BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TAHUN 2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI

BAB II LANDASAN TEORI

Undang-undang Nomor I Tahun 1970

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH. Pasal 1

PENJELASAN. Jakarta, 3 Mei DEPARTEMEN TENAGA KERJA. DIREKTORAT PEMBINAAN NORMA-NORMA KESELAMATAN KERJA, HYGIENE PERUSAHAN dan KESEHATAN KERJA.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

RUANG LINGKUP KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA ( K3 ) Keselamatan & Kesehatan Kerja

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

BAB II LANDASAN TEORI

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat,

TENTANG KESELAMATAN KERJA

(h p://andiranggaradita.blogspot.com) (h p://safety4abipraya.wordpress.com) (h p://safety4abipraya.wordpress.com)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA

BAB III TINJAUAN TEORITIS. sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa. pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman

K3 Konstruksi Bangunan

BAB III IMPLEMENTASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. AGANSA PRIMATAMA SOLO

Angka kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2010 hingga Juli mencapai kasus.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Didalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1970 tentang. Keselamatan Kerja pasal 1 ayat (1), yang dimaksud tempat kerja adalah

PEMELIHARAAN SDM. Program keselamatan, kesehatan kerja Hubungan industrial Organisasi serikat pekerja

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

TIN211 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri. Tujuan Pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

URGENSI DAN PRINSIP K3 PERTEMUAN #2 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

BAB III LANDASAN TEORI

Tujuan Pembelajaran Taufiqur Rachman 1

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

PT. SUCOFINDO CABANG MAKASSAR JLN. URIP SUMOHARJO NO 90A MAKASSAR

KONSEP DASAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

2. Rencana K3 yang disusun oleh perusahaan paling sedikit memuat : a. Tujuan dan Sasaran

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara

MODUL 10 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. (Prinsip Keselamatan Kerja)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi kebanyakan orang di Indonesia maupun di dunia, bekerja adalah

PEDOMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN (SMK3)


BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen Proyek Konstruksi dan Peran Manajer. satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek.

BAB IV IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 09/PER/M/2008

MATERI KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA (HSE)

BAB V PEMBAHASAN. keselamatan kerja yang diantaranya adalah program Lock Out Tag

BAB II LANDASAN TEORI

RESUME PENGAWASAN K3 LINGKUNGAN KERJA MATA KULIAH: STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. Ditulis oleh: Yudy Surya Irawan

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara menyatakan bahwa luas perkebunan karet Sumatera Utara pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 5,4 juta orang dibanding keadaan

BAB I PENDAHULUAN. cara mengurangi biaya yang dianggap kurang penting dikeluarkan

Menerapkan Prosedur Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja (K3)

12. Peraturan Uap Tahun 1930 atau Stoom Verordening 1930;

BAB II LANDASAN TEORI

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja. adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan

BAB V PEMBAHASAN. PT Dan Liris Sukoharjo Divisi Garmen yaitu terjatuh, terjepit, tertimpa,

PEMBELAJARAN IV PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan Dari Sistem Manajemen K3

KEBIJAKAN KEMNAKER DALAM PEMBINAAN KOMPETENSI AHLI K3 KONSTRUKSI

BAB II LANDASAN TEORI. pameran, konferensi, seminar, lokakarya, dan lain-lain tidak ada artinya, jika

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel.

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Ramli, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pesat dunia industri konstruksi bangunan di Indonesia

A. KRITERIA AUDIT SMK3

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 Ditetapkan bahwa Setiap warga

PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI

SEKOLAH TINGGI ENERGI DAN MINERAL

Analisis Kecelakaan Kerja di Stasiun Pengisian Tabung LPG

BAB 1 PENDAHULUAN. Potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehartan Kerja (SMK3)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI

(SMKP) ELEMEN 6 DOKUMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PERTAMBANGAN (SMKP) MINERAL DAN BATUBARA

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Implementasi Kartu observasi bahaya atau HOC (Hazard Observation Card) Implementasi merupakan aspek yang sangat penting

PENGELOLAAN OPERASI K3 PERTEMUAN #6 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

#7 PENGELOLAAN OPERASI K3

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur

PELATIHAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA Oleh : Agus Yulianto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja a. Definisi Menurut OHSAS 18001:2007 yang dimaksud tempat kerja ialah lokasi manapun yang berkaitan dengan aktivitas kerja di bawah kendali organisasi (perusahaan). Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 1 ayat (1), yang dimaksud tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap di mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian yang dengan tempat kerja tersebut. Oleh karena pada tiap tempat kerja terdapat sumber bahaya maka pemerintah mengatur keselamatan kerja baik di darat, di tanah, di permukaan, di dalam air, maupun di udara yang berada diwilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Ketentuan tersebut berlaku dalam tempat kerja, yang merupakan tempat-tempat : 7

8 1) Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan. 2) Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi. 3) Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan perairan, saluran, atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau di mana dilakukan pekerjaan persiapan. 4) Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan. 5) Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan. 6) Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara. 7) Dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang.

9 8) Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air. 9) Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan. 10) Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah. 11) Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting. 12) Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang. 13) Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran. 14) Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau timah. 15) Dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau telepon. 16) Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat tehnis. 17) Dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air. 18) Diputar pilem, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.

10 b. Syarat-syarat Keselamatan Kerja di Tempat Kerja Dalam undang-undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada BAB III dijelaskan bahwa syarat-syarat keselamatan kerja meliputi : 1) Mencegah dan mengurangi kecelakaan; 2) Mencegah, mengurangi dan memadam kan kebakaran; 3) Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; 4) Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya; 5) Memberi pertolongan pada kecelakaan; 6) Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja; 7) Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran; 8) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan; 9) Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai; 10) Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik; 11) Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup; 12) Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban; 13) Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;

11 14) Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang; 15) Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan; 16) Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang; 17) Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya; 18) Menyeseuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi. 2. Pekerjaan a. Definisi Pekerjaan merupakan sesuatu yang didasarkan pada studi intelektual dan latihan yang khusus, tujuannya adalah untuk menyediakan pelayanan ketrampilan terhadap yang lain dengan bayaran maupun upah tertentu (Peter Jarvis, 1983). Pekerjaan merupakan suatu ketrampilan yang terdapat dalam prakteknya didasarkan atas suatu struktur teoritis tertentu dari beberapa bagian pelajaran ataupun ilmu pengetahuan (Cogan, 1983). Sedangkan menurut Dedi Supriyadi (1998), pekerjaan merupakan suatu jabatan yang menuntut suatu keahlian, tanggung jawab serta kesetiaan terhadap pekerjaan.

12 b. Sifat dan karakter pekerjaan meliputi : 1) Pekerjaan membutuhkan waktu pendidikan dan latihan yang khusus dan memadai, yaitu harus adanya ketrampilan yang khusus dalam suatu bidang pekerjaan. 2) Suatu pekerjaan khas dengan keahlian serta ketrampilan, yaitu memiliki keahlian khusus dalam 1 bidang tertentu. 3) Menuntut kemampuan kinerja intelaktual, yaitu kemampuan yang dibutuhkan untuk dapat melakukan berbagai aktivitas seperti mental berpikir, menalar, serta memecahkan masalah. 4) Mempunyai konsekuen memikul tanggung jawab pribadi secara penuh. 5) Kinerja lebih mengutamakan pelayanan daripada imbalan ekonomi. 6) Ada sangsi jika terdapat pelanggaran. 7) Memiliki kebebasan untuk memberikan judgment. 8) Ada pengakuan dari masyarakat. 9) Memiliki kode etik serta asosiasi profesional. 10) Mengatur diri 11) Layanan publik serta altruisme 12) Status dan imbalan yang tinggi, pekerjaan yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, serta imbalan yang layak bagi tenaga kerjanya. Hal itu layak dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi orang lain.

13 3. Potensi Bahaya a. Definisi Potensi Bahaya Potensi bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cedera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja (Tarwaka, 2008). Sedangkan menurut Ramli (2010), Bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cedera pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya. Karena hadirnya bahaya maka diperlukan pengendalian agar bahaya tersebut tidak menimbulkan akibat yang merugikan. b. Sumber Bahaya Sebagaimana diterangkan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja bahwa di tempat kerja terdapat sumber bahaya yang dapat mengancam keselamatan maupun kesehatan tenaga kerja. Adapun sumber bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja adalah sebagai berikut : 1) Manusia Termasuk pekerja dan manajemen. Kesalahan utama sebagian besar kecelakaan, kerugian atau kerusakan terletak pada tenaga kerja yang kurang bergairah, kurang terampil, kurang tepat, terganggu emosinya yang pada umumnya menyebabkan kecelakaan dan kerugian (Silalahi dan Silalahi, 1995)

14 2) Peralatan Menurut Sahab (1997), peralatan meliputi mesin dan alat atau sarana lain yang digunakan. Elemen ini merupakan faktor penyebab utama terjadinya insiden. Perawatan peralatan bukan hanya menurut waktu pemakaian melainkan juga didasarkan pada kondisi bagianbagiannya. Tanpa perawatan yang teratur, keadaan mesin berubah menjadi penyebab bahaya. Peralatan yang seharusnya digunakan semestinya dilengkapi dengan alat pelindung dan pengaman, peralatan itu dapat menimbulkan macam-macam bahaya seperti : a) Kebakaran b) Sengatan listrik c) Ledakan d) Luka-luka e) Cedera 3) Bahan Menurut Sahab (1997), bahan dapat berperan sebagai sumber bahaya. Bahaya dari bahan meliputi berbagai risiko sesuai dengan sifat bahan, antara lain : a) Mudah terbakar, b) Mudah meledak, c) Menimbulkan alergi, d) Menimbulkan kanker, e) Bersifat racun,

15 f) Radioaktif, g) Mengakibatkan kelainan pada janin, h) Menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh. Sedangkan tingkat bahaya yang ditimbulkan dari bahan tergantung pada : (a) Bentuk alami bahan atau energi yang terkandung, (b) Berapa banyak terpapar bahan atau energi tersebut, (c) Berapa lama terpapar bahan atau energi tersebut. 4) Proses Bahaya dari proses produksi sangat bervariasi tergantung dari teknologi yang digunakan. Terkadang dalam proses produksi menimbulkan asap, debu, panas, bising dan bahaya mekanis seperti terjepit, terpotong atau tertimpa bahan. Hal ini dapat mengakibatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Tingkat bahaya dari proses ini tergantung pada teknologi yang digunakan (Sahab, 1997). 5) Cara kerja Menurut Sahab (1997), cara kerja yang berpotensi terhadap terjadinya bahaya atau kecelakaan berupa tindakan tidak aman, misalnya : a) Cara mengangkat yang salah, b) Posisi yang tidak benar, c) Tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), d) Lingkungan kerja,

16 e) Menggunakan alat atau mesin yang tidak sesuai. 6) Lingkungan Kerja Menurut Silalahi dan Silalahi (1995), keadaan lingkungan yang dapat merupakan keadaan berbahaya antara lain : a) Suhu dan kelembaban udara, b) Kebersihan udara, c) Penerapan dan kuat cahaya, d) Kekuatan bunyi, e) Cara dan proses kerja f) Udara, gas-gas bertekanan, g) Keadaan lingkungan setempat, h) Keadaan mesin-mesin, perlengkapan dan peralatan kerja serta bahan. Bahaya-bahaya yang terdapat pada lingkungan kerja adalah sebagai berikut : a) Faktor Bahaya Fisika Menurut Suma mur (2009), faktor bahaya fisika merupakan bahaya yang timbul dari keadaan fisika di lingkungan kerja meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban cepat rambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi dan tekanan udara. b) Faktor Bahaya Kimia Menurut Suma mur (2009), faktor bahaya kimia merupakan bahaya yang bisa berasal dari bahan yang digunakan atau hasil

17 produksi, yang meliputi gas, uap, debu, kabut, asap, cairan dan benda padat. c) Faktor Bahaya Biologi Menurut Suma mur (2009), faktor bahaya biologi merupakan bahaya yang berasal dari golongan hewan dan tumbuhan, misalnya virus, bakteria, riketsia, protozoa, jamur, cacing, kutu, pinjal atau mungkin pula tumbuhan atau hewan besar atau bahan dari padanya. d) Faktor Bahaya Fisiologi Menurut Sahab (1997), faktor bahaya fisiologi merupakan bahaya yang berasal dari ketidaksesuaian antara konstruksi mesin dengan ukuran tubuh tenaga kerja yang dapat menimbulkan beban kerja tambahan misalnya posisi kerja yang tidak sesuai dan konstruksi mesin yang tidak ergonomi. e) Faktor Bahaya Mental Psikologis Bahaya yang berasal dari psikologis tenaga kerja yang meliputi suasana kerja, pekerjaan yang monoton, ketidaksesuaian hubungan kerja antar pekerja dan atasan dengan bawahan (Suma mur, 2009). 4. Kecelakaan Kerja a) Definisi Kecelakaan Kerja Menurut Tarwaka (2008), menyebutkan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak

18 terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya. Sedangkan menurut Permenaker No. Per 03/MEN/1994 mengenai Program Jamsostek Pasal 1 Ayat (7), pengertian kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan biasa atau wajar dilalui. Dengan demikian, menurut Tarwaka (2008) kecelakaan kerja mengandung unsur-unsur sebagai berikut : 1) Tidak diduga semula, oleh karena di belakang peristiwa kecelakaan tidak terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan. 2) Tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap peristiwa kecelakaan akan selalu disertai kerugian baik fisik maupun mental. 3) Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan, yang sekurangkurangnya menyebabkan gangguan proses kerja. b) Jenis Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja yang ada di industri menurut Tarwaka (2008) dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu : 1) Kecelakaan industri Kecelakaan industri adalah suatu kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja, karena adanya potensi bahaya yang tidak terkendali.

19 2) Kecelakaan di dalam perjalanan Kecelakaan di dalam perjalanan adalah kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja tetapi masih berhubungan dengan pekerjaan. c) Penyebab Terjadinya Kecelakaan Cara penggolongan sebab-sebab kecelakaan di berbagai negara berbeda-beda. Namun ada kesamaan umum menurut Suma mur (2009), yaitu bahwa kecelakaan disebabkan oleh dua golongan penyebab, yaitu : 1) Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human). 2) Keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition). Heinrich dalam Tarwaka (2008), mengemukakan suatu teori sebab akibat terjadinyakecelakaan kerja yang dikenal dengan Teori Domino. Teori Domino memiliki lima faktor penyebab yang secara berurutan dan saling berdiri sejajar antara faktor satu dengan yang lainnya. Kelima faktor tersebut adalah : 1) Domino kebiasaan, 2) Domino kesalahan, 3) Domino tindakan dan kondisi tidak aman, 4) Domino kecelakaan, 5) Domino cedera. Selanjutnya Heinrich dalam Tarwaka (2008), menjelaskan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan membuang salah

20 satu kartu domino atau memutuskan rangkaian mata rantai domino tersebut. Berdasarkan teori dari Heinrich tersebut, Bird dan Germain dalam Tarwaka (2008) memodifikasi teori domino dengan merefleksikan ke dalam hubungan manajemen secara langsung dengan sebab akibat kerugian kecelakaan. Model penyebab kerugian melibatkan lima faktor penyebab secara berurutan. Kelima faktor yang dimaksud adalah : Lock Of Control Basic Cause Immadiete Causes Incident People- Property / Loss Gambar 1. Bagan Teori Domino Sumber : Ramli, 2010 Menurut Tarwaka (2008) untuk lebih detailnya, diagram alur tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut ini : 1) Kurangnya Sistem Pengendalian (Lock of Control) Kurangnya kontrol merupakan urutan pertama menuju terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerugian. Kontrol merupakan salah satu fungsi utama dari manajemen yaitu : Planning, Organizing, Leading dan Controling. Tanpa manajemen pengendalian yang kuat, penyebab kecelakaan dan rangkaian efek akan dimulai dan memicu faktor penyebab kerugian. Kurangnya pengendalian dapat disebabkan karena faktor : (a) Program yang tidak memadai,

21 (b) Standar program yang tidak memadai, (c) Tidak memenuhi standar. Domino yang pertama akan jatuh diakibatkan karena kelemahan pengawas dan pihak manajemen yang tidak merencanakan dan mengorganisasi tenaga kerja dengan benar serta tidak mengarahkan para tenaga kerjanya untuk terampil dalam melaksanakan pekerjaannya (Bird and Germain dalam Tarwaka, 2008). 2) Penyebab Dasar (Basic Cause) Bird dan Germain dalam Tarwaka (2008) menyebutkan penyebab dasar adalah penyebab nyata yang dibelakang atau melatarbelakangi penyebab langsung yang mendasari terjadinya kecelakaan kerja, terdiri dari : (a) Faktor Personal (Personal Factor) yaitu meliputi : (1) Kurangnya pengetahuan, (2) Kurangnya keterampilan, (3) Kurangnya kemampuan fisik dan mental, (4) Kurangnya motivasi, (5) Stress fisik dan mental. (b) Faktor Pekerjaan (Job Factor) yaitu meliputi : (1) Kepemimpinan dan kepengawasan yang tidak memadai, (2) Engineering kurang memadai, (3) Maintenance kurang memadai,

22 (4) Alat dan peralatan kurang memadai, (5) Pembelian barang kurang memadai, (6) Standar kerja kurang memadai, (7) Aus dan retak akibat pemakaian, (8) Penyalahgunaan wewenang. 3) Penyebab Langsung (Immediate Cause) Jika penyebab dasar terjadi, maka terdapat peluang untuk menjadi tindakan dan kondisi tidak aman. Menurut Heinrich dalam Tarwaka (2008) menyebutkan bahwa 88% kecelakaan diakibatkan oleh tindakan yang tidak aman, 10% karena kondisi yang tidak aman dan 2% disebabkan oleh faktor yang tidak disebutkan. (a) Tindakan tidak aman (Unsafe Action) Tindakan tidak aman adalah pelanggaran terhadap cara kerja aman yang mempunyai risiko terjadinya kecelakaan, antara lain : (1) Menjalankan sesuatu tanpa ijin, (2) Gagal mengingat atau mengamankan, (3) Menjalankan peralatan dengan kecepatan yang tidak sesuai, (4) Tidak menggunakan alat-alat keselamatan kerja, (5) Menggunakan peralatan dengan cara tidak benar, (6) Tidak menggunakan alat pelindung diri, (7) Cara memuat dan membongkar tidak benar,

23 (8) Cara mengangkat tidak benar, (9) Posisi yang tidak benar, (10) Menggunakan peralatan yang rusak. (b) Kondisi tidak aman (Unsafe Condition) Kondisi tidak aman adalah kondisi fisik yang berbahaya dan keadaan yang berbahaya yang langsung menimbulkan peluang terjadinya kecelakaan kerja, antara lain : (1) Pengamanan atau pelindung yang tidak cukup, (2) Alat, peralatan atau bahan yang rusak, (3) Penyumbatan, (4) Sistem peringatan yang tidak memadai, (5) Bahaya kebakaran dan peledakan, (6) Kurang bersih, (7) Kondisi yang berbahaya seperti : debu, gas, uap, (8) Kebisingan yang berlebih, (9) Kurangnya ventilasi dan penerangan. 4) Insiden Menurut Bird dan Germain dalam Tarwaka (2008), menyebutkan insiden terjadi karena adanya kontak energi atau bahan-bahan berbahaya. Kecelakaan tersebut dapat berupa : (1) Terbentur atau menabrak suatu benda, (2) Terbentur atau tertabrak benda atau alat yang bergerak, (3) Jatuh ke tingkat yang lebih rendah,

24 (4) Jatuh pada tingkat yang sama (tergelincir, tersandung, terpeleset), (5) Terjepit diantara dua benda, (6) Terjepit ke dalam alat/benda yang berputar, (7) Kontak dengan listrik, panas, dingin, radiasi dan bahan beracun. 5) Kerugian (Loss) Apabila terjadi kecelakaan kerja maka akan mengakibatkan kerugian terhadap manusia dan harta benda yang akan mempengaruhi kualitas dan produksi sebagaimana pengaruhnya terhadap keselamatan, kesehatan dan keamanan. Kecelakaan menurut Suma mur (2009), menyebabkan lima jenis kerugian yaitu: (a) Kecelakaan, (b) Kekacauan organisasi, (c) Keluhan dan kesedihan, (d) Kelainan dan kecacatan, (e) Kematian. Frank Elbert dalam Suardi (2005), menyebutkan biaya yang timbul sebagai akibat kecelakaan dapat digambarkan seperti Gunung Es atau yang lebih dikenal dengan sebutan Teori Gunung Es yang artinya biaya langsung sebagai bongkahan gunung es yang terlihat pada permukaan laut, sedangkan biaya tidak langsung yaitu

25 bongkahan es yang berada di bawah permukaan laut yang jauh lebih besar. 6) Pencegahan Kecelakaan Kerja Pencegahan kecelakaan kerja pada umumnya adalah upaya untuk mencari penyebab dari suatu kecelakaan dan bukan mencari siapa yang salah. Dengan mengetahui dan mengenal penyebab kecelakaan maka dapat disusun suatu rencana pencegahannya, yang mana hal ini merupakan program K3, yang pada hakekatnya merupakan rumusan dari suatu strategi bagaimana menghilangkan atau mengendalikan potensi bahaya yang sudah diketahui (Tarwaka, 2008). Menurut International Labour Organization (ILO) dalam Dasar-dasar K3 (2007) langkah-langkah penanggulangan kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan : (a) Peraturan perundang-undangan Ketentuan dan syarat K3 mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknis dan teknologi, penerapan ketentuan dan syarat K3 sejak tahap rekayasa, penyelenggaraan pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3. (b) Standarisasi Standar K3 maju akan menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan K3.

26 (c) Riset teknis, medis, psikologis dan statistik Riset atau penelitian untuk menunjang tingkat kemajuan bidang K3 sesuai perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi. (d) Pendidikan dan latihan Peningkatan kesadaran, kualitas pengetahuan dan keterampilan K3 bagi tenaga kerja. (e) Persuasi Cara penyuluhan dan pendekatan dibidang K3 bukan melalui penerapan dan pemaksaan melalui sanksi-sanksi. (f) Asuransi Insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan kerja dengan pembayaran premi yang lebih rendah terhadap perusahaan yang memenuhi syarat K3. (g) Penerapan K3 di tempat kerja Langkah-langkah pengaplikasikan di tempat kerja dalam upaya memenuhi syarat-syarat K3 di tempat kerja. (h) Inspeksi atau pemeriksaan Suatu kegiatan pembuktian sejauh mana kondisi tempat kerja telah memenuhi ketentuan dan persyaratan K3.

27 5. Sistem Manajemen K3 a. Definisi Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pasal 1 ayat (1), dijelaskan bahwa Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Sedangkan definisi dari Audit SMK3 dijelaskan dalam pasal 1 ayat (7), bahwa Audit SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan independen terhadap pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu hasil kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan SMK3 di perusahaan. b. Tujuan Penerapan SMK3 Penerapan SMK3 dilaksanakan oleh perusahaan juga memiliki tujuan yang telah dijelaskan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pasal 2, yaitu : 1) Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi;

28 2) Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh; serta 3) Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas. c. Penerapan SMK3 Penerapan SMK3 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang harus dilaksanakan oleh perusahaan meliputi : 1) Penetapan kebijakan K3 Pasal 7 a) Penetapan kebijakan K3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh pengusaha. b) Dalam menyusun kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha paling sedikit harus: (1) Melakukan tinjauan awal kondisi K3 yang meliputi : (a) Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko; (b) Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain yang lebih baik; (c) Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan;

29 (d) Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan dengan keselamatan; dan (e) Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan. 2) Memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus-menerus; dan 3) Memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh. c) Kebijakan K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat : (1) Visi; (2) Tujuan perusahaan; (3) Komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan; dan (4) Kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional. 2) Perencanaan K3 Pasal 9 a) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dilakukan untuk menghasilkan rencana K3. b) Rencana K3 disusun dan ditetapkan oleh pengusaha dengan mengacu pada kebijakan K3 yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).

30 c) Dalam menyusun rencana K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pengusaha harus mempertimbangkan: (1) Hasil penelaahan awal; (2) Identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko; (3) Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya; dan (4) Sumber daya yang dimiliki. d) Pengusaha dalam menyusun rencana K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melibatkan Ahli K3, Panitia Pembina K3, wakil pekerja/buruh, dan pihak lain yang terkait di perusahaan. e) Rencana K3 paling sedikit memuat: (1) Tujuan dan sasaran; (2) Skala prioritas; (3) Upaya pengendalian bahaya; (4) Penetapan sumber daya; (5) Jangka waktu pelaksanaan; (6) Indikator pencapaian; dan (7) Sistem pertanggungjawaban. 3) Pelaksanaan Rencana K3 Pasal 10 a) Pelaksanaan rencana K3 dilakukan oleh pengusaha berdasarkan rencana K3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c dan Pasal 9.

31 b) Pengusaha dalam melaksanakan rencana K3 didukung oleh sumber daya manusia di bidang K3, prasarana, dan sarana. c) Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memiliki: (1) Kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat; dan (2) Kewenangan di bidang K3 yang dibuktikan dengan surat izin kerja/operasi dan/atau surat penunjukkan dari instansi yang berwenang. d) Prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit terdiri dari: (1) Organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang K3; (2) Anggaran yang memadai; (3) Prosedur operasi/kerja, informasi, dan pelaporan serta pendokumentasian; dan (4) Instruksi kerja. 6. Inspeksi Inspeksi adalah upaya deteksi dini dan mengoreksi adanya potensi bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Inspeksi tempat kerja bertujuan untuk mengidentifikasi sumber-sumber bahaya potensial yang ada di tempat kerja, mengevaluasi tingkat resiko terhadap tenaga kerja serta mengendalikan sampai tingkat yang aman bagi kesehatan dan keselamatan tenaga kerja. Inspeksi tidak ditujukan untuk mencari kesalahan orang, melainkan untuk menemukan dan menentukan lokasi

32 bahaya potensial yang dapat mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Sahab, 1997). a. Jenis-jenis inspeksi Ada dua jenis inspeksi pada umumnya berdasarkan Tarwaka (2008), meliputi : 1) Inspeksi Informal Merupakan jenis inspeksi yang tidak direncanakan pelaksanaannya dilakukan sewaktu-waktu dalam aktifitas operasional sehari-hari di tempat kerja, dan dilakukan berdasarkan kesadaran dari orang-orang yang menemukan atau melihat masalahmasalah K3 yang ada di tempat kerja. Inspeksi jenis ini cukup efektif karena masalah-masalah yang muncul bisalangsung dideteksi dan dilaporkan untuk segera dilakukan tindakan perbaikan. 2) Inspeksi formal Inspeksi jenis ini lebih dikenal dengan inspeksi periodik yang pelaksanaannya dilakukan terencana baik tempat, waktu dan siapa saja yang ikut dalam pelaksanaan inspeksi tersebut. b. Metode Inspeksi Menurut Alkon (1998) terdapat dua macam metode yang digunakan yaitu :

33 1) Safety Tour Pelaksanaan Safety Tour yaitu perjalanan mengelilingi perusahaan mulai dari awal sampai hasil suatu proses produksi. Dalam hal ini manajemen melakukan pengamatan langsung ke lapangan sebagi suatu bukti keterlibatan manajemen yang mendukung dan memperhatikan program kesehatan dan keselamatan kerja. 2) Safety Sampling Safety sampling biasanya digunakan untuk mengukur efektifitas pelaksanaan keselamatan kerja pada suatu tempat kerja. Pemantauan pada safety sampling ditujukan kepada fakta- fakta saat melaksanakan suatu pekerjaan apakah sesuai dengan cara dan prosedur yang aman. Yang dihitung dalam safety sampling adalah banyaknya orang yang bekerja dengan cara yang tidak aman. Pelaksanaannya harus dilakukan secara periodik. Namun, tidak hanya tindakan saja yang diukur melainkan kondisi lingkungan kerja, APD dan sebagainya. Safety sampling merupakan alat motivasi dengan adanya kegiatan tersebut maka tenaga kerja bekerja dengan aman. c. Langkah-langkah pelaksanaan inspeksi Inspektor (pelaksana inspeksi) harus memahami kebijaksanaankebijaksanaan dan norma-norma keselamatan kerja, selain itu juga harus menguasai undang-undang dan peraturan-peraturan keselamatan kerja yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun standart-standart lainnya

34 (Alkon, 1998). Inspektor atau pelaksana inspeksi keselamatan kerja dibedakan menjadi 2, yaitu : 1) Ekstern Perusahaan Inspeksi keselamatan kerja yang dilaksanakan oleh pengawas dari instansi pemerintah atau pihak ketiga. 2) Intern Perusahaan Inspeksi yang dilakukan oleh orang yang berkepentingan seperti supervisor dan manager lini dan juga mempunyai spesialisasi dibidangnya seperti safety advisor dan teknisi atau ahli yang terbaik setiap unsur karyawan dari level terendah sampai tingkat tinggi (top management). Inspeksi keselamatan kerja dilakukan melalui : 1) Tahap Persiapan Inspeksi a) Periksa jadwal dan tim kerja b) Analisa kecelakaan yang ada c) Analisa laporan inspeksi yang lalu d) Buat checklist (daftar periksa) e) Buat peta inspeksi berdasarkan gambar lokasi f) Periksa prosedur kerja atau kartu analisa kerja g) Rencanakan jalur-jalur inspeksi h) Anggaran waktu yang cukup i) Siapkan alat pelindung diri

35 2) Pelaksanaan inspeksi a) Pendahuluan Pendahuluan adalah menghubungi penanggung jawab bagian yang akan dikunjungi untuk menjelaskan bahwa akan diadakan inspeksi diarea kerja. b) Peta Inspeksi Usahakan mengikuti peta inspeksi seperti yang telah direncanakan c) Pengamatan Mengamati semua kegiatan proses produksi untuk memastikan ada atau tidaknya pelanggaran terhadap peraturan keselamatan kerja. d) Observasi Observasi tindakan-tindakan perorangan untuk mencocokan dengan syarat-syarat keselamatan kerja. e) Penelitian Penelitian dilakukan untuk mengumpulkan atau juga cross-check data. f) Koreksi Koreksi sementara dengan segera apabila dalam melaksanakan inspeksi atau tindakan berbahaya atau membahayakan. g) Catat Buat catatan ringkas tentang ketidak sesuaian dan kesesuaian peralatan, tindakan dan kondisi terhadap standart kemudian periksa pedoman identifikasi bahaya.

