BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Phylum Chordata, yang diturunkan dari hewan berkaki dua (Welty 1982;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Burung Kakaktua. Kakatua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mempertimbangkan jumlah populasi yang membentuknya dengan kelimpahan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA

LOVEBIRD. Semoga bermanfaat.

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family)

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat

KEANEKARAGAMAN HAYATI. Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

[Tingkah laku Ternak Unggas]

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

MATERI DAN METODE. Materi

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

Tugas Akhir. Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya. Anindyah Tri A /

I. PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan di bidang peternakan yang semakin luas,

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang penangkaran lovebird Jl. Pulau Senopati Desa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengadaan konservasi hewan. Suaka Margasatwa Paliyan memiliki ciri

Beruang Kutub. (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah Nabiilah Iffatul Hanuun

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

PENDAHULUAN. cara diburu di hutan-hutan pedalaman. Puyuh liar biasanya hidup di semak-semak

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III. METODE PENELITIAN

Bentuk Interaksi Kakatua Sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata) di Habitatnya. Oleh : Oki Hidayat

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Beberapa ratus tahun yang lalu di Jepang telah diadakan penjinakan

II. TINJAUAN PUSTAKA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kuntul 2.1.1 Klasifikasi Burung Kuntul Burung kuntul termasuk ordo Ciconiiformes dan famili Ardeidae (Mackinnon, 1993). Menurut Linnaeus (1766) dalam Sulistiani (1991) bahwa klasifikasi kuntul besar (Egretta alba) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Vertebrata Class : Aves Subclass : Neornithes Ordo : Ciconiiformes Famili : Ardeidae Genus : Egretta Spesies : Egretta alba L. 2.1.2 Ciri-ciri Umum Kuntul Besar (Egretta alba) Kuntul besar (Egretta alba) merupakan kuntul yang berbulu putih dengan ukuran tubuh berkisar antara 85 105 cm, memiliki leher yang panjang dan khas sperti berbentuk huruf S. Pada saat tidak berbiak ujung paruh berwarna hitam, telapak kaki, dan jari kaki berwarna kuning, tungkainya berwarna hitam serta kulit muka bagian pipi agak kekuningan. Panjang paruh individu dewasa berkisar antara 15 20 cm (Mackinnon, 1993). Pada musim berbiak kulit muka biru-hijau tidak berbulu, paruh hitam, bagian paha merah tidak berbulu, dan kaki hitam. ( Peterson, 1980; Mackinnon, 1993 ).

Gambar 1. Egretta alba ( Kuntul Besar ) 2.1.3 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri atas berbagai komponen fisik maupun biotik yang merupakan kesatuan dan digunakan sebagai tempat hidup dan berkembang biak bagi makhluk hidup (Alikodra, 1990). Habitat dapat dikatakan juga sebagai tempat hidup organisme (Soemarwoto, 1991, hlm : 21). Habitat merupakan tempat dengan setiap unit kehidupan yang berada di dalamnya dan mampu melakukan aktivitas hidup dan mengalami interaksi dengan lingkungannya. Ini disebabkan karena hewan mempunyai kemampuan hidup, tumbuh dan berkembang pada kondisi lingkungan yang sesuai. Komponen habitat yang terpenting bagi kehidupan satwa harus terdiri atas sumber makanan, tempat perlindungan dan air (Alikodra, 1990 ). Menurut Rusila (2003) selama periode tidak berbiak, burung pantai berkumpul dalam jumlah besar disuatu lokasi tertentu. Hal ini akan menciptakan terjadinya kompetisi untuk memperoleh makanan, wilayah mencari makan dan wilayah bertengger yang aman. Sebagian besar diantara wilayah tempat mereka mencari makan adalah berupa wilayah pasang surut, sehingga burung pantai hanya bisa mencari makan pada saat tertentu saja yaitu pada saat air surut. Kondisi tersebut tentu saja akan menimbulkan tantangan lain bagi burung pantai untuk mencari makan. Untuk mengatasi berbagai halangan tersebut sangatlah penting bagi mereka untuk menerapkan mekanisme strategi makan yang efisien.

Salah satu jenis lingkungan yang memiliki lingkungan yang produktif adalah bakau dan sekitarnya. Kawasan ini merupakan daerah peralihan antara lingkungan teresterial dan lautan. Umumnya ditumbuhi oleh jenis vegetasi yang khas berupa tumbuhan yang relatif toleran terhadap perubahan salinitas, karena adanya pengaruh dari pasang surut air laut (Davies et al, 1996 ). Sebagian besar jenis kuntul menghuni daerah tropis dan subtropis. Biasanya mereka menjadikan daerah perairan atau lahan basah dan sekitarnya sebagai habitat. Seluruh aktivitas hidupnya bergantung pada keberadaan daerah tersebut. Hal ini berkaitan dengan fungsi daerah tersebut sebagai penunjang aktivitas hidup yang menyediakan tenggeran dan makanan yang melimpah bagi makhluk hidup di sekitarnya (Davies et al, 1996 ). Diluar faktor-faktor tersebut diatas, beberapa hal lainnya juga dapat menjadi pembatas bagi mereka. Diantaranya keberadaan makanan mereka sendiri akan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor alam, misalnya ketinggian pasang surut dan suhu yang akan sangat mempengaruhi penyebaran vertikal dari pakan mereka. Dengan demikian, setiap jenis burung pantai harus memiliki perilaku makan yang efisien sehingga dapat mencari dan memperoleh makanan dalam jumlah yang cukup dalam waktu yang terbatas (Rusila, 2003 ). Menurut Ismanto (1990), beberapa spesies dari famili Ardeidae menjadikan daerah perairan tawar atau disekitar perairan seperti rawa, tambak, hutan bakau dan muara sungai sebagai habitatnya. Di British Columbia, beberapa jenis burung perairan memanfaatkan daerah hutan bakau sebagai habitat dan lokasi mencari pakan. 2.1.4 Penyebaran E. alba diketahui memiliki daerah penyebaran luas meliputi Asia Selatan, Asia Tenggara, Asia Tengah, Papua Nugini, Australia dan Selandia Baru (Bushan dkk, 1993 ;Peters, 1979). Penyebaran jenis ini di Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Flores, Timor dan Kepulauan Maluku (Mackinnon, 1991).

Rukmi (2002) menyatakan bahwa koloni-koloni tempat berbiak diketahui di propinsi Riau, pesisir Sumatera Selatan, dan pulau Rambut di Jawa Barat. Tercatat sejumlah burung di beberapa tempat yang sesuai di Jawa Tengah bagian Selatan dan Jawa Timur, tetapi tidak dipastikan berbiak. Mencari makan di tempat yang sangat luas. 2.2 Perilaku Tingkah laku hewan merupakan suatu kondisi penyesuaian hewan terhadap lingkungannya dan pada banyak kasus merupakan hasil seleksi alam seperti terbentuknya struktur fisik. Setiap hewan akan belajar tingkah lakunya sendiri untuk beradaptasi dengan lingkungan tertentu. Satwa liar yang didomestikasi akan mengalami perubahan tingkah laku yaitu berkurangnya sifat liar, sifat mengeram, sifat terbang dan agresif, musim kawin yang lebih panjang dan kehilangan sifat berpasangan (Craig, 1981 ). Menurut Stanley dan Andrykovitch (1984), tingkah laku pada tingkat adabtasi ditentukan oleh kemampuan belajar hewan untuk menyesuaikan tingkah lakunya terhadap suatu lingkungan yang baru, tingkah laku maupun kemampuan belajar hewan ditentukan oleh sepasang atau lebih gen sehingga terdapat variasi tingkah laku individu dalam satu spesies meskipun secara umum relatif sama dan tingkah laku tersebut dapat diwariskan pada turunannya yaitu berupa tingkah laku dasar. Tingkah laku dasar hewan merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir (innate behavior), antara lain gerakan menjauh atau mendekat dari stimulus, perubahan pola tingkah laku dengan adanya kondisi lingkungan yang berubah dan tingkah laku akibat mekanisme fisiologis seperti tingkah laku jantan dan betina saat estrus. Pola tingkah laku harian hewan dalam hal ini Egretta alba merupakan suatu aktivitas (perilaku) yang biasa dilakukan dalam keseharianya mulai take of dari sarang, aktivitas di habitatnya (mencari makan, istirahat, interaksi dengan spesies lain pada habitat yang sama), atau aktivitas lainya, sampai pada waktu kembali ke sarang lagi.

Tiga aspek utama yang menjadi perilaku keseharianya adalah perilaku individu, perilaku sosial dan perilaku makan sebagai berikut : 2.2.1 Perilaku Individu Sebagian besar perilaku ditujukan untuk kesejahteraan burung itu sendiri, meliputi perilaku pemeliharaan, berhubungan dengan perawatan dan kenyamanan tubuh, serta perilaku yang berhubungan dengan pemeliharaan habitat, tempat istirahat dan makan. Perilaku pemeliharaan berhubungan dengan perawatan bulu, kulit dan bagianbagian lain terutama yang digunakan untuk terbang atau untuk insulator. Menurut Simmons (1964) dalam Petingill (1969) perilaku perawatan ini meliputi preening (menelisik bulu ), head-scratching (menggaruk), sunning (berjemur). Menelisik bulu merupakan perawatan bulu yang terpenting, dilakukan dengan paruh, digerakkan atau digigit-gigit hingga keujung dan gerakan ini khas untuk masing-masing jenis. Kaki burung dapat menggaruk bagian kepala, biasanya untuk membersihkan bagian kepala yang tidak dapat tersentuh oleh paruh. Burung berjemur menunjukkan reaksi terhadap sinar matahari dengan mengembangkan bulu-bulu kepala, leher, punggung dan bagian belakang tubuhnya serta mengembangkan sayap dan mengangkat bagian ekornya. Terkadang diikuti dengan membuka mulut. Untuk menjaga kenyamanan, burung biasanya melakukan pengaturan bulu dengan menggerakkan atau menggoyangkan tubuh, mengangkat, merentangkan, mengepak-ngepak sayap dan kemudian mengembalikanya pada posisi semula. Peregangan meliputi : menganga, menggerak-gerakan mandibula; istirahat meliputi : berdiri dengan satu-dua kaki atau duduk, bulu relaks, kepala tergolek di leher dan terkadang mengambil posisi sedang tidur. Pada saat tidur burung menarik dan menekuk kepalanya sehingga terlihat seperti bersandar pada bagian punggung dan paruh disembunyikan di balik scapular. Bentuk ini merupakan variasi intraspesifik (Pettingill,1969 ).

2.2.2 Perilaku Sosial Perilaku sosial (Social behaviour), yang didefinisikan secara luas, adalah setiap jenis interaksi antara dua hewan atau lebih, umumnya dari spesies yang sama. Meskipun sebagian besar spesies yang bereproduksi secara seksual harus bersosialisasi pada siklus hidup mereka dengan tujuan untuk bereproduksi, beberapa spesies menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam hubungan yang dekat dengan spesies sejenisnya. Interaksi sosial telah lama menjadi suatu fokus penelitian bagi scientis yang mempelajari perilaku. Kerumitan perilaku meningkat secara dramatis ketika interaksi antar individu dipertimbangkan. Penyerangan, percumbuan, kerjasama, dan bahkan kebohongan merupakan bagian dari keseluruhan perilaku sosial. Perilaku sosial memiliki keuntungan dan biaya bagi anggota spesies yang berinteraksi secara ekstensif (Campbell, 2002, hlm: 315-317). Semua spesies burung merupakan subyek predasi, menunjukkan adaptasi perilaku yang berguna untuk pertahanan diri. Perilaku ini ditujukan untuk perlindungan diri sendiri maupun kerabatnya, seperti: anggota yang lebih muda dari kelompoknya. Burung bereaksi terhadap stimuli bahaya tertentu melalui pendengaran dan pengelihatan. Ketika mendengar peringatan tanda bahaya terkadang burung diam membeku di tempatnya dengan harapan musuh tidak mengetahui keberadaanya. Nadanada yang dikeluarkan oleh burung juga mencakup alarm atau panggilan peringatan khusus mengenai adanya bahaya. Untuk menghindari musuh burung melakukan gerakan mengancam seperti misalnya merentangkan sayap lebar-lebar dan menegakkan kepala sehingga terlihat lebih besar dari ukuran sebenarnya. Burungburung yang menjaga sarang atau memiliki anak yang masih kecil selain menakutnakuti juga langsung menyerang pengganggunya. Selain semua bentuk pertahanan diri yang telah disebutkan sebelumnya, burung juga memiliki kecenderungan untuk berkelompok, terutama ketika musim biak. Menurut Mardiastuti (1992b) pola ini berkaitan dengan habitat yang mendukungnya dan senantiasa berubah-ubah sesuai dengan musim berkembang biak, selain itu faktor angin juga dapat mempengaruhi perubahan penyebaran burung tersebut.

Masih menurut Campbell (2002), interaksi sosial bisa berhubungan dengan hal yang sifatnya kompetitif, seperti: Perilaku Agonistik (agonistik behaviour), merupakan suatu perlawan yang melibatkan perilaku yang mengancam maupun menentukan pesaing mana yang mendapatkan beberapa sumberdaya seperti makan atau pasangan kawin. Kadang-kadang pertandingan tersebut melibatkan pengujian kekuatan. Secara lebih umum, kontestan yang terlibat menunjukkan perilaku mengancam, yang membuat mereka kelihatan besar atau seram, seringkali dengan membuat postur atau suara yang dibesar-besarkan. Akhirnya satu individu berhenti mengancam dan mengakhirinya dengan menunduk atau bersikap tenang, yang pada dasarnya adalah menyerah. Hirarki Dominans (dominance hierarchy) sederhana untuk memahami perilaku ini adalah dengan sebuah contoh ayam. Jika beberapa ayam betina yang tidak saling mengenal satu sama lain digabungkan bersama-sama, mereka akan merespons dengan berkelahi dan saling mematuk. Akhirnya kelompok itu membentuk suatu urutan patukan (pecking order) yang jelas suatu hirarki dominansi (dominance hierarchy) yang kurang lebih linear. Didalam suatu kelompok, ayam betina alfa (peringkat paling atas) mengawasi perilaku lainya secara menyeluruh, seringkali semata-mata hanya untuk mengancam, bukan dengan sungguh-sungguh mematuk. Ayam betina beta (Ayam betina peringkat kedua) dengan cara yang sama menaklukkan yang lainya, kecuali ayam betina alfa, dan demikian seterusnya sampai ke hewan peringkat paling bawah yaitu omega. Teritorialitas, atau teritori adalah suatu daerah yang dipertahankan oleh seekor individu hewan, yang umumnya mengusir anggota lain dari spesiesnya sendiri. Teritori secara khusus digunakan untuk pencarian makanan, perkawinan, membesarkan anak, atau kombinasi aktivitas tersebut. Umumnya lokasi suatu teritori sudah tetap, dan ukuranya bervariasi menurut spesies, fungsi-fungsi teritori, dan jumlah sumberdaya yang tersedia.

2.2.3 Perilaku Makan Perilaku makan adalah penampakan tingkah laku dalam kaitanya dengan aktivitas makan. Aktivitas makan itu sendiri merupakan bagian dari aktivitas harian. Pada burung umumnya aktivitas tersebut dilakukan pada pagi hari hingga sore hari, kecuali pada beberapa jenis burung malam nocturnal (Hailman, 1985, Hlm : 217-231 ). Selanjutnya menurut Hailman (1985) bahwa perilaku makan pada makhluk hidup mencakup semua proses konsumsi bahan makanan yang bermanfaat dalam bentuk padat atau cair. Perilaku makan binatang bervariasi baik lamanya makan maupun frekuensi tingkah laku pada saat makan. Suratmo dalam Elfidasari (1979), menyatakan bahwa Perilaku makan dari tiaptiap spesies hewan memiliki cara-cara yang spesifik. Faktor yang mempengaruhi berbedanya cara makan antara lain morfologi hewan yang mencari makan, rangsangan dari makanan itu sendiri dan faktor dari dalam tubuh hewan yang akan memberikan urutan gerak tubuh pada hewan tersebut. Menurut Rusila (2003) jenis-jenis burung yang mencari makan di bawah permukaan air akan memburu mangsa mereka dengan menggunakan ujung paruhnya yang sensitif, oleh karena itu mereka memiliki ukuran mata yang lebih kecil karena tidak terlalu membutuhkannya untuk melihat mangsa. Mereka biasanya mencari mangsa dalam kelompok yang cukup besar yang memungkinkan memperoleh manfaat karena mangsa yang terganggu akan lebih mudah ditemukan. Beberapa jenis burung memiliki ukuran kaki yang lebih panjang yang memungkinkan mereka berjalan diperairan dangkal atau lumpur halus. Sementara itu yang memiliki kaki yang lebih pendek hanya dapat mencari makan pada substrat lumpur yang lebih keras. Secara umum hewan mempunyai tiga cara dalam memperoleh makanan, yaitu (1) tetap berada ditempat dan makanan datang sendiri, (2) berjalan untuk mencari makan dan (3) menjadi parasit pada organisme lain (Arms dan Camp, 1979). Tingkah laku makan kuntul seperti halnya tingkah laku lainnya, dipengaruhi oleh faktor genetik, suhu lingkungan, jenis makanan yang tersedia dan habitat. Faktor genetik seperti telah diuraikan diatas. Faktor suhu lingkungan dapat mempengaruhi jumlah makanan yang dikonsumsi.

Menurut Jumilawaty (2004), kuntul senang mencari makan berkelompok baik dengan kelompok sesama kuntul maupun dengan burung cangak dan bluwok tanpa terlihat adanya persaingan. Kuntul besar diketahui lebih menyukai lokasi mencari makan yang memiliki ketinggian air tertentu, biasanya di daerah tersebut merupakan pinggiran sungai, tambak, daerah bakau atau rawa dan daerah pantai. Jenis makanan utamanya adalah ikan serta hewan lain seperti crustacea, amfibi, dan mamalia kecil (Hancock, 1982 dalam Rukmi, 2002). Sama seperti cara mencari makan kebanyakan burung air lainya burung kuntul memiliki beberapa tahapan dalam mencari makan diantaranya: Berdiri tegak, dan melihat-lihat mangsanya. Pada saat mangsanya berada dipermukaan tanah, maka mereka akan segera berlari dan kemudian merunduk untuk mematuk mangsanya. Tingkah laku ini dapat disimpulkan sebagai berikut: stop/melihat-larimematuk/menangkap/makan-stop/melihat-lihat.