Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

dokumen-dokumen yang mirip
KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994).

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam juga semakin besar, salah satunya kekayaan alam yang ada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

NILAI EKONOMI AIR HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN DI BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya yang kita miliki terkait dengan kepentingan masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. No. 48 Tahun 1988 tanggal 19 November Pembangunan Taman Hutan. Raya Bukit Barisan ini sebagai upaya konservasi sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. fungsi lindung dan fungsi konservasi semakin berkurang luasnya. Saat ini

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten mempunyai fungsi sebagai berik

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

SKRIPSI HERIYANTO NIM : B

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STIKOM SURABAYA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi semakin pesat,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Namun sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, tekanan terhadap sumberdaya hutan semakin meningkat (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000). Total kerusakan hutan saat ini diperkirakan mencapai 43 juta hektar dari 143 juta hektar luas keseluruhan hutan Indonesia. Akibatnya 297 spesies flora dan fauna terancam punah (Sumardja 2002). Menurut Direktur Konservasi Kawasan (2002), kerusakan hutan tersebut akibat salah kebijakan pengelolaan hutan yang diperparah oleh perubahan tatanan politik era euphoria reformasi yang telah menimbulkan ekses di berbagai bidang. Ekses pada bidang konservasi antara lain meningkatnya radikalisasi dan anarki seperti illegal logging, perambahan, okupasi lahan dan penjarahan hasil hutan di banyak kawasan konservasi Lebih lanjut Direktur Konservasi Kawasan (2002) menyatakan bahwa, sebenarnya Pemerintah sejak tahun 1945 telah berupaya dan menetapkan kawasan hutan tertentu sebagai suaka alam dan suaka margasatwa. Saat ini, bentuk-bentuk kawasan konservasi tersebut telah berkembang, meliputi cagar alam, hutan wisata, suaka margasatwa, taman hutan raya dan taman nasional. Sampai dengan Desember 2003 secara keseluruhan luasnya mencapai 26,25 juta hektar. Secara filosofis, suatu kawasan yang ditetapkan sebagai taman nasional selalu memiliki 3 dimensi manfaat. Manfaat ekologi, yang berarti melestarikan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Manfaat ekonomi, yang berarti mampu menciptakan peluang kerja dan kesempatan berusaha. Manfaat sosial, yang berarti

mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun dalam praktiknya, keberadaan taman nasional justru sering dipahami sebagai sumber masalah atau konflik bagi berbagai pihak. Menurut Benda-Beckmen, Benda-Beckmen dan Koning (2001), konflik yang muncul tersebut dapat dijelaskan, sebagai berikut :I) Bagi pengelola, taman nasional dipahami sebagai sumberdaya alam dan ekosistem yang harus dilestarikan keberadaan dan fungsi ekologisnya, 2) Bagi masyarakat, penetapan suatu kawasan menjadi taman nasional berarti aktivitas mereka dalam kawasan tersebut serba dibatasi, sehingga peluang pemanfaatan sumberdaya alam 2 menjadi terbatas, dan 3) Bagi Pemerintah Daerah, keberadaan taman nasional dipersepsikan sebagai "beban" serta hilangnya kewenangan mengatur sumberdaya alam yang berada di taman nasional tersebut dan juga berarti hilangnya peluang memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai pendukung pembangunan ekonomi. Dengan kata lain, konflik tersebut terjadi dikarenakan oleh perbedaan cara pandang terhadap nilai manfaat taman nasional sebagai akibat belum adanya "ukuran" nilai manfaat yang dapat dimengerti dan dipahami oleh semua pihak. lmplikasi dari permasalahan ini adalah pertanyaan "ukuran nilai manfaat yang bagaimana yang mudah dimengerti dan dipahami oleh semua pihak?". Jawabnya adalah dengan pendekatan penilaian ekonomi sumberdaya alam. Dengan pendekataan penilaian ekonomi maka estimasi nilai manfaat yang diberikan oleh taman nasional akan dapat diketahui secara kuantitatif terukur. lnformasi nilai ekonomi yang terukur secara kuantitatif lebih memudahkan untuk menjelaskan keterkaitan kepentingan antara pelestarian taman nasional dan pembangunan ekonomi daerah.

