BAB I PENDAHULUAN. roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk senantiasa tanggap dengan lingkungannya, dengan berupaya

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah menuntut pemerintah harus memberikan

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 30 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman dan era globalisasi yang begitu pesat menjadi suatu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG LAWAS UTARA,

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BUPATI BANDUNG BARAT

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan akuntabilitas pada organisasi sektor publik baik pemerintah di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersebar dari Sabang sampai

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

BUPATI BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah Propinsi Bali serta pembangunan nasional. Pembangunan

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. SPIP. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. sejahtera, maju, dan kukuh kekuatan moral dan etikanya. Perkembangan pembangunan nasional tidak terlepas dari akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance). Untuk mewujudkan tata. kelola tersebut perlunya sistem pengelolaan keuangan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini memuat tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MALUKU TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 91 TAHUN No. 91, 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Selama ini pemerintahan di Indonesia menjadi pusat perhatian bagi

BAB I PENDAHULUAN. Bab I membahas permasalahan yang melatarbelakangi penelitian, pertanyaan

BAB I P E N D A H U L U A N

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi keuangan pemerintah yang dilaksanakan pada awal

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah atau disingkat menjadi SPIP

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

LAKIP INSPEKTORAT 2012 BAB I PENDAHULUAN. manajemen, antara lain fungsi-fungsi planning, organizing,

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate

BAB 1 PENDAHULUAN. pengklasifikasian, penganalisisan dan pelaporan transaksi keuangan dari

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 mengenai. penyelenggaraan negara yang bersih, bebas KKN (Korupsi, Kolusi dan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan Sub Sektor Peternakan di Provinsi Jawa Barat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. a. Kondisi umum Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Visi Universitas XY pada tahun 2025 adalah menjadi. kecendekiaan. Salah satu misi untuk mewujudkan visi tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. bidang agar good governance yang dicita-citakan dapat tercapai. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah. dana, menentukan arah, tujuan dan target penggunaan anggaran.

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) KABUPATEN SITUBONDO

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. public goods and services disebut governance (pemerintahan atau

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR :32 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

WALIKOTA YOGYAKARTA, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari

PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. menuntut pembangunan yang merata di setiap daerah sehingga pembangunan

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya penyelamatan dan penyempurnaan yang meliputi produktifitas, efisiensi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 merupakan tonggak dimulainya era demokrasi di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran umum objek penelitian

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BUPATI GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. serius dan sistematis. Segenap jajaran penyelenggara negara, baik dalam tataran

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB II GAMBARANUMUMDINAS PENGELOLAAN KEUANGANDAN ASETKABUPATEN ROKAN HULU. 2.1 Sejarah Singkat Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan. kebijakan yang ditetapkan. (BPPK Depkeu, 2014 )

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. laporan pertanggungjawaban berupa Laporan Keuangan. Akuntansi sektor publik

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah ( LKIP ) Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ABSTRAKSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dilaksanakan pada tahun 2001 dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA STRATEGIS KOTA MALANG TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016 PENGARUH PENERAPAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN DAN GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE TERHADAP KINERJA DINAS PEMERINTAH DAERAH KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka mewujudkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik

BUPATI MAROS PROVINSI SULAWASI SELATAN PERATURAN BUPATI MAROS NOMOR: 08 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

WALIKOTA PROBOLINGGO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi akan perwujudan dan

BAB I PENDAHULUAN. manajemen yang berisi rencana tahunan yang dinyatakan secara kuantitatif,

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 25 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Organisasi Pemerintah Daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada penyelenggara pemerintah harus diimbangi dengan kinerja yang baik, sehingga pelayanan dapat ditingkatkan secara efektif dan menyentuh pada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota, Pemerintah Daerah dituntut untuk lebih memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan menerapkan asas-asas pelayanan publik yang didalamnya meliputi: transparansi, akuntabilitas, partisipatif, kesamaan hak, keseimbangan hak, dan kewajiban. Selain itu pemerintah daerah juga dituntut untuk meningkatkan sistem pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan Peraturan Pemerintah no 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah. Pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan bahwa penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang 1

