BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandidiasis adalah penyakit jamur akut atau subakut yang disebabkan oleh Candida (Brown dan Bums, 2005; Siregar, 2005). Rosalina dan Sianipar (2006) menyatakan bahwa sedikitnya 60% isolat yang diambil dari sumber infeksi kandidiasis adalah Candida albicans. Di Indonesia sendiri jumlah wanita yang mengalami kandidiasis ini sangat besar, yaitu sebanyak 70% wanita Indonesia pernah mengalami kandidiasis paling tidak satu kali dalam hidupnya, hal ini berkaitan erat dengan kondisi cuaca lembab yang mempermudah wanita Indonesia mengalami kandidiasis (Sugiarto, 2012). Oleh karena banyaknya wanita Indonesia yang mengalami kandidiasis, maka diperlukan agen pengobatan antifungi untuk mengatasi penyakit kandidiasis tersebut. Obat-obat sintetik antifungi sebagai agen pengobatan infeksi jamur pada saat ini telah dikembangkan secara luas, baik di negara maju maupun negara berkembang seiring meningkatnya kasus kandidiasis (Gholib, 2009; Rintiswati dkk., 2004). Antibiotik memberikan dasar utama sebagai agen antimikroba (bakteri dan jamur) (Harbottle et al., 2006). Penggunaan antimikroba (antibiotik, antifungi) yang tidak rasional dapat menyebabkan mikroba patogen beradaptasi dengan lingkungannya dan menjadi resisten terhadap obat yang digunakan (Martini dan Ellof, 1998; Yustina, 2001). Kebutuhan untuk menemukan agen antifungi baru sangatlah penting dalam mengatasi resistensi tersebut. Salah satu 1
2 alternatif pengembangan obat baru adalah menggunakan bahan alam. Penggunaan tanaman obat sebagai obat tradisional dipercaya cukup efektif dan aman karena jarang menimbulkan efek samping dan harganya relatif lebih murah. Salah satu tanaman yang memiliki aktivitas antifungi adalah daun sirih hijau (Piper betle L.). Daun Sirih hijau telah lama diketahui memiliki khasiat sebagai antiseptik (Inayatullah, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mani dan Boominathan (2011), uji aktivitas antimikroba terhadap fungi Candida albicans dilakukan pada beberapa fraksi diantaranya fraksi air dengan zona hambat 2 mm, fraksi etanol dengan zona hambat 7,2 mm, fraksi metanol dengan zona hambat 3 mm, fraksi aseton dengan zona hambat 1 mm serta fraksi heksan dan butanol memiliki zona hambat yang sama yaitu sebesar 0,5 mm. Berdasarkan nilai zona hambat pada masing-masing fraksi tersebut, dapat dilihat bahwa fraksi etanol daun sirih hijau memiliki zona hambat yang paling besar yaitu 7,2 mm, sehingga pada penelitian ini digunakan fraksi etanol daun sirih hijau (Piper betle L.) untuk uji aktivitas antifungi terhadap Candida albicans. Pada penelitian ini metode ekstraksi yang digunakan yaitu maserasi dengan menggunakan pelarut bertingkat dari yang bersifat non polar hingga bersifat polar. Pemilihan metode ekstraksi dengan menggunakan maserasi dikarenakan mempunyai banyak keuntungan dibandingkan dengan metode ekstraksi lainnya. Keuntungan utama metode ekstraksi maserasi yaitu prosedur dan peralatan yang digunakan sederhana. Penggunaan metode maserasi diharapkan mampu mengekstraksi lebih banyak kandungan senyawa pada daun sirih hijau (Piper betle L.), baik senyawa yang tahan panas maupun tidak tahan terhadap
3 pemanasan. Pada proses ekstraksi dengan menggunakan maserasi digunakan pelarut dengan kepolaran yang berbeda yaitu n-heksan, kloroform dan etanol 96%. Penggunaan pelarut dengan peningkatan kepolaran secara berurutan memungkinkan pemisahan kandungan kimia berdasarkan kelarutan dan polaritasnya, sehingga memudahkan proses isolasi (Heinrich et al., 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Singburaudom (2015), maserasi dengan menggunakan etanol 96% mampu mengekstraksi senyawa hydroxychavicol (golongan fenol) dari daun sirih hijau dan dinyatakan memiliki aktivitas sebagai antifungi terhadap Candida albicans (BCC F0179) dan kapang Trichophyton mentagrophytes (BCC F0217). Penentuan golongan senyawa kimia yang terkandung dalam daun sirih hijau (Piper betle L.) dapat dilakukan dengan menggunakan metode skrining fitokimia. Skrining merupakan tahap pendahuluan dalam penelitian fitokimia. Secara umum dapat dikatakan bahwa metodenya sebagian besar merupakan pereaksi pengujian warna dengan menggunakan pereaksi warna (Kristanti dkk, 2008). Skrining fitokimia penting dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung pada daun sirih hijau (Piper betle L.) dari beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali. Pada penelitian ini sampel yang digunakan yaitu daun sirih hijau (Piper betle L.) yang diperoleh dari beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali. Pemilihan daun sirih hijau (Piper betle L.) pada beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali dilakukan untuk meningkatkan kualitas senyawa yang terkandung dalam daun sirih hijau (Piper betle L.) yang diduga memiliki aktivitas antifungi yaitu flavonoid (0,050%) (Singburaudom, 2015; Putri dan
4 Yunahara, 2013), fenol (69,61%) (Pradhan et al., 2013; Rekha et al, 2014) dan terpenoid (3,89%) (Johnny et al., 2011; Rekha et al, 2014). Suhu yang tinggi akan mempengaruhi tingkat produktivitas tanaman sirih hijau untuk memproduksi senyawa flavonoid, fenol dan terpenoid (Ariany dkk., 2013; Tuteja et al., 2012; Hui et al., 2016). Peningkatan jumlah produktivitas dari senyawa flavonoid, fenol dan terpenoid diharapkan nantinya dapat memberikan aktivitas antifungi yang lebih baik. Pengujian antifungi terhadap fungi Candida albicans dapat dilakukan dengan menggunakan metode dilusi dan difusi (Atikah, 2013). Pada penelitian ini uji aktivitas antifungi dilakukan dengan menggunakan metode difusi. Keunggulan metode difusi disk yaitu mudah dilakukan dan tidak memerlukan peralatan khusus (Pelczar, 1988). Metode difusi disk juga dapat menafsirkan apakah agen antimikroba yang diujikan memiliki kemampuan penghambatan yang mirip dengan kontrol positif yang digunakan. Adanya zona bening mengindikasikan bahwa terdapat hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba yang diujikan pada permukaan media agar (Pratiwi, 2008). Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan uji aktivitas antifungi fraksi etanol daun sirih hijau (Piper betle L.) hasil maserasi pada berbagai daerah penghasil daun sirih hijau di Bali terhadap fungi Candida albicans dengan menggunakan metode difusi disk.
5 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang diperoleh sebagai berikut : 1. Bagaimana aktivitas antifungi fraksi etanol daun sirih hijau (Piper betle L.) hasil maserasi dari beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali terhadap fungi Candida albicans dengan menggunakan metode difusi disk? 2. Apa sajakah golongan senyawa kimia yang terdapat dalam fraksi etanol daun sirih hijau (Piper betle L.) hasil maserasi dari beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali dengan menggunakan metode difusi disk? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui aktivitas antifungi fraksi etanol daun sirih hijau (Piper betle L.) hasil maserasi dari beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali terhadap fungi Candida albicans dengan menggunakan metode difusi disk. 2. Untuk mengatahui golongan senyawa kimia yang terdapat dalam fraksi etanol daun sirih hijau (Piper betle L.) hasil maserasi dari beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali dengan menggunakan metode difusi disk.
6 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai aktivitas antifungi fraksi etanol daun sirih hijau (Piper betle L.) hasil maserasi dari beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali yang memiliki aktivitas antifungi paling besar terhadap fungi Candida albicans