3 Sampai dengan Desember 2003, Indonesia telah menetapkan sebanyak 41 taman nasional, termasuk diantaranya Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH). TNGH merupakan kawasan pelestarian alam yang mewakili tipe hutan hujan pegunungan dan ekosistem hutan alam terluas Pulau Jawa (Balai TNGH 2001). Kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Sumberdaya flora, fauna dan ekosistem TNGH tersebut, menurut Harada et a/. (1999), antara lain memiliki fungsi atau peran sebagai: a) sumber plasma nutfah, b) wahana penelitian dan pendidikan lingkungan, c) mendukung pengembangan budidaya tumbuhan dan satwa, d) wahana kegiatan rekreasi dan wisata alam, dan e) pengatur tata air (terutama untuk wilayah Bogor, Sukabumi, Lebak dan DKI Jakarta) dan iklim mikro. TNGH merupakan aset nasional dan internasional yang memiliki nilai manfaat penting bagi kehidupan umat manusia, baik di tingkat lokal, nasional maupun global. Menyadari pentingnya nilai manfaat tersebut, maka TNGH menjadi perhatian dunia internasional yang ditunjukkan dengan adanya dukungan dana JlCA untuk pengelolaan dan menjaga kelestariannya. Namun karena nilai manfaat penting tersebut belum diterjemahkan ke dalam nilai yang terukur secara moneter, maka persepsi masyarakat termasuk pemerintah daerah terhadap keberadaan TNGH cenderung negatif, sehingga menjadikan rendahnya dukungan masyarakat dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan dan pelestarian TNGH. Keberadaan TNGH tidak dapat dipisahkan dari masyarakat yang berada di dalam dan sekitar kawasan, yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi terhadap sumberdaya alam yang ada di dalam kawasan (Sudarmadji 2001). Menurut Darusman (2000), mereka adalah bagian atau unsur dari ekosistem TNGH, yang saling tergantung. Sehingga mereka akan menjaga keberadaan dan kelestarian TNGH apabila mereka bisa mendapatkan manfaat, baik manfaat langsung maupun

tidak langsung dari sumberdaya alam TNGH. Atau sebaliknya mereka akan merusak apabila mereka tidak mendapat manfaat dari keberadaan TNGH. Oleh karena itu, menurut Direktur Wisata Alam dan Kebun (2000), semua potensi, baik flora, fauna maupun ekosistem taman nasional perlu dikelola dan dimanfaatkan sebesarnya-besamya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan tersebut melalui kegiatan, yaitu 1) pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan, dan 2) pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwaliar. Pemanfaatan kondisi lingkungan harus tetap menjaga kelestarian fungsinya, sedangkan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwaliar dilakukan dengan memperhatikan kelangsungan potensi, daya dukung dan keanekaragaman jenisnya. Meskipun secara filosofis konsep pemanfaatan taman nasional adalah sebesarnya-besarnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi dalam praktik operasionalnya tidak mudah diwujudkan. Keberadaan taman nasional belum memuaskan semua pihak, terutama masyarakat di sekitamya, contohnya adalah tertutupnya akses terhadap sumberdaya alam yang terdapat dalam kawasan tersebut. Menurut Direktur Wisata Alam dan Kebun (2000), pemanfaatan taman nasional masih terbatas untuk penelitian yang bersifat umum, pendidikan konservasi dan rekreasi dan pariwisata alam. Penelitian masih terbatas pada inventarisasi potensi flora, fauna dan penyebarannya serta tingkah laku satwa. Sedangkan penelitian terapan yang dapat menunjang pemanfaatan potensi sumberdaya alam untuk peningkatan kesejahteraan melalui budidaya tumbuhan dan penangkaran satwa masih perlu ditingkatkan. Pendidikan konservasi bagi masyarakat masih sebatas penyebaran informasi konservasi, dan masih jarang diiringi dengan pendekatan kesejahteraan, seperti pembuatan unit percontohan usaha pertanian konservasi. Pengembangan wisata

tidak langsung dari sumberdaya alam TNGH. Atau sebaliknya mereka akan merusak apabila mereka tidak mendapat manfaat dari keberadaan TNGH. Oleh karena itu, menurut Direktur Wisata Alam dan Kebun (2000), semua potensi, baik flora, fauna maupun ekosistem taman nasional perlu dikelola dan dimanfaatkan sebesarnya-besamya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan tersebut melalui kegiatan, yaitu 1) pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan, dan 2) pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwaliar. Pemanfaatan kondisi lingkungan harus tetap menjaga kelestarian fungsinya, sedangkan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwaliar dilakukan dengan memperhatikan kelangsungan potensi, daya dukung dan keanekaragaman jenisnya. Meskipun secara filosofis konsep pemanfaatan taman nasional adalah sebesarnya-besarnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi dalam praktik operasionalnya tidak mudah diwujudkan. Keberadaan taman nasional belum memuaskan semua pihak, terutama masyarakat di sekitamya, contohnya adalah tertutupnya akses terhadap sumberdaya alam yang terdapat dalam kawasan tersebut. Menurut Direktur Wisata Alam dan Kebun (2000), pemanfaatan taman nasional masih terbatas untuk penelitian yang bersifat umum, pendidikan konservasi dan rekreasi dan pariwisata alam. Penelitian masih terbatas pada inventarisasi potensi flora, fauna dan penyebarannya serta tingkah laku satwa. Sedangkan penelitian terapan yang dapat menunjang pemanfaatan potensi sumberdaya alam untuk peningkatan kesejahteraan melalui budidaya tumbuhan dan penangkaran satwa masih perlu ditingkatkan. Pendidikan konservasi bagi masyarakat masih sebatas penyebaran informasi konservasi, dan masih jarang diiringi dengan pendekatan kesejahteraan, seperti pembuatan unit percontohan usaha pertanian konservasi. Pengembangan wisata

