut Enterobiasis atau Oxyuriasis. lingkungan yang sesuai.( Sutanto I. dkk, 2008)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan. Dalam kehidupan sehari-hari personal hygiene merupakan hal

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI CACING ASKARIASIS LUMBRICOIDES PADA MURID SDN 201/IV DI KELURAHAN SIMPANG IV SIPIN KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. kurang maksimalnya kinerja pembangunan kesehatan (Suyono dan Budiman, 2010).

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. rawan terserang berbagai penyakit. (Depkes RI, 2007)

HUBUNGAN PERILAKU ANAK SEKOLAH DASAR NO HATOGUAN TERHADAP INFEKSI CACING PERUT DI KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2005

PREVALENSI Enterobius Vermicularis PADA SISWA SDN PONDOKREJO 4 JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

Kata kunci : periplaswab, apusan perianal, enterobiasis

Eka Muriani Limbanadi*, Joy A.M.Rattu*, Mariska Pitoi *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN SKABIES DI KAMAR PADAT DAN KAMAR TIDAK PADATDI PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM PPMI ASSALAAM SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. mencegah kesakitan dan mencegah terjangkitnya penyakit terutama penyakit yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Keadaan higiene dan sanitasi rumah makan yang memenuhi syarat adalah merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. tubuh) terhadap penyakit (Biddulph, 1999). Salah satu penyakit. yang umumnya diderita oleh bayi dan balita adalah jenis

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enterobius vermicularis atau cacing kremi adalah salah satu jenis cacing usus yang masih tinggi angka kejadian infeksinya di masyarakat. Penyakit ini mempunyai daerah penyebaran di seluruh dunia dan menyerang seluruh lapisan masyarakat, baik di kota maupun di desa, pada sosio ekonomi tinggi maupun rendah, pada usia anak maupun dewasa (Setiawan, 2009). Penularan dan penyebaran enterobiasis sangat luas dibandingkan dengan infeksi cacing lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan yang erat antara parasit ini dengan manusia dan lingkungan sekitarnya (Sutanto, 2010). Enterobiasis terjadi di seluruh belahan dunia, baik di negara-negara maju maupun berkembang. Cacing ini menginfeksi sekitar 500 juta penduduk dunia dari berbagai kelas sosioekonomi. Studi di Amerika Serikat menyatakan bahwa ada sekitar 20-42 juta orang yang terinfeksi, dengan prevalensi tertinggi pada anak-anak, populasi yang tinggal bersama seperti asrama atau panti asuhan, homoseksual dan kontak dalam keluarga (Lohiya et al, 2000). Prevalensi kejadian enterobiasis di Sri Lanka adalah 32% dari 204 sampel, anak laki-laki prevalensinya lebih tinggi yaitu 33% dibandingkan anak perempuan 31%. Anak-anak usia 1-3 tahun menunjukkan prevalensi tertinggi (Suraweera, 2015). Di Irak, penelitian yang dilakukan pada anak-anak berusia antara 1-12 tahun terdapat 24,9% kasus enterobiasis, 26,57% terjadi pada anak laki-laki dan 22,83% pada anak perempuan (Kadir, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Norhayati (1994) pada anak usia 1-8 tahun di daerah pedesaan Malaysia didapatkan 40,4% mengalami enterobiasis dari 178 sampel penelitian.

Penelitian di beberapa negara berkembang menunjukkan prevalensi sebesar 14% - 19%. Di Indonesia, prevalensi enterobiasis yaitu sebesar 3% - 80% pada berbagai golongan manusia, dengan kelompok usia terbanyak yang terinfeksi adalah kelompok usia antara 5-9 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di daerah Jakarta Timur bahwa sebanyak 46 anak (54,1%) menderita enterobiasis dari 85 anak yang diperiksa (Sutanto, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Satriyo (2011) di SDN Pondokrejo 4 Jember dari 66 sampel yang terdiri dari 37 laki-laki dan 29 perempuan didapatkan yang positif enterobiasis 56,76% pada laki-laki dan 44,83% pada perempuan. Di Mangunharjo, Semarang terdapat 32,2% kasus enterobiasis, 32,9% (23 siswa) dari kelompok status ekonomi kurang dan sedang, dan pada 29,4% (5 siswa) dari kelompok status ekonomi tinggi (Widayanti, 2008). Hasil rekapitulasi laporan bulanan data kesakitan Dinas Kesehatan Kota Padang didapatkan kejadian penyakit kecacingan masih cukup tinggi. Salah satunya adalah di Puskesmas Lubuk Buaya dengan 149 kasus baru dan 44 kasus lama. Puskesmas Andalas ada 81 kasus baru dan 6 kasus lama. Sedangkan laporan hasil survei kecacingan mengenai cacing kremi belum ada di data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2015 (Dinas Kesehatan Kota Padang, 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zulinasari (2016) di Kelurahan Pasie Nan Tigo Kota Padang didapatkan 11,8% balita mengalami enterobiasis. Selain penularan dari tangan ke mulut dan retrofeksi melalui anus, penularan juga bisa terjadi melalui debu. Di berbagai rumah dengan anggota keluarga yang mengalami enterobiasis, telur cacing dapat ditemukan (92%) di lantai, meja, kursi, bufet, tempat duduk kakus (toilet seats), bak mandi, alas kasur, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2

pakaian dan tilam. Penyebaran cacing ini juga ditunjang oleh eratnya hubungan antar manusia, sehingga penularan dapat terjadi pada keluarga atau kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang sama seperti asrama, panti asuhan, dan panti jompo (Sutanto, 2010). Prevalensi enterobiasis di panti asuhan masih cukup tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Panti Asuhan Al Wahhab Sinar Melati 11, Yogyakarta didapatkan 26,67% positif enterobiasis dari 15 anak yang di periksa (Liana, 2014). Sedangkan penelitian yang dilakukan di 4 Panti Asuhan Kota Padang dan Padang panjang ditemukan 14,5% yang positif enterobiasis dan 33,3% diantaranya memiliki personal hygiene yang buruk (Pratama, 2016). Sebagian besar enterobiasis tidak menimbulkan gejala, namun beberapa kasus menimbulkan gejala yang mengganggu. Kondisi yang ditimbulkan berupa gatal perianal, insomnia, gelisah, iritabilitas, impetigo akibat garukan di kulit, vulvovaginitis atau enuresis (Lohiya et al, 2000). Gejala klinis yang mencolok disebabkan oleh iritasi di daerah perianal akibat cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah tersebut. Hal ini menyebabkan pruritus lokal, kemudian anak menggaruk kulit di sekitar anus, dan berakibat terjadinya iritasi yang bisa diikuti dengan infeksi bakteri sekunder. Apabila hal ini tidak segera diatasi, akan terjadi gangguan pertumbuhan anak (Lubis, 2008). Berbagai faktor dapat menyebabkan terjadinya enterobiasis diantaranya yaitu personal hygiene yang buruk, sosial ekonomi rendah, faktor penularan pada keluarga, sanitasi yang jelek, pola asuh yang kurang, pengalaman orang tua tentang kecacingan yang kurang, pekerjaan orang tua, dan pengetahuan orang tua akan kecacingan yang minim akan kecacingan serta tingkat pendidikan ibu yang rendah berkaitan dengan prevalensi kejadian infeksi enterobiasis (Erlieza, 2016). Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3

Personal hygiene atau kebersihan diri pribadi merupakan upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dalam dirinya untuk memperoleh kesehatan fisik dan bertujuan untuk mencegah timbulnya penyakit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada siswa SDN Kenjeran no. 248 Kecamatan Bulak Surabaya, dari 15 responden yang higiene tangan dan kuku bersih didapatkan 13 responden hasil laboratorium enterobiasisnya negatif dan 2 responden hasil laboratoriumnya positif. Sedangkan dari 27 responden yang higiene tangan dan kuku kotor didapatkan 18 responden positif enterobiasis dan 9 responden negatif (Perdana, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan di desa Karangasem, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto pada tahun 2009 di dapatkan 22,95% positif enterobiasis, dari warga yang positif enterobiasis didapakan 79,06% hygienenya buruk. Prevalensi tertinggi terjadi pada usia 5-9 tahun dan jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 60% dan 44,9%. Ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara higiene tangan dan kuku dengan kejadian enterobiasis Dari laporan tahunan Promkes Dinas kesehatan Kota Padang tahun 2015 didapatkan bahwa Puskesmas Rawang memiliki angka PHBS paling rendah yaitu 39,7% dibandingkan Puskesmas lain yang ada dikota Padang. Puskesmas lain yang juga memiliki PHBS rendah adalah Puskesmas Bungus 51% dan Puskesmas Alai 53,12%. Hal ini dinilai dari 10 indikator PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat). Berdasarkan peenjelasan diatas, penulis ingin meneliti hubungan antara personal hygiene dengan kejadian infeksi Enterobius vermicularis pada anak Panti Asuhan di wilayah kerja Puskesmas Rawang yaitu Panti Asuhan Wira Lisna dan Panti Asuhan Ridho Rahmad. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi rumusan masalah yaitu apakah terdapat hubungan antara personal hygiene dengan kejadian enterobiasis pada anak Panti Asuhan di wilayah kerja Puskesmas Rawang. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan personal hygiene dengan kejadian enterobiasis pada anak Panti Asuhan di wilayah kerja Puskesmas Rawang. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Mengetahui personal hygiene anak di Panti Asuhan Wira Lisna dan Panti Asuhan Ridho Rahmad. 2. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian enterobiasis di Panti Asuhan Wira Lisna dan Panti Asuhan Ridho Rahmad. 3. Mengetahui hubungan personal hygiene dengan kejadian enterobiasis. 1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Bagi masyarakat Menambah pengetahuan dalam usaha pencegahan maupun pengobatan serta melaksanakan berbagai program pemberantas penyakit kecacingan. Memberikan informasi mengenai kebersihan diri agar terhindar dari cacingan terutama enterobiasis. 1.4.2 Bagi peneliti Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman belajar peneliti sebagai mahasiswa. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5

1.4.3 Bagi peneliti lain Bahan acuan dan bahan perbandingan untuk penelitian sejenis di masa yang akan datang. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6