2 diatur lebih lanjut dalam PP nomor 24 tahun 2005 tentang SAP. Dalam meningkatkan sistem pengelolaan keuangan daerah, pemerintah daerah memerlukan sistem pengendalian intern untuk mengendalikan seluruh aktivitas di dalam organisasi pemerintah daerah. Peraturan Pemerintah (PP) nomor 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah, SPI adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh manajemen yang diciptakan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian efektivitas, efisiensi, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan keandalan penyajian laporan keuangan pemerintah (Agindawati, 2012). Sistem pengendalian intern dalam pengelolaan keuangan daerah tidak terlepas dari prinsip-prinsip corporate governance yang di dalamnya terdapat prinsip akuntabilitas dan transparansi sesuai dengan Undang-Undang No 40 tahun 2007 tentang prinsip-prinsip corporate governance. Akuntabilitas kinerja pemerintah daerah adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik (Riantiarno dan Azlina, 2011). Sebagai salah satu implementasi dari akuntabilitas kinerja pemerintah, maka dilaksanakan pertanggungjawaban yang dimulai dari proses perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan atas tugas dan fungsi pemerintah dalam mewujudkan visi dan misi serta tujuan yang telah diterapkan sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk penetapan anggaran, sedangkan transparansi dalam pemerintah daerah adalah keterbukaan dan kejujuran kepada masyarakat

3 berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan (Abdul Hafiz, 2000:40 dalam Garini, 2011). Terdapat 3 (tiga) mekanisme yang dapat dilaksanakan pemerintah daerah agar lebih responsif, transparan dan akuntabel serta selanjutnya dapat mewujudkan corporate governance yaitu: (1) mendengarkan suara atau aspirasi masyarakat serta membangun kerjasama pemberdayaan masyarakat, (2) memperbaiki internal rules dan mekanisme pengendalian, dan (3) membangun iklim kompetisi dalam memberikan layanan terhadap masyarakat serta marketisasi layanan. Ketiga mekanisme tersebut saling berkaitan dan saling menunjang untuk memperbaiki efektivitas pengelolaan pemerintah daerah (Mardiasmo, 2004). Efetiktivitas pengelolaan pemerintah yang baik akan menjamin kinerja pemerintah yang baik juga. Kinerja pemerintah daerah adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah (satuan kerja perangkat daerah) sebagai penjabaran dari visi, misi dan strategi yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan (Ramandei, 2009). Pada prinsipnya baik tidaknya kinerja pemerintah daerah bukan sematamata tanggungjawab pimpinan dan aparaturnya. Masyarakat juga turut bertanggungjawab dengan cara terus menerus mengawasi tata kelola pemerintahan agar tetap berada dalam koridor hidup bernegara yang telah disepakati bersama. Apabila tata kelola pemerintahan tidak diawasi dengan baik

4 dapat menimbulkan kinerja pemerintahan yang buruk. Kinerja pemerintahan yang buruk dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah kegagalan pemerintah dalam melakukan pemantauan dan penentuan perencanaan strategis. Dimensi lain penyebab buruknya kinerja pemerintah daerah secara umum adalah pelanggaran terhadap etika birokrasi, seperti budaya suap-menyuap, kolusikorupsi dan nepotisme (KKN). Sebagai contoh kasus korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Bengkulu pada tahun 2012 yang divonis bersalah oleh Mahkamah Agung dan dinyatakan terbukti melakukan korupsi dana bagi hasil pajak bumi dan bangunan (PBB) dan dijatuhi hukuman 4 tahun penjara (Indonesian Corruption Word, 2013). Kasus serupa juga terjadi di Lampung Selatan yang melibatkan mantan Bupati Lampung Selatan yang diduga telah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan tanah PLTU Sebalang sehingga merugikan negara Rp16,5 miliar dan dijatuhkan hukuman 20 tahun penjara (Jawa Post National Network, 2012). Selain itu terdapat kasus korupsi lainnya yang melibatkan aparat pemerintah daerah yaitu kasus korupsi yang dilakukan oleh Bupati Jayawijaya pada tahun 2006 yang dinyatakan bersalah dalam tiga kasus korupsi kas daerah Kabupaten Jayawijaya. Kasus pertama pembelian dua pesawat Fokker 27 seri 600 senilai Rp 8,6 miliar tahun 2002. Pembelian pesawat jenis Fokker itu dinilai merugikan negara karena dilakukan dengan penunjukan langsung dan dana pembelian dikeluarkan saat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Jayawijaya 2002 belum disahkan DPRD. Bupati Jayawijaya juga dinyatakan bersalah turut serta melakukan korupsi dalam proyek penggunaan uang kas daerah

5 senilai Rp 3,9 miliar dalam penyewaan pesawat Antonov milik Rusia pada tahun anggaran 2003. Bupati Jayawijaya dinilai bersalah karena melakukan penunjukkan langsung PT. Prismadani selaku perusahaan yang mengoperasionalkan pesawat Antonov yang disewa Kabupaten Jayawijaya. Pencairan uang sewa senilai Rp 3,9 miliar juga dilakukan sebelum APBD 2003 disahkan DPRD. Kasus ketiga adalah pengadaan fiktif ground power pesawat Antonov (Kompas, 2006). Berdasarkan contoh kasus tersebut, kita dapat melihat baik tidaknya kinerja suatu instansi pemerintahan daerah. Beberapa contoh kasus korupsi yang melibatkan aparat pemerintah daerah dapat terjadi di suatu pemerintahan daerah karena sistem pengendalian intern yang belum dijalankan dengan baik atau kurang optimalnya efektifitas sistem pengendalian intern. Lemahnya pengendalian intern dalam pemerintah daerah sebagian besar dikarenakan kurang memadainya lingkungan pengendalian dan aktivitas pengendalian. Lingkungan pengendalian seharusnya menciptakan suasana atau perilaku yg positif dan kondusif untuk menerapkan sistem pengendalian intern. Namun masih terdapat kelemahan lingkungan pengendalian yaitu kurang memadainya pembagian tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah serta kurang tertibnya pelaksaan kebijakan instansi pemerintah daerah. Selain itu akuntabilitas dan transparansi yang belum diterapkan dengan baik sehingga memicu aparat pemerintah untuk melakukan tindak korupsi. Penelitian yang menguji baik tidaknya suatu instansi pemerintahan daerah pernah dilakukan oleh Garini (2011). Hasil penelitian Garini (2011) berhasil membuktikan baiknya kinerja instansi pemerintah daerah Dinas Kota

6 Bandung dengan menggunakan prinsip-prinsip corporate governance yang meliputi akuntabilitas dan transparansi. Penelitian lain yang pernah dilakukan untuk menguji kinerja instansi pemerintah daerah menggunakan prinsip-prinsip corporate governance yaitu akuntabilitas kinerja pemerintah daerah adalah penelitian milik Nababan (2008) yang dilakukan pada pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa akuntabilitas dapat mempengaruhi baik tidaknya kinerja instansi pemerintah daerah. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti judul: Pengaruh Sistem Pengendalian Intern, Akuntabilitas dan Transparansi terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Survei Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Tolikara). B. Batasan Masalah. Batasan masalah yang dilakukan penulis agar pembahasan dalam penelitian tidak meluas adalah terbatas pada permasalahan: 1. Meneliti beberapa SKPD di Kantor Bupati Kabupaten Tolikara, Papua 2. Variabel akuntabilitas dan transparansi merupakan proksi dari prinsip corporate governance 3. Variabel sistem pengendalian intern meliputi aspek-aspek yang terdapat dalam COSO, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta monitoring.

7 C. Rumusan Masalah. Berdasarkan masalah diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah sistem pengendalian intern berpengaruh positif terhadap kinerja pemerintah daerah pada pemerintah daerah Kabupaten Tolikara? 2. Apakah akuntabilitas berpengaruh positif terhadap kinerja pemerintah daerah pada pemerintah daerah Kabupaten Tolikara? 3. Apakah transparansi berpengaruh positif terhadap kinerja pemerintah daerah pada pemerintah daerah Kabupaten Tolikara? 4. Apakah sistem pengendalian intern, akuntabilitas dan transparansi berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah pada pemerintah daerah Kabupaten Tolikara? D. Tujuan Penelitian. 1. Untuk menguji apakah sistem pengendalian intern berpengaruh positif terhadap kinerja pemerintah daerah pada pemerintah daerah Kabupaten Tolikara 2. Untuk menguji apakah akuntabilitas berpengaruh positif terhadap kinerja pemerintah daerah pada pemerintah daerah Kabupaten Tolikara 3. Untuk menguji apakah transparansi berpengaruh positif terhadap kinerja pemerintah daerah pada pemerintah daerah Kabupaten Tolikara 4. Untuk menguji apakah sistem pengendalian intern, akuntabilitas dan transparansi berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah pada pemerintah daerah Kabupaten Tolikara

8 E. Manfaat Penelitian. 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya dan meningkatkan perkembangan terhadap teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu pada kinerja pemerintah daerah 2. Manfaat Praktis Bagi pemerintah daerah, sebagai bahan acuan dalam meningkatkan kinerjanya dan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan guna meningkatkan kinerja pemerintah daerah.