7/11/2017 MENINGKATKAN KEMAMPUAN DAN KOORDINASI ANTAR KEMEBTERIAN/LEMBAGA DALAM PENANGANAN ABK ASING PELAKU ILLEGAL FISHING DISAMPAIKAN OLEH DR.YUSTINUS SUSILO SH., MH PADA ACARA RAPAT KORDINASI NASIONAL PEMBERANTASAN IUUF 1
PENANGANAN PERKARA PERIKANAN TINDAK PIDANA PERIKANAN DITANGANI BAGIAN BIDANG TINDAK PIDANA UMUM KEJAKSAAN AGUNG RI MULAI BULAN SEPTEMBER 2014 BERDASARKAN PERATURAN JAKSA AGUNG RI NOMOR PER-017/A/JA/07/2014 TANGGAL 7 JULI 2014. DIBIDANG TINDAK PIDANA UMUM KEJAKSAAN AGUNG RI TINDAK PIDANA PERIKANAN DITANGANI SATUAN TUGAS SUMBER DAYA ALAM LINTAS NEGARA (SATGAS SDA-LN) DIBAWAH DIREKTORAT TINDAK PIDANA UMUM LAINNYA 1
PENANGANAN TINDAK PIDANA PERIKANAN 1. UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI 2. UU Nomor UU 31 tahun 2004 tentang PERIKANAN sebagaimana diubah dengan UU 45 tahun 2009 ttg Perubahan UU Nomor UU 31 tahun 2004 tentang PERIKANAN 3. Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; sebagaimana di ubah UU no 1 Tahun 2014 ttg Perubahan Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil 4. Undang-Undang nomor 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Laut); 5. UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP DASAR HUKUM 6. Kepmen dan Permen kelautan dan Perikanan Terkait 7. Perpes Nomor 115 tahun. 2015 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (illegal fishing) 2
SUMBER HUKUM INTERNASIONAL TERKAIT IUU FISHING 1. United Nations Convention on the Law of the Sea 1982. Ratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985. 2. FAO Agreement to Promote Compliance with International Conservation and Management Measures by Fishing Vessels on the High Seas (FAO Compliance Agreement 1993) 3. UN Agreement for the Implementation of the Provisions of the UNCLOS 1982 Relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks (UN Fish Stock Agreement 1995). Ratifikasi dengan UU No. 21 Tahun 2009. 4. FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries 1995. Bersifat voluntary dan telah diadopsi oleh lebih dari 170 negara anggota FAO pada tahun 1995. 3
5 5. FAO International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate IUU Fishing 2001. Bersifat voluntary dan FAO secara konsensus telah mengadopsi IPOA-IUU pada tahun 2001 dan mendorong negara anggota FAO untuk mengambil langkah yang diperlukan untuk melaksanakan IPOA-IUU secara efektif. 6. FAO Port State Measures Agreement to Combat IUU Fishing 2009. Indonesia menandatangani agreement bersama dengan 22 negara lainnya. 7. Regional Plan of Action to Promote Responsible Fishing Practices Including Combating Illegal, Unreported and Unregulated Fishing in the Region 2007 (RPOA on IUU Fishing). Anggota terdiri dari Indonesia, Australia, Brunei Darussalam, Kamboja, Malaysia, PNG, Filipina, Singapura, Thailand, Timor Leste dan Vietnam 4
ILLEGAL FISHING Timbulnya wacana illegal Fishing erat kaitannya dengan kerangka IUU (Illegal,Unreportered,Unregulated ) Fishing pada saat diselenggarakannya forum CCAMLR (Commision for Conservation of Atlantic Marine Living Resources) pada 27 Oktober 7 Nopember 1997. IUU Fishing dikelompok menjadi 3 (tiga) yaitu (1) Illegal fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan secara illegal di perairan wilayah atau ZEE suatu negara, atau penangkapan ikan tidak memiliki ijin dari negara tersebut; (2) Unregulated fishing yaitu kegiatan penangkapan di perairan wilayah atau ZEE suatu negara yang tidak mematuhi aturan yang berlaku di negara tersebut; 5
(3) Unreported fishing yaitu kegiatan penagkapan ikan di perairan wilayah atau ZEE suatu negara yang tidak dilaporkan baik operasionalnya maupun data kapal dan hasil tangkapannya. ILLEGAL FISHING antara lain 1. Penangkapan ikan di WPPRI tanpa izin. 2. Menggunakan izin palsu. 3. Tidak dilaporkan di pelabuhan pangkalan. 4. Membawa hasil tangkapan langsung ke luar negeri. 5. Menggunakan alat penangkapan ikan terlarang. 6. Menggunakan alat penangkapan ikan dengan jenis / ukuran alat tangkap yang tidak sesuai dengan izin. 6
DATA PERKARA TAHUN 2016 Perkara IUUF yang ditangani Kejaksaan RI dari bulan Januari s/d Desember 2016 sebagai berikut KEJAKSAAN AGUNG R.I. ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA SELATAN RIAU KEPRI BANTEN KALBAR KALTIM SULAWESI UTARA SULAWESI TENGAH NUSA TENGGARA BARAT MALUKU UTARA PAPUA JUMLAH 18 PERKARA 5 PERKARA 41 PERKARA 13 PERKARA 3 PERKARA 53 PERKARA 5 PERKARA 17 PERKARA 19 PERKARA 37 PERKARA 1 PERKARA 1 PERKARA 9 PERKARA 5 PERKARA 227 PERKARA 7
DATA PERKARA NAHKODA ASING PELAKU IUUF PERIODE JANUARI s/d DESEMBER 2016 ACEH SUMATERA UTARA KEPRI BANTEN KALBAR SULAWESI UTARA JUMLAH 1 PERKARA (MYANMAR) 1 PERKARA (MYANMAR) 29 PERKARA (1 Argentina,1 Chili,2 laos,2 Malaysia, 2 THailand, 3 Myanmar, 18 Vietnam) 2 PERKARA (RRC) 37 PERKARA (Vietnam) 29 PERKARA (Philipina) 99 PERKARA 8
DATA PERKARA IUUF TAHUN 2017 Perkara yang ditangani Kejaksaan RI dari bulan Januari s/d Juli 2017 sebagai berikut KEJAKSAAN AGUNG R.I. ACEH SUMATERA UTARA KEPRI BANTEN DKI JAKARTA JAWA BARAT KALBAR KALTIM SULAWESI UTARA MALUKU JUMLAH 30 PERKARA 1 PERKARA 15 PERKARA 37 PERKARA 1 PERKARA 1 PERKARA 1 PERKARA 37 PERKARA 4 PERKARA 29 PERKARA 2 PERKARA 158 PERKARA 9
DATA PERKARA NAHKODA PELAKU ASING IUUF PERIODE JANUARI s/d JULI 2017 KEJAKSAAN AGUNG R.I. ACEH SUMATERA UTARA KEPRI KALBAR SULAWESI UTARA JUMLAH 2 PERKARA (RRC) 1 PERKARA (Myanmar) 1 PERKARA (Myanmar) 37 PERKARA (1 Malaysia, 1 Thailand, 1 RRC,32 Vietnam,2 Singapura) 37 PERKARA (Vietnam) 29 PERKARA (Philipina) 107 PERKARA 10
ALUR PENANGANAN PERKARA IUUF DI KEJAGUNG PENYIDIK/ SPDP JAM PIDUM TAHAP II DI KEJARI DIREKTUR TPUL KOORDINA SI KEJATI KASATGAS LENGKAP JPU SATGAS SDA UNIT PERIKANAN KOORDINASI DGN PENYIDIK TAHAP I 11
KENDALA KENDALA PENANGANAN ILLEGAL FISHING PRA PENUNTUTAN 1. JANGKA WAKTU PENANGANAN PERKARA SANGAT SINGKAT PENELITIAN BERKAS PERKARA MAKSIMAL 5 HARI TERHITUNG SEJAK TANGGAL DITERIMANYA BERKAS PENYIDIKAN. PENYIDIKAN DIANGGAP TELAH SELESAI APABILA DALAM WAKTU 5 HARI PU TIDAK MENGEMBALIKAN BERKAS PERKARA KEPADA PENYIDIK. DALAM WAKTU PALING LAMA 10 HARI TERHITUNG SEJAK TANGGAL PENERIMAAN BERKAS, PENYIDIK HARUS MENYAMPAIKAN KEMBALI BERKAS PERKARA KEPADA PU JPU MENYAMPAIKAN BERKAS PERKARA KEPADA PENGADILAN PALING LAMA 10 HARI SEJAK TANGGAL PENERIMAAN BERKAS PERKARA DARI PENYIDIK DINYATAKAN LENGKAP (PASAL 76 AYAT (5) UU No.45 TAHUN 2009) 12
KENDALA KENDALA PENANGANAN ILLEGAL FISHING PRA PENUNTUTAN 2. ADANYA KELEMAHAHAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERPOTENSI MENJADI CELAH HUKUM YANG MENGAKIBATKAN PENEGAKKAN HUKUM YANG DILAKUKAN TIDAK OPTIMAL SEBAGAI BERIKUT KETENTUAN PEMIDANAAN BADAN (PASAL 102 UU No.31/2004 TTG PERIKANAN DAN PASAL 73 AYAT (3) UNCLOS) DAN KETENTUAN KORPORASI (PASAL 101 UU No.31/2004) SERTA SEMA NO.3 TAHUN 2015 NORMA PASAL 28 ayat (2) UURI No.45/2009 TENTANG PENGANGKUTAN IKAN TANPA SIKPI BERBENDERA ASING di WPPNRI TIDAK DIATUR SANKSI BAGI PELANGGAR. PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PPNS, PERWIRA TNI AL DAN PEJABAT POLISI NEGARA RI (PASAL 73 AYAT (1) UU NO.45/2009 TTG PERIKANAN TIDAK SINKRON DENGAN PASAL 14 UU No 5/1983 TTG PENYIDIKAN DI ZEEI ADALAH PERWIRA TNI ALL DUALISME HUKUM ACARA DARI PENGADILAN YANG BERWENANG MENGADILI PERKARA PERIKANAN SESUAI PASAL 106 UU No.31/2004 YAITU PN DAN PENGADILAN KHUSUS PERIKANAN PADA PENGADILAN KHUSUS PERIKANAN DIPERIKSA OLEH HAKIM ADHOC DAN HAKIM KARIR DAN (PASAL 78 UU No.31 tahun 2004 ) DAN PEMERIKSAAN DIPN BIASANYA DIPERIKSA OLEH HAKIM KARIR PELIMPAHAN PERKARA KE PENGADILAN KHUSUS PERIKANAN PALING LAMBAT 10 HARI SEJAK BERKAS DINYATAKAN LENGKAP (P-21) (PASAL 76 AYAT (5)) Dan PELIMPAHAN PERKARA KE KETUA PN YANG BERWENANG PALING LAMBAT 10 HARI SEJAK BERKAS DINYATAKAN LENGKAP (P-21) (PASAL 76 ayat (9) UU No.45 tahun 2009) 13
KENDALA KENDALA PENANGANAN ILLEGAL FISHING PENUNTUTAN 1. JANGKA WAKTU PEMERIKSAAN SANGAT SINGKAT (30 hari) PADA HAL PROSES PEMERIKSAAN PERKARA MEMILIKI TAHAPAN YANG MEMERLUKAN WAKTU YANG PANJANG 2. KETENTUAN PASAL 102 UU 31/2004 TTG PERIKANAN DAN PASAL 73 AYAT (3) UNCLOS YANG RESISTEN ATAS PEMIDANAAN BADAN TERHADAP PELAKU ASING ILLEGAL FISHING DI ZEEI MENYEBABKAN PENUNTUTAN TIDAK OPTIMAL MENGINGAT TERPIDANA SERINGKALI SECARA EKONOMI TIDAK MAMPU UNTUK MEMBAYAR DENDA. DATA KEJARI BITUNG PERIODE TAUN 2016-2017 TOTAL TUNGGAKAN DENDA SEBESAR Rp.18.200.000.000 (DELAPAN BELAS MILYAR DUA RATUS JUTA RUPIAH) DARI 22 PERKARA YANG BELUM DIBAYAR PELAKU ILLEGAL FISHING. DATA PELAKU IUUF TAHUN 2016 PADA KEJAKSAAN NEGERI NATUNA HANYA 1 TERPIDANA IUUF AN.HE CIAN SUNG (WN RRC) YANG MELAKUKAN PEMBAYARAN DENDA SEBESAR RP. 300.000.000 (TIGA RATUS JUTA R{PIAH), PELAKU SELEBIHNYA TIDAK MELAKUKAN PEMBAYARAN DENDA. 3. BIAYA OPERASIONAL YANG CUKUP TINGGI UNTUK WILAYAH TERTENTU DALAM MELAKUKAN PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PERIKANAN CONTOH KASUS MAWARDI PENANGANAN DI KEJAKSAAN NEGERI FAK-FAK SIDANG DI PENGADILAN NEGERI KAIMANA YANG BOLAK-BALIK NAIK PESAWAT 4. MASIH SANGAT KURANG PENTERJEMAH BAHASA ASING YANG TERSERTIFIKASI. UHEKSI UPAYA HUKUM YANG DIAJUKAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN TUNGGAKAN DENDA PELAKU ILLEGAL FISHING DI ZEEI SULIT DIWUJUDKAN DENGAN ADANYA SEMA NO 3 TAHUN 2015 YANG RESISTEN ATAS PEMIDANAAN BADAN TERHADAP PELAKU ASING ILLEGAL FISHING DI ZEEI KECUALI ADA PERJANJIAN DENGAN NEGARA YANG BERSANGKUTAN. PADA KEJARI BITUNG PERIODE 2016-2017 TERCATAT 22 PERKARA PROSES UPAYA HUKUM TERKAIT PELAKU ASING IUUF DI ZEEI. KEJARI NATUNA TERCATAT 2 PERKARA IUF YANG DIPUTUS MA MEMBAYAR DENDA TANPA PENERAPAN SUBSIDIAIR KURUNGAN 14
Kendala Lain PERMASALAHAN LAIN TERKAIT PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU ASING ILLEGAL FISHING DI ZEEI YANG SERINGKALI TIMBUL BAIK SEJAK PROSES PRA PENUNTUTAN SAMPAI DENGAN EKSEKUSI YAITU, DIBUTUHKAN PENYEDIAAN BIAYA YANG BESAR UNTUK UNTUK MENAMPUNG NAHKODA YANG SEDANG MENJALANI PROSES HUKUM MAUPUN ABK ASING YANG TETAP BERTAHAN DIINDONESIA. BERDASARKAN INFORMASI KEJAKSAAN NEGERI BITUNG TERDAPAT RATUSAN ABK ASING YANG DITAMPUNG DI RUMAH PENAMPUNGAN DI DITPOLAIRUD BITUNG SULAWESI UTARA MENGIKUTI. PADA TAHUN 2016, 965 ABK DIPULANGKAN WILAYAH HUKUM KEPRI OLEH TNI AL DAN PSDKP BELUM ADANYA PERJANJIAN ANTARA INDONESIA DENGAN ASEAN MAUPUN NEGARA- NEGARA LAIN MENGENAI PENEGAKKAN HUKUM DIBIDANG PERIKANAN KECUALI DENGAN MALAYSIA TERDAPAT PENGATURAN MENGENAI PENANGANAN NELAYAN MASING-MASING NEGARA YANG MELAKUKAN PENANGKAPAN IKAN DI OVERLAPPING MARITIME AREAS SESUAI SURAT DARI KEMENTERIAN LUAR NEGERI RI NO 02134/HI/07/2015/59/08 TANGGAL 1 JULI 2015 SERINGKALI MENIMBULKAN NOTA PROTES MAUPUN TUNTUTAN DARI NEGARA ASAL PELAKU ILLEGAL FISHING YANG MEMINTA KEPADA NEGARA UNTUK MEMULANGKAN (MENDEPORTASI) PELAKU ILLEGAL FISHING YANG SEDANG MENJALANI PROSES HUKUM MENJADI POTENSI ISU YANG RENTAN MENGGANGGU HUBUNGAN BAIK ANTAR NEGARA. MISALNYA PERKARA SHOO CIAU HUAT WN SINGAPURA NAHKODA KAPAL MV SELIN GT 78 DAN RICKY TAN POH HUI, WN SINGAPURA NAHKODA KAPAL SEVEN SEAS CONQUERESS YANG DISIDANGKAN DI PN TANJUNG PINANG 15
UPAYA YANG DITEMPUH 1. PENYIDIK DAN JAKSA PENUNTUT UMUM MELAKUKAN KOORDINASI SEJAK AWAL DALAM PROSES PENANGANAN PERKARA PERIKANAN GUNA MENGANTISIPASI SINGKATNYA WAKTU YANG DIBERIKAN OLEH UNDANG- UDANG 2. MENGUSAHAKAN PENDEKATAN MULTIDOOR DALAM PENANGANAN PERKARA PERIKANAN DENGAN DENGAN BERKOORDINASI DENGAN PIHAK TERKAIT YANG MEMPUNYAI KEWENANGAN PENYIDIKAN, KARENA WEWENANG PENYIDIKAN MASING-MASING INSTANSI, PPNS KKP, TNI AL, BEA CUKAI DLL TELAH DITETAPKAN SECARA LIMITATIF OLEH UU 3. DALAM PENANGANAN PERKARA PERIKANAN TIDAK HANYA MENJANGKAU PELAKU DILAPANGAN TETAPI HENDAKNYA DAPAT MENJANGKAU PELAKU FUNGSIONAL (KORPORASI) DENGAN MEMPERHATIKAN KETENTUAN UU YANG BERSANGKUTAN DAN KETENTUAN MENGENAI SUBJEK HUKUM KORPORASI. 4. MENJALIN KOMUNIKASI KEPADA PERWAKILAN NEGARA ASAL PELAKU ASING ILLEGAl ASING SEJAK DINI BAIK ATAS TRANSPARANSI PENANGANAN PERKARA MAUPUN EKSEKUSI TUNGGAKAN DENDA GUNA MENJAGA HUBUNGAN BAIK ANTAR KEDUA NEGARA 16
KESIMPULAN DAN SARAN 1. KOORDINASI SEJAK AWAL ANTARA PENYIDIK DAN JAKSA PENUNTUT UMUM, AGAR PENANGANAN PERKARA PERIKANAN DAPAT DISELESAIKAN TEPAT WAKTU DENGAN HASIL PENYIDIKAN YANG OPTIMAL 2. MENGUSAHAKAN PENDEKATAN MULTIDOOR DALAM PENANGANAN PERKARA PERIKANAN DENGAN DENGAN BERKOORDINASI DENGAN PIHAK TERKAIT YANG MEMPUNYAI KEWENANGAN PENYIDIKAN, KARENA WEWENANG PENYIDIKAN MASING-MASING INSTANSI, PPNS KKP, TNI AL, BEA CUKAI DLL TELAH DITETAPKAN SECARA LIMTATIF OLEH UU 3. DALAM PENANGANAN PERKARA PERIKANAN TIDAK HANYA MENJANGKAU PELAKU DILAPANGAN TETAPI HENDAKNYA DAPAT MENJANGKAU PELAKU FUNGSIONAL (KORPORASI) DENGAN MEMPERHATIKAN KETENTUAN UU YANG BERSANGKUTAN DAN KETENTUAN MENGENAI SUBJEK HUKUM KORPORASI. 4. MENJALIN KOMUNIKASI KEPADA PERWAKILAN NEGARA ASAL PELAKU ASING ILLEGAl ASING BAIK ATAS TRANSPARANSI PENANGANAN PERKARA MAUPUN DUKUNGAN UNTUK MEMBAYAR TUNGGAKAN DENDA GUNA MEWUJUDKAN HUBUNGAN BAIK ANTAR KEDUA NEGARA 17
TERIMAKASIH 19