alam atau ekowisata, pada umumnya hanya dapat menjangkau wilayah sebagian kecil masyarakat sekitar kawasan, karena sebagian besar tempat tinggal mereka jauh dari wilayah pengembangan. Sebagai contoh di TNGH, saat ini wilayah pengembangan ekowisata hanya di tiga lokasi atau desa, sedangkan TNGH dikelilingi oleh 51 desa penyangga. Permasalahan tersebut, menjadikan pengelola taman nasional sering tidak mampu menjawab persoalan nyata di lapangan, yaitu keinginan masyarakat untuk dapat mengakses sumberdaya alam taman nasional untuk tujuan memenuhi kebutuhan dan kelangsungan hidup mereka. Relatif tertutupnya akses masyarakat terhadap sumberdaya alam taman nasional membawa implikasi adanya aktivitas illegal oleh masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam tersebut yang berdampak kepada kerusakan ekosistem taman nasional. Di TNGH, adanya kerusakan ekosistem, menurut Sudarmadji (2000), disebabkan oleh aktivitas masyarakat, diantaranya melakukan PET1 (Penambangan Emas Tanpa Ijin), penebangan pohon dan pengambilan kayu bakar, dan perburuan satwa serta perambahan kawasan. Lebih dari itu, kondisi desa-desa penyangga TNGH relatif masih terbelakang, dengan karakteristik masyarakatnya seperti 1) pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan usaha relatif rendah, dan 2) ketergantungan terhadap sumberdaya alam dan hutan sangat tinggi, di sisi lain kesadaran mereka tentang konservasi sumberdaya alam masih rendah. Gambaran tersebut di atas menunjukkan bahwa kelestarian TNGH terancam rusak disebabkan antara lain: 1) adanya miskonsepsi terhadap nilai ekonomi manfaat TNGH dikarenakan informasi tentang nilai ekonomi manfaat TNGH belum ada, dan 2) bentuk-bentuk pemanfaatan sumberdaya alam TNGH melalui kegiatan

pendidikan, penelitian dan ekowisata belum mampu memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat secara optimal. Atas dasar latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang nilai manfaat ekonomi dan pemanfaatan TNGH bagi masyarakat. B. Perumusan Masalah dan Tujuan 1. Perumusan Masalah TNGH merupakan aset nasional yang memiliki nilai manfaat tinggi bagi kehidupan manusia, tetapi nilai manfaat ekonomi yang terukur dengan jelas dan akurat secara moneter belum diketahui, dimengerti dan dipahami oleh semua pihak, dikarenakan sampai saat ini belum ada kegiatan penilaian ekonomi sumberdaya alam TNGH tersebut. Akibatnya, pengelola tidak mampu menjelaskan keterkaitan manfaat TNGH dengan kepentingan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Akibat selanjutnya yang diperkirakan adalah rendahnya dukungan masyarakat dan Pemerintah Daerah dalam upaya pelestarian TNGH. Tingkat ketergantungan masyarakat di sekitar hutan terhadap sumberdaya alam TNGH masih sangat tinggi. Di sisi lain, program-program pemanfaatan sumberdaya alam TNGH sampai saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar TNGH. Akibatnya masyarakat melakukan berbagai aktvitas illegal, dan berdampak kepada kerusakan ekosistem TNGH Bertitik tolak dari permasalahan tersebut maka timbul pertanyaan sebagai berikut: 1 Berapakah nilai manfaat ekonomi sumberdaya alam yang terkandung dalam TNGH tersebut?

2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi program pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa lingkungan TNGH dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup masyarakat? 3. Bagaimanakah program strategis dalam pengembangan pengelolaan TNGH yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar TNGH. 2. Tujuan 1. Melakukan pendugaan nilai manfaat ekonomi sumberdaya alam TNGH secara menyeluruh (Nilai Ekonomi Total TNGH) 2. Melakukan analisis internal dan ekstemal program pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa lingkungan TNGH bagi masyarakat. 3. Merumuskan program strategis pengelolaan TNGH untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar TNGH. C. Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan bagi pemerintah dalam upaya penyusunan program strategis pemanfaatan TNGH bagi masyarakat. 2. Memberikan informasi kepada parapihak tentang berbagai manfaat yang diberikan dari kawasan TNGH 3. Sebagai informasi dan referensi untuk penelitian lebih lanjut mengenai penilaian manfaat ekonomi dari taman nasional dan kawasan-kawasan konservasi lainnya. D. Pengertian 1. Nilai manfaat, adalah persepsi seseorang, yaitu harga yang diberikan seseorang terhadap manfaat suatu barang atau jasa yang bersumber dari TNGH pada suatu tempat dan pada saat penelitian.