36 Seorang inspektor harus menunjukan tempat dan penjelasan setiap bahaya yang ditemukan dalam pemeriksaan, dan juga harus membuat catatan yang mendetail untuk menjawab kemungkinan-kemungkinan pertanyaan yang akan timbul. Potensi kerugiannya supaya diperkirakan agar dapat membuat klasifikasi dalam laporan. 3) Tahap Pelaporan Setiap inspeksi harus ditindak lanjuti dengan laporan tertulis tanpa laporan tertulis inspeksi tidak mempunyai arti dan hanya seperti single seeing tour saja. Tipe laporan inspeksi ada 3 yaitu : a) Laporan Keadaan Darurat Segera dibuat tanpa menunggu untuk keadaan berbahaya, kritis atau katastropik, yaitu termasuk kategori bahaya IA, IIB. b) Laporan Berkala (periodik) Mencakup keadaan bahaya yang tidak tergolong emergency yang ditemukan dalam inspeksi berkala. Laporan supaya dibuat dalam 24 jam setelah inspeksi. c) Laporan Ringkas (summary) Mencakup semua item dari laporan berkala terdahulu untuk jangka waktu tertentu. Laporan harus menyebutkan nama departemen dan area yang di inspeksi, nama serta jabatan yang mengadakan inspeksi, tanggal laporan dibuat dan nama untuk siapa laporan dibuat. Adapun statistik membuat

37 laporan yang ada dianjurkan agar mudah dipahami dan ditindak lanjuti yaitu : (1) Catat item temuan yang belum ditindak lanjuti dan beri tanda pengukang kembali. (2) Tiap item harus diberi nomor urut. (3) Tiap item supaya diberi klasifikasi bahaya. (4) Sedapat mungkin sebutkan akan tindak lanjuti dan oleh siapa dari item yang ditulis ulang. (5) Laporan inspeksi supaya dialamatkan kepada departemen yang diinspeksi dengan tembusan kepada atasan. (6) Usaha perbaikan sebagai tindak lanjut. (7) Untuk mengetahui kondisi dari setiap keadaandan upaya yang dilakukan dalam manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3), maka sangat perlu adanya langkah evaluasi tersebut maka kita dapat menentukan tindak lanjut yang akan dilakukan untuk pengembangan. Inspeksi adalah tindakan preventif dari adanya potensi bahaya sebelum potensi bahaya tersebut menjadikan kecelakaan. Rekomendasi dari laporan dapat dijadikan dasar untuk membuat rencana kerja yang menyusun prioritas dalam rencana kerja. Untuk penindak lanjutan, rekomendasi dapat dikelompokan menurut daerah bahaya ditemukan dan penanggung jawab perbaikan.

38 Kemudian rekomendasi tersebut perlu dikirim kepada yang berwenang untuk persetujuan pelaksanaan perbaikan. untuk pelaksanaannya dibuat form, penerima form rekomendasi harus memberi jawaban tentang tindak lanjutnya dalam waktu yang ditentukan dalam prosedur, apabila menyetujui rekomendasi diminta memberi kepastiannya kapan tindak lanjutnya telah dilaksanakan, apabila menolaknya supaya menjelaskan apa alasannya. Untuk memudahkan administrasi dan penindaklanjutan, form dibuat dalam beberapa salinan. Ada 4 tahap yang perlu diikuti oleh inspektor dalam membuat rekomendasi yaitu : (1) Sedapat mungkin seorang inspektor memperbaiki sebab dari deviasi (penyimpangan) yang ditemukan. Jangan hanya memperbaiki hasil terakhir dan membiarkan permasalahannya. (2) Perbaiki apa saja yang mungkin diperbaiki secara langsung. (3) Laporkan kondisi yang ada dikuar wewenang anda dan usulkan solusinya. (4) Ambil tindakan sementara bila perlu. Pada waktu tertentu supervisor harus melaporkan perkembangan dari pelaksanaan rekomendasi kepada P2K3 pusat. Sebaliknya P2K3 pusat harus memeriksa secara berkala perkembangan pelaksanaannya sudah memenuhi syarat yang dimaksud. Keadaan berbahaya yang tidak diperbaiki memberi indikasi adanya komunikasi yang tidak baik antara departemen dalam pelaksanaan program.