BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatnya kemampuan siswa, kondisi lingkungan yang ada di. dan proaktif dalam melaksanakan tugas pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dwi Widi Andriyana,2013

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

BAB I PENDAHULUAN. membekali setiap sumber daya manusia dengan pengetahuan, kecakapan dan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta masyarakat belajar (learning community). Desain kelas dengan metode dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah pembelajaran yang sifatnya aktif, inovatif dan kreatif. Sehingga proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ida Rosita, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. mampu mengatasi berbagai problema kehidupan yang dihadapinya.

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

BAB I PENDAHULUAN. bercitarasa tinggi, serta teknik penyajiannya yang benar. Dan Sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi telah menyentuh segala aspek kehidupan dan melahirkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menulis. Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa dan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN., karena dengan bekal pendidikan khususnya pendidikan formal diharapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan, karena pendidikan merupakan sarana yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iva Sucianti, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Elin Budiarti, 2014

realita dan fiksi. Kita hidup dalam keduanya. Sastra memberikan kesempatan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog (Sudjiman,

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara melakukan perbaikan proses belajar mengajar. Berbagai konsep

SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. mampu memahami ide, gagasan, maupun pengalaman penulisnya.

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

BAB I PENDAHULUAN. penunjang roda pemerintahan, guna mewujudkan cita cita bangsa yang makmur dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya semakin rendah. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan. berkembang dan meningkatnya kemampuan siswa, situasi dan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. muncul karena ia membutuhkan sesuatu dari apa yang dipelajarinya. Motivasi

I. PENDAHULUAN. pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha sadar dan

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam

UPAYA MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL MIND MAPPING (PTK Pada Siswa Kelas IX B SMPN 3 Kota Cirebon)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. pembukaan Undang-undang Dasar Melalui pendidikan, kualitas sumber

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik dalam kehidupan pendidikan maupun masyarakat. Keterampilan menulis perlu diperhatikan karena merupakan salah satu

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas guna membangun bangsa yang maju. Kesuksesan di bidang pendidikan merupkan awal bangsa yang maju.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat penting.

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial,

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas pendidikan baik pendidikan formal, informal maupun

BAB I PENDAHULUAN. Individu tidak akan berkarya jika karya itu tidak bermanfaat bagi dirinya ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Mutu pendidikan Nasional saat ini menjadi topik pembicaraan yang hangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran ekonomi selama ini berdasarkan hasil observasi di sekolahsekolah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dewasa ini telah mendapat perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Wulan Sari, 2014 Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe Stad Terhadap Kemampuan Analisis Siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iis Teguh Lestari, 2013

I. PENDAHULUAN. tahun 2002, dengan SK kepala dinas pendidikan Provinsi Lampung Nomor:

BAB I PENDAHULUAN. sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik,

SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengajaran matematika tidak sekedar menyampaikan berbagai informasi seperti aturan, definisi, dan prosedur untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Vita Rosmiati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. siswanya menjadi lebih kritis dan kreatif. Pendidikan merupakan wadah untuk berlatih, berkreasi, mewujudkan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. informal dalam keluarga, komunitas suatu suku, atau suatu wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Metode konvensional (ceramah) kurang mengena untuk diterapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai tingkat keberhasilan yang maksimal. Banyak orang yang sulit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan SMAN 1 Padalarang adalah salah satu SMA negeri di wilayah Kabupaten Bandung Barat yang telah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual, termasuk pada mata pelajaran sejarah. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan pada awal bulan Januari 2015 yang dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa guru sejarah di kelas X IIS telah menerapkan pembelajaran kontekstual. Fakta ini membuat peneliti ingin mengetahui lebih lanjut bagaimana pemahaman, perencanaan, pelaksanaan, dan kendala dalam menerapkan pembelajaran sejarah dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Disaat sebagian guru masih nyaman dengan menggunakan metode konvensional/tradisional, mengapa guru di SMAN 1 Padalarang justru lebih tertarik mengembangkan pembelajaran kontekstual? Permasalahannya, pembelajaran sejarah saat ini menghadapi banyak persoalan. Persoalan itu mencakup lemahnya penggunaan teori, miskinnya imajinasi, acuan buku teks dan kurikulum yang state oriented (berorientasi pada kurikulum yang dibuat oleh pemerintah), serta kecenderungan untuk tidak memperhatikan fenomena globalisasi (Subakti, 2010: 2). Suatu realita yang terjadi akhir-akhir ini selain paradigma pembelajaran sejarah yang dianggap sebagian siswa membosankan, dikarenakan banyak hal, salah satunya adalah kekurangan guru dalam kemahiran menyampaikan materi yang selalu bersifat konvensional. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Wineburg (2006: 342) bahwa: banyak faktor yang dapat menjelaskan tentang pelajaran sejarah yang dianggap membosankan. Beberapa faktor memusatkan perhatian pada guru yang merasa harus mengajarkan kurikulum yang telah ditetapkan dengan mengorbankan isi yang paling penting bagi murid. Pernyataan Wineburg diatas, diperjelas dengan penjelasan dari Subakti (2010: 3) dalam jurnal SPPS, Vol. 24 No.1, bahwa: 1

Dalam proses pembelajaran sejarah, masih banyak guru menggunakan pardigma konvensional, yaiu paradigma guru menjelaskan murid mendengarkan. Metode pembelajaran sejarah semacam ini telah menjadikan pelajaran sejarah membosankan. Ia kemudian tidak memberikan sentuhan emosional karena siswa merasa tidak terlibat aktif di dalam proses pembelajarannya. Sementara paradigma siswa aktif mengkonstruksi makna - guru membantu merupakan dua paradigma dalam proses belajar-mengajar sejarah yang sangat berbeda satu sama lain. Paradigma ini dianggap sulit diterapkan dan membingungkan guru serta siswa. Di samping itu, metode pembelajaran yang kaku, akan berakibat buruk untuk jangka waktu yang panjang dan berpotensi memunculkan generasi yang mengalami amnesia (lupa atau melupakan) sejarah bangsa sendiri. Pernyataan diatas, dilengkapi oleh Aman (2012:227) dalam Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan yang menjelaskan bahwa: Selama ini, pembelajaran sejarah di sekolah kurang begitu diminati oleh peserta didik. Pelajaran sejarah dianggap sebagai pelajaran yang mem-bosankan karena seolah-olah cenderung hafalan. Bahkan kebanyakan siswa menganggap bahwa pelajaran sejarah tidak membawa manfaat karena kajiannya adalah masa lampau. Tidak memiliki sumbangan yang berarti bagi dinamika dan pembangunan bangsa. Oleh karena itu, pelajaran sejarah hanya dianggap sebagai pelajaran pelengkap, apalagi mata pelajaran ini tidak di ujikan secara nasional. Anggapan pembelajaran sejarah yang membosankan ini tidak lepas dari kecakapan guru dalam menyampaikan materi. Seperti yang diterangkan oleh Faridah (2012:2) bahwa: Guru merupakan kunci dan sekaligus ujung tombak pencapaian misi pembaharuan pendidikan, mereka berada di titik sentral untuk mengatur, mengarahkan dan menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar yang untuk mencapai tujuan dan misi pendidikan nasional yang dimaksud. Oleh karena itu, secara tidak langsung guru dituntut untuk lebih profesional, inovatif, perspektif, dan proaktif dalam melaksanakan tugas pembelajaran. Masalah lainnya adalah kemudahan siswa dalam mendapatkan informasi yang ditawarkan oleh beragam teknologi modern juga menjadi salah satu faktor 2

yang membuat siswa lebih memilih mencari informasi melalui teknologi dibandingkan dengan membaca buku. Salah satu dampak dari krisis ini bagi dunia pendidikan adalah dipertanyakannya kontribusi praktisi pendidikan (guru, sekolah, pemerintah yang diwakili oleh dinas pendidikan) untuk melakukan recovery krisis tersebut termasuk peran pembelajaran sejarah dalam memperkenalkan pembelajaran sejarah yang imajinatif dan menyenangkan. Kemudian untutan akan kebutuhan orientasi yang baru dalam bidang pendidikan sudah sangat nyata dalam berbagai bidang studi, baik itu dalam bidang studi ilmu pengetahuan alam, begitu pula pada ilmu-ilmu sosial. Peserta didik, guru, praktisi pendidikan, orang tua siswa, dan masyarakat, harus dapat merespon setiap perubahan yang terjadi dengan mencoba mengubah paradigma lama mereka tentang pendidikan. Guna mengatasi dan menjawab perubahan-perubahan yang terjadi sekarang ini, maka alternatif pembelajaran yang ditawarkan adalah dengan digunakannya paradigma pembelajaran kontekstual yang berakar dari paham konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam diri manusia. Unsur-unsur konstruktivisme telah lama dipraktekkan dalam proses belajar dan pembelajaran baik di tingkat sekolah dasar, menengah, maupun universitas, meskipun belum jelas terlihat. Berdasarkan faham konstruktivisme, dalam proses belajar mengajar, guru tidak serta merta memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk yang serba sempurna. Dengan kata lain, pesera didik harus membangun suatu pengetahuan itu berdasarkan pengalamannya masingmasing. Pembelajaran adalah hasil dari usaha peserta didik itu sendiri. Pola pembinaan ilmu pengetahuan di sekolah merupakan suatu skema, yaitu aktivitas mental yang digunakan oleh peserta didik sebagai bahan mentah bagi proses renungan dan pengabstrakan. Fikiran peserta didik tidak akan menghadapi kenyataan dalam bentuk yang terasing dalam lingkungan sekitar. Realita yang diketahui peserta didik adalah realita yang dia bina sendiri. Peserta didik sebenarnya telah mempunyai satu set idea dan pengalaman yang membentuk struktur kognitif terhadap lingkungan mereka.untuk membantu peserta didik dalam membina konsep atau pengetahuan baru, guru harus memperkirakan struktur kognitif yang ada pada mereka. Apabila pengetahuan baru telah disesuaikan dan diserap untuk 3

dijadikan sebagian daripada pegangan kuat mereka, barulah kerangka baru tentang sesuatu bentuk ilmu pengetahuan dapat dibina (Subakti, 2010: 6-7) Pentingnya perubahan paradigma dalam bidang pendidikan sekarang ini adalah pada peserta didik sebagai individu yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang secara mandiri. Maka, tugas dan peran pendidik bergeser dari pemberi informasi menjadi pendorong siswa belajar agar siswa dapat mengolah sendiri pengetahuannya melalui berbagai aktifitas akademik baik didalam maupun diluar sekolah. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu dirancang sebuah pembelajaran yang dapat membisakan siswa untuk dapat merekonstruksi pengetahuannya, dan hal tersebut dapat diupayakan dengan mengembangkan materi pembelajaran yang ada didalam buku teks dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual. Hal tersebut senada dengan yang disampaikan oleh Faridah seperti berikut ini: Sumber daya manusia yang semakin maju, maka dunia pendidikan sangat menuntut untuk menciptakan lingkungan belajar yang alamiah sesuai dengan pola pikir siswa. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, bukan hanya sekedar mengetahuinya saja. Oleh karena itu, melalui pembelajaran kontekstual diharapkan target penguasaan materi akan lebih berhasil dan siswa dapat semaksimal mungkin untuk mengembangkan kompetensinya. Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang (Faridah, 2012: 3). Maka, berdasarkan pemahaman akan pengertian, nilai, fungsi dan tujuan sejarah serta kondisi pendidikan sejarah di lapangan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka diperlukan pengkajian dan latihan penguasaan materi-materi pembelajaran kontekstual bagi para guru sejarah. Materi pembelajaran yang dikembangkan idealnya adalah yang bisa meningkatkan minat belajar dan 4

menumbuhkan kesadaran sejarah peserta didik dan sekaligus merasakan manfaat belajar sejarah. Oleh karena itu materi pembelajaran yang dikembangkan diarahkan untuk menumbuhkan motivasi, minat, kreatifitas melalui partisipasi aktif yang pada akhirnya mendorong tumbuhnya kemampuan yang bersifat inovatif dari para peserta didik. Maka, untuk menjawab permasalahan tersebut diperlukan adanya kerjasama dalam hal ini mengembangkan materi di dalam buku teks ke dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual sebagai salah satu alternatif yang dapat digunakan. Karena, pembelajaran dengan buku teks pelajaran merupakan dua hal yang saling melengkapi (Suryaman, 2006). Subakti (2010:3) dalam tulisannya mengatakan bahwa Agar pembelajaran sejarah berhasil baik, metode yang dipergunakan harus bisa mengkostruk ingatan historis. Alhasil, siswa menjadikan sejarah hanya sebagai fakta-fakta hapalan tanpa adanya ketertarikan dan minat untuk memaknainya, juga mampu menggali lebih jauh lagi. Ingatan historis semata tidak akan bertahan lama. Supaya ingatan historis semata tidak akan bertahan lama, perlu disertai ingatan emosional. Ingatan jenis ini adalah ingatan yang terbentuk dengan melibatkan emosi hingga bisa menumbuhkan kesadaran dalam diri siswa untuk menggali lebih jauh dan memaknai berbagai peristiwa sejarah. Proses pembelajaran kemudian tak hanya berhenti pada penghafalan saja, siswa bisa aktif dalam komunikasi dua arah dengan guru untuk mengutarakan pendapatnya mengenai obyek sejarah yang tengah dipelajari karena sedari awal ia telah merasa menjadi bagian dari proses pembelajaran yang penuh dengan makna. Agar ingatan emosional muncul dan bertahan lama, maka paradigma pembelajaran sejarah harus diubah. Perubahan pembelajaran dari tradisional ke kontekstual menjadi sangat penting dalam upaya untuk mengubah paradigma pembelajaran (Subakti, 2010:22) karena: 1 Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong 5

siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya. Demikian juga dalam pelajaran sejarah, siswa diharapkan mampu untuk mengungkapkan ide, pemikiran, argumentasi yang logis, ilmiah. 2 Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa. Terlebih pada era globalisasi sekarang ini, banyak fenomena yang menantang siswa untuk lebih mampu menganalisis dan menghubungkan dengan berbagai fakta sejarah. 3 Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasangagasan pada saat yang tepat. 4 Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar. 5 Pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka. 6 Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar. Dari hasil observasi awal pula diketahui bahwa SMAN 1 Padalarang adalah salah satu sekolah yang mengembangkan pembelajaran kontekstual 6

khususnya pada mata pelajaran sejarah. Sebelumnya, penelti telah melakukan observasi ke lima sekolah yang ada di wilayah Padalarang seperti SMAN 2 Padalarang, SMK 4 Padalarang, SMK Krida Utama, SMK Darma Pertiwi dan SMK KP Padalarang. Namun, hasilnya menunkukan bahwa hanya SMAN 1 Padalarang yang sudah cukup baik mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Pada kaitannya dengan pembelaran kontekstual, SMAN 1 Padalarang mencoba mengembangkan pembelajaran berbasis pengalaman siswa (kontekstual) dalam upaya mewujudkan suasana dan rasa menyenangkan siswa selama belajar sejarah yang dampaknya dapat merangsang siswa membangun pengetahuan dalam benaknya sendiri. Dari hasil observasi awal, diperoleh beberapa temuan bahwa dengan mengembangkan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan rasa tertarik siswa terhadap pembelajaran. Proses pembelajaran menjadi hidup, peserta didik menjadi lebih senang karena penyampaian materi yang dianggap baru, karena disamping belajar, mereka juga dapat membandingkan fenomena sejarah yang ada dibuku dengan pengalaman hidup orang lain, lingkungan maupun yang dijalani oleh siswa itu sendiri sehari-hari. Latak sekolah yang berdekatan dengan situs sejarah Gua Pawon dan sentra pembuatan cobek sangat membantu guru dalam mengembangkan strategi pembelajaran. Siswa dapat diajak melakukan wisata sejarah ke daerah-daerah yang telah disebutkan. Selain itu, sentra pembuatan cobek di wilayah Gunung Bentang pun dapat menjadi tempat siswa melakukan tugas peneltian dalam kaitannya dengan materi prasejarah khususnya jaman batu. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Komalasari (2010:27) bahwa pengembangan materi pembelajaran merupan salah satu komponen penting dalam pembelajaran. Pembelajaran kontekstual menghendaki matri pembelajaran tidak semata-mata dikembangkan dari buku teks, tetapi materi dikembangkan dari konteks lingkungan kehidupan siswa sehari-hari, baik lingkungan fisik, kehidupan sosial, budaya, ekonomi, maupun psikologis, dan keterpaduan antara materi pembelajaran. 7

Hal ini menunjukan bahwa didalam pembelajaran kontekstual, siswa menemukan hubungan penuh makna antara ide-ide abstrak dengan penerapan praktis dalam konteks dunia nyata. Siswa menginternalisasi konsep melalui penemuan, penguatan, dan keterhubungan. Pembelajaran kontekstual menghendaki kerja dalam subuah tim, baik di kelas, laboratotium, maupun tempat kerja. Pembelajaran kontekstual menuntut guru mendesain lingkungan belajar yang merupakan gabungan beberapa bentuk pengalaman untuk mencapai hasil yang dinginkan (Komalasari, 2010:6). Prinsip dasar dalam pendekatan kontekstual adalah belajar berbasis masalah, belajar berbasis konteks, belajar berbasis perbedaan, belajar berbasis individu, belajar berbasis kelompok, dan belajar berbasis penilaian otentik (Komalasari, 2010:13). Pembelajaran kontekstual bisa dimulai dengan satu masalah nyata yang disimulasikan. Kemudian, masalah nyata ini dapat dipecahkan oleh siswa. Dalam tahap inilah siswa melalui keterampilan berpikir kritis dan melalui suatu pendekatan sistemik untuk menemukan peta masalah. Masalah nyata itu haruslah bermakna bagi siswa, yang dapat diperoleh dari lingkungan keluarga, pengalaman di sekolah, dan masyarakat. Pentingnya pembelajaran kontekstual serta pengembangannya dalam pembelajaran di kelas X SMA Negeri 1 Padalarang menjadi dasar ketertarikan penulis untuk mengambil rumusan masalah mengenai penerapan pembelajaran sejarah dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, terdapat beberapa permasalahan yang akan menjadi kajian dalam penelitian ini. Adapun secara umum rumusan masalah dalam penelitian ini ialah: penerapan pembelajaran sejarah dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual di SMAN 1 Padalarang?. 8

Berdasarkan rumusan masalah utama dalam penelitian ini, maka recara rinci penulis merumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam bentuk pertanyaan penelitain sebagai berikut: 1. Bagaimana pemahaman siswa terhadap pembelajaran kontekstual di SMAN 1 Padalarang? 2. Bagaimana perencanaan pembelajaran sejarah kontekstual di SMAN 1 Padalarang? 3. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran sejarah kontekstual di SMAN 1 Padalarang? 4. Bagaimana hasil penerapan pembelajaran sejarah kontekstual di SMAN 1 Padalarang? 5. Bagaimana guru mensiasati kendala yang terjadi dalam penerapan pembelajaran sejarah secara kontekstual di SMAN 1 Padalarang? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dalam tulisan yang berjudul Penerapan Pembelajaran Sejarah Kontekstual di SMA Negeri 1 Padalarang Kabupaten Bandung Barat ini adalah memberikan gambaran tentang bagaimana penerapan pembelajaran sejarah kontekstual yang dilaksanakan oleh guru. Selain itu, juga diharapkan guru dan siswa mempunyai kemampuan merekonstruksi materi kontekstual dalam buku teks. Adapun yang menjadi tujuan lain dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memaparkan pemahaman siswa terhadap pembelajaran kontekstual di SMAN 1 Padalarang 2. Menggambarkan perencanaan pembelajaran secara kontekstual di SMA 1 Padalarang. 3. Memaparkan pelaksanaan pembelajaran sejarah secara kontekstual di SMAN 1 Padalarang. 4. Menguraikan hasil-hasil penerapan pembelajaran sejarah di SMAN 1 Padalarang. 9

5. Menguraikan kendala dan solusi pembelajaran sejarah secara kontekstual di SMA 1 Padalarang. D. Manfaat Penelitian Apabila melihat penelitian ini secara umum, tujuannya adalah untuk menghasilkan sebuah produk pembelajaran sejarah yang lebih komprehensif (historical comprehension) yang menyangkut kajian kontekstual (contextual learning). Sedangkan secara khusus, penelitian yang lakukan bermanfaat untuk pihak-pihak seperti: 1. Bagi Sekolah a. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk menemukan efektifitas pembelajaran sejarah yang memanfaatkan pendekatan konstruktivistik sebagai sumber pembelajaran sejarah secara konvensional, serta dapat menghasilkan format baru pembelajaran dengan menggunakan pola pendekatan contextual learning terhadap materi-materi kontekstual sebagai sumber pembelajaran sejarah. b. Penelitian ini juga bermanfaat bagi pengembangan pembelajaran sejarah untuk mengetahui pentingnya pembelajaran kontekstual. Dengan memahami keterhubungan antara pembelajaran sejarah dengan pengalaman yang dialami oleh siswa maka pembelajaran sejarah tidak akan dianggap sebagian besar siswa sebagai pembelajaran yang membosankan lagi. Kesadaran akan pentingnya mengenalkan siswa tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau, akan mengajarkan mereka untuk mengenal sejarahnya. 2. Bagi Guru a. Diharapkan agar guru dapat lebih menggali rasa tertarik (interest) siswa terhadap mata pelajaran sejarah. Karena guru kadang hanya berfikir bagaimana caranya siswa mencapai nilai yang bagus?, bukan berfikir bagaimana siswa belajar dan memahami pelajaran 10

dengan baik?. Bagi guru sejarah juga bermanfaat untuk mengukur seberapa jauh kemampuan guru dalam memulai dan menghasilkan perubahan, baik yang menyangkut strategi pembelajaran maupun dalam pengembangan materi pembelajaran sejarah. b. Diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu alasan untuk mengembangkan pembelajaran kontekstual yang semakin dekat dengan kehidupan siswa sehingga dapat menjadi solusi untuk merubah pembelajaran yang bersifat student centre. c. Menambah wawasan pengetahuan dan kemampuan guru dalam mengembangkan pembelajaran terutama dengan penerapan pembelajaran sejarah untuk meningkatkan rasa tertarik siswa terhadap pelajaran sejarah. 3. Bagi Siswa a. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menganalisis materi sejarah yang didapat di sekolah kemudian mengaitkannya dengan kehidupan nyata sehingga siswa dapat berfikir kronologis guna mencari solusi dari setiap permasalahan yang dihadapinya. b. Pembelajaran akan menjadi lebih bermakna bagi siswa karena dihubungkan dengan permasalahan kehidupan siswa sehari-hari. 11