8 2. Pemanfaatan TNGH adalah pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang bersumber dari dalam TNGH yang sesuai dengan prinsipprinsip pengelolaan taman nasional. Program strategis pengelolaan TNGH, adalah program yang disusun berdasarkan kepada nilai manfaat ekonomi TNGH, kondisi internal (kekuatan dan kelemahan) dan kondisi eksternal (peluang dan hambatanlancaman) pemanfaatan TNGH. Tingkat keberhasilan pelaksanaan program pengelolaan TNGH akan sangat mempengaruhi kelestarian ekosistem TNGH dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. E. Kerangka Pemikiran Sumberdaya alam dan ekosistem TNGH baik langsung maupun tidak langsung memiliki nilai manfaat yang dapat digunakan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan masyarakat di sekitamya. Pertama, TNGH dapat memberikan manfaat berupa produk dan jasa lingkungan yang dapat dimanfaatkan secara langsung (direct use values), yaitu manfaat ekowisata dan manfaat air (domestik dan pertanian). Kedua, TNGH dapat memberikan manfaat tidak langsung (indirect use values), seperti penyerapan karbon dan pelestarian ekosistem. Ketiga, TNGH dapat memberikan manfaat berupa nilai pilihan (option value), yaitu manfaat potensial sumberdaya alam untuk kepentingan di masa depan, yang saat ini sumberdaya alam tersebut tidak ada nilai ekonominya. Keempat, TNGH dapat memberikan manfaat yang bersifat non-penggunaan (non-use values), yaitu manfaat keberadaan (existence value) bagi masyarakat. Manfaat-manfaat TNGH tersebut dikuantifikasikan ke dalam bentuk nilai uang (moneter). Untuk mengkuantifikasikannya digunakan beberapa pendekatan,

yang pada hakikatnya didasarkan pada konsep "kesediaan membayar" atau f'willingness to pay (WTP) dari individu. Jika pasar konvensional maupun pasar implisit tidak tersedia maka dapat diciptakan pasar yang dibangun. Penetapan teknik penilaian yang akan dipakai tergantung pada pertimbangan karakteristik dari sumberdaya yang akan dinilai. Setelah melakukan penilaian terhadap seluruh manfaat sumberdaya TNGH, maka akan diperoleh nilai ekonomi total (total economic value). Nilai ekonomi total ini akan dapat dijadikan pertimbangan dalam merumuskan program strategis pemanfaatan TNGH bagi masyarakat. Pengelolaan TNGH tidak dapat dipisahkan dari masyarakat yang berada di dalam dan sekitar kawasan, sehingga keberhasilan pengelolaan TNGH sangat dipengaruhi oleh tingkat persepsi dan kesejahteraan masyarakat di sekitamya. Program-program pemanfaatan TNGH, antara lain melalui kegiatan ekowisata, pendidikan konservasi dan penelitian. Salah satu tujuan program pemanfaatan tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengetahui kondisi pelaksanakan program-program tersebut, dilakukan kajian dengan pendekatan aspek sosial ekonomi, sekaligus mengkaji karakteristik sosial ekonomi budaya masyarakat serta kondisi realitas bentuk-bentuk pemanfaatan TNGH yang dilakukan oleh masyarakat. Berdasarkan hasil kajian aspek sosial ekonomi tersebut, dengan memperhatikan nilai manfaat ekonomi TNGH sebagai hasil penilaian ekonomi, dan analisis SWOT program-program pemanfaatan TNGH maka disusun program strategis pengelolaan TNGH untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar TNGH. Secara skematis, kerangka pemikiran ini dapat dilihat pada Gambar 1.

TAMAN NASIONAL, MASYARAKAT Program Pemanfaatan SUMBER DAYA ALAM 1 1 Nilai Penggunaan Langsung Nilai Ekowisata Nilai Hidrologi - REKOMENDASI DAN SARAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN I Nilai Penggunaan Tak Langsung L v Nilai Penyerapan Karbon Nilai Pelestarian 1 Nilai Nonpenggunaan Nilai Keberadaan f NllAl EKONOMI, TOTAL \ ' MERUMUSKAN PROGRAM ARAHAN STRATEGIS STRATEGIS PENGELOLAAN PENGELOLAAN TNGH UNTUK MENINGKATKAN TNGH KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 7 Kajian Sosial Ekonomi Pemanfaatan Sosekbud Masyarakat a z WW cl) I- [r W a Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian